Anda di halaman 1dari 174

x

i
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta

LINGKUP HAK CIPTA


Pasal 2
(1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang
Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang
timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi
pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

KETENTUAN PIDANA
Pasal 72
(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan
ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1
(satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta
rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan,
atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran
Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

ii
iii
Domain.id dan Identitas Negeri
Perjalanan Pengelolaan Domain Internet Indonesia

Diterbitkan oleh Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI).


Cetakan Pertama, Februari 2019

Penulis
Tim PANDI

Riset & Data


Sekretariat PANDI

Desain Sampul
Pepeng

Tata Letak
Tanto

Korektor & Indeks


Sekretariat PANDI

Dokumentasi Foto
Tim PANDI

Hak cipta dilindungi undang-undang


All Rights Reserved
PANDI, 2019

Jakarta, PANDI, 2019


vii + 160 hlm; 17,5 cm x 25 cm

Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI)


Icon Business Park Unit L1-L2 BSD City, Tangerang, Indonesia 15345
Telepon: +62 21 30055777, email: info@pandi.id, web: https://pandi.id

Isi di luar tanggung jawab Percetakan

iv
DAFTAR ISI

Daftar Isi
iii
Kata Pengantar
iv
Bab 1: Sejarah Internet Indonesia 

1
Bab 2: Nama Domain dalam Ekosistem Internet
17
Bab 3: Sejarah Pengelolaan Nama Domain
33
Bab 4: Pendirian PANDI

59
Bab 5: Tentang Domain .id

85
Bab 6: Sosok Penting di Balik PANDI 

95
Bab 7: Harapan dan Rencana
113
Daftar Pustaka
127
Daftar Lampiran
131

v
KATA PENGANTAR

B
erdasarkan catatan whois ARIN dan APNIC, protokol Internet (IP)
pertama dari Indonesia, UI-NETLAB (192.41.206/24) didaftarkan
oleh Universitas Indonesia pada 24 Juni 1988. RMS Ibrahim,
Suryono Adisoemarta, Muhammad Ihsan, Robby Soebiakto, Putu, Firman
Siregar, Adi Indrayanto, dan Onno W. Purbo merupakan nama-nama
legendaris di awal pembangunan Internet Indonesia pada tahun 1992
hingga 1994. Masing-masing personal telah mengontribusikan keahlian
dan dedikasinya dalam membangun cuplikan-cuplikan sejarah jaringan
komputer di Indonesia.
Tulisan tentang keberadaan jaringan Internet di Indonesia dapat
dilihat di media cetak seperti KOMPAS berjudul “Jaringan komputer biaya
murah menggunakan radio”[1] di bulan November 1990. Juga beberapa
artikel pendek di Majalah Elektron Himpunan Mahasiswa Elektro ITB
pada tahun 1989.
xxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxx

vi
KATA PENGANTAR

vii
viii
BAB 1

Sejarah Internet
Indonesia

1
Sejarah Internet Indonesia

R
andy Bush bukan nama asing di jagat internet dunia. Ia seorang
ilmuwan, teknisi, serta aktivis yang telah menghabiskan setidaknya
40 tahun di persoalan jaringan. Pada tahun 1988, bersama
rekannya Jonh Klensing ia membantu sejumlah negara di selatan Afrika
(Bostwana, Namibia, Zimbabwe, dan Afrika Selatan) mengembangkan
jaringan internet.
Kala itu, internet tentu belum seperti sekarang. Internet menjadi
barang langka yang belum dikenal luas oleh masyarakat. Jaringan
masih bersifat lokal yang memiliki aturan main berbeda-beda di setiap
organisasi. Kalangan akademisi dan peneliti menjadi orang-orang yang
pertama mengembangkan dan mengadopsi teknologi ini.
Kendati demikian, keinginan untuk menjajal teknologi internet
kala itu sangat tinggi di berbagai belahan dunia. Randy Bush yang
memiliki latar belakang industri komputer saat itu banyak melakukan
pekerjaan pro bono untuk membantu mengembangkan jaringan
internet. Bermula dari selatan Afrika, ia pun mendirikan sebuah lembaga
bernama Network Startup Resource Center (NSRC).

Indonesia
First Ping

Sumber : NSRC

2
Sejarah Internet Indonesia

NSRC merupakan organisasi non-profit berbasis di Oregon,


Amerika Serikat yang banyak melakukan riset dan edukasi seputar
dunia internet. Aktivitas lembaga ini kian masif setelah resmi dibentuk
pada 1992 menggunakan dana dari National Science Foundation (NSF).
Sepanjang era 1990-an, NSRC banyak terlibat dalam pengembangan
teknik jaringan di sejumlah negara seperti Mesir, Sri Lanka, Tanzania,
Liberia, Kenya, Kamboja, serta Indonesia .
Saat itu NSRC di minta oleh US National Academy of Sciences,
pemerintah Indonesia, dan World Bank untuk ikut mendesain jaringan
komputer di Ipteknet. Setelah melalui berbagai tahapan, titik terang
muncul. Pada 7 Juni 1994, Ipteknek resmi terkoneksi internet yang
ditandai dengan keberhasilan Randy Bush melakukan ping dari Oregon,
Amerika Serikat dengan waktu sekitar 750ms. Itulah ping pertama ke
Indonesia.

Jaringan Kampus
Meskipun ping pertama baru terjadi 1994, upaya untuk
memanfaatkan jaringan antarkomputer sebenarnya sudah dilakukan
jauh sebelumnya. Pada era 1980-an beberapa kampus seperti Universitas
Indonesia (UI) dan Institut Teknologi Bandung (ITB) sudah memanfaatkan
jaringan komputer di lingkungan terbatas yang dikenal sebagai Local
Area Network (LAN).
Merlyna Lim dalam thesisnya yang berjudul @rchipelago online:
The Internet and Political Activism in Indonesia mencatat koneksi internet
pertama di Indonesia diupayakan oleh Joseph Luhukay dari Departemen
Ilmu Komputer Universitas Indonesia pada 1983. Jos yang baru
memperoleh gelar Ph.D dari University of Illinois at Urbana–Champaign
pada 1982 pulang ke Indonesia dengan membawa sejumlah oleh-oleh;
seperangkat komputer unix Dual Systems 83/20 berbasis Motorola
68000 dan server terminal ethernet NTS berbasis Intel 80186.
Kala itu, Jos menggunakan UUCP (Unix-to-Unix Copy) untuk
membangun jaringan internal kampus yang diberi nama UINET. Setahun
kemudian, UINET pun resmi tersambung UUNet—salah satu ISP pertama
dan terbesar di dunia. Indonesia pun menjadi negara pertama di Asia
yang terkoneksi dengan internet (Lim, 2005).
Adopsi jaringan internet di masa-masa awal juga tidak terlepas
dari proyek UNINET yang didanai oleh World Bank. Misi proyek ini adalah
untuk menghubungkan universitas-universitas besar Tanah Air seperti

3
Sejarah Internet Indonesia

Jaringan internet yang stabil


kini jadi kebutuhan.

Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Institut Teknologi


Bandung, Institut Pertanian Bogor, serta Universitas Hassanudin di
Makassar.
Dalam hal ini UNINET akan menyediakan bandwidth, sedangkan
pihak kampus berupaya menggelar infrastruktur. Sayangnya, kampus-
kampus tersebut tidak dapat membangun infrastruktur yang diperlukan.
Mereka juga tidak dapat mempertahankan koneksi akibat tingginya
biaya dial up connections jarak jauh. Pada akhirnya, UNINET menjadi
proyek mangkrak hingga menyisakan UI dengan beberapa simpul
sambungan ke dalam dan luar negeri.
Kendati tidak berhasil menyambungkan kampus-kampus di
Indonesia melalui proyek UNINET, upaya mengadopsi teknologi internet
tetap dilakukan. Didik Partono Rudianto yang kini menjabat sebagai
Direktur Inixindo memberikan gambaran bagaimana kondisi internet
kala itu.
“Masyarakat awam di Indonesia saat itu sama sekali tidak mengerti,”
ungkapnya.

4
Sejarah Internet Indonesia

Menurut Didik, saat itu hanya orang Indonesia yang pernah bekerja
atau bersekolah di luar negeri yang mengenal internet. Tidak heran jika
pada akhirnya adopsi internet dimulai dari lingkungan akademisi di
kampus-kampus.
Salah satu simpul awal yang turut mewarnai perkembangan
internet di Indonesia adalah Institut Teknologi Bandung (ITB). Pada awal
1990-an, satu-satunya koneksi internet hanya bisa dilakukan melalui
Universitas Indonesia yang sudah lebih dulu membangun proyek UINET.
Para akademisi di Bandung harus mengeluarkan biaya mahal untuk
dapat terkoneksi karena masih menggunakan line telepon dengan
sambungan interlokal.
Titik terang mulai terlihat pada tahun 1993 ketika salah seorang
anggota Amateur Radio Club (ARC) ITB bernama Suryono Adisoemarta
menyelesaikan studinya di Texas, Amerika Serikat dan kembali ke
Indonesia. Bersama sejumlah rekan ARC lainnya, Suryono berhasil
membuat sambungan internet menggunakan radio paket ke Ipteknet
melalui Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).
Teknologi radio paket dipilih karena jauh lebih murah dibandingkan
dengan dial up sambungan interlokal melalui telepon. Kekurangannya,
kecepatan sambungannya sangat lambat; hanya sekitar 9,6 Kbps.
Menurut catatan Onno W. Purbo yang berjudul ‘Awal Sejarah
Internet Indonesia’, kala itu anggota komunitas ARC memanfaatkan PC
286 bekas dan modem radio paket pinjaman. Modem ini—Terminal
Node Controller (TNC)—dipinjamkan oleh salah seorang staf LAPAN
yang juga alumnus ITB bernama Muhamad Ihsan.
“[Saat itu] barangkali ITB merupakan lembaga yang paling
miskin yang nekad untuk berkiprah di jaringan,” ungkap Onno dalam
memoarnya tersebut.

[Saat itu] barangkali ITB


merupakan lembaga yang
paling miskin yang nekad
untuk berkiprah
di jaringan.
- Onno W. Purbo -

5
Sejarah Internet Indonesia

Menurut Onno, saat itu lembaga lain seperti Universitas Indonesia,


Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), LAPAN, dan Pusdata
Departemen Perindustrian sudah lebih dahulu terkoneksi ke jaringan
sehingga mempunya fasilitas yang lebih baik.
Melihat hal tersebut, Onno yang berhasil menyelesaikan Ph.D di
Kanada pada tahun 1993, memutuskan kembali ke Indonesia dengan
membawa banyak pengetahuan dan informasi terbaru. Bersama
sejumlah anggota ARC lainnya, ia pun membentuk komunitas riset
dan pengembangan jaringan komputer yang diberi nama Computer
Network Research Group (CNRG).
Misi utama CNRG adalah melakukan riset dan merealisasikan
sambungan ke jaringan internet global. Upaya untuk menyambungkan
ITB ke node di Kanada tidak berhasil akibat keterbatasan infrastruktur
di kampus tersebut. Sementara jika memanfaatkan jaringan UINET,
biaya untuk dial up via interlokal telepon terlampau mahal. Teknologi
paket radio dianggap paling masuk akal meskipun kecepatannya sangat
lambat.
Perlahan tapi pasti, sejumlah komputer di himpunan mahasiswa
ITB mulai terhubung menggunakan paket radio. Jaringan ini akhirnya
juga menyebar ke berbagai lembaga lain seperti Institut Teknologi
Nasional dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bandung.
Saat itu, kecepatan jaringan yang hanya sekitar 1.200 bps cukup untuk
bertukar email dan chatting.
Pada tahun 1994, CNRG memperolah bantuan sambungan
leased line dari PT Telkom Indonesia Tbk. Sejatinya kecepatan leased
line seharusnya bisa mencapai 64 Kbps. Namun, yang didapat ternyata
hanya 28,8 Kbps. Ketika jaringan semakin padat, CNRG mempelopori
sambungan menggunakan kabel yang di kemudian hari dikenal dengan
proyek Yellow Cable Network.
Proyek pemasangan ‘kabel kuning’ yang diprakarsai oleh
Jurusan Teknik Elektro tersebut akhirnya bisa menyambungkan lebih
banyak jurusan dan himpunan mahasiswa di ITB. Menurut cerita, pada
awalnya proyek ini ditentang pihak kampus karena dianggap merusak
pemandangan. Sempat muncul ide untuk menanam kabel tersebut di
bawah tanah, tetapi tidak kunjung dilakukan karena tidak ada biaya yang
tersedia.
Koneksi internet yang lebih baik akhirnya bisa dinikmati pada
tahun 1996 ketika ITB mendapatkan bandwidth gratis dari Japan
Satellite Corporation (JCsat). Kala itu ada proyek bernama Widely

6
Sejarah Internet Indonesia

Kampus Universitas Indonesia (UI) berperan penting bagi penggunaan internet di Tanah Air.

7
Sejarah Internet Indonesia

Seingat saya sambungan


awal ke Internet dilakukan
menggunakan dial-up oleh
IndoNet, sebuah langkah
yang cukup nekad
barangkali.
- Onno W. Purbo -

Integrated Distributed Environment (WIDE) AI3 yang bertujuan untuk


mengembangkan infrastruktur jaringan internet di wilayah Asia Pasifik.
Institusi yang tergabung dalam proyek ini akan mendapatkan akses
internet gratis berkecepatan 2 Mbps; sebuah akses yang cukup langka
di masa itu.
Berbekal koneksi melimpah dari JCsat, ITB mulai menyambungkan
jaringan AI3 tersebut ke sejumlah perguruan tinggi di Tanah Air. Ini
dilakukan agar universitas-universitas tersebut bisa membentuk jaringan
dan saling terhubung satu sama lain. Di Bandung misalnya, jaringan
AI3 menghubungkan Universitas Parahyangan, Universitas Padjajaran,
Universitas Islam Bandung, serta Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan
(IKIP) yang sekarang menjadi UPI (Universitas Pendidikan Indonesia).
Adapun dari luar daerah, sejumlah kampus yang terhubung antara lain
Universitas Syiah Kuala Aceh, Universitas Lampung, Universitas Jenderal
Soedirman, dan Universitas Muhamadiyah Malang.
Proyek ini akhirnya menjadikan ITB menjadi salah satu bagian
terpenting dalam jaringan pendidikan di Indonesia yang mengkaitkan
kurang lebih 25 lembaga dari seluruh penjuru negeri (Purbo, 2001).
Bahkan menurut Merlyna Lim, ITB menjadi kampus pertama di Indonesia
yang terkoneksi kabel internet seluruhnya pada 1997.

Era Komersial
Setelah jatuh bangun mengembangkan internet secara gotong
royong, sejumlah pihak mulai melihatnya sebagai peluang bisnis
yang menggiurkan. Menurut Didik, hal ini tidak terlepas dari mulai
digunakannya teknologi protokol TCP/IP pada periode 1990-an. Protokol
yang dikembangkan oleh Robert E. Kahn dan Vinton G. Cerf ini membuat

8
Sejarah Internet Indonesia

aktivitas internet menjadi lebih mudah digunakan.


