Anda di halaman 1dari 42

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Penyaluran Air Buangan

Sistem penyaluran air buangan adalah suatu rangkaian bangunan air yang berfungsi
untuk mengurangi atau membuang air limbah dari suatu kawasan/lahan baik itu dari rumah
tangga maupun kawasan industri. Prinsip penyaluran air buangan adalah membuat suatu
sistem penyaluran yang mengalirkan air buangan dari sumber ke Bangunan Pengolahan
Air Limbah (BPAL) melalui jarak yang paling pendek agar waktu penyaluran yang
dibutuhkan lebih singkat. Pengelolaan air buangan adalah suatu usaha yang dilakukan
untuk meminimalisasi dampak negatif yang ditimbulkan dari air buangan yang berasal dari
suatu kegiatan, yang dilakukan melalui serangkaian teknologi yng sesuai dengan
karakteristik air buangan tersebut. Dalam dasar perencanaan sistem penyaluran air buangan
seharusnya air buangan dialirkan dalam saluran tertutup agar tidak terlalu mengganggu
kesehatan masyarakat, lingkungan, dan estetika kota. Seperti diketahui bahwa sebagaian
besar masyarakat di indonesia menggunakan sistem tercampur dalam menyalurkan air
buangan. Dimana air buangan dialirkan dalam satu saluran drainase bersama air hujan.

Ada beberapa sistem penyaluran air buangan, yaitu :

a) Sistem konvensional (conventional sewerage)


Sistem pengolahan air limbah dengan perpipaan untuk menampung dan
mengalirkan air limbah ke suatu lokasi untuk selanjutnya diolah di lokasi tersebut.
Sistem ini diperuntukkan untuk daerah dengan kriteria sebagai berikut :
1) disarankan untuk tipe perumahan dengan golongan pendapatan menengah dan
tinggi, dimana mereka mampu membayar retribusi.
2) Ketersediaan air bersih tidak menjadi faktor yang menentukan
3) Tingkat kepadatan penduduk lebih dari 300 jiwa/Ha, permeabilitas tanah tidak
memenuhi syarat, angka permeabilitas tanah terlalu tinggi > 4,2. 10-3 L/m2/det atau
terlalu rendah < 2,7. 10-4 L/m2/det
4) Kemiringan tanah lebih besar dari 2%
5) Muka air tanah kurang dari 2 m dan telah tercemar

b) Sistem Shallow Sewer

Sistem sewerage yang dipasang secara dangkal, dengan kemiringan yang


lebih landai dibandingkan dengan sistem sewerage konvensional. Sistem ini
mengandalkan air pembilas, sedangkan sistem sewerage konvensional
mengandalkan kecepatan untuk membersihkan sendiri. Sistem ini diperuntukkan
untuk daerah dengan kriteria sebagai berikut :
1) Disarankan untuk tipe perumahan teratur dan permanen dalam suatu lingkungan
yang terbatas
2) Ketersediaan air bersih merupakan faktor yang penting, disyaratkan telah
terlayani oleh PDAM atau dapat bersumber dari sumur/air tanah dengan debit yang
mencukupi
3) Tingkat kepadatan penduduk lebih dari 300 jiwa/Ha, sebab pada tingkat
kepadatan seperti ini tidak disarankan untuk pembangunan tangki septik
4) Fasilitas sanitasi setempat tidak merupakan faktor yang berpengaruh, sebab
Shallow Sewer merupakan perpipaan yang menerima buangan langsung dari
WC berupa cairan dan padatan
5) Permeabilitas tanah tidak memenuhi syarat, angka permeabilitas tanah terlalu tinggi
> 4,2.10-3 L/m2/det atau terlalu rendah < 2,7.10-4 L/m2/det
6) Dapat diterapkan pada berbagai kemiringan tanah
7) Muka air tanah kurang dari 2 m

Sistem shallow sewer yaitu sistem riol dengan pembenaman pipa relatif dangkal.
Luas satu unit pelayanan sistem riol dangkal maksimum sekitar 4 unit luas
daerah pelayanan retikulasi yang tersusun dalam orde sama (tidak seri). Setiap
unit daerah retikulasi sambungan rumah maksimum sekitar 800 rumah dengan
ukuran riol terbesar 225 mm. Jadi ada 4 lajur pipa dengan D = 225 mm dari 4 x
800 sambungan rumah yang masuk BPAB. Daerah pelayanan shallow sewer
mempunyai luas maksimum 4 x 25 Ha 100 Ha, dengan kepadatan penduduk rerata
160 jiwa/Ha. Dalam sistem riol konvensional, shallow sewer identik dengan
tributary area (Hardjosuprapto, 2000).

c) Sistem Small Bore Sewer


Adalah sistem penyaluran air Efluen Tangki Septik (ETS) dan/atau dari air limbah
cucian (grey water). Keadaan pengaliran bertekanan, tetapi gradien hidrolisnya
masih dibawah elevasi tangki septik dan alat-alat saniter daerah pelayanannya,
sehingga tidak terjadi aliran balik (back water). Dengan aliran bertekanan itu,
maka diameter salurannya relatif kecil
Sistem ini diterapkan pada daerah dimana semula sistem
pembuangan air limbahnya dengan sistem setempat, yaitu dengan sarana
tangki septik dan bidang rembesan. Tetapi, kemudian karena kepadatan
bangunannya meningkat, dimana tidak mungkin lagi membuat bidang rembesan
air efluen tangki septik, maka air efluen tangki septik itu kemudian disalurkan
melalui riol ukuran kecil ini.
Efluen Tangki Septik (ETS) ini dialirkan ke BPAB khusus untuk ETS
(BPAETS), atau dimasukkan ke dalam riol konvensional terdekat (rioll
konvensional yaitu dengan pengaliran tidak penuh). Agar ETS tidak menjadi
septik, sebaiknya waktu tempuh (td) aliran bertekanan ini sebesar 10 menit.
Kalau tidak, biasanya diperlukan injeksi udara sebesar q udara = 1 L/ (menit. mm
dia).
si tangki septik (septage) secara periodik perlu dikuras dan perlu
diolah dalam Instalasi Pengolahan Limbah Tinja (IPLT) atau BPAETS yang
didesain mampu mengolah septage dengan karakteristik seperti yang tercantum
dalam tabel (Hardjosuprapto, 2000).
Sistem ini merupakan saluran air limbah dengan diameter kecil untuk
menerima limbah cair buangan tangki septik yang bebas benda padat. Sistem
ini tidak bergantung pada banyaknya air untuk pembilas, tetapi sarana air
bersih harus dipikirkan sebagai sarana sanitasi yang harus disediakan
sebelumnya. Perpipaan air bersih umumnya akan dipasang di daerah dimana
sistem small bore sewer dipertimbangkan. Sistem ini diperuntukkan untuk
daerah dengan kriteria sebagai berikut:
1) Disarankan untuk tipe perumahan teratur dan permanen
2) Ketersediaan air bersih tidak menjadi faktor yang menentukan
3) Tingkat kepadatan penduduk tidak lebih dari 500 jiwa/Ha
4) Permeabilitas tanah tidak memenuhi syarat, angka permeabilitas tanah terlalu
tinggi > 4,2. 10-3 L/m2/det atau terlalu rendah < 2,7.10-4 L/m2/det
5) Dapat diterapkan pada berbagai kemiringan tanah
6) Keharusan adanya bangunan tangki septik, sebab small bore sewer
direncanakan sebagai perpipaan yang menerima beban buangan yang berupa
efluen dari tangki septik dan tidak memungkinkan dibangun bidang resapan
7) Muka air tanah tidak menentukan, tetapi disarankan permukaan air tanah
yang dalam untuk efektifitas tangki septik

Adapun Kriteria air limbah meliputi :

1) Ciri-ciri Air Limbah

Di samping kotoran yang biasanya terkandung dalam persediaan air bersih,


air limbah mengandung tambahan kotoran akibat pemakaian untuk keperluan
rumah tangga, komersial dan industri. Beberapa analisis yang dipakai untuk
penentuan ciri –ciri fisik, kimiawi, dan biologis dari kotoran yang terdapat dari air
limbah.

