Anda di halaman 1dari 15

TUGAS PAPER EVOLUSI

KEMUNCULAN DAN KEPUNAHAN ORGANISME

DISUSUN OLEH

NAMA : ANKIN NATULISYAHRANI

NIM : ACD 117 029

KELAS : A

DOSEN PENGAMPU : BINTANG SARIYATNO, S.Si, M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MIPA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PALANGKA RAYA

2020
Evolusi, Spesiasi, Dan Hibridisasi Pada Beberapa Anggota Sapindaceae

A. PENDAHULUAN
Tumbuhan memiliki sejarah yang panjang, jumlah tumbuhan dari zaman menuju
zaman lainnya dapat berkurang atau bahkan punah. Beranekaragamnya tumbuhan yang
ada di bumi terjadi melalui proses evolusi. Beberapa tumbuhan berdasarkan catatan fosil,
muncul lebih awal, sedangkan yang lainnya muncul di akhir. Fosil angiospermae adalah
yang pertama diketahui. Dalam populasi dan jenis tumbuhan dapat dijumpai variasi.
Sumber variasi dapat berupa mutasi dan rekombinasi genetik, juga dapat melalui spesiasi
(pembentukan spesies baru).
Salah satu anggota angiospermae adalah Sapindaceae, yang dikenal sebagai suku
lerak-lerakan. Anggota Sapindaceae ada yang berupa perdu, pohon, dan liana.
Berdasarkan catatan fosil diketahui bahwa salah satu anggotanya yaitu Sapindopsis F.C.
How & C.N. Ho (SUH) dijumpai di Cheyenne Sandstone di bagian barat daya Kansas.
Fosil tersebut diduga berasal dari tahap Cretaceous. Fosil ini ditemukan bersamaan
dengan fosil paku-pakuan, konifer, dan angiospermae lainnya. Penemuan Sapindopsis,
berasal dari tahap awal evolusi tumbuhan berbunga.

B. PEMBAHASAN
1. Evolusi pada Anggota Sapindaceae
Penemuan Sapindopsis tersebut ada hal yang menarik, yaitu fosil ini berasal dari
tahap awal evolusi tumbuhan berbunga. Selain itu, fosil dari Libanon juga ditemukan
bersama-sama dengan paku-pakuan, kadal, dan fosil hewan laut. Campuran seperti ini
jarang terjadi dan tentunya bernilai dalam rekonstruksi paleoekologi dari deposit fosil
tersebut. Setelah melalui pengamatan pada fosil daun yang ditemukan di Libanon, fosil
tersebut diberi nama Sapindopsis anhouryi sp. nov. Dilcher & Basson.
Hasil pengamatan didapatkan ciri-ciri, seperti anak daun yang kecil, menyempit,
mengulit,dan sebagian helai daun yang menggulung, diduga bahwa fosil daun ini
dihasilkan oleh tumbuhan yang hidup dalam lingkungan yang stress. Peneliti lain melihat
evolusi Sapindaceae dari segi kromosom yang jumlahnya bervariasi, ada yang 2n=14,
sampai 2n=96. Secara umum, tampaknya peningkatan panjang kromosom dalam jenis
liana berhubungan dengan reduksi jumlah kromosom. Perbedaan jumlah kromosom yang
berhubungan dengan jumlah kromosom antara jenis liana dan perdu/pohon mungkin
menunjukkan bahwa spesiasi dapat disebabkan oleh perubahan struktur seperti inversi
dan translokasi.
2. Spesiasi dan Hibridisasi pada Anggota Sapindaceae
Spesiasi pada anggota Sapindaceae dapat dijumpai pada marga Acer L. Di Pulau
Ullung, Korea, dijumpai jenis Acer takesimense Nakai dan A. okamotoanum Nakai yang
bersifat endemik. Acer okamotoanum Nakai dan A. mono Maxim diteliti dan hasilnya
menunjukkan bahwa keragaman genetik dalam hal kekayaan alel dan heterozigositas
lebih rendah pada A. okamotoanum Nakai daripada A. mono Maxim. Anggota
Sapindaceae yang mengalami hibridisasi dapat dijumpai pada Aesculus L. Contoh
anggota marga ini adalah jenis A. pavia L., A. sylvatica W. Bartram, dan A. flava Sol.
3. Spesiasi pada Nephelium
Saat ini ada dugaan bahwa rambutan rapiah (N. lappaceum) kemungkinan berupa
hibrid yang berasal dari kapulasan (N. ramboutan-ake) dan rambutan lain. Penelitian
tentang spesiasi pada rambutan khususnya atau Nephelium pada umumnya belum banyak
dilakukan. meneliti tentang hubungan kekerabatan Nephelium berdasarkan sekuens DNA
kloroplas dan DNA inti. Hasilnya menunjukkan bahwa semua taksa Nephelium
mengelompok bersama membentuk kelompok monofiletik. Namun demikian, dari hasil
yang diperoleh ternyata ada Nephelium dari jenis yang sama (N. cuspidatum) tetapi
varietasnya berbeda ternyata tidak mengelompok pada klad yang sama. Ada juga yang
jenisnya berbeda (N. maingayi dan N. ramboutan-ake) ternyata mengelompok pada klad
yang sama.