Faktor lainnya yang membuat internet mulai bersifat lebih komersil
adalah desakan dari luar negeri. “Kala itu banyak pelaku industri di luar
negeri mendesak Indonesia untuk mengembangkan internet provider
sendiri yang lebih komersial, di luar milik kampus dan korporat,” ujar
Didik.
Pada September 1994, seorang insinyur yang bekerja di IBM
bernama Sanjaya mendirikan PT Indo Internet (IndoNet) di Rawamangun,
Jakarta Timur. Inilah internet service provider (ISP) komersial pertama
di Indonesia. Saat itu, ketiadaan aturan mengenai bisnis ISP membuat
IndoNet leluasa memberikan layanan jaringan.
“Seingat saya sambungan awal ke Internet dilakukan
menggunakan dial-up oleh IndoNet, sebuah langkah yang cukup nekad
barangkali,” ungkap Onno.
Setahun berselang, para pesaing IndoNet mulai bermunculan.
Pada bulan Mei 1995 misalnya, ada PT Rahardjasa Internet (RadNet) yang

Saat ini internet sudah menjadi kebutuhan masyarakat baik untuk bisnis maupun nonbisnis.

9
Sejarah Internet Indonesia

Intinya, saat itu internet


digunakan lebih untuk
pekerjaan.
- Didik Partono Rudianto -

mulai beroperasi. Di Bandung, seorang mahasiswa ITB bernama Rully


Harbani mendirikan PT Melvar Lintasnusa (Melsa) pada tahun yang sama.
Rully mengelola perusahaan tersebut bersama dua orang kawannya dan
menjadi ISP ketiga di Indonesia dan pertama di Bandung.
Seiring berjalannya waktu, bisnis penyediaan internet pun mulai
dianggap peluang usaha yang menggiurkan. Pemerintah mulai menata
dan mengatur bisnis ini di era 1996. Sejumlah Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) bahkan juga tak mau ketinggalan menyediakan layanan internet.
Salah satu perusahaan pelat merah yang mula-mula menjadi
ISP adalah PT Pos Indonesia. Sekitar tahun 1996, PT menjajakan jasa
internet dengan menggunakan brand Wasantara Net (W-Net). Program
ini sebenarnya merupakan bagian dari proyek Nusantara-21 yang
bertujuan menyambungkan koneksi internet di 300 kecamatan di
Indonesia. Wasantara Net saat itu menjadi ISP dengan jaringan terbesar
di Indonesia dengan lokal node yang tersedia di banyak ibukota provinsi
dan kota-kota besar lainnya. Sayangnya, jaringan W-Net banyak dikritik
karena dianggap sangat lambat.
Pada tahun yang sama, giliran PT Indosat Tbk. yang meluncurkan
layanan internet. Indosat yang saat itu masih berstatus BUMN menyasar
pangsa pasar korporat dan disambut antusias oleh sejumlah pelaku
industri. IndosatNet pun menjadi salah satu ISP yang sukses menggaet
pelanggan di era 1990-an.
Persaingan antara ISP kian ramai setelah PT Telekomunikasi
Indonesia Tbk. (Telkom) ikut terjun di bisnis ini pada 1998. Telkom saat itu
menawarkan jasa internet bersamaan dengan jasa telepon rumah yang
sudah lebih dulu eksis. Biaya koneksi kala itu juga dimasukkan ke dalam
tagihan telepon. Dengan basis pelanggan telepon rumah yang sudah
sangat kuat, Telkom pun dengan cepat mendapatkan banyak pelanggan
baru.
Kemunculan ISP-ISP komersial dengan beragam model bisnisnya

10
Sejarah Internet Indonesia

membuat pengguna internet tumbuh cepat. Pada akhir 1995, tercatat


ada 16 ISP dengan 20.000 pengguna dan kecepatan internet 64 Kbps.
Berdasarkan data International Telecommunication Union (ITU), angka
ini melonjak menjadi 22 ISP dan 100.000 pelanggan pada akhir 1996.
Sejumlah pihak pun akhirnya mendirikan Asosiasi Penyelenggara Jasa
Internet Indonesia (APJII) untuk mewadahi bisnis ISP yang terus melonjak
hingga awal tahun 2000-an.

Mailing List
Harus diakui, saat ini internet telah dimanfaatkan untuk berbagai
aktivitas. Mulai dari sekadar alat komunikasi, mencari informasi, bahkan
hingga mengatur mesin-mesin canggih seperti tren internet of things.
Kondisi ini tentu berbeda dengan era 1980-an atau era 1990-an.
Para akademisi yang menjadi pengguna internet di masa-masa
awal saat itu lebih banyak memanfaatkan teknologi ini untuk saling
berkirim email. Pihak kampus atau korporat juga menggunakan internet
untuk keperluan riset. “Intinya, saat itu internet digunakan lebih untuk
pekerjaan,” ungkap Didik.
Didik menceritakan untuk berkirim email saat itu prosesnya sangat
panjang. Jika sekarang kita bisa dengan mudah mengirim email dengan
menulis alamatnya, lain halnya saat di tahun 1980-an. “Waktu itu kalau
mau mengirim email harus menulis setiap jalan atau wilayah yang akan
dilewati,” ujarnya.
Waktu untuk mengirim email juga tidak secepat sekarang.
Pengiriman email berupa teks dengan ukuran beberapa kilobyte yang
diketik di body email akan membutuhkan waktu beberapa menit.
Kendati demikian, pemanfaatan internet untuk keperluan
email ini cukup signifikan. Sebelum teknologi world wide web (WWW)
diperkenalkan pada 1991, para pengguna internet sudah lebih dulu
memanfaatkan mailing list atau yang lebih dikenal dengan sebutan
milis. Kala itu milis menjadi ruang diskusi dan pertukaran iinformasi bagi
masyarakat pengguna internet di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Milis tertua di Indonesia beralamat di Indonesian@janus.berkeley.
edu (Janus) yang dibuat oleh Eka Ginting menggunakan server UC
Berkeley. Eka yang saat itu bersekolah di University of Seatle merasa
penting membuat milis yang menampung pelajar Indonesia lainnya di
Amerika Serikat. Milis ini berhasil menarik banyak sekali peminat dan
mencapai 1.000 anggota pada masa puncaknya (Lim, 2005).

11
Sejarah Internet Indonesia

ALAMAT PERUNTUKKAN

Indonesian@janus.berkeley.edu (Janus) Mahasiswa Indonesia di Luar Negeri


is-lam@isnet.org (Isnet) Mahasiswa beragama Islam
paroki@paroki.org (ParokiNet) Mahasiswa beragama katolik
UK-Net Mahasiswa Indonesia di Inggris
Indoz-Net Mahasiswa Indonesia di Australia
PAU-Mikro-Net Komunitas penggiat jaringan komputer
Unpar-Net Mahasiswa Universitas Parahyangan
ITB-Net Komunitas ITB

BEBERAPA
MILIS
GENERASI
AWAL
Sumber: diolah dari berbagai sumber

Selama dua tahun, Janus menjadi satu-satunya milis yang aktif


digunakan. Para mahasiswa Indonesia di luar negeri memanfaatkan milis
untuk saling bertukar kabar mengenai kondisi sosial politik di Indonesia
saat itu. Hingga pada tahun 1989, sejumlah milis lain bermunculan. UK-
Net dibuat oleh mahasiswa Indonesia yang sedang berada di Inggris,
sedangkan Indoz-Net—diciptakan oleh mahasiswa Indonesia di
University of Tasmania—dikhususkan untuk mahasiswa yang bermukim
di Australia.
Milis-milis ini akhirnya tidak hanya dimanfaatkan untuk saling
bertukar kabar. Seringkali muncul perdebatan-perdebatan sengit yang
menjurus ke persoalan sensitif. Milis-milis berbasis agama pun akhirnya
bermunculan. Mulai dari is-lam@isnet.org, dialog@isnet.org, dan
hikmah@isnet.org untuk orang-orang Islam serta paroki@paroki.org,
paroki_asia@wave.ec.t.kanazama-u.ac.jp, dan iccn@dbs.informatik,uni-
muenchen.de untuk umat Kristen.

12
Sejarah Internet Indonesia

Pada awal 1990-an, ketika sejumlah mahasiswa pulang ke Indonesia


dari luar negeri, penggunaan milis semakin marak. Pada tahun 1995-
1997 misalnya, berbekal 2 unit komputer Pentium II hasil sumbangan
alumni, ITB memberikan fasilitas forum diskusi gratis bagi masyarakat
internet di Indonesia. Kabarnya, saat itu jumlah milis membengkak
hingga mencapai 200-an dengan ribuan anggota aktif.

Domain Internet
Sudah lebih dari 20 tahun berlalu sejak ping pertama ke Indonesia
dilakukan oleh Randy Bush pada 7 Juni 1996. Internet kini bukan
lagi barang mewah yang menjadi hak eksklusif akademisi atau para
mahasiswa Indonesia di luar negeri. Survey APJII 2017 menunjukkan
sebanyak 143 juta orang Indonesia atau lebih separuh populasi sudah
mengakses internet. Angka ini tentu diprediksi akan semakin meningkat
dengan penetrasi ponsel pintar dan teknologi jaringan yang kian cepat
dan murah.
Jika melongok lagi ke belakang, pencapaian ini bukanlah hal
mudah. Internet Indonesia tidak dibangun dalam satu malam, melainkan
hasil proses panjang dari orang-orang yang berdedikasi di bidang ini. Tak
jarang dalam prosesnya, para pihak yang terlibat berbeda pendapat dan
berseteru.
Salah satu elemen yang memakan episode cukup panjang dan
melelahkan adalah pengelolaan nama domain. Sebelum sistem Domain
Name System (DNS) diciptakan, dibutuhkan alamat protokol atau yang
lebih dikenal dengan IP address untuk menyambungkan satu komputer
ke komputer lain.
IP address adalah sebuah sistem alamat unik yang menjadi tulang
punggung Internet. Alamat ini melekat di setiap perangkat yang kita
gunakan seperti halnya sidik jari bagi manusia. Setiap perangkat harus
memiliki IP yang berbeda-beda agar paket data yang disalurkan melalui
jaringan bisa tersampaikan. Tanpa alamat unik tersebut, tidak akan ada
perangkat yang terkoneksi Internet.
IP address biasanya berupa deret angka bilangan biner yang
dikonversi menjadi bilangan desimal agar mudah diingat. Alamat IP
pertama di Indonesia misalnya, beralamat di 192.41.206/24 yang dimiliki
oleh Universitas Indonesia sejak 24 Juni 1998. Ketika jaringan masih
terbatas, mengingat IP address ini mungkin bukan masalah. Namun,
seiring dengan semakin masifnya perangkat yang terkoneksi internet,

13
Sejarah Internet Indonesia

mengingat IP address yang berupa bilangan akan sangat merepotkan.


Untuk menyiasati hal ini, para peneliti pun mengembangkan
sistem DNS di era 1980-an akhir. Dengan demikian, pengguna hanya
perlu memasukkan nama website yang dituju tanpa perlu mengingat
alamat IP aslinya.
“Akan lebih nyaman menggunakan nama karena nama gampang
diingat,” ungkap Bob Hardian yang kini bekerja di Fakultas Ilmu Komputer
Universitas Indonesia.
Tren penggunaan nama domain pun mulai merebak di Indonesia
pada awal 1990-an. Hal ini tidak terlepas dari mulai populernya browser
Mosaic di Tanah Air pada 1993. “NSCA Mosaic diperkenalkan ke Pusilkom
UI pada 1993 oleh Dr. Bobby Achirul Awal Nazief,” tulis Rahmat M Samik-

Beberapa Ip Address
Generasi Awal
Lembaga Alamat Tanggal Pendaftaran
UI Salemba 192.41.206/24 24 Juni 1988
LAPAN 141.103/16 10 Juli 1990
UI Depok 152.118/16 15 Agustus 1991
ITB 167.205/16 29 September 1993

Sumber: ARIN dan APNIC

14
Sejarah Internet Indonesia

Bisa dikatakan tahun


1990-an adalah titik balik
keberadaan teknologi Internet
di Indonesia
- Didik Partono Rudianto -

Ibrahim dalam catatan digitalnya.


Kemunculan ISP komersial dibarengi dengan teknologi WWW
dan browser membuat internet di Indonesia kian bergairah. “Saya
berpendapat jika di masa 1990-an adalah era di mana teknologi internet
mulai lebih dikenal oleh masyarakat di Tanah Air. Bisa dikatakan tahun
1990-an adalah titik balik keberadaan teknologi Internet di Indonesia,”
tambah Didik.
Menurut catatan Rahmat Samik-Ibrahim, pada 1994 ia pernah
menghimpun sebuah direktori yang berisi belasan situs web bertemakan
Indonesia. Sayangnya, situs-situs tersebut nyaris tidak berbekas karena
menggunakan URL milik sekolah masing-masing. “Situs tersebut lenyap
begitu mereka tamat, sebab pada saat itu penggunaan virtual hosting
belum lazim,” ungkapnya.
Samik, begitu ia biasa disapa, merupakan orang yang berperan
penting dalam sejarah pengelolaan nama domain Indonesia. Dia adalah
orang pertama yang mengelola Domain Tingkat Tinggi .ID (DTT-ID) dan
Domain Tingkat Dua (DTD) sejak 1993. Posisi tersebut dilakoninya secara
paruh waktu hingga 1998.
Saat itu, masa ketika semangat pengembangan internet Indonesia
masih bersifat gotong royong, pengelolaan nama domain memang
masih dilakukan oleh akademisi secara sukarela.
Pusat Ilmu Komputer UI (Pusilkom UI) tempat Samik bekerja
memang sudah memanfaatkan domain .id secara tidak resmi sejak 1980-
an. Seiring dengan kian berkembangnya teknologi internet, desakan
untuk meresmikan DTT pun kian marak.
Domain internet di Indonesia pun sempat menjadi bahan tarik
ulur berbagai pihak. Pengelolaannya silih berganti melibatkan sejumlah
lembaga seperti APJII hingga pemerintah (Departemen Komunikasi dan
Informatika).
Saat ini, pengelolaan nama domain sudah semakin rapi dengan

15
Sejarah Internet Indonesia

berdirinya Pengelola Nama Domain Indonesia (PANDI) pada Desember


2006. Berdirinya PANDI sebagai satu-satunya registry domain
internet seolah mengembalikan marwah pengembangan internet
kepada komunitas, kembali ke era di mana semangat gotong royong
dikedepankan.
Kini, domain tingkat tinggi (DTT) .id sudah sangat populer di
kalangan masyarakat umum. Pada akhir 2013, PANDI akhirnya resmi
melepas penggunaan domain .id kepada publik. Berbondong-bondong
masyarakat luas memanfaatkan domain ini untuk berbagai keperluan.
Saat meluncurkan DTT ke publik, Direktur Operasional PANDI (Periode
Mei 2014 - Februari 2018) Sigit Widodo sempat menyampaikan Indonesia
sangat tertinggal dalam soal penggunaan domain tingkat tinggi.
Kendati demikian, sejarah panjang pengembangan internet di
Indonesia yang berliku mengajarkan kita untuk selalu berfikir positif.
Meskipun terjadi perbedaan pendapat, komunitas internet selalu punya
cara untuk menyelesaikannya.***