2) Ciri – Ciri Fisik

Ciri – ciri fisik utama air limbah adalah kandungan padat, warna, bau, dan suhunya.

a) Bahan padat total, terdiri dari bahan padat tak terlarut atau bahan padat yang
terapung serta senyawa – senyawa yang larut dalam air. Kandungan bahan padat
terlarut ditentukan dengan mengeringkan serta menimbang residu yang didapat dari
pengeringan.
b) Warna adalah ciri kualitatif yang dapat dipakai untuk mengkaji kondisi umum air
limbah. Jika warnanya coklat muda, maka umur air kurang dari 6 jam. Warna abu–
abu muda sampai setengah tua merupakan tanda bahwa air limbah sedang
mengalami pembusukan atau telah ada dalam sistem pengumpul untuk beberapa
lama. Bila warnanya abu – abu tua atau hitam, air limbah sudah membusuk setelah
mengalami pembusukan oleh bakteri dengan kondisi anaerobik.
c) Penentuan Bau, menjadi semakin penting bila masyarakat sangat mempunyai
kepentingan langsung atas terjadinya operasi yang baik pada sarana pengolahan air
limbah. Senyawa utama yang berbau adalah hidrogen sulfida, senyawa – senyawa
lain seperti indol skatol, cadaverin, dan mercaptan yang terbentuk pada kondisi
anaerobik dan menyebabkan bau yang sangat merangsang dari pada bau hidrogen
sulfida.
d) Suhu, air limbah biasanya lebih tinggi dari pada air bersih karena adanya tambahan
air hangat dari pemakaian perkotaan. Suhu air limbah biasanya bervariasi dari
musim ke musim, dan juga tergantung pada letak geografisnya.

3) Ciri – ciri Kimia

Selain pengukuran BOD, COD dan TOC pengujian kimia yang utama
adalah yang bersangkutan dengan Amonia bebas, Nitrogen organik, Nitrit, Nitrat,
Fosfor organik dan Fosfor anorganik. Nitrogen dan fosfor sangat penting karena
kedua nutrien ini telah sangat umum diidentifikasikan sebagai bahan untuk
pertumbuhan gulma air. Pengujian – pengujian lain seperti Klorida, Sulfat, pH,
serta Alkalinitas diperlukan untuk mengkaji dapat tidaknya air limbah yang sudah
diolah dipakai kembali serta untuk mengendalikan berbagai proses pengolahan.

4) Sumber Air Limbah

Air limbah adalah cairan buangan yang berasal dari rumah tangga, industri,
dan tempat-tempat umum lainnya dan biasanya mengandung bahan-bahan atau zat
yang dapat membahayakan kehidupan manusia serta mengganggu kelestarian
lingkungan. Beberapa sumber air limbah antara lain adalah : 

a) Air limbah rumah tangga (domestic wastes water)

Contoh: air bekas cucian,air bekas memasak, air bekas mandi, dan sebagainya. 

b) Air limbah kota praja (municipal wastes water)

Contoh: air limbah dari perkantoran, perdagangan, selokan, dan dari tempat-
tempat ibadah.

c) Air limbah industri (industrial wastes water)

Contoh: air limbah dari pabrik baja, pabrik tinta, pabrik cat, dan pabrik karet.

5) Pengolahan Air Limbah

Industri dan kegiatan lainnya yang mempunyai air buangan yang


membentuk limbah cair dalam skala besar harus melakukan penanganan agar tidak
berdampak pada lingkungan disekitarnya. Apabila limbah cair tersebut tidak
dilakukan pengolahan dan dibuang langsung ke lingkungan umum, sungai, danau,
laut akan berdampak pada lingkungan karena jumlah polutan di dalam air menjadi
semakin tinggi. 

Pada dasarnya ada dua alternatif penanganan, yaitu membawa limbah cair
ke pusat pengolahan limbah atau memiliki sendiri instalasi pengolahan air limbah
(IPAL) proses pengolahan limbah cair pada dasarnya dikelompokkan menjadi tiga
tahap yaitu proses pengolahan primer, sekunder, dan tersier.

Air limbah sebelum dilepas kepembuangan akhir harus menjalani


pengolahan terlebih dahulu. Untuk dapat melaksanakan pengolahan air limbah yang
efektif diperlukan rencana pengelolaan yang baik. Adapun tujuan dari pengelolaan
air limbah itu sendiri, antara lain:

1) Mencegah pencemaran pada sumber air rumah tangga. 


2) Melindungi hewan dan tanaman yang hidup dalam air. 
3) Menghindari pencemaran tanah permukaan. 
4) Menghilangkan tempat berkembangbiaknya bibit dan vector penyakit.

2.2 Kebutuhan Air Domestik

Kebutuhan air domestik yaitu kebutuhan air yang digunakan pada tempat-tempat
hunian pribadi untuk memenuhi keperluan sehari-hari seperti memasak, minum, mencuci,
dan memenuhi kebutuhan lainnya. Sehingga kebutuhan air domestik merupakan bagian
terbesar dalam perencanaan kebutuhan air. Jumlah kebutuhan air domestik dipengaruhi
oleh faktor kebiasaan, pola dan tingkat kehidupan yang didukung oleh adanya
perkembangan sosial ekonomi. Kebutuhan air domestik dihitung berdasarkan jumlah
penduduk, tingkat pertumbuhan , kebutuhan air perkapita dan proyeksi waktu air akan di
gunakan (yulistiysnto dan kironoto,2008). Standar kebutuhan air domestik adalah dari
Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah tahun 2003 dan SNI tahun 2002.
Tabel 2.1 Kebutuhan Air Bersih Untuk Domestik Berdasarkan Kategori Kota

Sumber :Ditjen Cipta Karya, Dep. PU (2000) 

Kebutuhan air domestik akan dipengaruhi juga oleh pola konsumsinya seperti penduduk
kota menggunakan air lebih banyak dibandingkan penduduk desa. Berdasarkan SNI tahun
2002 tentang sumberdaya air penduduk kota membutuhkan 120L/hari/kapita, sedang
penduduk pedesaan memerlukan 60L/hari/kapita Prediksi jumlah penduduk di masa yang
akan datang sangat penting dalam memperhitungkan jumlah kebutuhan air minumnya.
Prediksi ini  didasarkan pada laju perkembangan kota dan kecenderungannya, arahan tata
guna lahan serta ketersediaan lahan untuk menampung perkembangan jumlah penduduk.