C. KESIMPULAN
Evolusi pada Sapindaceae telah dimulai sejak Cretaceous. Sampai sekarang banyak
perubahan yang terjadi pada anggota suku ini, dengan munculnya jenis-jenis yang
semakin bervariasi dalam struktur maupun habitusnya, dibandingkan dengan pada waktu
awal kemunculannya. Terjadinya spesiasi dan hibridisasi telah menambah
keanekaragaman anggota Sapindaceae.

D. DAFTAR PUSTAKA
Ratna Nina, Djuita. 2012. Evolusi, Spesiasi, Dan Hibridisasi Pada Beberapa Anggota
Sapindaceae. Jurnal Bioedukasi, 5(2): 13-24.
BIOEDUKASI ISSN:1693-2654
13
Volume Nina R.D.–2 Evolusi, spesiasi, dan hibridisasi pada beberapa anggotaAgustus
5, Nomor sapindaceae
2012
Halaman13-24
EVOLUSI, SPESIASI, DAN HIBRIDISASI PADA BEBERAPA
ANGGOTA SAPINDACEAE
Nina Ratna Djuita
Departemen Biologi , Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, Kampus
Dramaga, Bogor 16680
Diterima 21 Mei 2012, disetujui 25 Juli 2012

ABSTRACT-Evolution in Sapindaceae have been running for a long time, as evidenced


by the fossil of Sapindopsis encountered in the mid Cretaceous. Based on its characteris-
tics, the genus is thought to live in stressful environments. Sapindaceae has the habitus
of shrubs, trees, climbers, and the vine. Speciation in Sapindaceae can be found in genus
Acer, while members of Sapindaceae which had hybridization can be found in genus Aes-
culus.

Keyword: evolution, speciation, hybridization, Sapindaceae

Review lainnya muncul di akhir. Fosil angio-


Dalam kehidupannya, tumbuhan spermae yang pertama diketahui berupa
memiliki sejarah yang panjang. Dari za- bunga dan serbuk sari yang berasal dari
man ke zaman, ada tumbuhan yang men- periode awal Cretaceous (Friis et al.
dominasi daratan, sementara pada zaman 2010). Fosil yang memberikan gambaran
lainnya, jumlah tumbuhan berkurang atau keseluruhan tumbuhan dijumpai pada Ar-
bahkan punah. Angiospermae, yang chaefructus (Raven et al. 2005). Fosil
dikenal sebagai tumbuhan berbunga, lainnya berasal dari bangsa Nymphaeales,
muncul paling akhir dalam evolusi tum- bangsa pada dikot yang agak primitif.
buhan (Campbell et al. 1997). Kelompok Pada pertengahan Cretaceous ditemukan
ini memiliki keanekaragaman yang paling fosil yang merujuk pada marga modern
tinggi dibandingkan dengan tumbuhan antara lain Artocarpus J.R. Forst & G.
lainnya (Wallace et al. 1996). Forst, Magnolia L., dan Typha L. Pada
Beranekaragamnya tumbuhan akhir Cretaceous dijumpai suku Faga-
yang ada di bumi terjadi melalui proses ceae, Magnoliaceae, dan Salicaceae
evolusi. Bukti bahwa evolusi merupakan (Shukla & Misra 1979).
sumber keanekaragaman bisa diperoleh Dalam populasi dan jenis tum-
dari fosil, distribusi sifat-sifat umum ke- buhan dapat dijumpai variasi. Sumber
lompok organisme, variasi geografi, dan variasi dapat berupa mutasi dan rekom-
studi lingkungan (Judd et al. 2002). binasi genetik (Alters & Alters 2006).
Berdasarkan catatan fosil, Mutasi menyebabkan perubahan susunan
diketahui bahwa beberapa tumbuhan basa pada DNA. Hal ini bisa terjadi me-
muncul lebih awal, sedangkan yang lalui mutasi gen (mutasi titik), atau mutasi
BIOEDUKASI Vol. 5, No.2, hal. 13-24 14