16
BAB 2

Nama Domain dalam


Ekosistem Internet

17
Nama Domain dalam Ekosistem Internet

S
igit Saputro bukan figur terkenal dalam konstelasi politik nasional.
Ia hanya seorang warga biasa yang tinggal di Kota Tegal, Jawa
Tengah. Belakangan, namanya mulai dikenal publik terutama
setelah pengumuman calon presiden dan calon wakil presiden pada
Agustus 2018 silam.
Detik-detik menjelang penguman resmi tersebut, Sigit sibuk
membeli beberapa nama domain. Salah duanya adalah prabowosandi.
id dan prabowosandi.com. Tebakannya jitu. Prabowo Subianto akhirnya
resmi berpasangan dengan Sandiaga Uno dalam pemilihan presiden
2019.
Sigit sebenarnya juga membeli dua domain lain, yakni
jokowimahfud.com dan jokowimahfud.id. Namun, tebakannya yang satu
ini meleset. “Waktu itu buat seru-seruan saja,” tuturnya dalam sebuah
wawancara.
Aksi seru-seruan ini rupanya berujung bisnis. Domain yang dia
beli seharga ratusan ribu itu belakangan hendak dijual kembali. Tidak
tanggung-tanggung, Sigit mematok harga Rp 1 miliar untuk satu
nama domain saja. Sampai saat ini, kedua domain tersebut memang
masih menunggu pembeli. Namun, sang pemilik mengaku sempat ada
peminat serius yang menawar senilai Rp 200 juta.
Cerita semacam itu bukan hanya milik Sigit. Aditya Murti, pemilik
nama domain jokowimakruf.id dan jokowimakruf.com juga melakukan
hal serupa. Ia bahkan sempat membanderol dengan harga Rp 2 miliar.
Belakangan, Adit menghapus banderol harga tersebut.
Menurut Sigit, harga selangit untuk sebuah nama domain
merupakan hal lumrah di luar negeri. Dia menyebut sejumlah nama
domain yang dihargai hingga ratusan miliar. Harus diakui, dia memang
tidak membual. Domain insurance.com dan vacationrentals.com misalnya,
dijual dengan harga sekitar US$ 35 juta atau setara dengan Rp 500 miliar!
Kendati demikian, menentukan harga jual sebuah nama domain
bisa menjadi perkara rumit. Situs vacationrentals.com yang dibeli oleh
HomeAway, startup penyedia akomodasi liburan asal Amerika Serikat,
sejatinya sudah beroperasi dan memiliki trafik, meskipun belum terlalu
ramai. Dengan demikian, angka US$ 35 juta yang digelontorkan oleh
HomeAway pada 2007 tersebut bukan hanya untuk nama domainnya,
tetapi juga aset berupa trafiknya.
Bertahun-tahun setelah pembelian tersebut, CEO HomeAway
justru mengeluarkan pernyataan menarik. Dalam forum Capital Factory

18
Nama Domain dalam Ekosistem Internet

Demo Day 2011 di Texas, dia menjelaskan pihaknya membeli situs


vacationrentals.com hanya agar pesaingnya yakni Expedia tidak memberi
URL tersebut.
Lantas, adakah nama domain yang dibanderol tinggi tanpa ada
aset apa pun yang mengikutinya? Jawabannya tentu saja ada.
Guinness World Book of Record mencatat domain termahal di dunia
adalah sex.com yang dilego pada 2010. Kala itu nama domain tersebut
dimiliki oleh Escom LLC yang sedang mengalami kebangkrutan. Escom
kemudian meminta bantuan Sedo.com—marketplace nama domain—
untuk melelang situs sex.com. Adalah Clover Holding Ltd yang kemudian
menggelontorkan US$ 13 juta untuk memiliki nama domain tersebut.
Kini, domain yang bersangkutan menyajikan aneka jenis konten dewasa.

Nama domain yang tepat dan menarik bernilai strategis dalam ekosistem internet, bahkan bisa dihargai mahal.

19
Nama Domain dalam Ekosistem Internet

Sejarah penggunaan nama domain dirintis oleh sebuah perusahaan manufaktur komputer asal Massachusetts, Amerika Serikat, bernama
Symbolics Inc.

Untuk mempermudah
Ketika pertama kali digunakan pada era 1980-an, fungsi nama
domain sangat sederhana; hanya digunakan untuk memudahkan
manusia mengakses alamat internet protocol (IP address) yang berupa
barisan angka. Kita tentu kesulitan menghafal angka-angka tersebut.
Maka sebagai gantinya, diciptakanlah sistem nama domain yang dapat
menerjemahkan barisan angka IP address menjadi sebuah kata.

20
Nama Domain dalam Ekosistem Internet

Pemilihan domain tidak


hanya sekadar nama yang
mudah diingat, tapi ada aspek
branding juga.
- Bob Hardian -

Dengan demikian, pada awal kemunculannya, nama domain


belum memiliki nilai marketing yang membuat harganya setinggi langit.
Bahkan hingga 1995, nama domain diperlakukan serupa lahan kosong
tak berpemilik. Siapa pun boleh mengambilnya tanpa mengeluarkan
biaya sepeser pun. Hal ini berubah, ketika di Amerika Serikat, National
Science Foundation (NSF), mulai memberlakukan sistem harga. Tarif
domain pun mulai dipatok US$ 100 untuk masa pakai dua tahun.
Sejarah penggunaan nama domain sendiri dirintis oleh sebuah
perusahaan manufaktur komputer asal Massachusetts, Amerika
Serikat, bernama Symbolics Inc. Pada 15 Maret 1985, perusahaan ini
mendaftarkan situs domain dengan nama symbolics.com, menjadikannya
domain pertama di dunia. Nama domain ini tetap dimiliki Simbolics Inc
selama 25 tahun sebelum akhirnya dijual kepada XF.com Investments
pada 2009. Kini situs tersebut menjadi sebuah museum online yang
menjabarkan informasi perkembangan internet dari masa ke masa.
Pada akhir 1985, hanya ada enam situs yang terdaftar di seluruh
dunia. Kini, mengacu laporan Verisign, terdapat 339,8 juta domain
tingkat atas (top-level domain/TLD) yang terdaftar di seluruh dunia pada
kuartal II 2018. Angka ini tumbuh hingga 7,9 juta domain atau sekitar 2,4
persen dari tahun ke tahun.
Tidak hanya jumlahnya yang kian membengkak, fungsi nama
domain juga sudah banyak berubah. Jika awalnya hanya digunakan
agar mudah diingat, kini domain juga diasosiasikan dengan merek dan
marketing. “Pemilihan domain tidak hanya sekadar nama yang mudah
diingat, tapi ada aspek branding juga,” ujar Bob Hardian, penggiat nama
domain sekaligus staf di Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia.
Bob menjelaskan, saat ini pemilihan nama domain seringkali
disamakan dengan merek dagang suatu perusahaan. Namun berbeda
dengan merek dagang yang bisa digunakan berbagai jenis produk
(misalnya produk kecap dan baterai yang menggunakan merek ABC),
sistem kerja nama domain tidak seperti itu. Hanya tersedia satu nama

21
Nama Domain dalam Ekosistem Internet

Tanpa IP address,
enggak bisa kerja.
Tanpa domain, pasti tersasar.

- Heru Nugroho -

ABC, sehingga seringkali orang berebut dan memicu persengketaan.


Biasanya, pihak lain yang tidak mendapatkan jatah nama tersebut akan
menambahkan nama domain agar lebih spesifik. “Misalnya namanya
ditambahin mobilABC.com kalau untuk produk mobil,” ungkap Bob.
Dengan demikian, nama domain akhirnya juga persoalan identitas.
Dia merepresentasikan institusi dan komunitas melalui nama domain
yang didaftarkan.
“Ketika bicara soal identitas, kita bukan lagi bicara persoalan
teknis,” ungkap Heru Nugroho, salah seorang Anggota Dewan Eksekutif
PANDI.
Heru menambahkan, dalam ekosistem internet, IP address dan
nama domain merupakan dua sumber daya fundamental. “Tanpa IP
address, enggak bisa kerja. Tanpa domain, pasti tersasar,” ujarnya.
Saking pentingnya nama domain dalam ekosistem internet,
persengketaan seolah menjadi hal yang lumrah. Beberapa tahun terakhir,
perselisihan nama domain yang melibatkan perusahaan-perusahaan
besar kerap terjadi. Salah satu perkara yang menarik perhatian publik
dalam negeri melibatkan nama domain Mustika-Ratu.com.
Kasus itu bermula ketika Chandra Sugiono mendaftarkan domain
tersebut pada 7 Oktober 1999. Chandra yang kala itu bekerja sebagai
Manajer Internasional Marketing di PT Martina Berto—pesaing utama
PT Mustika Ratu—dianggap berniat buruk ketika mendaftarkan nama
domain Mustika-Ratu.com yang merupakan saingan usahanya.
Kasus kian memanas, ketika PT Mustika Ratu menggugat Chandra
Sugiono berdasarkan Undang-Undang Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Tidak sehat. Menariknya, dalam kasus persengketaan nama
domain, lazimnya menggunakan hukum perdata. Koordinator ICT Watch
Donny BU melalui tulisannya di portal Detik.com pada 26 Oktober 2001
menyebut Indonesia menjadi negara pertama di dunia yang mengadili
sengketa kasus nama domain secara hukum pidana.

22
Nama Domain dalam Ekosistem Internet

Domain TLD menduduki peringkat teratas sehingga memiliki kekuatan paling tinggi.

Mengenal Domain Utama: gTLD dan ccTLD


Saat pertama kali diperkenalkan, ada tujuh domain utama yang
bisa digunakan. Ketujuh domain tersebut; .com, .edu, .gov, .int, .mil, net,
dan .org tergabung dalam kategori generic top-level domain (g-TLD). Dari
ketujuh domain yang tersedia, hanya tiga jenis (.com, .net, dan .org) yang
bisa digunakan dengan bebas. Domain sisanya hanya dipergunakan
secara terbatas oleh institusi tertentu. Domain .gov misalnya, biasanya
dipakai oleh lembaga pemerintahan. Sementara domain .mil acapkali
menjadi milik institusi militer.
Internet Corporation for Assigned Names and Numbers (ICANN)
yang mengatur nama domain di dunia menjelaskan, sistem nama
domain diatur seperti hirarki sebuah pohon. Domain TLD menduduki
peringkat teratas sehingga memiliki kekuatan paling tinggi.
Bermula dari tujuh domain utama, dalam perkembangannya
ICANN kemudian memperkenalkan sejumlah domain TLD lainnya. Pada
era 2000-an, beberapa nama domain TLD baru seperti .biz, .info, .name,

23
Nama Domain dalam Ekosistem Internet

.pro, .aero, .coop, dan .museum mulai bermunculan. Domain .biz, .info,
dan .museum mulai diaktifkan pada Juni 2001. Menyusul kemudian
.name dan .coop pada Januari 2002, .pro pada Mei 2002, dan kemudian
.aero pada tahun yang sama.
Daftar TLD baru kian bertambah panjang dengan nama-nama,
seperti .asia, .cat, .jobs, .mobi, .tel, dan .travel yang diperkenalkan pada
2003. Menariknya, ICANN bahkan juga meluncurkan domain .xxx pada
Maret 2011 yang diperuntukkan bagi situs yang berisi konten dewasa.
Adakalanya penambahan gTLD dilakukan atas permintaan satu
pihak tertentu. Domain semacam ini biasa disebut sponsored gTLD.
Pada November 1988, misalnya, The North Atlantic Treaty Organization
(NATO) meminta penggunaan domain .int untuk merepresentasikan
lembaga yang bersifat internasional.
Kebijakan pengelolaan domain gTLD memasuki babak baru pada
tahun 2008. Dalam pertemuan internasional di Paris pada 26 Juni 2008,
ICANN memulai program untuk memperbanyak domain gTLD baru. Hal
ini dilakukan untuk merespons permintaan akan domain baru yang terus
melonjak setiap tahunnya.
“Potensinya sangat besar. Ini [nama domain] merupakan cara baru
orang-orang mengekspresikan diri mereka di dunia maya,” ujar Paul
Twomey, Presiden dan CEO ICANN kala itu.
Paul menjelaskan, kebijakan ini membuat pengguna internet bisa
mengusulkan nama domain sesuai dengan target komunitas mereka.
Nama domain .travel misalnya merepresentasikan industri pariwisata,
sedangkan nama .cat bisa digunakan oleh komunitas Catalan di
Barcelona.

Potensinya sangat besar. Ini


[nama domain] merupakan
cara baru orang-orang
mengekspresikan diri mereka
di dunia maya.
- Paul Twomey -

24
Nama Domain dalam Ekosistem Internet

Sebelum kebijakan tersebut diluncurkan, hanya ada 21 gTLD yang


umum digunakan. Kini, sepuluh tahun berlalu sejak pertemuan tersebut,
sedikitnya terdapat 1.200 nama domain gTLD yang tersedia. Jumlah
tersebut bahkan diperkirakan kian bertambah dalam beberapa tahun ke
depan.
Menariknya, pengembangan gTLD baru tidak hanya sebatas
berdasarkan nama yang diusulkan oleh lembaga atau komunitas
tertentu. Kebijakan lain yang tidak kalah penting adalah penggunaan
nama wilayah sebagai gTLD. Dengan demikian bermunculan domain-
domain berbasis geografis, seperti .tokyo, .london, .berlin, atau .paris.
Meskipun ratusan domain baru gTLD terus bermunculan, tiga
domain utama (.com, .net, dan .org) tetap mendominasi. Laporan
Verisign pada kuartal II 2018 menunjukkan terdapat 135,6 juta domain
.com terdaftar. Hal ini menjadikannya sebagai gTLD yang paling banyak
digunakan saat ini. Adapun domain .net dan .org masing-masing dipakai
oleh 14,1 juta dan 10,3 juta pengguna.

Khusus untuk domain baru gTLD, nama .top mendominasi dengan


jumlah 3,4 juta domain terdaftar di seluruh dunia. Domain lain yang juga
sangat diminati adalah .loan, .xyz, .online, dan, .club.

25
Nama Domain dalam Ekosistem Internet

ccTLD
Selain mengeluarkan tujuh nama untuk kategori gTLD, sejumlah
ilmuwan komputer sejak awal juga merancang suatu nama domain yang
merepresentasikan negara tertentu. Nama domain itu kemudian dikenal
dengan nama country code top-level domain (ccTLD).
Peter K. Yu, professor hukum dan komunikasi dari Texas A&M
School of Law, menceritakan kebijakan ccTLD sudah dimulai sejak
sejumlah ilmuwan seperti Jon Postel dan Paul Mockapetris merancang
DNS pada 1983.
Dua tahun kemudian tepatnya pada 1985, domain .us milik
Amerika Serikat resmi diluncurkan dan menjadi ccTLD pertama di dunia.
Pada tahun yang sama menyusul domain .uk untuk Inggris dan .il untuk
Israel.
Cerita domain .uk milik Inggris menyimpan kisah unik. Kala itu
para ilmuwan sejatinya menggunakan kode negara ISO 3166-1 alpha-2
yang diterbitkan oleh International Organization for Standarization (ISO).