Dengan memperhatikan laju perkembangan jumlah penduduk masa lampau, maka


metode statistik merupakan metode yang paling mendekati untuk memperkirakan jumlah
penduduk di masa mendatang. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk
menganalisa perkembangan jumlah penduduk di masa mendatang yaitu :
1) Koefisien kolerasi
Untuk menentukan pilihan rumus proyeksi jumlah penduduk yang akan
digunakan dengan hasil perhitungan yang paling mendekati kebenaran harus
dilakukan analisis dengan menghitung standar deviasi atau koefisien korelasi.
Berikut rumus kolerasi :
n ( ∑ xy )−(∑ x )(∑ y )
r= 1 /2
⦃ ( n ( ∑ y )− (∑ y )2 )( n ( ∑ x 2) −( ∑ x )2) ⦄
2

Nilai Y untuk masing – masing berbeda-beda :


 Untuk metode aritmatika y adalah jumlah pertumbuhan penduduk
 Untuk metode geometri y adalah ln dari jumlah penduduk
 Untuk metode least square y adalah jumlah penduduk

2) Metode aritmatika
Metode ini biasanya disebut juga dengan rata-rata hilang. Metode ini
digunakan apabila data berkala menunjukkan jumlah penambahan yang relatif
sama tiap tahun. Hal ini terjadi pada kota dengan luas wilayah yang kecil, tingkat
pertumbuhan ekonomi kota rendah dan perkembangan kota tidak terlalu pesat.
Rumus metode ini adalah :

Keterangan :
Pn = jumlah penduduk tahun ke-n
P0 = jumlah penduduk awal
r = jumlah pertambahan penduduk tiap tahun
Tn  = tahun yang diproyeksi
T0  = tahun awal
P1 = jumlah penduduk tahun ke-1 (yang diketahui)
P2 = jumlah penduduk tahun terakhir (yang diketahui)

3) Metode Geometri
Untuk keperluan proyeksi penduduk, metode ini digunakan bila data jumlah
penduduk menunjukkan peningkatan yang pesat dari waktu ke waktu. Rumus
metode geometrik :
Keterangan:
Pn         = jumlah penduduk tahun yang diproyeksi
P0         = jumlah penduduk tahun awal
r           = rata-rata angka pertumbuhan penduduk tiap tahun
n          = jangka waktu

4) Metode Least square


Metode ini merupakan metode regresi untuk mendapatkan hubungan antara
sumbu Y dan sumbu X dimana Y adalah jumlah penduduk dan X adalah tahunnya
dengan cara menarik garis linier antara data-data tersebut dan meminimumkan
jumlah pangkat dua dari masing-masing penyimpangan jarak data-data dengan
garis yang dibuat.Metode least square dengan menggunakan persamaan :

Ŷ = a + bX

Keterangan :
Ŷ = nilai variabel berdasarkan garis regresi;
X = variabel independen;
a= kotanta;
b= koefisien arah regresi linear
Adapun persamaan a dan b adalah sebagai berikut:

Bila koefisien b telah dihitung terlebih dahulu, maka konstanta a dapat ditentukan
dengan persamaan lain, yaitu:
5) Metode Eksponensial
Metode eksponensial dilakukan dengan menggunakan persamaan :

6) Metode Logaritmik
Metode logaritmik dilakukan dengan menggunakan persamaan :

2.2.1 Proyeksi fasilitas


Jumlah seta jenis fasilitas yang ada pada daerah pelayanan mennentukan
besarnya kebutuhan air non domestik . Adanya pertambahan penduduk akan
menyebabkan pertambahan fasilitas. Perlu diketahui bahwasanya jumlah suatu
fasilitas yang ada,tidak dapat diproyeksikan . Namun jumlah fasilitas yang sudah
ada ,tidak dapat diperkirakan untuk tahun yang akan dating,selain pertambahan
penduduk,pertambahan fasilitas juga dipengarruhi faktor-faktor berikut :
1) Jenis fasilitas
2) Perluasan fasilitas yang ada
3) Perkembangan sosial ekonomi
Perkiraan jumlah fasilitas dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan
perbandingan jumlah penduduk sebagai berikut :
∑ Pn ∑ Fn
=
∑ Po ∑ Fo
Keterangan :
Pn = Jumlah penduduk tahun n (jiwa)
Po = Jumlah Penduduk tahun mula-mula(jiwa)
Fn = Jumlah fasilitas tahun n
Fo =Jumlah fasilitas mula-mula

2.2.2 Kebutuhan air


kebutuhan air minum dilakukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor
yang dapat menunjang atau menyebabkan pertambahan kebutuhan air minum.
Faktor-faktor tersebut adalah :
1. Pertambahan jumlah penduduk
2. Tingkat sosial ekonomi penduduk
3. Keadaan iklim daerah setempat
4. Rencana daerah pelayanan dan perluasannya
Untuk memperkirakan kebutuhan air minum kota maka dapat diklasifikasikan
beberapa jenis pemakaian air yaitu adalah :
1. Pemakaian untuk kebutuhan domestik/rumah tangga
2. Pemakaian untuk kebutuhan nondomestik
Jenis pelayanan air memberikan pengaruh terhadap konsumsi air , yang dikebal dua
kategori pasilitas penyediaan air minum ,yaitu: Fasilitas perpipaan , yang meliputi:
Sambungan rumah (sr) yaitu kran yang disediakan sampai dalam rumah atau
bangunan. Sambungan kran umum (ku) yaitu bak air yang dipakai bersama oleh
sekelompok rumah atau bangunan

Qdom = Qsr +Qku

Dimana ,

Qsr = % pelayanan x Pn x Standar Kebutuhan SR

Qku = % pelayanan x Pn x Standar Kebutuhan KU


Keterangan :

Qdom : Debit domesttik (liter/detik)

Qsr : Debit saluran rumah (liter/detik)

Qku : Debit kran umum (liter/detik)

Pn : Proyeksi penduduk

Berikut ini merupakan tabel kebutuhan air domestic menurut P.U. Cipta Karya dan
P3KT (PELITA V):

Tabel 2.2 Kriteria Perencanaan Sektor Air Bersih


Kategori Kota Berdasarkan Jumlah Wilayah
500.000 100.000 20.000
<
No Uraian s.d. s.d. s.d. < 20.000
1.000.000
1.000.000 500.000 100.000 Desa
Metro
Besar Sedang Kecil
Konsumsi Unit
1. Sambungan Rumah 190 170 130 100 80
(SR) L/o/h
Konsumsi Unit
2. Hidran Umum 30 30 30 30 30
(HU) L/o/h
Konsumsi Unit
3. Non Domestik l/o/h 20-30 20-31 20-32 20-33 20-34
(%)

4. Kehilangan air (%) 20-30 20-31 20-32 20-33 20-34

Faktor hari
5. 1.1 1.1 1.1 1.1 1.1
maksimum
6. Faktor Jam Puncak 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5

7. Jumlah Jiwa per SR 5 5 6 6 10

Jumlah Jiwa per


8. 100 100 100 100-200 200
HU
Sisa Tekan di
9. 10 10 10 10 10
Penyediaan
Distribusi (mka)
10. Jam Operasi 24 24 24 24 24
Volume Reservoar
11. 20 20 20 20 20
(% day demand)
50:50:00 50:50:00
12. SR:HU 80:20:00 70:30:00 70:30:00
80:20:00 80:20:00
Cakupan Pelayanan
13. 90 90 90 90 70
(%)
 60% perpipaan,30% non perpipaan
 25% perpipaan ,45% non perpipaan
Sumber : Ditjen Cipta Karya,Tahun 2000

2.3 Kebutuhan Air Non Domestik

Kebutuhan dasar air non domestik ditentukan oleh banyaknya konsumen non
domestik yang berupa fasilitas – fasilitas antara lain sebagai berikut :

a) Perkantoran (pemerintah dan swasta)


b) Pendidikan ( TK,SD,SMP,SMA, dan perguruan tinggi )
c) Tempat-tempat ibadah (masjid,gereja,dll)
d) Kesehatan (rumah sakit, puskesmas,dll)
e) Komersial (toko,hotel,bioskop,dll)
f) Umum (terminal,pasar,dll)
g) Industri

Kebutuhan air non domestik dapat diasumsikan sebagaimana dalam tabel berikut.