pada kromosom karena adanya delesi, digabung ke dalam Sapindaceae (Jud et


duplikasi, dan translokasi (Russel 1994). al. 2002).
Rekombinasi genetik terjadi pada Ada beberapa pendapat yang ber-
jenis-jenis yang melakukan pembiakan beda mengenai jumlah anggota suku ini,
dengan cara perkawinan. Pada saat meio- menurut Jud et al. (2002) terdapat 147
sis, kromosom homolog seharusnya marga dan 2.215 jenis, menurut Simpson
mempunyai gen-gen dari induk jantan saja (2006) 133 marga dan 1.560 jenis, se-
atau induk betina saja, namun pada peri- dangkan menurut Buerki et al. (2009)
stiwa rekombinasi genetik, kromosom 140 marga dan 1.990 jenis. Turunnya
mengalami pindah silang, dan jumlah marga dan jenis dari tahun 2002 ke
menghasilkan gen-gen campuran in- 2006 kemungkinan karena adanya revisi
duknya. nama-nama ilmiah yang berakibat bebera-
Variasi pada tumbuhan dapat juga pa nama menjadi sinonim, sehingga men-
dihasilkan melalui spesiasi. Spesiasi gurangi jumlah jenis yang ada. Naiknya
merupakan proses pembentukan suatu jumlah jenis dari tahun 2006 ke 2009
spesies baru. Gandum (Triticum aestivum diduga karena adanya penambahan jenis-
L.) yang kita kenal sekarang merupakan jenis yang baru diketahui.
hasil dari proses evolusi dan spesiasi Sapindaceae diusulkan untuk
(Raven et al. 2005). Contoh lainnya ada- dibagi menjadi empat anak suku yaitu
lah kedelai. Berdasarkan jumlah dan uku- Sapindoideae, Dodonaeoideae, Hippocas-
ran kromosom, morfologi, distribusi geo- tanoideae, dan Xanthoceroideae (Harring-
grafi, dan pola pita elektroforesis dari pro- ton et al. 2005). Berdasarkan skenario bi-
tein biji, diduga bahwa Glycine soja ogeografi, diduga bahwa Sapindaceae be-
Siebold & Zucc. (kedelai liar) kemung- rasal dari Eurasia sekitar awal Cretaceous,
kinan merupakan nenek moyang dari G. setelah itu menyebar ke Asia Tenggara
max Merr. (kedelai) (Hymowitz 1976). pada akhir Cretaceous atau awal Palaeo-
cene. Dari sini, nenek moyang Sapin-
Evolusi pada Anggota Sapindaceae daceae menyebar ke Australia – Antarti-
Salah satu anggota angiospermae ka, diikuti oleh rangkaian penyebaran
adalah Sapindaceae, yang dikenal sebagai yang lebih luas, baik di belahan bumi
suku lerak-lerakan. Sapindaceae dalam utara maupun selatan (Buerki et al. 2011).
arti sempit hanya meliputi suku ini saja, Skenario biogeografi tersebut menduga
namun dalam perkembangannya, suku bahwa wilayah Asia Tenggara merupakan
Aceraceae dan Hypocastanaceae
15 Nina R.D.– Evolusi, spesiasi, dan hibridisasi pada beberapa anggota sapindaceae

pusat diversifikasi dan penyebaran Sapin- dari pertengahan Cretaceous (Dilcher &
daceae di daerah tropik. Basson 1990).
Anggota Sapindaceae ada yang Ada hal yang menarik dari
berupa perdu, pohon, dan liana. Beberapa penemuan Sapindopsis yaitu fosil ini be-
anggotanya yang penting secara ekonomis rasal dari tahap awal evolusi tumbuhan
antara lain lengkeng (Dimocarpus longan berbunga. Selain itu, fosil dari Libanon
Lour.), leci (Litchi cinensis Sonn.), dan juga ditemukan bersama-sama dengan
rambutan (Nephelium lappaceum L.). paku-pakuan, kadal, dan fosil hewan laut.
Semuanya menghasilkan buah yang dapat Campuran seperti ini jarang terjadi dan
dimanfaatkan sebagai buah meja. Buah tentunya bernilai dalam rekonstruksi pale-
SapindusL. dapat digunakan sebagai oekologi dari deposit fosil tersebut
sabun alami karena adanya saponin (Jud (Dilcher & Basson 1990).
et al. 2002). Ada juga yang dimanfaatkan Batu kapur di laut bukan merupa-
sebagai tanaman hias seperti Koelreuteria kan substrat yang umum bagi fosil tum-
Laxm.,Ungnadia Endl. (Buerki 2009), buhan angisopermae. Hal ini men-
Acer L., Aesculus L., dan Cardiospermum imbulkan pertanyaan, apakah mungkin
L. (Jud et al. 2002). Marga lainnya, tumbuhan ini bisa hidup di daerah dengan
digunakan dalam mempelajari kromosom, kadar garam yang cukup tinggi ataukah
contohnya Serjania Mill., Urvillea Kunth, habitatnya dulu telah terendam oleh air
dan Talisia Aubl. laut? Untuk menjawab hal tersebut masih
Suku Sapindaceae telah lama memerlukan penelitian lebih lanjut.
mendiami bumi. Berdasarkan catatan Setelah melalui pengamatan pada
fosil diketahui bahwa salah satu ang- fosil daun yang ditemukan di Libanon,
gotanya yaitu Sapindopsis F.C. How & fosil tersebut diberi nama Sapindopsis an-
C.N. Ho (SUH) dijumpai di Cheyenne houryi sp. nov. Dilcher & Basson. Nama
Sandstone di bagian barat daya Kansas. ini diberikan sebagai penghormatan kepa-
Fosil tersebut diduga berasal dari tahap da Roland Anhoury yang menyediakan
Cretaceous. Fosil ini ditemukan bersama- spesimen untuk penelitian yang dilakukan
sama dengan fosil paku-pakuan, konifer, oleh Dilcher dan Basson.
dan angiospermae lainnya (Huang & Sifat khusus dari jenis baru ini
Dilcher 1994). Fosil Sapindopsis juga adalah mempunyai sepasang organ mirip
dijumpai di dalam endapan batu kapur di stipula yang melekat pada dasar tangkai
sepanjang pantai di Libanon. Umur fosil daun. Morfologi dan pertulangan daun ju-
ini diduga sekitar 93 juta tahun, berasal ga berbeda dari jenis lain pada Sapin-
BIOEDUKASI Vol. 5, No.2, hal. 13-24 16