26
Nama Domain dalam Ekosistem Internet

Mengacu pada daftar tersebut, Inggris seharusnya menggunakan kode


.gb (Great Britain), tetapi justru berakhir dengan kode .uk.
Dalam risetnya yang berjudul The Origins of ccTLD Policymaking
(2004), Yu menyoroti peran penting akademisi di masa-masa awal
penetapan nama domain. “Saat itu hanya sedikit negara yang terkoneksi
Internet, dan banyak di antaranya yang tidak membutuhkan ccTLD,” tulis
Yu.
Jika pun membutuhkan, alih-alih institusi pemerintah,
penanggung jawab ccTLD di tiap negara biasanya dilakukan oleh pihak
akademisi di kampus-kampus atau lembaga riset.
Ketika teknologi internet kian menjamur di awal 1990-an, banyak
negara yang mulai menyadari potensi sosial ekonomi domain ccTLD.
Alhasil permintaan penggunaan domain unik ini pun kian meningkat.
Jumlahnya meroket dari hanya 41 ccTLD yang digunakan pada 1990
menjadi 108 ccTLD pada 1993 (Peter K. Yu, 2004). Domain ccTLD bahkan
juga mulai digunakan di negara-negara dengan jaringan internet
terbatas.
Seiring dengan perkembangan penggunaan ccTLD, kebutuhan
untuk mengatur penggunaannya pun semakin meningkat. Pada Maret
1994, Jon Postel menerbitkan RFC 1591 yang berisi panduan mengelola
ccTLD di setiap negara.
Salah satu hal krusial yang diatur adalah pentingnya ditunjuk
seorang kontak admin di setiap negara. Ada sejumlah persyaratan yang
diperlukan untuk menjadi kontak admin, salah satunya adalah harus
tinggal di negara yang bersangkutan. Peran kontak admin saat itu
sangat penting karena dia lah yang menjadi jembatan antara komunitas
internet nasional dan internasional.
Dalam perjalanannya, pengelolaan ccTLD tidak selalu berjalan
mulus. Domain .ps milik Palestina misalnya, sempat menjadi persoalan
yang berlarut-larut. Domain ini sebenarnya sudah diajukan oleh
komunitas internet Palestina pada 1997, tetapi ditolak. Tiga tahun
kemudian, ketika Palestina sudah diakui PBB dan terdaftar di ISO 3166,
domain .ps akhirnya resmi diakui. Palestina pun resmi mengggunakan
domain tersebut pada 23 Maret 2000.
Persoalan serupa juga sempat dialami oleh Uni Eropa yang
menginginkan domain .eu. Namun, karena kode EU tidak terdaftar di ISO
3166, permintaan tersebut tidak bisa dikabulkan. Baru pada 7 Desember
2005 domain .eu resmi diluncurkan.

27
Nama Domain dalam Ekosistem Internet

Dari sisi branding juga


lebih seksi.

- Bob Hardian -

Saat ini, penggunaan ccTLD sendiri sudah semakin masif.


Domain ccTLD dipandang sebagai identitas suatu negara dan menjadi
kebanggaan nasional. Domain ini juga lebih disukai karena pendek dan
mudah diingat. “Dari sisi branding juga lebih seksi,” ujar Bob Hardian.
Di seluruh dunia, registrasi domain ccTLD memang kian melonjak.
Laporan Verisign pada kuartal II 2018 menunjukkan saat ini terdapat
149,7 juta ccTLD dengan pertumbuhan sekitar 5,5 juta atau 3,8%
dari tahun ke tahun. Domain .cn milik China menjadi ccTLD dengan
pengguna terbanyak yang mencapai 22,7 juta.
Kendati melambangkan identitas, tidak semua ccTLD menjadi
hak eksklusif satu negara tertentu. Domain .tv milik Tuvalu misalnya,
justru banyak digunakan oleh industri penyiaran karena dianggap
merepresentasikan kata televisi. Pemerintah Tuvalu bahkan bisa
menerima jutaan dollar setiap tahunnya hanya dengan menyewakan
domain tersebut kepada perusahan non-Tuvalu.
Hal serupa juga terjadi pada beberapa domain lain, seperti .tk milik
Tokelau, .ly milik Libya, .cc kepunyaan Cocos Island, atau yang banyak
dipakai di Indonesia .co kepunyaan Kolombia.
Menurut Bob Hardian, hal ini sempat juga menjadi kekhawatiran
di dalam negeri. Sejak akhir 1980-an, Pusat Ilmu Komputer Universitas
Indonesia (Pusilkom UI) sebenarnya sudah memanfaatkan ccTLD .id
secara tidak resmi. Domain milik Indonesia sendiri akhirnya resmi
didaftarkan pada 27 Februari 1993 dengan M. Rahmat Samik Ibrahim
sebagai kontak admin.
Kala itu, banyak beredar persepsi bahwa .id memiliki arti identity,
bukan Indonesia. Hal tersebut membuat sejumlah pihak mendorong
penggunaan domain ccTLD dibandingkan dengan domain tingkat
dua (second level domain). “Karena itu [domain .id] bisa dipelesetkan
menjadi identity,” ungkap Bob Hardian.
Kendati domain .id sudah dimanfaatkan sejak akhir 1980-an,
faktanya perkembangan domain ccTLD Indonesia berjalan lambat.

28
Nama Domain dalam Ekosistem Internet

29
Nama Domain dalam Ekosistem Internet

Hingga tahun 2000-an, pengguna internet dalam negeri lebih banyak


mempergunakan domain gTLD seperti .com atau domain tingkat dua.
Seperti namanya, domain ini sebenarnya berada satu tingkat
dibawah domain tingkat atas seperti gTLD maupun ccTLD. Jika Indonesia
memiliki domain .id, domain tingkat dua yang biasa digunakan antara
lain .co.id untuk kalangan bisnis atau .ac.id untuk institusi pendidikan.
Kebijakan ini berubah sejak tahun 2014, ketika PANDI mulai
melepas ccTLD .id ke publik. Sebelumnya, masyarakat hanya bisa
menggunakan domain tingkat dua seperti .web.id atau .co.id.
Saat ini ada beberapa domain tingkat dua yang umum dipakai
seperti ac.id untuk lembaga Pendidikan, .go.id untuk institusi pemerintah,
.mil.id untuk militer, .sch.id untuk sekolah, hingga yang terbaru desa.id.

Internationalised Domain Names


Seiring dengan berkembangnya waktu, inovasi ccTLD juga terus
dilakukan. Salah satu terobosan yang signifikan adalah penggunaan

30
Nama Domain dalam Ekosistem Internet

IDN membantu
meningkatkan
diversitas bahasa
di dunia maya.
- Eurid -

alfabet non-latin sebagai ccTLD. Dengan demikian, negara-negara


yang tidak menggunakan huruf latin seperti Arab atau China bisa
mengaplikasikan ccTLD dengan bahasa lokal masing-masing. Domain
semacam ini disebut internationalised domain name (IDN).
Dalam laporan Eurid—lembaga registry domain .eu—disebutkan
awalnya IDN hanya bisa digunakan menggunakan second level domain.
Namun sejak 2009, IDN mulai diperbolehkan menggunakan top-level
domain dengan bahasa non-latin seluruhnya.
Kebijakan ini dimulai ketika sejumlah Negara, seperti Mesir, Arab
Saudi, Uni Emirat Arab, dan Federasi Rusia mulai mengajukan ccTLD
menurut bahasa masing-masing. Saat ini setidaknya terdapat 59 IDN
yang telah di resmikan, yang mana 47 di antaranya telah digunakan.
Hingga akhir 2013, terdapat 6 juta IDN yang digunakan di seluruh dunia.
Domain .рф (Rusia) menjadi IDN yang paling banyak digunakan di dunia.
“IDN membantu meningkatkan diversitas bahasa di dunia maya,”
tulis Eurid dalam laporannya.
Bahkan di beberapa tempat seperti Federasi Rusia dan Kawasan
Asia Timur, domain IDN berbahasa Cyrillic, Jepang, atau China lebih
mudah ditemukan ketimbang ccTLD berbahasa latin.
Laporan OECD tahun 2006 menjelaskan upaya semacam ini
bermula dari harapan untuk meningkatkan penetrasi internet ke seluruh
dunia, terutama di kawasan yang tidak menggunakan huruf alfabet.
Faktanya, pengguna bahasa Inggris merepresentasikan tidak lebih dari
sepertiga pemakai internet di dunia.
Persoalan diversitas bahasa di dunia maya sejatinya sudah menjadi
perhatian sejumlah pihak sejak lama. Saat ini ada sekitar 6.000-8.000
bahasa yang digunakan oleh 7 miliar penduduk dunia. Namun, bahasa
Inggris tetap mendominasi di dunia maya. Pada akhir 2014, bahasa
Inggris diperkirakan mewakili 55 persen dari total konten website di

31
Nama Domain dalam Ekosistem Internet

seluruh dunia (Eurid, 2014).


Dari waktu ke waktu nama domain memang selalu menyajikan
perkembangan menarik. Mulai dari inovasi hingga harga jualnya yang
kian fantastis. Nama domain bukan lagi sekadar alat bantu. Nama
domain telah menjadi identitas seseorang, komunitas, kalangan bisnis,
hingga suatu negara di dunia maya.***

32
BAB 3

Sejarah
Pengelolaan
Nama Domain

33
Sejarah Pengelolaan Nama Domain

S
ebuah surat elektronik (e-mail) meluncur ke alamat milik Rahmat
M Samik-Ibrahim, dosen Pusat Ilmu Komputer Universitas
Indonesia (Pusilkom UI) pada 30 September 1997. Tertulis jam 10
pagi. Ini bukan e-mail biasa. Ini e-mail bersejarah yang bakal mengubah
pengelolaan nama domain internet di Indonesia. Surat elektronik
tersebut ditunggu oleh dosen yang istimewa itu. Ya, selain mengajar di
Pusilkom UI, dosen yang disapa Samik ini adalah admin nama domain
internet di Indonesia sejak 1993.
Samik merupakan orang pertama yang mengelola Country Code-
Top Level Domain (CC-TLD) atau Nama Domain Tingkat Tertinggi .ID
(DTT-ID) dan Domain Tingat Dua (DTD) di Indonesia, bersama Asosiasi
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) melalui ID-NIC (Indonesia
Network Information Center).
Pada masa itu, ketika internet langka dan hanya populer di
kalangan akademik, peran kontak admin dan kontak teknis nama
domain internet wajar dilakukan oleh individu atau orang. Bukan oleh
lembaga atau perkumpulan seperti PANDI (Pengelola Nama Domain
Internet Indonesia) sekarang.

Rahmat M Samik-Ibrahim

34
Sejarah Pengelolaan Nama Domain

Krisis ini baru berakhir


pada siangnya, dengan
beredarnya e-mail BR233 (Budi)
yang menyatakan kesediaanya
untuk berpartisipasi. Keadaan
aman-tentram selama beberapa
bulan berikutnya.
- Rahmat M Samik-Ibrahim -

Siapa pengirim e-mail bersejarah itu?


Pengirimnya adalah Ir Budi Rahardjo MSc PhD, yang baru
pulang dari Kanada usai menyelesaikan program doktor di Universitas
Manitoba, Winnipeg. Isi surat elektronik itu adalah kesediaan Budi
menjadi pengelola nama domain internet, menyusul rencana Samik
mengembalikan pengelolaan nama domain di Indonesia pada IANA

Ir Budi Rahardjo MSc PhD

35
Sejarah Pengelolaan Nama Domain

Waktu itu saya baru


pulang dari Kanada.
Pada satu kesempatan, Pak
Samik bilang untuk mengelola
domain internet. Dengan naif,
saya jawab bolehlah, tanpa
tahu masalahnya (perseteruan
dengan APJII).
- Budi Rahardjo -

(Internet Assigned Number Authorty), akibat perseteruannya dengan


APJII lewat ID-NIC. Inilah e-mail yang ditunggu-tunggu Samik dan kelak
menjadi salah satu solusi dari perseteruan pengelolaan domain antara
Samik (UI) dan APJII saat itu.
“Krisis ini baru berakhir pada siangnya, dengan beredarnya e-mail
BR233 (Budi) yang menyatakan kesediaanya untuk berpartisipasi.
Keadaan aman-tentram selama beberapa bulan berikutnya,” tulis Samik
dalam catatan digital di laman: rms46.vlsm.org.
Budi mengaku tidak sengaja bertemu Samik dan bisa dikatakan
baru kenal masa itu. “Waktu itu saya baru pulang dari Kanada. Pada
satu kesempatan, Pak Samik bilang untuk mengelola domain internet.
Dengan naif, saya jawab boleh lah, tanpa tahu masalahnya (perseteruan
dengan APJII),” ungkap Budi Rahardjo (56) yang kini Lektor Kelompok
Keahlian Teknik Komputer Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Anggota
Representatif PANDI.
Saat itu Samik meminta bantuan kepada Budi untuk empat hal.
Pertama, membuat usulan baru mengenai pedoman pengelolaan DTT-
ID beserta DTD sebelum 6 Februari 2003. Kedua, secara berkala membuat
laporan kepada publik perihal kemajuan, hambatan, dan rencana jangka
pendek atau panjang yang dicapai melalui milis atau pengumuman
khusus untuk keperluan tersebut. Ketiga, membentuk milis baru yang
khusus mendiskusikan hal berhubungan dengan DTT-ID, serta wahana
untuk menerima masukan dari publik.
Dan keempat, usulan tersebut dapat sejalan atau bertentangan
dengan gagasan pengelola DTT-ID berikut ini; apabila terjadi

36
Sejarah Pengelolaan Nama Domain

pertentangan tidak dapat diselesaikan secara musyawarah dan mufakat,


atau Budi lalai membuat laporan selama empat bulan berturut-turut
atau delapan bulan tidak berturut-turut, pengelola DTT-ID bersedia
mengembalikan DTT-ID kepada IANA, dengan proses yang dapat
berlangsung secara bertahap hingga maksimum 30 minggu.
Setelah bersedia memenuhi empat permintaan Samik tersebut,
tidak otomatis Budi menggantikan Samik sebagai admin domain

Nama domain internet di Indonesia dikelola oleh Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI).

37
Sejarah Pengelolaan Nama Domain

GRAFIK
PERTUMBUHAN
DOMAIN
APRIL 2006 - FEBRUARI 2007

co.id
.id
.org
1200
Agu’06

Nov’06

Des’06

1000
Jul’06

Sep’06
Jun’06
Mar’06

Okt’06

Jan’07
April’06

800
Feb’07

600

400

200

38
Sejarah Pengelolaan Nama Domain

di Tanah Air. Zaman itu, komunitas internet Indonesia sangat kuat


dengan spirit kekerabatan yang tinggi. Sehingga Budi perlu mendapat
persetujuan dari orang-orang yang ‘dituakan’ di komunitas internet
saat itu. Tanpa ‘suara’ dari mereka, Budi akan sulit mengelola nama
domain menggantikan Samik. Masa itu yang dituakan dan dihormati
di komunitas internet Indonesia adalah Joseph (Jos) F.P. Luhukay (dosen
Pusilkom UI) dan Sanjaya (PT Indonet--ISP pertama di Indonesia).
“Berdasarkan e-mail mereka; Pak Jos, Sanjaya, dan Samik setuju
untuk mendukung saya. Karena tidak ada yang keberatan, maka saya
pun menjadi pengganti Pak Samik untuk mengelola nama domain di
Indonesia,” ujar Budi.
Budi pun mulai merapikan pengelolaan nama domain di Indonesia.
Tahap awal, dia dibantu oleh Maman Sutarman (Pusilkom UI), yang
berperan sebagai admin teknikal dengan tetap mendapat dukungan
administratif dari APJII, meski sisa perseteruan dengan Pak Samik belum
hilang.

Salah satu tugas PANDI adalah menyediakan layanan registry nama domain tingkat tinggi Indonesia (ccTLD-ID) secara profesional.