Tabel 2.3 Kebutuhan Air Non Domestik


Kategori Kebutuhan Air
Umum:
Masjid 20 – 40 l/org.hr
Gereja 5 – 15 l/org.hr
Terminal 15 – 20 l/org.hr
Sekolah 15 – 30 l/org.hr
RumahSakit 220 – 300 l/org.hr
Kantor 25 – 40 l/org.hr
Industri:
Peternakan 10 – 35 l/org.hr
IndustriUmum 40 – 400 l/org.hr
Komersial:
Bioskop 10 – 15 l/org.hr
Hotel 80 – 120 l/org.hr
Pasar 65 – 90 l/org.hr
Pertokoan 5 l/org.hr

Sumber : Standar PPPKT

Kebutuhan air non domestik untuk kota dapat dibagi dalam beberapa kategori antara lain :
(Ditjen Cipta Karya, 2000)
Kota kategori l (Metro)

1) Kota kategori ll (kota besar)


2) Kota kategori lll (kota sedang)
3) Kota kategori lV (kota kecil)
4) Kota kategori V (desa)

Kebutuhan air bersih non domestikuntukkategori I sampaidengan V dan beberapa sektor


lain adalah sebagai berikut :

Tabel 2.4 Kebutuhan air non domestik kota kategori I, II, III dan IV
Tabel 2.5 Kebutuhan air bersih kategori V

Tabel 2.6 Kebutuhan air bersih domestik kategori lain

Untuk menentukan debit non domestik perlu diketahui asumsi pemakaian menggunakan
rumus berikut :

Qnondom = Asumsi pemakaian x stand kebutuhan fasilitas x jumlah fasilitas


Keterangan :
Qnondom : Debit domestik (liter/detik)

Untuk memprediksi perkembangan kebutuhan air non domestik , perlu diketahui rencana
pengembangan kota dan aktifitasnya . Bila tidak diketahui , maka prediksi dapat
didasarkan pada satu ekuivalen penduduk dan perkembangan kebutuhan air .Penggunaan
air di Indonesia mengalami fluktuasi setiap harinya. Dari keseluruhan aktifitas dan
konsumsi sehari itu ,dapat diketahui pemakaian air rata-rata. Dengan memasukkan
besarmya faktor kehilangan air ke dalam kebutuhan dasar, maka selanjutnya dapat di
fluktuasi kebutuhan air .
1) Kebutuhan Air Rata-Rata Harian (Qrh)
Yaitu air yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan domestik, non
domestik dan kehilangan air . Secara umum kebutuhan rata-rata harian dapat
dituliskan sebagai berikut :

Qrh = Qdomestik + Qnondomestik +Qkebocoran


Dengan ,

Qkebocoran = 20 %x (Qdomestik+Qnondomestik)
Keterangan :
Qrh : Kebutuhan air rata-rata harian (m3/hari)
Qdomestik : Kebutuhan domestik(m3/hari)
Qnondomestik : Kebutuhan non domestik(m3/hari)
Qkebocoran : Kehilangan air karena bocor (m3/hari)

2) Kebutuhan Air Harian Maksimum


Yaitu banyak kebutuhan air terbanyak yang diperlukan pada suatu hari
dalam periode satu tahun dan berdasarkan Qrh.Berdasarkan kebutuhan air rata-
rata harian sebelumnya ,maka terdapat factor fluktuasi kebutuhan air hari
maksimum . Secara umum ditulis

Qhm = Qrh x Fhm


Keterangan :
Qhm : Kebutuhan air harian maksimum (m3/hari)
Qrh : Kebutuhan air rata-rata harian (m3/hari)
Fjm : Faktor harian maksimum (115% - 120%)

3) Kebutuhan Air Jam Maksimum


Yaitu banyak kebutuhan air terbesar pada ajam tertentu pada kondisi
kebutuhan air maksimum . Terdapat suatu faktor fluktuasi kebutuhan air
jam maksimum.Secara umum dituliskan :
Qjm = Qhm x Fjm

Keterangan :
Qjm : Kebutuhan air jam maksimum (m3/hari)
Qhm : Kebutuhan air harian maksimum(m3/hari)
Fjm : Faktor jam maksimum (175% - 210%)

4) Kebutuhan Pemadam Kebakaran (Qkebakaran)


Yaitu banyak kebutuhan air jika terjadi kebakaran .Terdapat suatu
factor asumsi kebutuhan pemadam.secara umum ditulis :

Qkebakaran = Qjm . X
Keterangan :
Qkebakaran : Kebutuhan pemadam kebakaran(m3/hari)
Qjm : Kebutuhan jam maksimum(m3/hari)
X : Faktor asumsi kebutuhan pemadam (10% - 25%)

5) Kebutuhan Air Bersih Total (Qtotal)


Yaitu banyak airyang di[erlukan untuk memenuhi kebutuhan air jam
maksimum dan kebutuhan pemadam kebakaran. secara umum kebutuhan air
bersih total dituliskan sebagai berikut :

Qtotal = Qkebakaran + Qjm


Keterangan :
Qtotal : Kebutuhan air bersih total (m3/hari)
Qkebakaran : Kebutuhan air pemadam kebakaran(m3/hari)
Qjm : Kebutuhan air jam maksimum (m3/hari)

2.4 Penentuan Debit Air Buangan

1) Infiltrasi / inflow

Infiltras adalah air yang berasal dari tanah dan masuk ke sistem penyaluran
air buangan melalui sambungan pipa, dinding manhole, asesoris pipa, dll. Inflow
adalah air yang dibuang ke saluran air buangan dan berasal dari roofleaders, yard
and area drain, surface runoff, street wash water, drainase,dll. Besarnya infiltrasi =
0,2-30 m3/ha.hari saat musim hujanbisa mencapai >500 m 3/ha.hari. kuantitas
infiltrasi tergantung dari panjang saluran, area pelayanan, kondisi tanah dan
topografi, dan kepadatan penduduk

Kurva faktor peak infiltrasion

Gambar 2.1 kurva faktor peak infiltrasion


Variasi dalam aliran air limbah

Gambar 2.2 variasi dalam aliran air limbah

Penentuan Kebutuhan Air Dasar

1) Kebutuhan Air Dasar

QA = QD + QND ………………………..(1)

Dengan :

QA = Debit Kebutuhan Air Bersih Dasar (m3/Detik)

QD = Debit Kebutuhan Air Domestik (m3/Detik)

QND = Debit Kebutuhan Air Non Domestik (m3/Detik)

2) Kehilangan Air

QL = % Kebocoran X QA …………………….(2)

Dengan :

QL = Debit Kehilangan Air (m3/Detik)

QA = Debit Kebutuhan Air Dasar (m3/Detik)

3) Kebutuhan Air Total


QT = QA + QL …………………….(3)

Dengan :

QA = Debit Kebutuhan Air Bersih Dasar (m3/Detik)

QL = Debit Kehilangan Air (m3/Detik)

QT = Debit Kebutuhan Air Total (m3/Detik)

