PENDAHULUAN
1
2
polifenol tertinggi atau biasa disebut katekin. Kandungan polifenol dalam daun
teh berkisar antara 25-35% berat kering. Tinggi atau rendahnya kandungan kimia
dalam teh termasuk polifenol sangat dipengaruhi oleh jenis klon, variasi musim,
kesuburan tanah, perlakuan kultur teknis, umur daun, intensitas sinar matahari
yang diterimanya dan faktor-faktor pendukung lainnya (Rohdiana, 2012).
Polifenol sendiri sangat berguna untuk menangkal radikal bebas karena memiliki
aktivitas antioksidan. Komponen polifenol dalam teh terdiri atas flavanol, flavonol
glikosida, flavonone, asam-asam. Potensi dari teh putih tidak sejalan dengan
tingkat produksinya. Industri hilir banyak memanfaatkan ekstrak polifenol
(ekstrak teh hijau dengan kandungan polifenol yang tinggi) sebagai bahan baku
dalam komposisi produknya antara lain industri makanan dan minuman, industri
farmasi dan kosmetik. Pendistribusian produk ekstrak polifenol sangat terbatas di
Indonesia dan masih diimpor (Hara, 2008).
Kandungan polifenol dalam teh merupakan salah satu parameter dalam
mutu teh. Hal ini dikarenakan polifenol merupakan salah satu senyawa kimia yang
mempunyai peran penting dalam menjaga kesehatan. Untuk mengetahui
kandungan polifenol dalam teh harus dilakukan pengujian yang dimulai dengan
mengekstrak teh putih terlebih dahulu. Akan tetapi, komponen polifenol tersebut
mudah rusak oleh panas, oksigen, cahaya, logam dan bahan kimia lain.
Berbagai macam metode ekstraksi yang dapat dilakukan untuk
mengekstrak kandungan senyawa-senyawa yang ada pada teh putih salah satunya
adalah maserasi bertingkat. Maserasi bertingkat adalah proses pengekstrakan yang
bertujuan mengekstrak keseluruhan senyawa dalam teh berdasarkan polaritas
pelarut yang digunakan. Polifenol merupakan zat yang mudah rusak apabila
dipanaskan, pemilihan maserasi bertingkat ini untuk menghindari hal tersebut
terjadi. Keuntungan lain dari penggunaan maserasi bertingkat ini adalah alat untuk
melakukan ekstraksinya sangat sederhana dan tidak memerlukan jumlah pelarut
yang banyak dalam tiap tahapan maserasinya.
Pelarut yang paling sering digunakan untuk mengekstraksi senyawa
fenolik antara lain metanol, etanol, etil asetat, dan n-heksana. Ekstraksi dilakukan
secara bertingkat, dimana urutan ekstraksi ditentukan berdasarkan tingkat
3
minyak yang mudah menguap. Pada penelitian kali ini digunakan n-heksana,
aseton 70% dan etanol 96%. Penggunaan aseton 70% untuk menggantikan etil
asetat dikarenakan sebagai senyawa semipolar dapat menarik polifenol dengan
baik, tidak jauh berbeda nilai kandungannya dengan penggunaan pelarut etil asetat
pada penelitian Ekatama (2014). Selain itu, harga aseton lebih murah dibandikan
dengan harga etil asetat per liternya.
Maserasi dilakukan selama 24 jam. Maserasi dilakukan dengan beberapa
kali pengocokan atau pengadukan pada suhu ruangan (Depkes RI, 2000). Pada
penelitian ini dilakukan pengadukan sebanyak dua kali secara berkala untuk
menjamin keseimbangan konsentrasi bahan ekstraksi.
Menurut penelitian Ekatama (2014), rasio optimum antara bubuk teh putih
dan pelarut n-heksana, aseton 70% dan etanol 96% adalah 1 : 9 (b/v), hal ini dlihat
dari hasil polifenol yang didapatkan sebesar 22,04% untuk n-heksana, 57,54%
untuk aseton 70% dan 59,32% untuk etanol 96%. Penelitian yang dilakukan
Shabri (2016) pada ekstraksi menggunakan beberapa macam aseton menunjukkan
rasio yang optimum adalah 1 : 15 (b/v) dengan nilai kandungan polifenol sebesar
53,39%. Sehingga dilakukan penelitian pendahuluan menggunakan dua
perbandingan untuk n-heksana dan etanol 96% digunakan rasio 1 : 9 (b/v)
sedangkan untuk aseton 70% digunakan rasio 1 : 9 dan 1 : 15 (b/v). Hal ini
dilakukan untuk melihat rasio mana yang paling baik dari hasil analisa datanya.
Setiap tahap ekstraksi ampas yang akan dimaserasi kembali harus dikeringkan
menggunakan oven terlebih dahulu untuk menghilangkan kandungan pelarut atau
air sampai nilai kadar airnya konstan seperti nilai kadar air bubuk teh putih
diawal. Perlakuan ini dilakukan untuk mengurangi nilai rendemen total yang
terlalu besar akibat masih terdapat pelarut sebelumnya pada ampas.
Proses selanjutnya adalah proses penguapan filtrat menggunakan rotary
evaporator vacuum yang bertujuan untuk menghilangkan kandungan pelarut pada
hasil ekstraksi (filtrat) sehingga menjadi ekstrak kental teh putih. Suhu evaporasi
tidak boleh terlalu tinggi karena takut akan merusak bahan aktif yang diinginkan.
Suhu yang baik digunakan untuk proses vakum evaporasi adalah 40°C (Yulia,
2006). Waktu pengentalan juga perlu diperhatikan agar ekstrak tidak mengering
7