39
Sejarah Pengelolaan Nama Domain

Sebagai admin domain, Budi berada di ITB, Bandung, sedangkan


Maman di Pusilkom UI, Salemba, Jakarta. Meski berjarak Jakarta-Bandung,
keduanya mulai menata pengelolaan nama domain di Indonesia.
Kondisinya saat itu serba sulit. Banyak pihak yang belum peduli, bisa
dibilang saat itu pengelolaan nama domain di Indonesia sangat sulit.
Namun, dengan kompak dan spirit komunitas, duet Budi-Maman
menata dari awal sistem domain di Tanah Air. Semua dipersiapkan satu
demi satu, meski tanpa infrastruktur memadai.
Namun, perlahan tapi pasti bantuan mengalir kepada Budi dan
Maman. Misalnya, bantuan server dan rack dari IDC. Kemudian backup
server yang bersedia dipasang di PT Indosat, PT Telkom, dan lain-lain.
Beberapa perusahaan lain juga membantu, seperti HP dan Microsoft,
yang menyumbangkan perangkat keras dan lunaknya. Semakin banyak
pihak dan perusahaan membantu dengan spirit kebersamaan ala
komunitas internet.
Dukungan itu membuat pengelolaan nama domain di Indonesia
semakin lancar. Tanpa berleha-leha, Budi dan Maman memulai
mengangkat bendera start, tanda pengelolaan ‘baru’ dimulai.
Tanpa bermaksud mengubah banyak pengelolaan ala Samik,
Budi-Maman pun meminta bantuan komunitas internet untuk membuat
‘aturan main’ nama domain di Indonesia. Waktu itu baru ada sembilan
level nama domain di Indonesia. Singkatnya, akhirnya dicapailah
beberapa kesepakatan sebagai berikut:
1. Domain ac.id untuk akademik, adminnya adalah Dr Bobby Achirul
Awal Nazief (UI)
2. Domain or.id untuk organisasi lain-lain, admin Bob Hardian (UI)
3. Domain net.id untuk perusahaan jasa internet, admin Sanjaya
(Indonet)
4. Domain co.id untuk organisasi komersial, admin Indra K Hartono
5. Domain go.id untuk pemerintahan-lembaga negara, admin R Santoso
6. Domain mil.id untuk militer, admin TNI AL
“Setelah admin dari komunitas disepakati, kami segera duduk
bersama untuk merumuskan aturan masing-masing domain. Misalnya
persyaratan untuk mendaftar domain,” ujar Budi.
Saat itu ditetapkan beberapa persyaratan untuk pendaftaran
domain berdasarkan hasil kesepakatan admin dan komunitas

40
Sejarah Pengelolaan Nama Domain

STATISTIK
PENDAFTARAN
BULAN JANUARI 2017

289
or.id
189
co.id
18
ac.id 154
web.id
17
sch.id 80% 09:00 AM

#1 or.id
10
war.net.id

#2 co.id
12
go.id
REGISTRATION
USERNAME
#3 web.id
PASSWORD
2
net.id

#4 ac.id Remember me
0
Forgot password
mil.id

NEXT
#5 sch.id
Lorem ipsum dolor ?

#6 go.id

#7 war.net.id
TOTAL

691
#8 net.id

#9 mil.id

41
Sejarah Pengelolaan Nama Domain

STATISTIK
PENDAFTARAN
BULAN FEBRUARI 2017

406
web.id
157
co.id
18
ac.id
31
or.id
16
sch.id 80% 09:00 AM

#1 web.id
1
war.net.id

#2 co.id
12
go.id
REGISTRATION
USERNAME
#3 or.id
PASSWORD
0
net.id

#4 ac.id Remember me
0
Forgot password
mil.id

NEXT
#5 sch.id
Lorem ipsum dolor ?

#6 go.id

#7 war.net.id
TOTAL

641
#8 net.id

#9 mil.id

42
Sejarah Pengelolaan Nama Domain

Meski ada yang punya uang


miliaran, kalau tidak sesuai
persyaratannya, domainnya
tidak kami berikan. Jadi
semangatnya komunitas, yakni
menjaga supaya tidak terjadi
salah alamat.
- Budi Rahardjo -

internetnya. Berikut kesepakatan mengenai persyaratan nama domain:


1. Domain ac.id, persyaratannya perguruan tinggi minimal D3 ke atas
dengan bukti surat dari rektor
2. Domain co.id; SIUP, NPWP, dan perusahaan terdaftar di kementerian
terkait
3. Domain or.id; cukup dengan KTP
4. Domain net.id; perusahaan terdaftar di Kementerian Komunikasi
dan Informatika
Menurut Budi, persyaratan-persyaratan tersebut sangat lugas,
dengan konsep tidak bakal salah atau disalahgunakan, karena identitas
si pendaftar sangat jelas. Prinsip bahwa domain adalah nama alamat
internetnya diterapkan di sini, sehingga tidak terjadi salah alamat, jika
nama domain tersebut digunakan dengan benar.
“Meski ada yang punya uang miliaran, kalau tidak sesuai
persyaratannya, domainnya tidak kami berikan. Jadi semangatnya
komunitas, yakni menjaga supaya tidak terjadi salah alamat,” katanya.
Toh, kesepakatan dan peraturan-peraturan tersebut bukannya
tanpa protes. Tidak sedikit orang di komunitas internet yang memprotes
persyaratan pendaftaran, misalnya. Agar tidak berlarut-larut, sebagai
admin domain, Budi pun mendorong para admin komunitas domain
mengajak diskusi para pihak yang kontra. Kondisi tersebut tidak hanya
terjadi sekali, bahkan berkali-kali. Namun, akhirnya masalah ini bisa
diselesaikan. Dengan semangat keterbukaan dan egaliter ala komunitas,
pihak yang protes akhirnya bisa memahami dan mendukung peraturan
yang dibikin Budi dan para admin komunitas tersebut.

43
Sejarah Pengelolaan Nama Domain

STATISTIK
PENDAFTARAN
BULAN APRIL 2017

42
or.id
195
co.id
20
ac.id 348
36
sch.id
web.id
80% 09:00 AM

#1 web.id
8
war.net.id
#2 co.id
7
go.id
REGISTRATION
#3 or.id
4
USERNAME

PASSWORD net.id
#4 sch.id Remember me

Forgot password
0
mil.id
#5 ac.id NEXT

Lorem ipsum dolor ?

#6 war.net.id

#7 go.id
TOTAL

660
#8 net.id

#9 mil.id

44
Sejarah Pengelolaan Nama Domain

Jadi, sebenarnya yang bekerja adalah komunitas-komunitas itu


dalam pengelolaan nama domain sejak sepeninggalan Samik. “Tapi yang
dikenal saya dan Maman sebagai pengelola domain,” kenang Budi sambil
tersenyum.

Biaya Pendaftaran
Duet Budi-Maman berhasil menata nama domain internet di
Indonesia. Pada periode 1997-1998, diperkirakan jumlah domain di
Indonesia sekitar 2.000 nama. Ketika jumlah domain semakin besar, ada
pemikiran untuk memungut biaya pendaftaran domain dari semula
tanpa biaya alias gratis.
Ide biaya pendaftaran ini timbul, akibat keterlibatan pihak ketiga
dalam manajemen atau pengelolan nama domain. Apalagi faktanya, ada
biaya operasional yang harus dikeluarkan akibat makin banyaknya nama
domain yang terdaftar. Saat itu, IANA yang berada di Amerika Serikat,
merupakan lembaga yang mengatur nama domain internet di seluruh dunia.
“Mulailah IANA meminta biaya kepada negara-negara anggota
termasuk Indonesia. Biayanya US$ 1 per domain per tahun. Jerman
dan Inggris keberatan saat itu. Apalagi jumlah domain mereka sangat
banyak, mencapai 100 ribuan nama. Maka ributlah,” ungkap Budi.
Protes keras Jerman dan Inggris terhadap IANA terus berlanjut,
hingga akhirnya dibentuklah badan baru yang mengatur sistem internet
secara global supaya operasinya stabil dan aman. Pada 18 September
1998, terbentuklah ICANN (Internet Corporation for Assigned Names
and Numbers). Organisasi swasta nirlaba ini berpusat di Playa Vista, Los
Angeles, California, Amerika Serikat. Sejak itu, proses pembayaran biaya
pendaftaran domain pun berpindah dari IANA ke ICANN.
Indonesia, lanjut dia, juga melakukan protes ihwal biaya
pendaftaran dari IANA ke ICAN. Sebab secara administratif, kondisinya
sebagai admin domain di Indonesia sangat kesulitan bekerja. Bayangkan,
Budi harus mengelola lebih dari 2 ribu nama domain. Memang masih
sedikit dibandingkan Inggris atau Jerman yang punya lebih dari 100 ribu
nama.
“Saya pun negosiasi dengan ICANN. Saya katakan, internet di
Indonesia baru berkembang. Tapi kami juga tidak mau jadi parasit di
ICANN. Jadi kami mau bayar, tapi maunya hanya US$ 2.500 dolar per
tahun untuk semua domain di Indonesia. Jangan dihitung per domain,
supaya kami juga berkontribusi,” kenang Budi.

45
Sejarah Pengelolaan Nama Domain

Saya pun negosiasi dengan


ICANN. Saya katakan, internet
di Indonesia baru berkembang. Tapi
kami juga tidak mau jadi parasit di
ICANN. Jadi kami mau bayar, tapi
maunya hanya US$ 2.500 dolar
per tahun untuk semua domain
di Indonesia. Jangan dihitung
per domain, supaya kami juga
berkontribusi.
- Budi Rahardjo -

Persoalannya, pendaftaran nama domain di Indonesia saat itu


gratis. Lantas dari mana Budi dan Maman mendapat uang untuk
membayar iuran ke ICANN?
Berdasarkan kesepakatan bersama dengan para admin komunitas
domain, ditetapkanlah biaya pendaftaran nama domain di Indonesia:
Rp 150 ribu yang berlaku seumur hidup. Istilahnya, one time fee. Biaya itu
hanya untuk menutupi biaya operasional, bukan untuk membayar gaji
Budi dan Maman. Karena keduanya memang tidak menerima gaji.
“Kami mendiskusikan biaya ini dengan Samik, tapi dia tidak setuju.
Alasannya, struktur biaya Rp 150 ribu itu dari mana? Saya pun dikatakan
mau jadi preman,” ucap Budi.
Meski ditentang Samik, Budi tetap memungut biaya pendaftaran
nama domain Rp 150 ribu per domain yang berlaku seumur hidup. Untuk
penagihan biaya tersebut, Budi dan Maman bekerja sama dengan APJII, yang
sekaligus berperan sebagai pengelola administrasi keuangannya. Sebagai
imbalannya, APJII mendapat 50 persen dari biaya pendaftaran tersebut.
“Pak Samik marah lagi. Kali ini sebagai komunitas internet,” ungkap
Budi.
Sylvia Widyantari mengamini soal imbalan pada APJII tersebut. Saat
itu pengusaha internet yang biasa disapa Sylvia Sumarlin ini menjabat
sebagai Bendahara APJII.

46
Sejarah Pengelolaan Nama Domain

“Saya waktu itu adalah bendahara APJII yang melaksanakan


kerjasama antara Budi Rahardjo dan APJII untuk bagi hasil,” ujar Sylvia
yang dijumpai di kantornya di kawasan Matraman, Jakarta Timur, baru-
baru ini.
Sayangnya, kerja sama ini tidak bisa berjalan mulus akibat banyak
penagihan yang gagal. Hal ini bermula dari banyak anggota APJII yang
tidak mau membayar karena memang tidak ada sanksi sama sekali.
Keadaan semakin kisruh, ketika para pengurus APJII juga terlibat dalam
penunggakan ini. Apalagi saat itu sistem pembayaran dilakukan secara
tunai kepada staf harian APJII yang melakukan penagihan. Bagi yang
melakukan pembayaran ke bank secara langsung, maka seringkali tidak
dapat dikenali pengirimnya.
Sebagai bendahara yang baru menjabat, kata Sylvia, dana-dana
yang terkumpul digunakan untuk operasional APJII. Namun, utang APJII
jauh lebih besar dari penghasilan termasuk perpajakan. Sehingga pada
periode 2004-2006, APJII berkonsentrasi pada pemulihan keuangan dan
penerapan perpajakan yang benar.
Puncak perpecahan antara Budi Rahardjo dan APJII terjadi pada
Agustus 2005. Kecurigaan di antara mereka dan perbedaan kebijakan
dalam mengelola nama domain membuat pihak kepolisian dan
Kementerian Kominfo terlibat untuk memecahkan masalah. Pimpinan
APJII menggunakan jalan keras dengan menempuh jalur hukum,
sehingga perpecahan tidak bisa terelakkan. Terjadi perbedaan pendapat,
lebih tepatnya perbedaan mengatur APJII sebagai organisasi.
“Ringkasnya, beberapa anggota tidak setuju dengan apa yang
dikerjakan APJII, sehingga terjadi perpecahan di dalam pengurus pusat
APJII. Karena di dalam lagi kisruh, urusan nama domain jadi terbengkalai.
Sebagian orang menganggap nama domain 100 persen dikuasai APJII,
di sisi lain berpandangan domain itu adminnya milik Budi Rahardjo,”
kenang Sylvia.
Untuk menyiasati problem piutang tersebut, Budi menawarkan ide,
yakni menjadikan internet service provider (ISP) --yang notabene anggota
APJII, sebagai registrar alias yang menerima biaya pendaftaran. Namun,
ide ini ditolak mentah-mentah oleh APJII. Alasan yang dibuat Asosiasi
ISP di Indonesia adalah Budi seolah-olah ingin ‘mengadu’ APJII dengan
anggotanya sendiri. Padahal saat itu Budi sudah sempat melakukan fit
and proper test terhadap lima ISP untuk ditunjuk sebagai registrar.
Kondisi tersebut justru membuat APJII naik pitam, bahkan
menuntut Budi secara hukum, karena dianggap melanggar kontrak kerja

47
Sejarah Pengelolaan Nama Domain

sama. Budi pun seperti mengulang perseteruan dengan APJII.


“Kisruh saya dengan APJII itu terjadi karena masalah finansial.
Padahal saya sendiri tidak punya apa-apa. Untuk mencari solusi, saya pun
bikin help desk,” ucapnya.
Dengan alasan ingin fokus menangani ID-CERT (Indonesia
Computer Emergency Response Team), Budi memilih tidak melanjutkan
menjadi admin domain internet di Indonesia. Namun, dia memiliki
formula agar pengelolaan domain yang dirintisnya bisa tetap berjalan
dengan baik.
Saat itu Budi mengusulkan agar admin domain penggantinya
adalah generasi muda internet Indonesia. Tujuannya agar terjadi
regenerasi. Namun yang terjadi malah sebaliknya. Justru terjadi rebutan
admin, hingga lahirlah ide membuat organisasi untuk mengelola domain
seperti PANDI sekarang. Namun, APJII kembali tidak setuju, dengan
alasan tidak dilibatkan dalam usulan tersebut.
Ribut-ribut pun kembali tak terelakkan, terjadi antara komunitas
internet dan APJII. Berbagai upaya negosiasi pun dirintis untuk
menyelesaikan problem tersebut.
“Tidak terjadi kompromi juga. Sedangkan, saya malas juga
ngurusin. Makin besar ributnya, antara komunitas internet dan korporasi
yang diwakili APJII. Lalu pemerintah lewat Departemen Komunikasi dan
Informatika/Depkominfo ingin ambil alih. Saya katakan nggak boleh,
tetap harus diselesaikan (ributnya). Sebab internet itu di Indonesia
dibesarkan oleh komunitas,” tegas Budi.
Meski tidak berakhir manis, duet Budi-Maman sebagai admin
domain dan teknis bisa dikatakan berhasil menata nama domain internet
di Indonesia dengan rapi selama periode 1998-2005.
Saat dijumpai di kantornya medio 2018, Dirjen Semuel Pangerapan
menjelaskan soal kekisruhan antara Budi dan APJII.
Kata dia, terjadi perbedaan pendapat yang membuat hubungan
kerja sama antara APJII dan Budi Rahardjo putus, sesuai kontrak kerja
sama kedua pihak. Hingga akhirnya terjadi perselisihan (antara Budi dan
APJII) dan pengelolaan domain pun diserahkan kepada pemerintah pada
2005.
“Karena tidak boleh mengelola domain internet, akhirnya
pemerintah membuat regulasi untuk mengatur itu, yang mana isinya
menbahas bagaimana organisasi sebaiknya. Saat itu banyak usulan. Saya
saat itu masih terlibat, sampai ada usulan (dikelola) yayasan; Yayasan

48
Sejarah Pengelolaan Nama Domain

Nama Domain Indonesia. Setelah itu, saya tidak terlibat lagi. Saya tidak
terlibat sama sekali dalam pembentukan PANDI. Pembentukan PANDI
berisi perkumpulan yang terdiri dari perwakilan dari APJII, komunitas,
dan pemerintah,” kata Semuel.