Penentuan Kebutuhan Air Buangan

4) Air Buangan Rata-rata

QAve = (70 – 80%) . QT ………........................(5)

Dengan :

QAve = Debit Air Buangan Rata-rata (m3/Detik)

QR = Debit Kebutuhan Air Rata-rata (m3/Detik)

5) Air Buangan Minimum

QMin= (1/5) X (P/1000)0,2 X QAve …..………………(6)

Dengan :

QMin = Debit Air Buangan Minimum (m3/Detik)

QAve = Debit Air Buangan Rata-rata (m3/Detik)

P = Jumlah Populasi (Jiwa)

6) Air Buangan Maksimal

QPeak = QAve X FPeak ……………………….(7)

Dengan :

QPeak = Debit Air Buangan Maksimal/Puncak (m3/Detik)

QAve = Debit Air Buangan Rata-rata (m3/Detik)

FPeak = Faktor Puncak, ( Menggunakan grafik yang berdasarkan

Jumlah populasi dan debit air buangan rata-rata )


Grafik Jumlah Populasi dan Debit Air Buangan Rata-rata

Gambar 2.3 grafik jumlah populasi dan debit air buangan rata-rata

2.5 Sistem Jaringan Pipa

a) Pipa induk

Merupakan pipa yang menghubungkan antara tempat penampungan dengan pipa


tersier. Jenis pipa ini memiliki pipa terbesar. Umumnya dirancang untuk
menjangkau pelayanan kebutuhan air 10 – 20 tahun kedepan. Untuk menjaga
kestabilan pipa induk tidak diperbolehkan untuk disadap langsung oleh pipa
service/pipa langsung mengalirkan air ke rumah – rumah.

b) Pipa service

Pipa service berfungsi menghubungkan dari pipa retikulasi langsung kerumah –


rumah. Pada pipa retikulasi dihubungkan dengan pipa service dengan menggunakan
clamp saddle. Diameter pipa jenis ini adalah terkecil dari pipa jenis lain. Pipa
service umumnya dirancang untuk melayani kebutuhan air 1 – 2 tahun kedepan.

(Dharmasetiawan Martin, 2001)


2.6 Jenis Pipa dan Aksesoris Pipa
2.6.1 Jenis Pipa

Beberapa jenis pipa yang umum digunakan dalam pekerjaan sistem


distribusi air minum adalah
1) Polyvinyl Chlorida (PVC)

Gambar 2.4 polyvinyl Chlorida (pvc)

Pipa PVC terbuat dari material solid dan fiber. Pipa ini secara luas digunakan
dalam sistem perpipaan domestik dan sistem distribusi air. Jenis pipa ini
mempunyai umur relatif lama, bebas dari korosi, murah, ringan, mudah dalam
penyambungan dan tahan terhadap sinar matahari serta cuaca. Tersedia dengan
diameter 50-400 mm.

Gambar 2.5 Polyvinyl Chlorida (PVC)


2) Polyethylen (PE)
Seperti pipa PVC, pipa ini terbuat fiber dan banyak digunakan dalam
jaringan distribusi air minum karena murah, ringan dan tahan lama.

Gambar 2.6 Polyethylen (PE)

3) Prestressed Concrete Pipe (PCP)


Terbuat dari beton atau tanah liat dengan sifat tahan terhadap korosi,
tidak mengalami perubahan kekasaran di dinding pipa untuk waktu yang
lama, tetapi cukup berat dan sukar dalam pemasangan. Biasanya
diperuntukkan dalam kondisi khusus. Tersedia dengan diameter 500-2000
mm.

Gambar 2.7 Prestressed Concrete Pipe (PCP)

2.6.2 Pemilihan Jenis Pipa


Dalam merencanakan suatu sistem perpiaan ada hal-hal yang perlu
diperhatikan pemilihan, yaitu:
a) Pemilihan bahan pipa
Bahan pipa yang akan digunakan tergantung pada faktor –faktor seperti
harga pipa, tekanan air dalam sistem, korositas terhadap air dan tanah
serta kondisi lapangan.
b) Kedalaman dan peletakan pipa yang tergantung pada karakteristik pipa
itu sendiri.
Jenis yang biasa dipergunakan untuk pipa pelayanan adalah GIP, steel
pipe, dan PVC. Selain berdasarkan jenis bahan, pipa juga dapat dibedakan
dari daya tahan pipa terhadap tekanan. Disini pipa dibedakan menjadi
beberapa kelas, diantaranya:
1) Kelas A, untuk pipa dengan daya tahan terhadap tekanan hingga 10
atm.
2) Kelas B, untuk pipa dengan daya tahan hingga 20 atm.
3) Kelas C, untuk pipa dengan daya tahan hingga lebih dari 30 atm.

2.6.3 Tekanan Kerja Pipa


Pada kenyataannya pipa yang ditanam di dalam tanah mengalami dua
tekanan yang datang dari dalam pipa itu sendiri akibat dari fluida yang ada
dalam pipa dan tekanan lain yang bekerja pada pipa adalah gaya luar yaitu
gaya berat tanah pelindung dan beban lain yang melewati jalan dimana pipa
ditanam.
Tekanan akibat fluida dalam pipa yang paling berpengaruh adalah
tekanan statisnya. Sedangkan tekanan dinamisnya sangat kecil, sehingga
dapat diabaikan. Tekanan statis terjadi karena beda muka air antara dua titik
yang ditinjau atau muka air yang tertinggi terhadap muka air terendah.
Tekanan yang bekerja pada dinding yang berasal dari luar dipengaruhi oleh
beberapa hal, antara lain:
1) Berat beban di atas tanah yang terdiri dari beban hidup dan beban
mati.
2) Homogenitas lapisan tanah atau pasir pelapis
3) Konsentrasi tekanan pipa

2.6.4 Perlengkapan Pipa


Beberapa perlengkapan pipa yang umumnya dipasang dalam sistem
distribusi air minum adalah:
1) Gate Valve
Berfungsi untuk mengontrol aliran dalam pipa. Gate valve diletakkan
pada:
a) Setiap titik persilangan atau cabang pipa
b) Sistem pengurasan (sebagai blow off valve)
c) Pipa tekan setelah pompa dan check valve (untuk melindungi pompa
terhadap back flow

Gambar 2.8 Gate Valve

2) Katup Angin (Air Release Valve)


Berfungsi untuk melepaskan udara yang selalu ada dalam aliran. Air
release valve ini dipasang pada setiap bagian jalur pipa tertinggi dan
mempunyai tekanan lebih dari 1 atm, karena udara cenderung akan
terakumulasi.

Gambar 2.9 Katup Angin (Air Release Valve)


3) Katup Pembuang Lumpur (Blow off Valve)
Blow off valve merupakan gate valve yang dipasang pada setiap titik
mati atau titik terendah dari suatu jalur pipa. Berfungsi untuk
mengeluarkan kotoran–kotoran yang mengendap dalam pipa serta untuk
mengeluarkan air bila ada perbaikan.

Gambar 2.10 KatupPembuang Lumpur (Blow off Valve)

4) Check Valve ( Non Return Valve)


Dipasang bila pengaliran air didalam pipa diinginkan menuju satu
arah. Biasanya cek valve dipasang pada pipa tekan diantara pompa dan
gate valve,
dengan tujuan menghindari pukulan akibat arus balik yang dapat merusak
pompa saat pompa mati.