dopsis F.C. How & C.N. Ho (SUH). Jenis na yaitu Serjania Mill. (2n = 24) dan Ur-
baru ini memberi kesan bahwa daun villea Kunth (2n = 22, 2n = 24, 2n = 44,
majemuk menyirip dengan stipula atau 2n = 86), yang termasuk puakPaullinieae,
daun berlekuk menyirip merupakan ben- dan Talisia Aubl. berupa pohon atau se-
tuk awal dari daun angiospermae. Ber- mak (2n = 32) termasuk puak Melicoc-
dasarkan adanya ciri seperti anak daun ceae.
yang kecil, menyempit, mengulit,dan se- Terdapat rangkaian poliploid un-
bagian helai daun yang menggulung, tuk Urvillea berdasarkan pada x = 11.
diduga bahwa fosil daun ini dihasilkan Jumlah ini tampaknya merupakan turunan
oleh tumbuhan yang hidup dalam ling- dari jumlah kromosom dasar x = 12 yang
kungan yang stress (Dilcher & Basson dijumpai pada puak Paullinieae. Jika x =
1990). 11 diterima untuk marga Urvillea, ada
Peneliti lain melihat evolusi Sap- kemungkinan terjadi aneuploidi, tapi tidak
indaceae dari segi kromosom yang diikuti oleh poliploidi U. laevis (2n = 24)
jumlahnya bervariasi, ada yang 2n = 14, (Ferrucci 1981).
sampai 2n = 96. Variasi jumlah kromosom Menurut Lombello dan Forni-
menunjukkan bahwa disploidi mungkin Martins (1998), investigasi terhadap hub-
memainkan peranan penting dalam evolu- ungan antara evolusi habitus pemanjat dan
si suku ini (Lombello & Forni-Martins diferensiasi kromosom dimudahkan oleh
1998). adanya fakta bahwa marga Serjania Mill.
Menurut Ferrucci (2000), jumlah dan Urvillea Kunth mempunyai habitus
kromosom dasar pada Sapindaceae adalah tetap berupa liana, sedangkan Talisia
x = 7, sedangkan x = 9, 10, 11, 12, 13, 15, Aubl. berupa semak atau pohon. Tampak-
dan 16 diperoleh melalui aneuploidi dan nya ada hubungan antara habitus tum-
poliploidi. Poliploidi pada suku tersebut buhan dan pengelompokan jumlah kromo-
termasuk jarang, hanya tiga marga dari som dalam puak anggota Sapindaceae.
puak yang berbeda yang menunjukkan Pada marga liana seperti Paullinia
jenis poliploidi yaitu Urvillea Kunth(puak L., Serjania Mill., Thinouia Triana &
Paullinieae), Allophylus L. (puak Planch, Houssayanthus Hunz., dan Ur-
Thouinieae), dan Melicoccus P. Browne villea Kunth (puak Paullinieae) jumlah
(puak Melicocceae). kromosom bervariasi dari 2n = 14 sampai
Lombello dan Forni-Martins 2n = 86, tetapi seringnya 2n = 24. Urvillea
(1998) mempelajari tentang kromosom Kunth mempunyai jumlah kromosom 2n =
anggota Sapindaceae yang berbentuk lia- 44 atau 86 karena poliploid. Sementara
17 Nina R.D.– Evolusi, spesiasi, dan hibridisasi pada beberapa anggota sapindaceae