Dikelola Pemerintah
Ribut-ribut antara komunitas internet dan APJII tak kunjung
padam pada 2005. Meski sudah mengundurkan diri, nama Budi Rahardjo
tetap tercatat sebagai kontak admin domain dan Maman sebagai kontak
teknikal di ICANN.
Akibat pertikaian itu, pelayanan kepada publik terkait pendaftaran
nama domain saat itu pun terancam berantakan. Melihat kondisi ini
dan menghindari dampak lebih buruk ke depan, pemerintah diwakili
Cahyana Ahmad Jayadi, Dirjen Aplikasi Telematika Depkominfo dan
Lolly Amalia, Direktur Sistem Informasi, Perangkat Lunak dan Konten,
melakukan mediasi.

PANDI memberikan konsultasi dan dukungan teknis pada anggota dalam pengelolaan nama domain.

49
Sejarah Pengelolaan Nama Domain

Pada periode 2005-2007, pengelolaan nama domain pernah dilakukan oleh pemerintah.

Namun, proses mediasi ini pun gagal total. Pihak bertikai tidak
bersedia mengalah. APJII tidak ingin Budi Rahardjo mengelola kembali
domain di Indonesia. Sedangkan Budi juga tidak mau dikelola APJII
karena merasa dirinya lah yang menerima mandat dari Samik Ibrahim
sebagai pengelola pertama.
“Akhirnya, mereka setuju menyerahkan pengelolaan domain
kepada pemerintah. Namun hanya sementara, sampai dibentuk
lembaga yang mengelola nama domain,“ kenang Lolly Amalia baru-baru
ini. Mediasi itu dilakukan pada tanggal 15 Agustus 2005.
Lolly yang ditunjuk Dirjen Aplikasi Telematika Cahyana pun
bertindak cepat, setelah Budi Rahardjo dan APJII setuju menyerahkan
pengelolaan nama domain kepada Depkominfo untuk sementara.
Namun, proses ini ternyata tidaklah mudah.
Kendala teknis seperti infrastruktur dan bujet, akibat terjadi di
tengah tahun anggaran, dialami Lolly di saat-saat awal mengelola nama
domain. Apalagi saat itu pemerintah hanya menerima 1 (satu) keping
CD zone file tanpa sistem, perangkat keras, dan perangkat lunak atau

50
Sejarah Pengelolaan Nama Domain

Pak Menteri Sofyan


Djalil mengatakan agar
pengelolaaan nama
domain diserahkan kembali
kepada mereka (masyarakat).

- Lolly Amalia -

aplikasi dari pengelola sebelumnya, sehingga tidak bisa dijalankan di


mana-mana.
Menurut Lolly, pemerintah hanya melanjutkan pengelolaan nama
domain seperti sebelumnya. Proses pendaftaran domain pun seperti
biasa, tidak ada perubahan berarti. Pendaftaran diterima lewat telepon
dan registrar seperti CBN dan PT Telkom.
Publik pun akhirnya tahu pemerintah menjadi pengelola nama
domain. Alhasil, banyak pertanyaan dan kritik dari publik tentang hal
itu. Di sisi lain, semakin terbukanya ‘masalah’ itu, ternyata banyak pula
pihak yang menawarkan dan memberikan bantuan kepada pemerintah.
Seperti bantuan server, ide mengembangkan aplikasi sistem pendaftaran
nama domain, dan sebagainya. Problem pun terpecahkan dan seiring
berjalannya waktu serta tersedianya anggaran, pemerintah dengan
dibantu anak-anak muda lulusan UI berhasil mengembangkan sistem
pendaftaran nama domain.
Satu hal yang sangat diingat Lolly saat menjadi pengelola nama
domain adalah syarat-syarat pendaftaran diperketat, terutama untuk
domain co.id. Seperti punya izin pendirian perusahaan. Kemudian jika
merek, harus dideskripsikan produknya apa, bukti merek dari Ditjen Hak
atas Kekayaan Intelektual (HKI) Kementerian Hukum. Jika sedang proses
mengajukan HKI, harus dilampirkan suratnya, bersama akte notaris, izin
pendirian, dan sebagainya.
“Memang kalau kita mau aman, pasti tidak nyaman. Kalau mau
nyaman, pasti tidak aman. Yang kedua masyarakat beranggapan .co.
id tidak keren seperti .com. Padahal kami ingatkan dotcom itu server-
nya di Amerika, sehingga jika terjadi sesuatu, kami tidak bisa bantu,”
ungkapnya,” ungkapnya.
Pengelolaan nama domain oleh pemerintah tidak berumur
panjang. Sesuai amanat komunitas internet di Tanah Air, nama domain
mesti dikelola oleh masyarakat. Padahal saat itu Depkominfo merasa

51
Sejarah Pengelolaan Nama Domain

52
Sejarah Pengelolaan Nama Domain

yakin bisa mengelola nama domain seterusnya. Apalagi dukungan


anggaran dan SDM dari pemerintah sudah tersedia. Serta dukungan dari
publik secara sukarela juga semakin meluas.
Namun, Menteri Komunikasi dan Informatika saat itu, Sofyan Djalil,
memerintahkan mengembalikan pengelolan nama domain kepada
masyarakat sesuai amanat Undang-Undang No 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik.
“Pak Menteri Sofyan Djalil mengatakan agar pengelolaaan nama
domain diserahkan kembali kepada mereka (masyarakat),” ucap Lolly.
Maka, lanjut dia, pada Juni 2007, Depkominfo menyerahkan
pengelolaan nama domain di Indonesia pada PANDI. Saat itu proses
soft launching dimulai dengan menyerahkan kepada Teddy Sukardi,
Ketua PANDI Periode 2006-2011. Ya, pemerintah hanya mengelola nama
domain kurang dari dua tahun, sejak menerima mandat pada 31 Agustus
2005.
Menurut laman pandi.id, PANDI dibentuk oleh komunitas internet
Indonesia bersama pemerintah pada 29 Desember 2006 untuk menjadi
registry domain .id. Pada 29 Juni 2007, Departemen --kini Kementerian--
Komunikasi dan Informatika secara resmi menyerahkan pengelolaan
seluruh domain internet Indonesia kepada PANDI, selain go.id dan mil.id.
Penyerahan pengelolaan domain .id ini dituangkan dalam Berita Acara
Penyerahan Pengelolaan Domain .id dengan No BA-343 Tahun 2007 dari
dirjen aptel ke PANDI.
Sejak itu, PANDI menjadi pengelolaan nama domain tingkat tinggi
Indonesia (.id) dan domain-domain tingkat dua di bawahnya.

Perintis Rahmat M Samik-Ibrahim


Pengelola pertama nama domain internet di Indonesia adalah
dosen Pusilkom UI bernama Rahmat M Samik-Ibrahim. Hal ini tak lepas
dari perannya bersama dosen Pusilkom UI lain, Joseph F.P. Luhukay,
membawa teknologi internet pertama di Indonesia. Dari kampus,
internet dipergunakan di Indonesia untuk kali pertama.
Samik, begitu dia disapa, menjadi admin nama domain internet di
Indonesia, sekaligus orang pertama yang mengelola Country Code-Top
Level Domain (CC-TLD) atau Nama Domain Tingkat Tertinggi .ID (DTT-ID)
dan Domain Tingat Dua (DTD) di Indonesia pada periode 1993-1998.
Menurut Sanjaya, Deputy Director General APNIC, awal

53
Sejarah Pengelolaan Nama Domain

pengelolaan nama domain internet di Indonesia dilakukan oleh


akademisi secara part-time. Saat itu dimungkinkan pengelolaannya
adalah perorangan atau individu, karena teknologi internet saat itu
masih baru dan hanya familiar di kalangan kampus atau akademisi.
Sehingga publik tidak banyak tahu dan paham soal internet dan domain
internet. Tidak seperti sekarang yang dikelola oleh perkumpulan seperti
PANDI di Indonesia.
“Saat itu awalnya sederhana saja, pendaftaran nama domain
melalui korespondensi via e-mail,” ujar Sanjaya, lewat e-mail dari
Brisbane, Australia.
Samik membuat catatan digital soal pengelolaan nama domain
internet di Indonesia di laman: rms46.vlsm.org. Dalam satu bagian, dia
menceritakan ihwal pemanfaatan pertama DTT-ID di Indonesia. Sayang,
Samik tidak bersedia diwawancarai oleh tim buku PANDI soal perannya
sebagai pengelola pertama nama domain di Indonesia.
Mengutip laman tersebut, Samik menjelaskan, DTT-ID secara
tidak resmi lama dimanfaatkan oleh Pusat Ilmu Komputer Universitas
Indonesia (Pusilkom UI) dalam perangkat lunak pendukung UUCP, yaitu
pathalias dan uumap. Menurut mantan postmaster indogtw.uucp, Partono
Rudiarto alias Didik, DTT-ID digunakan sejak akhir 1980-an. Tentu saja,
yang dapat menginterpretasikan domain, seperti indogtw.ui.ac.id1 pada
saat itu, hanyalah komputer yang menjalankan program pathalias pada
program smail atau sendmail-nya.
Namun, keluhan pun banyak muncul, mengingat sebagian besar
masyarakat internet tidak dapat memberikan reply pada e-mail yang
berasal dari Indonesia melalui simpul indogtw.uucp. Seperti Christopher
J.S. Vance --saat itu staf di Australian Defense Force Academy-- pada awal
1993 memberikan kritikan mengenai penggunaan DTT-ID di uucpmap
yang tidak berlaku global.
Kemudian banyak desakan muncul, agar DTT-ID didaftarkan secara
resmi. Maka sejak 1988, UI berupaya mencari penyelesaian pengurusan
DTT-ID tersebut, dengan mendekati beberapa institusi, seperti Ditjen
Pos dan Telekomunikasi Departemen Komunikasi dan Informatika, PT
Indosat, Perumtel --kini PT Telkom, PT Lintasarta, dan lain-lain.
Sayang sekali, pada saat itu, pengetahuan dan minat institusi
tersebut terhadap internet sangat minim, jika tidak mau dikatakan
tidak ada. Sehingga, Pusilkom UI pun ‘terpaksa’ mengurusi DTT-ID
tersebut. Namun, pada awal 1993, UI menunjukkan keberatan untuk
menindaklanjuti pendaftaran DTT-ID tersebut, karena alasan teknis dan

54
Sejarah Pengelolaan Nama Domain

Pola penamaan DTD dua huruf tersebut mengikuti Korea.

tidak mau direpotkan pada konsekuensi administrasinya.


Persoalan ini ada titik terang, setelah terbentuknya sebuah
kelompok kerja informal, hasil pertemuan di Kampus UI Depok pada 8
Mei 1992. Kelompok yang lebih dikenal dengan nama paguyuban ini
adalah para perwakilan dari BPPT, LAPAN, STT Telkom, dan UI. Hasil dari
pertemuan paguyuban tersebut antara lain dibukanya:
1. Link UUCP antara BPPT dan UI (Depok)
2. Link radio 407 MHz antara UI (Depok) dan LAPAN (Rancabungur, Bogor)
3. Disambung link radio 139 MHz antara LAPAN (Rancabungur) dan ITB
“Paguyuban itu dapat dikatakan menjadi perintis kerja sama
jaringan komputer antarinstitusi di Indonesia. Salah satu faktor
pendukung sukses paguyuban ini ialah dukungan teknis jarak jauh dari
sebuah mailing-list (milis) bernama PAU-MIKRO. Pada awalnya, milis
ini merupakan wahana komunikasi para staf PAU Mikro Elektronika
ITB yang sedang tugas belajar di luar negeri, kemudian berkembang
menjadi sebuah forum diskusi teknis terbuka,” ujar Samik dalam catatan
digitalnya.

55
Sejarah Pengelolaan Nama Domain

Pembukaan link tersebut menyebabkan peningkatan penggunaan


DTT-ID beserta DTD tidak resminya. Desakan untuk mendaftarkan DTT-
ID secara resmi dan formal pun meningkat. Hal ini menyebabkan UI
memberanikan diri mendaftarkan DTT-ID melalui bantuan UUNET di
Amerika Serikat. Awalnya, UUNET menyiapkan MX agar semua e-mail
tujuan .id di-forward ke indogtw. Saat tersebut, baru ada dua DTD yang
digunakan, yaitu ac.id untuk pendidikan tinggi, yakni itb.ac.id, ugm.ac.id,
dan ui.ac.id. Serta go.id untuk lembaga Negara, seperti bppt.go.id, dikti.
go.id, dan sebagainya.
Masalah baru timbul, lantaran indogtw mulai banyak menerima
e-mail dengan alamat keliru. Untuk mengatasi hal tersebut, mulai 25
Mei 1993, semua e-mail untuk ‘.id’ difilter oleh UUNET, sehingga hanya
melewatkan Domain Tingkat Dua (DTD): ac.id, co.id, etc.id, go.id, mi.id,
or.id, dan test.id.
Menurut Partono Rudiarto, pola penamaan DTD dua huruf tersebut
mengikuti Korea. Negara-negara lain yang menggunakan model DTD

Menyelenggarakan komunikasi antaranggota dan pengguna nama domain; antara anggota dan pemerintah; dan antaranggota
dengan asosiasi semitra di dalam dan di luar negeri.

56
Sejarah Pengelolaan Nama Domain

dua huruf adalah Jepang, Inggris, New Zealand, dan lain-lain.