Gambar 2.11 Check Valve

2.6.5 Sambungan Pipa dan Perlengkapannya


Sambungan dan perlengkapan pipa yang sering digunakan dalam
pekerjaan penyambungan sistem distribusi air antara lain :
a) Flange Joint
Biasanya dipakai pada pipa betekanan tinggi, untuk sambungan yang
dekat dengan instalasi pompa.

Gambar 2.12 Flange Joint

b) Elbow
Merupakan belokan pipa, dengan sudut belokan 90o, 45o, 22,5o, 11,5o.

Gambar 2.13 Bend


c) Increaser dan Reducer
Increaser digunakan untuk menyambung pipa berdiameter kecil
ke diameter besar (arah aliran dari diameter kecil ke diameter besar),
sedangkan reducer digunakan untuk menyambung pipa berdiameter
besar ke berdiameter kecil.

Gambar 2.14 increaser


Gambar 2.15 Reducer

d) Tee
Untuk menyambung pipa pada percabangan.

Gambar 2.16 Tee

2.7 Bangunan Pelengkap


2.7.1 Manhole
Manhole adalah salah satu bangunan pelengkap sistem penyaluran air
buangan yang berfungsi sebagai tempat memeriksa, memperbaiki, dan
membersihkan saluran dari kotoran yang mengendap dan benda-benda yang
tersangkut selama pengaliran, serta untuk mempertemukan beberapa cabang
saluran, baik dengan ketinggian sama maupun berbeda. Manhole dapat ditempatkan
pada :Permulaan saluran lateral.
a) Setiap perubahan arah, vertikal, yaitu pada ketinggian terjunan lebih
besar dari dua kali diameter digunakan jenis drop manhole.
horizontal, pada belokan lebih besar 22,5°.
b) Setiap perubahan diameter.
c) Setiap perubahan bangunan.
d) Setiap pertemuan atau percabangan beberapa pipa.
e) Setiap terjadi perubahan kemiringan lebih besar dari 45°
f) Sepanjang jalan lurus, dengan jarak tertentu dan sangat tergantung
pada diameter saluran.

Gambar 2.17 Manhole

2.7.2 Kriteria Manhole

Berikut adalah kriteria/persyaratan manhole :

a) Manhole harus di tutup dengan tutup yang dilengkapi kunci, agar tidak
dibuka/dicuri oleh orang yang tidak bertanggung jawab.
b) Bersifat padat dan kokoh.
c) Kuat menahan gaya-gaya dari luar.
d) Accessibility tinggi, tangga dari bahan anti korosi.
e) Dinding dan pondasinya kedap air.
f) Terbuat dari beton atau pasangan batu kali. Jika diameternya lebih dari atau
sama dengan 2,50 m, kontruksinya beton bertulang.
g) Bagian atas dinding manhole, sebagai perletakkan tutup manhole,
merupakan konstruksi yang fleksibel, agar dapat selalu di sesuaikan dengan
level permukaan jalan yang mungkin berubah, sehingga tutup manhole tidak
menonjol atau tenggelam terhadap permukaan jalan.

2.7.3 Konstruksi Manhole

Ketebalan dinding manhole serta lantai kerja tergantung pada :

a) Kedalaman
b) Kondisi tanah
c) Beban yang diterima
d) Material yang digunakan

Umumnya ketebalan manhole adalah 5”–9” (125 – 225) mm (Okun, D


A). Bahan yang digunakan adalah konstruksi beton, pasangan batu kali,
pasangan batu bata. Pada bagian atasnya digunakan ‘precast concrete’.

Persyaratan lantai kerja adalah luasnya cukup untuk orang berdiri dan
menyimpan peralatan pembersih. Kemiringan lantai dasar 8%. Persyaratan
ketebalan lantai dasar sama dengan ketebalan dinding manhole. Untuk saluran
berdiameter besar, lantai dasarnya berupa papan injakan yang ditempatkan
melintang saluran atau pada salah satu dinding manhole.

Saluran pada manhole dapat berbentuk U (U-shaped) atau setengah


lingkaran (Design and Construction of Sanitary and Storm Sewer, 1969).
Kedalaman saluran sama dengan diameter pipa air buangan agar tidak terjadi
luapan pada lantai dasar. Kemiringan salurannya 2,5%. Permukaan saluran
dilapisi dengan semen sehingga halus. Untuk kondisi tanah yang buruk,
digunakan sambungan flexible joint.

2.7.4 Drop Manhole


Drop manhole digunakan apabila saluran yang datang (biasanya
lateral), memasuki manhole pada titik dengan ketinggian lebih dari 2 ft (0,6
m) di atas saluran selanjutnya. Tujuan digunakannya drop manhole adalah
untuk menghindari penceburan atau splashingair buangan yang dapat
merusak saluran akibat penggerusan dan pelepasan H2S. Dua jenis drop
manhole yang sering digunakan :

a. Tipe Z (pipa drop 900)


b. Tipe Y (pipa drop 450)
`

Gambar 2.18 Drop Manhole

2.7.5 Terminal Clean Out

Cleanout adalah bangunan pelengkap saluran yang biasanya diletakkan pada


ujung awal saluran, pada jarak 150–200 ft dari manhole. Jarak
antar cleanout berkisar 250–300 ft. Cleanout  berfungsi sebagai:

a) Tempat untuk memasukkan alat pembersih ujung awal pipa servis/lateral.


b) Tempat memasukan alat penerangan saat dilakukan pemeriksaan.
c) Tempat pemasukkan air penggelontor sewaktu diperlukan.
d) Menunjang kinerja manhole dan bangunan penggelontor.
e) Turut berperan dalam proses sirkulasi udara.

Ukuran pipa terminal cleanout sama dengan diameter pipa air buangan, namun


untuk menghemat biaya digunakan pipa tegak berdiameter 8”.

2.7.6 Siphon

Siphon merupakan bangunan perlintasan aliran dengan defleksi vertikal/miring.


Misalnya, bila saluran harus melintasi sungai, jalan kereta api, jalan raya rendah,
saluran irigasi, lembah, dan sebagainya, dimana elevasi dasarnya lebih rendah dari
elevasi dasar saluran riol.

2.7.7 Inlet Chamber

Inlet chamber berfungsi sebagai bangunan peralihan dari pipa air buangan yang
sifat alirannya terbuka menuju pipa siphon yang sifat alirannya bertekanan, selain
itu inlet chamber pun berfungsi untuk mendistribusikan air buangan ke dalam
masing-masing pipa siphon sesuai dengan kondisi alirannya. Inlet
chamber berbentuk bujur sangkar atau persegi panjang yang dilengkapi dengan unit
pembagi aliran.

2.7.8 Outlet Chamber

Fungsi outlet chamber adalah kebalikan dari inlet chamber. Bentuk dimensinya


sama dengan inlet chamber hanya dilengkapi dengan sekat dan terjunan agar
alirannya tidak kembali masuk ke pipa siphon lainnya. Dimensi sekat memiliki
ketinggian yang disesuaikan dengan kedalaman alirannya sedangkan ketinggian
terjunan dipertimbangkan terhadap kedalaman penanaman pipa air buangan.

2.7.9 Drain

Untuk pembersihan pipa bagian dasar, diperlukan pipa drain yang menyalurkan
kotorannya ke bak penampung yang terdapat dalam manhole, selanjutnya dipompa.
Bentuknya berupa pipa horizontal yang dihubungkan dengan pipa siphon dan
menggunakan ‘Y connection‘ serta dilengkapi dengan valve. Diameternya sama
dengan diameter pipa siphon. Tempat penyambungannya pada bagian sisi
pipa siphon yang menurun.