itu, dalam jenis bukan liana, variasi Adanya rintangan geografi dapat
jumlah kromosom berkisar dari 2n = 18 pula menjadi penghalang bagi jenis terse-
sampai 2n = 96, tetapi seringnya 2n = 32. but untuk dapat mengadakan perkawinan.
Penghitungan kromosom untuk Talisia Salah satu masalah dalam mempelajari
obovata A.C.Sm (2n = 32) sesuai dengan spesiasi adalah prosesnya yang lama. Kita
pola perdu dan pohon (Lombello dan For- hanya bisa melihat peristiwa ini setelah
ni-Martins 1998). Masih menurut peneliti bertahun-tahun lamanya dan harus
ini, ada dugaan bahwa habitus liana dalam menduga suatu proses berdasarkan polan-
Sapindaceae berasal dari jenis bukan liana ya (Jud et al. 2002).
melalui evolusi kromosom berdasarkan Spesiasi pada anggota Sapin-
reduksi jumlah kromosom, seperti yang daceae dapat dijumpai pada marga Acer
diamati pada puak Paullinieae. Secara L. Di Pulau Ullung, Korea, dijumpai jenis
umum, tampaknya peningkatan panjang Acer takesimense Nakai dan A. okamo-
kromosom dalam jenis liana berhubungan toanum Nakai yang bersifat endemik.
dengan reduksi jumlah kromosom. Perbe- Pfosser et al. (2002) mengadakan
daan jumlah kromosom yang berhub- penelitian untuk mengetahui asal geografi
ungan dengan jumlah kromosom antara dan kemungkinan nenek moyang dari
jenis liana dan perdu/pohon mungkin kedua jenis tersebut. Analisis sekuens
menunjukkan bahwa spesiasi dapat trnL intron dan trnL-trn-F intergenic
disebabkan oleh perubahan struktur seper- spacer dari cpDNA menunjukkan bahwa
ti inversi dan translokasi. A. takesimense Nakai mempunyai hub-
ungan yang dekat dengan A. pseudo-
Spesiasi dan Hibridisasi pada Anggota sieboldianum (Pax) Komarov dari daratan
Sapindaceae utama Korea dan A. okamotoanum Nakai
Spesiasi dapat dihasilkan dari pe- kemungkinan berasal dari individu A
rubahan adaptif (Jud et al. 2002). Suatu mono Maxim. yang berada di Korea.
jenis yang telah memasuki lingkungan ba- Populasi A. takesimense Nakai merupa-
ru yang berbeda dari lingkungan induknya kan kelompok monofiletik, diduga bahwa
dapat beradaptasi di tempat tersebut. La- mereka berasal dari satu populasi intro-
ma-kelamaan dapat terjadi perubahan duksi dari Semenanjung Korea, sedangkan
secara lambat dalam morfologinya, populasi A. okamotoanum Nakai mempu-
mungkin juga ada isolasi reproduksi yang nyai kesamaan alel setidaknya dengan dua
mencegah keberhasilan perkawinan. populasi nenek moyangnya, yang
BIOEDUKASI Vol. 5, No.2, hal. 13-24 18

kemungkinan menunjukkan asal yang akukan Thomas et al. (2008) menunjuk-


banyak dari jenis endemik tersebut. kan bahwa variabilitas genetik antara
Acer okamotoanum Nakai dan A. populasi hibrid dan tetuanya sama,
mono Maxim. juga diteliti oleh Takayama mengindikasikan bahwa tidak ada bukti
et al. (2011). Hasilnya menunjukkan peningkatan keanekaragaman dalam zona
bahwa keragaman genetik dalam hal hibrid.
kekayaan alel dan heterozigositas lebih Penelitian tentang hibridisasi
rendah pada A. okamotoanum Nakai da- lainnya dilakukan oleh McConchie et al.
ripada A. mono Maxim. Analisis kluster (1994). Mereka meneliti hibrid antar
Bayesian menunjukkan nilai F yang relatif marga pada leci (Litchi chinensis Sonn.)
tinggi pada kluster A. okamotoanum dan lengkeng (Dimocarpus longan Lour.).
Nakai, diduga ada episode hanyutan ge- Litchi chinensis cv Bengal yang diserbuki
netik yang kuat selama kolonisasi dan oleh D. longan cv. Macleans Ridges
spesiasi di Pulau Ullung. menghasilkan buah dengan morfologi
Pembentukan variasi pada tana- berbeda: yang pertama adalah buah tanpa
man baru dapat juga dihasilkan melalui biji atau embrio yang berkembang, yang
proses hibridisasi. Meskipun spesiasi kedua buah dengan biji yang berkembang
hibrid banyak berasosiasi dengan polip- namun embrionya gugur, dan yang ketiga
loidi, namun pada beberapa kasus adalah buah dengan biji dan embrio yang
dijumpai hibridisasi diploid, dimana persi- berkembang normal.
langan antara dua jenis diploid Secara morfologi, hibrid yang
menghasilkan jenis diploid pula (Jud et al. diduga dari leci mempunyai daun yang
2002). lebih kecil daripada bibit yang berasal dari
Anggota Sapindaceae yang men- bunga yang diserbuki sendiri. Indumen-
galami hibridisasi dapat dijumpai pada tum dari semua tumbuhan hibrid mirip
Aesculus L. Contoh anggota marga ini leci dan tidak mempunyai kumpulan ram-
adalah jenis A. pavia L., A. sylvatica W. but-rambut seperti pada lengkeng.
Bartram, dan A. flava Sol. Hibrid yang Pada persilangan leci dan
terbentuk adalah A sylvatica x A. pavia lengkeng dijumpai inkompatibilitas. Hal
dan A sylvatica x A. flava. Ketiga jenis ini ini dapat dilihat dari sedikitnya buluh ser-
dan hibridnya ada di bagian tenggara buk sari yang ada pada putik setelah
Amerika Serikat (Hardin 1957). Zona penyerbukan silang dibandingkan dengan
hibridnya sendiri termasuk luas, mencapai penyerbukan sendiri. Pada leci, rata-rata
200 km. Hasil analisis genetik yang dil- jumlah buluh serbuk sari yang masuk ke
19 Nina R.D.– Evolusi, spesiasi, dan hibridisasi pada beberapa anggota sapindaceae