Agar pendelegasian berlangsung lebih mudah, dengan bantuan
Christopher Vance, sejak 5 April 1994, primary name server DTT-ID
dipindahkan dari UUNET ke ADFA. Secara bersamaan, permintaan
pendelegasian domain pun muncul. Permintaan pertama yang dipenuhi
ialah agar domain gundala.or.id memiliki record MX ke rahul.net (April
1994). Lalu, pada 4 Oktober 1994, disiapkan pendelegasian ke DTD ac.id,
co.id, go.id, or.id, net.id, dan mil.id dengan secondaries di jatz.aarnet.edu.
au dan is.nic.ad.jp.
Selain itu, resource record MX dari domain para pelanggan
indogtw pun dipindahkan dari UUNET ke DIALix (Perth, Australia), yang
berhubungan secara uucp dengan indogtw (UI) sejak 7 September
1993. Sebelumnya, pada Februari 1994, psg.com pernah mengajukan
permintaan pendelagasian DTD com.id, gov.id, net.id, dan org.id, meski
berlaku konvensi penggunaan DTD co.id, do.id, net.id, dan or.id.
Permintaan itu sempat mengundang perang e-mail antara
PSG, UUNET, dan NSF. Pendelegasian itu akhirnya tidak pernah ada
tindak lanjut, karena ketidaksediaan PSG menjelaskan lebih lanjut atas
rencananya.
Pada 10 November 1994, primary dari DTD-go.id dialihkan
ke IPTEKnet. Saat bersamaan, IPTEKnet secara resmi juga menjadi
secondaries dari DTT-ID dan DTD lainnya. Menurut rencana, DTT-ID
beserta DTD-nya akan dialihkan secara bertahap ke pihak IPTEKnet.
Namun, tahap-tahap berikut dari proses pendelegasian ini tidak pernah
terwujud. Pihak IPTEKnet mengalami kesulitan untuk menghasilkan
juklak pengelolaan DTD-go.id, yang direncanakan untuk menjadi
model mengelola DTD lainnya, sehingga tahapan rencana pengalihan
pendelegasian tidak dilanjutkan.
Maraknya pertumbuhan ISP pada 1995, PT INDOnet dan RADnet
menyusul menjadi secondaries dari DTT-ID dan DTD-nya. Pada Maret
1996, terjadi pertemuan beberapa perusahaan ISP di Pusilkom UI,
Salemba. Pertemuan tersebut menghasilkan beberapa keputusan
yang dikenal dengan nama Supersemar-1996. Antara lain, menjajaki
pengembangan model pendaftaran domain baru pada umumnya dan
domain net.id pada khususnya.
Pada pertemuan 16 Juli 1996, APJII dan UI sepakat untuk
menindaklanjuti pertemuan 11 Maret tersebut. Maka sejak 27 Juli
1996, kegiatan operasional pendaftaran domain sepenuhnya dikelola
bersama oleh tim UI dan APJII. Berhubung satu dan lain hal, usulan

57
Sejarah Pengelolaan Nama Domain

model pengelolaan domain tidak dapat direalisasikan hingga batas


waktu 17 Agustus 1997. Permasalahan kian rumit dengan pernyataan
pengunduran diri UI terhitung 1 Oktober 1997.
Selama masa tidak menentu ini (Agustus-September 1997), tidak
ada satu pernyataan resmi pun dari pihak APJII mengenai masalah DTT-
ID. Hingga batas waktu 30 September 1997, kelanjutan pengelolaan
DTT-ID masih tetap belum jelas. Krisis ini baru berakhir pada siangnya,
dengan beredarnya e-mail dari Budi Rahardjo yang menyatakan bersedia
untuk berpartisipasi. Keadaan aman-tentram selama beberapa bulan
berikutnya.
Namun pada akhir 1997, secara misterius ID-NIC ‘bercerai’
dengan APJII; serta primary DNS dipindahkan ke UI Salemba. Stagnasi
pun terjadi hingga awal 1998, sehingga Samik merasa tidak dapat lagi
mempertanggungjawabkan pengelolaan DTT-ID.
Lantaran tidak berencana menjadi pengelola DTT-ID seumur hidup,
pada 27 Juli 1998, Samik memberitahu IANA untuk menunjuk pengelola
DTT-ID yang baru. Untunglah, ada Budi Rahardjo, yang bersedia menjadi
pengelola domain yang baru lewat e-mail bersejarah yang dikirimnya
kepada Samik pada September 1997.

58
BAB 4

Pendirian
PANDI

59
Pendirian PANDI

S
iang itu, di kantornya di bilangan Matraman, Jakarta Timur, Sylvia
W. Sumarlin, bercerita banyak tentang sejarah panjang berdirinya
Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI).
Mulai hulu hingga hilir, pergolakan sebelum PANDI terbentuk,
sampai dengan sekarang, ia tampak begitu fasih menuturkannya.
Sepertinya, memori itu betul-betul masih melekat dalam ingatannya.
Tiada keraguan yang diceritakan sejauh dirinya ketahui.
Sylvia adalah salah satu dari dua orang yang namanya tertera
dalam akta pendirian PANDI. Selain dia, ada nama Teddy Sukardi
yang dicantumkan di akta bertanggal 29 Desember 2006 di hadapan
notaris Theodora Titi Sri Amiretno Diah Wasisti Bagiono. Maka, segala
pernyataannya merupakan kesaksian yang tidak bisa dibantahkan atas
sejarah PANDI.
“Pengelolaan PANDI semakin rapi mulai periode Andi
Budimansyah,” begitu katanya.
Memorinya pun kembali diputar ke 12 tahun silam. Pelan-pelan ia
mulai bercerita. Mengingat masa-masa awal pengelolaan nama domain.
Kala itu, kuasa PANDI sementara diamanahkan kepada dirinya sebagai
Ketua Umum. Lalu, setelah diadakan musyawarah bersama sejumlah
pegiat internet dan pemerintah, posisi Ketua Umum PANDI diteruskan
kepada Teddy Sukardi.
Waktu itu, tantangan di awal adalah bekerja tanpa ada landasan
hukum atau peraturan perundang-undang apapun. Satu-satunya
acuannya, hanyalah surat berita acara serah terima. Berita acara serah
terima itu berisi bahwa Kementerian Komunikasi dan Informatika
memberikan limpahan tugas untuk membuat pengelola nama domain
kepada komunitas internet. Saat itu PANDI belum terbentuk.
Maka, setelah mendapatkan mandat dari pemerintah, Teddy yang
saat itu sudah ditunjuk sebagai Ketua Umum bersama pegiat internet
lain, segera membentuk PANDI dengan merumuskan AD/ART dan hal-
hal lain terkait dengan pendirian pengelola nama domain. Menurut

Pengelolaan PANDI semakin


rapi mulai periode Andi
Budimansyah.
- Sylvia W. Sumarlin -

60
Pendirian PANDI

Kategori Nama Domain


Indonesia .ID
(PANDI Version)

.desa.id
Pelaku bisnis yang
Untuk
tidak memiliki
pemerintah
badan hukum
desa

.my.id .ponpes.id .id


Siapa saja
Pondok pesantren Siapa saja

Sumber: Pandi.id (2018)

61
Pendirian PANDI

PANDI dibentuk oleh komunitas


internet Indonesia dan
pemerintah pada
20 Desember 2006

Teddy, semangat pendirian PANDI adalah ingin membuat sebuah


lembaga yang legal, sehingga semuanya disusun secara detail.
“Yang perlu diketahui, pengelola nama domain didirikan sebagai
lembaga legal berbadan hukum yang non profit,” jelasnya.
Setelah semua proses itu dilalui, terciptalah wadah pengelola
nama domain seperti yang ada saat ini. Teddy pun langsung memimpin
dan mengelola jalannya organisasi ini. Boleh dibilang, periode awal ini
merupakan masa kejut.
Masa yang mana mendadak nama domain dibuka untuk publik.
Kagok. Apalagi belum memiliki kantor. Sehingga wajar saja bila model
pengelolaan PANDI di zaman Teddy lebih mengutamakan sistem
pendaftaran dan menjaga hubungan dengan Internet Corporation for
Assigned Names and Numbers (ICANN). ICANN merupakan pemberi
mandat kepada PANDI sebagai registry Top Level Domain (TLD).
Di beberapa negara, urusan menangani nama domain memang
ada lembaga yang fokus dalam hal tersebut. Helni Mutiarsih Jumhur

62
Pendirian PANDI

(2014) melalui tulisannya berjudul ‘Model Lembaga Pendaftaran Nama


Domain Dikaitkan dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Menuju
Kepastian Hukum’, menyebutkan di Australia, pengaturan nama domain
diamanahkan kepada .au Domain Administration Ltd. (auDA). Lembaga
ini didaulat untuk memikirkan dan menerapkan kebijakan-kebijakan
yang harus dikeluarkan untuk domain .au.
Dulu, sebelum berdirinya auDA, otoritas nama domain .au
dipegang oleh organisasi internasional yakni Asia Pacifik Network
Information Center (APNIC). Barulah sejak tahun 2000, kendali mengelola
nama domain diserahkan kepada auDA.
Di Australia sendiri cukup unik untuk model pengelolaan nama
domain .au. Tak hanya auDA saja yang turut menangani persoalan
domain, tapi ada juga AusRegistry. AusRegistry ini merupakan operator
registry yang menangani pendaftaran domain komersil maupun non
komersil Australia, baik itu .au atau .gov.au. Sederhananya, soal eksekusi
pendaftaran domain dilakukan oleh AusRegistry. Sementara auDA,
berfungsi sebagai lembaga yang mengkaji terkait kebijakan domain di
Australia.
Contoh selain Australia, Singapura, misalnya. Model pengelolaan
domain di negeri itu, umum seperti negara-negara lain. Tidak memiliki
dua lembaga atau instansi seperti Australia. Di sana, mereka hanya
mengenal SGNIC 23. SGNIC 23 merupakan lembaga yang mengelola
nama domain dot SG.
SGNIC 23 ini terbentuk sejak Oktober 1995. Tujuannya menyediakan
forum bagi pelaku bisnis Internet Service Provider (ISP) lokal sekaligus
pengawas untuk membahas masalah administrasi internet di Singapura.
Kemudian, pada Juni 1997, SGNIC didirikan sebagai perusahaan terbatas
swasta, dimiliki sepenuhnya oleh Dewan Komputer Nasional (NCB).
Model pengelolaan nama domain di negara-negara lain seperti itu,
Teddy paham betul. Namun, ibarat baru diberikan kepercayaan, Teddy
ingin benar-benar menjaga amanah tersebut sebaik-baiknya terlebih
dahulu. Sesuai dengan ketentuan yang diberlakukan ICANN. Karenanya,
kebijakan yang dibuat dia bagi siapa saja yang ingin memiliki domain .id,
termasuk sangat ketat. Ini semata-mata untuk menjamin legalitas yang
kuat.
Teddy sendiri membenarkan betapa begitu ketat saat dirinya
menjabat Ketua Umum PANDI. Tak hanya syarat mendaftarkan nama
domain saja, tetapi juga rutin melakukan pemantauan. Patroli yang
dilakukannya itu, untuk melihat aktivitas dari nama domain.

63
Pendirian PANDI

Tapi, itu tidak membatalkan


aturan yang sudah
kami buat.
- Teddy Sukardi -

Semacam buah simalakama, dia tak ingin domain yang sudah


didaftarkan mubazir begitu saja. Sementara, hal itu adalah hak dari si
pendaftar nama domain. Bila ada kegiatan, ia juga tidak ingin apa yang
disuguhkan dalam domain tersebut melenceng.
“Syarat ketat yang diberikan, bukan untuk membatasi, semata-
mata ingin menjaga kualitas dan kredibilitas nama domain itu sendiri,”
ungkap Teddy.
Syarat ketat yang dilakukan Teddy itu pun dianggap layak
diterapkan bagi pandangan R. Santoso. Pria yang akrab disapa Toto ini
juga salah seorang yang tahu pengelolaan nama domain pertama kali.
Dia mencontohkan permintaan untuk sebuah nama domain dari
anak perusahaan, diharapkan tidak sampai berbenturan dengan nama
domain induk perusahaan. Hal ini untuk mengurangi potensi sengketa
terhadap penamaan domain yang digunakan oleh perusahaan.
Untuk nama domain dari anak perusahaan, bisa menggunakan
nama yang menurut mereka cocok atau sesuai masukan dari perusahaan
induknya. Sebuah anak perusahaan tidak harus menggunakan
subdomain dari perusahaan induknya, anak perusahaan dapat
menggunakan nama domain yang berdiri sendiri.
Teddy pun sadar betul, kebijakan yang dibuatnya tak populer.
Padahal, tujuan utama dibukanya domain .id agar masyarakat bangga
terhadap identitasnya. Sementara, kebijakan yang diterapkannya
itu justru kontradiktif dengan harapan rasa bangga masyarakat
menggunakan domain .id. Tetapi, show must go on.
Kritikan yang mengarah kebijakannya tersebut, benar-benar ia
telan lalu muntahkan kembali. Dia santai dengan respon masyarakat
yang tak menyukai dengan aturan main yang ia terapkan. Alhasil, dia
harus menanggung konsekuensi yang logis atas keputusannya itu:
minim pengguna.

64
Pendirian PANDI

Proses yang dirasakan rumit dan sulit dibandingkan .com


menyebabkan pertumbuhan domain .id tidak terlalu cepat.
“Tapi, itu tidak membatalkan aturan yang sudah kami buat,” tegas
dia.
Satu lagi kebijakan yang perlu diambil pada saat awal pandi
beroperasi adalah menghapus banyak sekali nama domain yang tidak
pernah diperpanjang selama bertahun-tahun karena sebelumnya ada
kebijakan nama domain itu gratis. Bila hal ini dilanjutkan tentunya
menjadi beban untuk sistem dalam merawat nama-nama tersebut.
Banyak nama domain setelah diberikan peringatan untuk
memperpanjang alamat emailnya tidak dibaca karena sudah tidak lagi
dikuasai oleh pengguna nama domain. Untuk menjaga konsistensi
penerapan kebijakan nama domain, maka harus tetap mematikan sampai
pengguna menyadari untuk menyelesaikan proses administrasinya.
Mengenang masalah itu, kata Teddy, dirinya selalu merasa
bangga dengan staf yang ada di Pandi. Sebab, banyak sekali tekanan
dan komunikasi dengan masyarakat yang tidak selalu menyenangkan.
Tim Pandi waktu itu kompak, tegar, dan konsisten dalam menjalankan
tanggung jawab masing-masing.

Lompatan Kebijakan
Tak terasa waktu bergulir cepat. 4 tahun sudah berlalu Teddy
berjuang keras sebagai pionir pengurus organisasi ini yang notabene
hanya berbekal surat terima dari pemerintah ke PANDI. Maka,
kepemimpinan Teddy pun harus berganti. Pada 22 April 2011, merupakan
tonggak sejarah baru bagi PANDI.
Tongkat estafet kepemimpinan berganti sesuai dengan ketentuan
yang telah ditetapkan bersama. Rapat anggota memutuskan Andi
Budimansyah melanjutkan kepemimpinan Teddy untuk periode 2011
sampai dengan 2015.
Andi bukanlah orang baru di industri internet. Dia telah malang
melintang di jagad pengelolaan internet, termasuk juga aktif di Asosiasi
Penyelenggara Jasa Internet (APJII) sebagai Dewan Pengawas periode
2005 -2006 dan 2006 - 2009.
Setiap pemimpin, pasti memiliki karakter masing-masing.
Kebijakannya pun tak mesti sama. Semuanya tergantung dari kondisi di
lapangan saat itu. Demikian dengan keduanya, Teddy Sukardi dan Andi

65
Pendirian PANDI

Budimansyah.
Teddy tipikal pemimpin yang sangat berhati-hati. Ia tak ingin asal
mudah mendaftarkan nama domain .id tanpa ada segepok data-data
yang bisa dipertanggung jawabkan. Semua orang pasti memahami apa
yang dia lakukan.
Barangkali baginya, yang penting sesuai dengan aturan dari
mandat yang diberikan ICANN. Maka, dikepemimpinannya dinilai lebih
banyak merapikan administrasi terlebih dahulu agar bisa berjalan.
Pekerjaannya itu, ia lakukan dari tahun 2007 hingga 2011.
Sebagaimana Ursula Burns, mantan CEO Xerox, katakan: If you
don’t transform, you’re stuck! Tentu saja, di kepengurusan pasca Teddy,
seluruh anggota ingin penggantinya dapat melakukan perubahan
yang signifikan. Visioner terhadap perkembangan internet di masa
mendatang. Melakukan lompatan-lompatan dari sisi kebijakan.
Konkretnya adalah penambahan jumlah nama domain dan
strategi pengelolaannya. Ini tentu bukan pekerjaan yang mudah.
Kepengurusan baru pun harus memutar otak. Mencari jalan keluar agar
keinginan dari para anggota dapat terpenuhi. Fase menjaga hubungan
baik telah dilakukan pendahulunya dengan pemberi mandat, maka ia
harus melakukan lompatan-lompatan untuk organisasi ini.
Di tahun pertama menjabat, kepengurusan baru yang
dinahkodai Andi, mulai dengan merapikan dan memetakan persoalan
yang mendasar dalam tubuh organisasi ini. Tentu langkah di awal
kepengurusannya lebih memutuskan untuk melakukan efisiensi dalam
prosedur pendaftaran nama domain dan melakukan kerja sama dengan
berbagai pihak.
Dari sisi teknis misalnya, mengambil keputusan menggunakan
aplikasi Shared Registry System (SRS). Aplikasi ini merupakan tool yang
digunakan oleh seluruh pengelola domain internasional.
Keputusan mengubah sisi teknis ini, tentu menguntungkan kerja
PANDI. Mengapa demikian? Sebab sebelumnya, keberadaan PANDI
merangkap sebagai registry sekaligus registrar. Konsekuensi rangkap
tugas ini, tentu saja berdampak terhadap pelayanan yang terbatas yang
hanya bisa dilakukan saat jam kerja saja.
Sederhananya, PANDI yang menerima pendaftaran, melakukan
approval, memeriksa pembayaran apakah sudah dilakukan atau belum.
Kalau sudah dilakukan pembayaran, baru diaktifkan domainnya.