2.7.10 Bangunan Penggelontor

Bangunan penggelontor berfungsi untuk mencegah pengendapan kotoran


dalam saluran, mencegah pembusukkan kotoran dalam saluran, dan menjaga
kedalaman air pada saluran.Faktor-faktor yang perlu diperhatikan pada bangunan
penggelontor ini adalah, air penggelontor harus bersih tidak mengandung lumpur,
pasir, dan tidak asam, basa atau asin, selain itu air penggelontor tidak boleh
mengotori saluran. Sistem penggelontorannya sendiri menggunakan sistem periodik
dan continu.

2.7.11 Junction dan Transition

Junction adalah bangunan pelengkap yang berfungsi untuk menyambungkan


satu atau lebih saluran pada satu titik temu dengan saluran induk. Junction ini
dilengkapi denganmanhole agar memudahkan pemeliharaan, karena penyumbatan
akibat akumulasi lumpur sering terjadi.
Transition adalah bangunan pelengkap yang berfungsi untuk menyambung
saluran bila terjadi perubahan diameter dan kemiringan. Transition juga dilengkapi
dengan manhole.
Junction dan transition dapat menyebabkan berkurangnya energi aliran, untuk
memperkecil kehilangan energi, maka perlu dipenuhi kriteria-kriteria sebagai
berikut:

a) Kecepatan aliran dari setiap saluran yang bersatu harus seragam


b) Dinding saluran dibuat selicin mungkin
c) Perubahan sudut aliran pada junction tidak boleh terlalu tajam. Sudut
pertemuan antara saluran yang masuk (saluran cabang) dan saluran yang
keluar (saluran utama) maksimum 45°.

2.8 Pembebanan Pipa


salah satu bagian yang paling berpengaruh dalam stress yang dialami pipa adalah
beban atau load dari sistem pipa itu sendiri. Suatu sistem perpipaan pipa akan menerima
beban yang bersumber dari berat pipa, berat fluida, tekanan dalam , temperature , berat
fitting, berat insulasi, tekanan luar, angin, gempa dan lain lain. Beban yang diterima akan
ditahan oleh pipa sesuai kemampuan pipa yang tergantung pada material pipa. Beban pipa
bisa dikategorikan menjadi dua macam yaitu:

1) Statik
Yaitu beban yang diam atau tidak bergerak namun beban ini terus
menerus ada. Beban statik terdiri dari tekanan, temperature, dan berat pipa.
a. Pressure atau tekanan
Tekanan adalah gaya persatuan luas yang tegak lurus dengan arah
gaya. Tekanan pada sistem perpipaan bisa berasal dari dalam maupun dari
luar. Tekanan dari dalam bisa dari tekanan operasi kemudian tekanan dari
luar bisa berupa saat kondisi vacum/hampa.
b. Temperature
Temperature pada pipa dapat menyebabkan thermal expansion yaitu
pemuaian atau pengerutan akibat temperatur yang besarnya dipengaruhi
oleh sifat material pipa. Pada pemuaian dan pengkerutan pipa akan
menimbulkan defleksi dan beban pada support.
c. Berat pipa
Berat pada pipa berasal dari pipa itu sendiri dan semua yang
ditambahkan pada pipa seperti insulasi, fitting atau sambungan, fluida, dan
kondisi lingkungan(salju, pasir, tanah). Macam – macam jenis berat pada
pipa yaitu:
1. Berat mati, yaitu berat pipa persatuan panjang ditambah berat insulasi,
berat fitting dan berat komponen komponen yang terpasang,
2. Berat operasi yaitu berat mati pipa ditambah berat fluida yang mengalir
dalam pipa,
3. Berat ocosional yaitu berat yang ada pada kondisi tertentu saja seperti
berat salju berat pasir.

2) Dinamik
Yaitu beban yang bergerak yang menyebabkan pipa bergerak/
bergetar. Umumnya getaran itu disebabkan oleh equipment yang terhubung
dengan system penggerak seperti motor, turbin, pompa dan lain lain. Pada
beban dinamik bisa di kelompokkan kedalam tiga jenis yaitu random,
harmonic dan impulse.
a. Random
Beban random adalah beban akibat dari alam sehingga tidak bisa
diprediksi kapan akan terjadi dan berapa kali terjadi. Sumber beban random
ini berasal dari angin dan gempa bumi.
b. Harmonic
Beban ini akan berjalan terus sepanjang waktu operasi disebabkan
oleh equipment yang bergetar. 
c. Impulse
aliran fluida yang menyebabkan getaran akibat tidak teraturnya
aliran seperti perubahan tekanan yang biasanya terjadi di PSV, aliran
turbulensi, water hammer dan aliran dua fase/slug flow.
Penggabungan dari beban beban di atas kemudian menjadi load case untuk melakukan
analisa pada sistem perpipaan. Load case yang sering digunakan adalah: 

a) Sustained load : Adalah case untuk beban akibat berat mati pipa + berat
occosional 
b) Operating load : Adalah case untuk beban akibat berat mati pipa + berat
operasi
c) Expansion load : Adalah case untuk beban akibat ditahannya pemuaian. 
d) Occasional load : Adalah case untuk beban akibat berat dinamik yang
disebabkan dari beban random seperti angin dan gempa.

Itulah berbagai jenis beban atau load yang bekerja pada sebuah sistem perpipaan
yang di gunakan untuk menganalisa stress yang terjadi pada sistem tersebut.

2.9 Elevasi dan Slope

Sistem pembuangan harus mampu mengalirkan dengan cepat air buangan yang
biasanya mengandung bagian-bagian padat. Untuk maksud tersebuut, pipa buangan harus
mempunyai ukuran dan kemiringan yang cukup, sesuai dengan banyaknya dan jenis air
buangan yang harus dialirkan..
Biasanya pipa dianggap tidak penuh berisi air buangan, melainkan hanya
tidak lebih dari 2/3 terhadap penampang pipa, sehingga bagian atas yang “kosong"
cukup untuk mengalirkan udara.

Tabel 2.7 Kemiringan pipa pembuangan horizontal


Diameter pipa (mm) Kemiringan minimum
75 atau kurang 1/50
100 atau kurang 1/100
     Sumber: Noerbambang, Soufyan M & Moimura Takeo”Perancangan
               dan Pemeliharaan Sistem Plambing”

Kemiringan pipa pembuangan gedung dan riol gedung dapat dibuat lebih landai dari pada
yang dinyatakan dalam tabel asal kecepatannya tidak kurang dari 0.6 m/detik. Kalau
kurang, kotoran dalam air buangan pada akhirnya akan dapat menyumbat pipa. Sebaliknya
bila terlalu cepat akan menimbulkan turbulensi aliran yang dapat menimbulkan gejolak-
gejolak tekanan dalam pipa. Disamping itu kemiringan lebih curam dari 1/50 cenderung
menimbulkan efek sifon yang akan menyedot air penutup dalam perangkap alat plambing.
Untuk jalur yang panjang, ukuran pipa sebaiknya tidak kurang dari 50 mm
karena endapan kotoran ataupun kerak walaupun dipasang dengan kemiringan yang
cukup akan menyumbat.

a) Syarat pemasangan lubang pembersih


Lubang pembersih harus dipasang pada tempat yang mudah dicapai dan
sekelilingnya cukup luas untuk orang melakukan pembersihan pipa.

b) Lokasi lubang pembersih:


1) Awal dari cabang mendatar atau pipa pembuangan gedung.
2) Pada pipa mendatar yang panjang.
3) Pada tempat dimana pipa pembuangan membelok dengan sudut lebih dari 45º.
4) Bagian bawah dari pipa tegak atau di dekatnya.
5) Dekat sambungan antara pipa pembuangan gedung denan roil gedung.
6) Pada beberapa tempat sepanjang pipa pembuangan yang ditanam dalam tanah.

c) Ukuran lubang pembersih

Untuk ukuran pipa sampai dengan 100mm ukuran lubang pembersihnya


sama dengan ukuran pipa, dan untuk pipa yang lebih besar ukuran lubang
pembersih dibuat 100 mm.

d) Lokasi pemasangan

Jarak antara lubang-lubang pembersih sepanjang pipa pembuangan untuk


pipa ukuran sampai dengan 100 mm tidak boleh lebih dari 15 m, sedang untuk pipa
ukuran lebih besar tidak boleh lebih dari 30 m.