bakal biji mengalami penurunan sebesar Jumlah ini lebih besar dibandingkan
60 % setelah penyerbukan silang dan dengan daerah lainnya.
jumlah buah yang dihasilkan kurang dari Beberapa contoh jenis Nephelium
10 %. Meskipun ada penghalang dalam adalah N. lappaceum L., N. costatum Hi-
pemuliaan baik dalam tahap pre-zigotik ern, N. cuspidatum Blume, N. daedaleum
maupun post-zigotik namun masih Radlk., N. hamulatum Radlk., N. juglandi-
memungkinkan untuk menghasilkan ke- folium Blume, N. laurinum Blume, N.
turunan hibrid yang viable antara leci dan maingayi Hiern, N. meduseum Leenh., N.
lengkeng (McConchie et al. 1994). melliferum Gagnep., N. papillatum
Ellis et al. (1991) menduga bahwa Leenh., N. reticulatum Radlk., N.
interaksi serbuk sari dan putik dapat subfalcatum Radlk., N. uncinatum Radlk.
digunakan untuk menguji hubungan evo- ex Leenh., dan N. ramboutan-ake (Labill.)
lusi di antara kelompok taksonomi. Hal Leenh. (Uji 1998). Di antara marga
ini berdasarkan teori yang dikemukakan Nephelium, N. lappaceum L. (rambutan)
Hogenboom (1984) yang menyatakan merupakan salah satu jenis yang paling
bahwa koordinasi serbuk sari dan putik digemari. Biji rambutan mempunyai pulp
hilang karena hubungan antara jenis putih yang manis dan mengelotok pada
menurun melalui evolusi konvergen. kultivar yang baik, sedangkan pada ben-
tuk liarnya mempunyai pulp sedikit dan
rasanya asam.
Bagaimana Spesiasi pada Nephelium ? Asal rambutan budidaya (2n = 2x
Marga Nephelium berpusat di Se- = 22) kemungkinan dari rambutan liar
menanjung Malaysia, kemudian menyebar atau dari kerabat liar yang sangat dekat di
ke daratan Asia, Filipina, dan Kalimantan. bagian barat Malaysia, mungkin di Papa-
Anggota marga ini terdiri atas 22 jenis, 5 ran Sunda ketika Malaysia, Kalimantan,
di Burma, Thailand, dan Indochina, 13 di Sumatera, dan Jawa masih tertutup oleh
Semenanjung Malaysia, 16 di Borneo, 4 hutan hujan (Simmonds 1976). Pada jenis
di Filipina, 3 di bagian barat Jawa, dan 1 liar Nephelium dan jenis budidaya yang
di Sulawesi (Seibert 1992). Namun kurang terpilih, daging buahnya (pulp)
demikian, bila kita lihat datanya, kemung- tidak terpisah dari lapisan dalam testa
kinan yang menjadi pusat Nephelium ada- yang kuat. Seleksi untuk mem-
lah Borneo, karena di sini terdapat 16 isahkandaging buah menghasilkan “Pe-
jenis Nephelium meliputi 6 jenis endemik. nang Rambutan”. Seleksi ini meningkat-
BIOEDUKASI Vol. 5, No.2, hal. 13-24 20

kan rasa manis tapi menghilangkan rasa ummengelompok bersama membentuk ke-
liarnya (Corner 2009). lompok monofiletik. Namun demikian,
Berbagai varietas unggul rambutan dari hasil yang diperoleh ternyata ada
telah diketahui, misalnya rambutan Binjai, Nephelium dari jenis yang sama (N. cus-
Rapiah, Lebak Bulus, Sibongkok, Antala- pidatum) tetapi varietasnya berbeda tern-
gi, Garuda, dan Sibatuk Ganal (Kalie yata tidak mengelompok pada klad yang
1995). Varietas tersebut dihasilkan oleh sama. Ada juga yang jenisnya berbeda
para pemulia yang berbeda-beda. Untuk (N. maingayi dan N. ramboutan-ake) tern-
dapat menghasilkan rambutan dengan yata mengelompok pada klad yang sama.
kualitas baik dapat dilakukan kawin silang Menurut Zamzuriada et al. (2009), taksa
atau hibridisasi, namun demikian belum Nephelium yang mengelompok bersama
diketahui secara pasti hibridisasi pada dalam klad mempunyai asal geografi yang
Nephelium yang menghasilkan jenis baru. sama.
Saat ini ada dugaan bahwa rambu- Clyde et al. (2005) meneliti ten-
tan rapiah (N. lappaceum) kemungkinan tang keanekaragaman genetik N. rambou-
berupa hibrid yang berasal dari kapulasan tan-ake dengan menggunakan marker
(N. ramboutan-ake) dan rambutan lain. Random Amplified Polymorphism DNA
Dugaan ini antara lain didasarkan pada dan Inter Simple Sequence Repeat. Per-
adanya rambut-rambut yang pendek pada sentase polimorfisme yang tinggi
rapiah, yang diduga berasal dari sifat kap- dideteksi pada semua aksesi yang diuji,
ulasan, namun hal ini masih perlu dibuk- sebanyak 98,54 % pita ditemukan po-
tikan dengan penelitian yang lebih men- limorfik. Aksesi N. ramboutan-ake dibagi
dalam. menjadi dua kluster besar yaitu Y dan Z.
Tampaknya, penelitian tentang Kluster Y dibagi lagi menjadi Y1 dan Y2.
spesiasi pada rambutan khususnya atau Subgrup Y2 (1) mempunyai pulp yang
Nephelium pada umumnya belum banyak manis dan mudah lepas dari biji, se-
dilakukan. Yang sudah dikerjakan be- dangkan pulp dari aksesi S1, subgroup Y2
berapa peneliti adalah melihat hubungan (2) rasanya manis asam dan arilusnya tid-
kekerabatan di antara jenis-jenis Nepheli- ak mudah lepas. Hal ini menunjukkan
um yang ada. Zamzuriada et al. (2009) kegunaan dan kemampuan marker RAPD
meneliti tentang hubungan kekerabatan dalam mendeteksi aksesi dengan karakter
Nephelium berdasarkan sekuens DNA tertentu.
kloroplas dan DNA inti. Hasilnya menun-
jukkan bahwa semua taksa Nepheli-
21 Nina R.D.– Evolusi, spesiasi, dan hibridisasi pada beberapa anggota sapindaceae

Kesimpulan methods in biogeography: a case

Evolusi pada Sapindaceae telah study using the globally distrib-

dimulai sejak Cretaceous. Sampai uted plant family Sapindaceae.

sekarang banyak perubahan yang terjadi [Electronic version]. Journal of

pada anggota suku ini, dengan munculnya Biogeography, 38, 531-550.

jenis-jenis yang semakin bervariasi dalam Campbell N.A., Mitchell L.G., Reece

struktur maupun habitusnya, dibanding- J.B. (1997). Biology, Concepts

kan dengan pada waktu awal kemuncu- and Connections. 2nd. The Ben-

lannya. Terjadinya spesiasi dan jamin/ Cummings Publishing

hibridisasi telah menambah keane- Company. Menlo Park.

karagaman anggota Sapindaceae. Clyde, M.M., Chew, P.C., Normah, M.N.,


Rao, V.R., & Salma, I. (2005).

Daftar Pustaka Genetic diversity of Nephelium


ramboutan-ake Leenh. Assessed
using RAPD and ISSR markers.
Alters, S., Alters, B. (2006). Biology,
Proceeding. 2nd on Lychee, Lon-
Understanding Life. John Wiley
gan, Rambutan & Other Sapin-
& Sons, Inc. Hoboken.
daceae Plants. Eds Chomchalow
Buerki, S., Forest, F., Acevedo-Rodrigues,
N, Sukhvibul N. Acta
P., Callmander, M.W., Nylander,
Hort.665,ISHS 2005.
J.A.A., Harrington, M., Sanmar-
Corner, E.C.J. (2009). The Seeds of Di-
tin, I., Kupfer, P., & Alvarez, N.
cotyledons. Cambridge Univer-
(2009). Plastid and nuclear
sity Press. Cambridge.
DNA markers reveal intricate re-
Dilcher, D.L., & Basson, P.W. (1990).
lationships at subfamilial and
Mid-Cretaceous angiosperm
tribal levels in the sopberry
leaves from a new fossil locality
family (Sapindaceae). Molecu-
in Lebanon. Botanical Gazette,
lar Phylogenetics and Evolution,
151, 538-547.
51, 238-258.
Ellis, M.F., Sedgley, M., & Gardner, J.A.
Buerki, S., Forest, F., Alvarez, N.,
(1991). Interspecific pollen-
Nylander, J.A.A., Arrigo, N., &
pistil interaction in Eucalyptus
Sanmartin, I. (2011). An evalua-
L’Her. (Myrtaceae): The effect
tion of new parsimony-based
of taxonomic distance. Annals
versus parametric inference
of Botany, 68, 185-194.
BIOEDUKASI Vol. 5, No.2, hal. 13-24 22