2.10 Dimensi Air Buangan


Hal yang pertama kali dilakukan dalam pendimensian adalah menghitung
kemiringan tanah. Perhitungan dimensi pipa secara detail dilakukan setelah didapat
kecepatan aliran yang memenuhi syarat. Persamaan Manning ini paling umum dan cocok
dipakai dalam pipa riol aliran terbuka atau aliran penuh.

2.10.1 Perecanaan Diameter Pipa Air buangan


1) Ukuran minimum pipa yang diijinkan adalah 100-150 mm (4-6 inchi).
2) Kecepatan Aliran 0,6-2,5 m/detik
3) Kecepatan minimum = 0,6 m/detik agar tidak terjadi pengendapan dalam
saluran.
4) Kecepatan maksimum =2,5 m/detik untuk saluran yang lirannya
mengandung pasir .
5) Kemiringan pipa minimum dengan diameter200 – 800 mm (8 – 27 inchi).
2.10.2 Data-data yang diperlukan
1) Arah aliran pipa
2) Debit puncak
3) Debit minimum
4) Bahan pipa untuk penentuan koefisien manning (N)
5) Slope tanah
6) Nilai d/D (direncanakan,atau pada awal pipa dan pada akhir pipa)
d/D = 0,6 – 0,8
d/D = 0,6 ,digunakan pada awal pipa
d/D = 0,8, digunakan pada akhir pipa

2.10.3 Perhitungan Dimensi Pipa air buangn


Perhitungan dimensi pipa air buangan menggunakan beberapa
persamaan.Berikut rumus persamaan perhitungan dimensi pipa air buangan :
1) Persamaan ManningAliran seragam saluran terbuka

V = (1/N) . R2/3 . S1/2


Keterangan : V = Kecepatan aliran(M/DETIK)
N =Koefisien kekasaran pipa, tabel 2.10.
R = Jari-jari hidrolis (M)
S = Kemiringan pipa (M/M)

Tabel 2.8 Tabel Kekasaran manning , N


N BAHAN PIPA MANNING, N
O
1. ASBESTOS 0,011 – 0,0015 1) Jari-jari
CEMENT Hidrolis
2 BRICK 0,013 – 0,0017
3 VITRIFIED CLAY 0,011 – 0,0015
4 BETON 0,011 – 0,0015
CAST IRON
5. COATED 0,011 – 0,0013
6. UNCOATED 0,012 – 0,0015
7. CEMENT-LINED 0,010 – 0,0013
CORRUGATED METAL
8. PLAIN 0,022 – 0,0026
9. PAVED INVERT 0,018 – 0,0022
10. SPUN-ASPHALT 0,011 – 0,0015
LINED
11. PLASTIC (SMOOTH) 0,011 – 0,0015
STEEL
12. WELDED 0,010 – 0,0014
13. RIVETED 0,013 – 0,0017

R=A/P
Keterangan: R = Jari-jari Hidrolis (M)
A = Luas permukaan aliran (M2)
P = Kelilinga terbasahi penampanng (M)

2) Jari-jari Hidrolis pada pipa bulat aliran penuh :


R = (π /4) . (D2) / (π . D) = D/4
Keterangan : R = Jari-jari hidrolis (M)
D = Diameter pipa (M)

3) Persamaan Hazen-William Aliran dibawah pipa dibawah tekanan

V = 0,849 . C. R0,63 . S0,54


Keterangan :
V = Kecepatan
NO BAHAN PIPA MANNING, N
Aliran (M/DETIK)
1. ASBESTOS CEMENT 120 - 140 C =Koefisien
2 CLAY 100 - 130 kekasaran bahan
3 CONCRETE 100 - 140 pipa, Tabel 2.11
4 CAST IRON 100 - 130 R = Jari-jari

5. PLASTIC 130 - 140 hidrolis (M)


S = Kemiringan
6. STEEL 110 - 120
pipa (M/M)

Tabel 2.9 Koefisien keksaran bahan pipa

4) Minor losses untul saluran terbuka dan saluran tertutup

HM = K . (V2/2G)

Keterangan : HM = Minor losses (M)

K = Koefisien minor losses

TABEL 2.12 untuk saluran tertutup


TABEL 2.13 untuk saluran terbuka

V = Kecepatan Aliran (M/DETIK)

G = Kecepatan gravitasi 9,81 M/DETIK

Tabel 2.10 Koefisien minor losses untuk saluran tertutup


NO JENIS SAMBUNGAN NILAI K
O
1. SMOOTH 90 BEND 0,6 B/R
2. SMOOTH 45O BEND 0,4 B/R
3. SMOOTH 22,5O BEND 0,3 B/R
4. ANGULAR DEFLECTION (/90)0,5
* B = LEBAR SALURAN ; R = RADIUS KURVA ;
 = ANGULAR DEFLECTION
Tabel 2.11 Koefisien minor losses untuk saluran terbuka
NO JENIS SAMBUNGAN NILAI K
1. 90O BEND – STANDARD 0,25
2. 90O BEND – LONG RADIUS 0,18
O
3. 45 BEND 0,18
O
4. 180 BEND 0,4
5. TEE – FLOW STRAIGHT THROUGH 0,3
6. TEE – BRANCH FLOW TO MAINSTREAM 0,75
7. REDUCER – CONICAL 0,04*
8. ENTRANCE (FLUSH-SHARP-EDGED) 0,5
9. ENTRANCE – BELLMOUTH 0,05
10. EXIT 1,0
11. GATE VALVE-RESILIENT SEAT 0,3
12. CHECK VALVE-SWING TYPE, FULLY OPEN 0,6 – 2,2

Tabel 2.12 Kemiringan minimal pipa untuk pengaliran gravitasi


Diameter pipa Kemiringan pipa(m/m)a
mm inchi n = 0,0013 n = 0,0015
200 8 0,0033 0,0044
250 10 0,0025 0,0033
300 12 0,0019 0,0026
375 15 0,0014 0,0019
450 18 0,0011 0,0015
525 21 0,0009 0,0012
600 24 0,0008 0,0010
b
675 27 0,0007 0,0009
b
750 30 0,0006 0,0008b
800 36 0,0004b 0,0006b
5) Grafik

Berikut grafik-grafik yang digunakan dalam perhitungan dimensi pipa air


buangan:

Gambar 2.19 Nomograph manning dengan N = 0,013

Gambar 2.20 Nomograph manning dengan N = 0,013


Gambar 2.21 Nomograph manning

Gambar 2.22 Nomograph Hazen William


Gambar 2.23 Grafik hidrolik elemen

Anda mungkin juga menyukai