Ferucci, M.S. (1981). Recuentos cromo- Heslop-Harrison (Eds.), Ency-


somicos en Sapinddceas. Bon- clopedia of Plant Physiology,
panlandia, 5, 73-81. New Series vol 17, Cellular in-
Ferrucci, M.S. (2000). Cytotaxonomy of teractions: pp. 640-651. Berlin:
Sapindaceae with special refer- Springer-Verlag.
ence to the tribe Paullinieae.
[Electronic version]. Genetic and Huang, Q.C., and Dilcher, D. L. (1994),
Molecular Biology, 23, 941- Evolutionary and paleoecolo-
946. gycal implications of fossil
Friis, E.M., Pedersen, K.J., & Crane, P.R. plants from the Lower Creta-
(2010). Diversity in obscurity: ceous Cheyenne Sandstone of
fossil flowers and the early his- the Western Inlenor. In Shurr. G.
tory of angiosperms [Electronic W., Ludvigson. G. A., and
version]. Philosopical Transac- Hammond, R. H.. eds., Perspec-
tion of the Royal Society B (Bi- tives on the Eastern Margin of
ologycal Sciences), 365, 369- the Cretaceous Western Interior
382. Basin: Boulder. Colorado. Geo-
Hardin, J.W. (1957). Studies in the Hip- logical Society of America Spe-
pocastanaceae. IV. Hybridiza- cial Paper 287.
tion in Aesculus. Rhodora, 59, Hymowitz, T. (1976). Soybeans Glycine
185-203. max (Leguminosae – Papiliona-
Harrington, Mark, G., Edwards, Karen, J., tae). In N.W. Simmonds (Ed.).
Sheila, A., Chase, Mark, W., Evolution of Crop Plants.
Gadek, & Paul A. (2005). Phy- Longman Group Limited. Lon-
logenetic inference in Sapin- don.
daceae sensu lato using matK Judd, W.S., Campbell, C.S., Kellog, E.A.,
and rbcl DNA sequences. Sys- Stevens, P.F., & Donoghue, M.J.
tematic Botany, 30, 366-382. (2002). Plant Systematics, A
Phylogenetic Approach. 2nd.
Hogenboom, N.G. (1984). Incongruity: Sinauer Associates, Inc. Sunder-
non-functioning of intercellular land.
and intracellular partnership Kalie, M.G. (1993). Budidaya Rambutan
through mismatching infor- Varietas Unggul. Kanisius.
mation. In H.F. Linskens & J. Yogyakarta.
23 Nina R.D.– Evolusi, spesiasi, dan hibridisasi pada beberapa anggota sapindaceae

Lombello R.A., and Forni-Martins, E.R. Simmonds, N.W. (1976). Evolution of


(1998). Chromosomal studies Crop Plants. Longman Group
and evolution in Sapindaceae. Limited. London.
Caryologia, 51, 81-93. Simpson, M.G. (2006). Plant Systemat-
ics. Elsevier Academic Press.
McConchie, C.A., Vithanage, V., & Bat- Amsterdam.
ten, D.J. (1994). Intergeneric Takayama, K., Sun, B.Y., & Stuessy, T.F.
hibridization between litchi (Li- (2011). Genetic consequences
tchi chinensis Sonn.) and longan of anagenetic speciation in Acer
(Dimocarpus longan Lour.). okamotoanum (Sapindaceae) on
Annals of Botany, 74, 111-118. Ullung Island, Korea. [Electron-
Pfosser, M.F., Guzy-Wrobelska, T, Sun, ic version). Annals of Botany.
B.Y., Stuessy, T.F., Sugawara, http://aob.oxfordjournals.org.
T., & Fujii N. (2002). The Thomas, D.T., Ahedor, A.R., Williams,
origin of species of Acer (Sapin- C.F., dePamphilis, C., Crawford,
daceae) endemic to Ullung Is- D.J., & Qiu-Yun, X. (2008).
land, Korea. Systematic Botany, Genetic analysis of a broad hy-
27, 351-367. brid zone in Aesculus (Sapin-
Raven, P.H., Evert, R.F., & Eichorn, S.E.. daceae): is there evidence of
(2005). Biology of Plants. Ed ke long-distance pollen dispersal?
7, WH Freeman and Company International Journal of Plant
Publishers. New York. Sciences, 169, 647-657.
Russel, P.J. (1994). Fundamental of Ge- Uji, T. (1998). Nephelium L. In M.S.M.
netics. Harper Collins College Sosef., L.T. Hong., S. Prawiro-
Publishers. New York. hatmodjo (Eds.), Plant Re-
Seibert, B. (1992). In E.W.M., Verheij sources of South-East Asia no 5
and R.E. Coronel (Eds). (3) Timber trees: Lesser-known
PlantResources of South-East timbers. (pp 404-406). Prosea
Asia no 2. Edible fruits and nuts. Foundation, Bogor.
Prosea Foundation. Bogor. Wallace R.A., Sanders G.P., & Ferl R.J.
Shukla, P., and Misra, S.P. (1979). An In- (1996). Biology, The Science of
troduction to Taxonomy of Angi- Life. 4th. Harper Collins College
osperms. Vikas Publishing Publishers. New York.
House PVT Ltd. New Delhi.
BIOEDUKASI Vol. 5, No.2, hal. 13-24 24

Zamzuriada, A.S., Mahani, M.C., &


Choong, C.Y. (2009). Phyloge-
netic study of Nephelium spe-
cies based on the chloroplast
DNA sequences. Proceedings of
the Eighth Malaysia Congress on
Genetics. Role of Genetics in
Wealth Creation and Quality of
Life. Pahang: 345-348

Anda mungkin juga menyukai