66
Pendirian PANDI

POSISI PANDI
SEBAGAI REGISTRY
NAMA DOMAIN

67
Pendirian PANDI

Saat ini kesekretariatan PANDI berpusat di kawasan BSD City, Tangerang.

68
Pendirian PANDI

Semuanya dilakukan oleh PANDI pada saat itu.


“Ini tentu memakan waktu,” terang dia.
Dengan adanya SRS ini, maka PANDI membuka kran bagi para
registrar. Registrar adalah perusahaan atau organisasi yang menerima
pendaftaran suatu nama domain. Registrar untuk nama domain juga
harus diakreditasi oleh PANDI selaku registry di Indonesia. Sejauh ini,
sudah ada 19 registrar. Tidak termasuk Kementerian Komunikasi dan
Informatika dan Mabes TNI.
Di tahun berikutnya tepatnya pada 2012, Diskusi Umum Terbuka
(DUT) pertama kali digelar. Tujuannya, untuk mendengarkan masukan-
masukan dan partisipasi dari publik. Spirit kepengurusan Andi adalah
ingin melibatkan masyarakat dalam setiap penentuan kebijakan PANDI
ke depannya. Sederhananya, siapapun yang punya usulan bisa dibahas
dalam diskusi terbuka ini.
Meski begitu, usulan yang bisa masuk dalam pembahasan DUT ini,
juga tak asal-asalan. Terdapat proses atau tahapan-tahapan yang harus
dilalui oleh pengusul. Jadi, tidak serta merta masuk ke forum pertemuan
begitu saja.
Alurnya dibuat berjenjang. Tujuannya agar menyaring masukan-
masukan yang penting dan tidak prioritas dari masyarakat. Masukan-
masukan dari masyarakat tentang pengelolaan domain dikirim melalui
format e-mail ke dot.id@milis.pandi.id.
Setelah itu, akan dibahas melalui mailing list PANDI. Di dalam
mailing list tersebut, bukan hanya pengurus PANDI saja, tetapi juga ada
pemangku kepentingan lain. Ketika usulan itu dianggap bagus atas nama
kemajuan PANDI, maka diharapkan pengusul masukan bisa melakukan
presentasi di depan masyarakat umum dan stakeholder PANDI.
Apabila usulan itu disetujui, PANDI akan mengundang rapat Forum
Nama Domain. Forum ini, baru terbentuk pada April 2012 sebagai tindak
lanjut dari usulan-usulan yang dibahas saat DUT. Forum nama domain
ini merupakan bentukan pemerintah berdasarkan Surat Keputusan (SK)
Menteri. Dalam SK itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika sebagai
Ketua Forum Domain. Sementara, PANDI berperan sebagai Wakil Ketua.
Anggotanya pun ada beberapa, seperti di antaranya Direktur
Merek dari Direktorat Jenderal HKI, Kementerian Hukum dan HAM.
Kemudian dari registrar PANDI. Terdapat 3 jenis anggota registrar.
Pertama pemerintah atau instansi negara yang kelola domain .go.id dan
desa.id. Dalam hal ini adalah Direktorat Layanan Aplikasi Informatika

69
Pendirian PANDI

Anggota PANDI sekarang


sudah terbuka, bukan hanya
pendiri tapi juga ada anggota dari
representasi.
- Andi Budimansyah -

Pemerintahan, Kementerian Komunikasi dan Informatika. Direktorat


ini dulu dikenal dengan Direktorat E-Government sebelum diubah
namanya. Kemudian Mil.id diwakili oleh Mabes TNI. Setelah itu, ada
registrar swasta. Lalu, ada asosiasi-asosiasi Teknologi Informasi.
“Ada APJII, KADIN, FTII, IDEA, dan wakil dari akademisi seperti UI
dan ITB, serta masih banyak lagi,” ujar Andi.
Tidak hanya sampai di sini proses tersebut selesai. Bila usulan itu
disepakati oleh Forum Nama Domain, maka kebijakan pun akan dibuat
melalui pembuatan peraturan pemerintah (PP), Keputusan Menteri
(Kepmen), Keputusan Dirjen (KepDirjen), atau jika bukan sesuatu yang
penting untuk diputuskan pemerintah, PANDI dapat mengambilalih
dengan mengeluarkan kebijakan sendiri.
“Setelah itu dilakukan sosialisasi kebijakan tersebut. Barulah
kebijakan tersebut dilaksanakan,” cerita Andi.

Anything dot id
Dalam DUT pertama kali itu, muncul rencana kebijakan baru yakni
anything dot id. Sebelumnya, konsep itu tidak ada atau mungkin belum
terpikirkan oleh pendahulunya. Para peserta DUT pun setuju dengan
wacana ini. Namun dengan catatan harus digodok secara matang.
Karenanya, setidaknya perlu waktu 2 tahun untuk menelurkan kebijakan
anything .id sejak wacana itu digulirkan. Tak hanya kebijakannya saja,
tetapi juga infrastrukturnya.
“Pada prinsipnya domain itu dibuat adalah agar mudah diingat
oleh orang. Semakin singkat, semakin bagus, semakin mudah diingat,”
kata Andi.
Tanpa mengesampingkan kerja keras pendahulu, diakui Andi,
tantangan domain .id semakin berbeda dibandingkan dengan masa

70
Pendirian PANDI

STRUKTUR

71
Pendirian PANDI

kepengurusan Teddy. Terlebih, jika berbicara mengenai persaingan


dengan domain luar negeri. Kala itu, dunia internet internasional juga
sedang menata pemakaian domain dot anything sebagai alternatif dari
pemakaian domain dot com. Maka itu, agar tak ketinggalan, terobosan
inovasi kebijakan mau tidak mau harus dilakukan untuk bisa menerapkan
domain anything dot id.
Proses pembahasan mengenai rencana penerapan domain
anything dot id dilalui dengan banyak diskusi berkali-kali. Diskusi yang
dilakukan lebih dari dua kali ini bertujuan untuk menghasilkan kata
mufakat.
Maklumlah, karena baru pertama kali akan mengeluarkan
kebijakan anything.id, ada beberapa hal yang harus disepakati terutama
syarat pendaftaran. Akhirnya, setelah melakukan diskusi berkali-berkali,
kata mufakat pun tercapai pada DUT di bulan September 2013. Saat itu
pelaksanaan DUT tahun 2013 bertempat di Auditorium Kementerian
Pemuda dan Olah Raga (Kemenpora).
“Secara prinsip akhirnya seluruh peserta diskusi saat itu menyetujui
kalau domain dot anything diperlukan,” ungkap Andi.
Namun, meski disetujui, para peserta diskusi meminta untuk siapapun
yang mendapatkan domain dot anything itu harus melewati peruntukan
dan persyaratan yang harus dilengkapi. Secara konsep, domain dot
anything bisa digunakan oleh seluruh Warga Negara Indonesia (WNI)
tanpa dibatasi atau asing. Khusus untuk pengguna non WNI, harus
memiliki perwakilan di Indonesia. Adapun syarat yang harus dipenuhi
dalam pembahasan diskusi bersama seluruh peserta saat itu adalah
sebagai berikut:
a. Identitas
b. Legalitas atau pendukung
• Karakter minimal 5 digit, di bawah 5 permintaan khusus
• Biaya pendaftaran Rp 500.000 (sebelum PPN) (Saat ini menjadi
Rp 250.000)
• Dilakukan lelang untuk permintaan domain yang sama
• Ada biaya pada saat Sunrise, Grandfather, dan Landrush.
Besarannya mungkin mencapai 5-6 kali dari domain fee.
• Hasil Diskusi Umum Terbuka mengenai anything.id, usulan dan
tanggapan akan diserahkan kepada Forum Nama Domain.
Keputusan ada di Forum Nama Domain.
Selang setahun kemudian pada 2014, PANDI akhirnya merilis
domain anything dot id ke publik. Sebelum proses launching dilakukan,

72
Pendirian PANDI

PANDI terlebih dahulu mengumpulkan seluruh instansi maupun


lembaga pemerintah dan militer untuk mencatat dan memberikan data-
data instansinya yang nama domainnya tidak boleh digunakan oleh
masyarakat luas.
Istilahnya, PANDI memberikan hak istimewa kepada lembaga
negara dan militer untuk ‘membooking’ nama domain yang akan
digunakan. Setelah itu, barulah anything dot id dirilis resmi ke publik
dengan tiga sesi.
Pertama sesi sunrise. Sesi ini, PANDI mengundang seluruh
pemegang merek dari tanggal 20 Januari hingga 17 April 2014.
“Sebanyak 815 pemilik merek sudah mendaftar, beberapa
domainnya pun sudah aktif,” kata Andi.
Sesi kedua, yakni grandfather. Sesi ini ditujukan bagi pemegang
nama domain yang sudah eksisting. Periode ini dilakukan selama kurang

Andi Budimansyah
Ketua PANDI

73
Pendirian PANDI

Sylvia W. Sumarlin
Salah seorang pendiri PANDI

lebih dua bulan mulai dari 21 April sampai dengan 13 Juni 2014.
Kemudian di sesi ketiga adalah landrush. Sesi ini siapapun boleh
mendaftarkan nama domain, tak terkecuali pihak asing. Yang jelas harus
memenuhi persyaratan yang ditentukan, yakni memiliki perwakilan di
Indonesia. Masa-masa ini dilakukan mulai 16 Juni sampai dengan 15
Agustus 2014.
Ketika masa landrush telah usai, maka sesi yang keempat adalah
terbuka untuk publik. Tepat di Hari Kemerdekaan Indonesia yang ke 69,
secara resmi semua orang dapat mendaftarkan nama domain, dengan
tetap memenuhi ketentuan yang berlaku.
“First come, first serve. Tetapi, tetap dengan persyaratan,” ucap Andi.
Pasca dibukanya domain anything dot id, harus diakui berdampak
terhadap peningkatan jumlah nama domain yang terdaftar. Data PANDI
mencatat sejak tahun 2011 hingga 2017 terjadi peningkatan yang
signifikan. Terutama saat awal-awal dibukanya domain anything dot id.
Tahun 2014 sebagai gerbang awal penerapan domain anything
dot id, tercatat berjumlah 123.960. Kemudian melonjak menjadi 155.609
domain yang telah terdaftar di tahun 2015. Hingga tahun 2016, jumlah

74
Pendirian PANDI

Usulan Kebijakan Domain


(siapapun, kapanpun boleh
Fase Penyampaian dan

mengusulkan Kebijakan) Rapat Forum Nama Domian


Penerimaan Usulan

Penentuan Kebijakan Usulan


DUT

Fase Penentuan Kebijakan Akhir


Penerimaan Proposal baru
atau perubahan ke dot-
id@milis.pandi.id Dihen�kan
atau
disepaka� dikoreksi &
Sekretariat evaluasi & untuk lanjut? diusulkan
Pos�ng Proposal di web dan kembali
milis PANDI

Diskusi Publik di milis 15-30


hari
Fase Diskusi Publik via

perlu
peraturan
Pemerintah
milis

Dihen�kan
disepaka� atau dikoreksi
& diusulkan
untuk lanjut? kembali
Pembuatan PP,
Pra implementa�on

Kepmen,Kepdirjen oleh
dan Sosialisasi

Pemerintah

PANDI: Menjadwalkan
DUT
Pengusul:mempersiapkan
materi untuk DUT Sosialisasi Kebijakan via
milis/website (1-2 bulan)
Persiapan & Pelaksanaan DUT

Pelaksanaan DUT Presentasi Per 6 bulan apabila ada agenda


& Mendapatkan masukan Pengusul/Chair melakukan
Pelaksanaan

dari Peserta Presentasi Pelaksanaan Kebijakan (setelah


berakhir masa sosialisasi)

Dihen�kan
Disepaka� atau dikoreksi
& diusulkan
untuk lanjut?
kembali

75
Pendirian PANDI

nama domain terus meningkat tajam. Tercatat, 242.699 domain terdaftar.

Juru Damai
Pada tahun 2012, Kementerian Komunikasi dan Informatika
mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) yang terkait dengan nama
domain. PP tersebut bernomor 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Sistem dan Transaksi Elektronik atau dikenal dengan PP PSTE. Dalam
pasal 75 ayat 3 huruf C, menyebutkan bahwa PANDI memiliki fungsi
salah satunya menyelesaikan perselisihan nama domain. Aturan PP PSTE
itu merupakan turunan dari UU ITE.
Maka itu, setahun setelah PP tersebut muncul, PANDI segera
melakukan Diskusi Umum Terbuka (DUT). Tujuannya tiada lain
mempercepat penyusunan kebijakan untuk menerapkan tugas yang
diamanahkan dalam PP PSTE itu. Sebab, masalah perselisihan nama
domain merupakan persoalan yang pelik. Tak hanya butuh kebijakan
menangani masalah perselisihan nama domain saja, tetapi juga butuh
tim khusus untuk mempercepat penyelesaiannya.
Karena itu, dalam pembuatan kebijakan ini, PANDI juga
membentuk sekretariat Penyelesaian Perselisihan Nama Domain (PPND)
yang termaktub dalam aturan tersebut. Meski aturan ini baru, PANDI
tak asal. Sebagaimana PANDI mendapatkan delegasi untuk mengelola
administrasi Indonesia Country Code Top-Level Domain (ccTLD) dari

300.000

250.000

200.000

150.000

100.000

50.000

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018


Jumlah Domain 68.208 107.910 102.097 123.960 155.609 242.699 252.112 258.221

76
Pendirian PANDI

PANDI selalu transparan memberikan informasi terkait nama domain kepada seluruh pemangku kepentingan.

ICANN, maka kebijakan itu tetap mengacu pada beleid perselisihan


nama domain yang diadopsi oleh ICANN.
Yudho Giri Sucahyo, anggota PANDI sebagai Wakil Akademisi,
punya cerita menarik soal terbitnya delegasi ICANN kepada PANDI
sebagai pengelola nama domain ccTLD di Indonesia.
Kata Yudho, ceritanya bermula saat PANDI menghadiri pertemuan
APTLD (Asia Pacific Top Level Domain) ke-59 di Hotel Ashok, New Delhi,
India, pada 23 Februari 2012. Rupanya, saat itu, status PANDI hanya
sebagai Associate Members, bukan Ordinary Members. Status tersebut
memiliki derajat keterlibatan organisasi yang tidak sama, antara Associate
dan Ordinary. Hal ini tentu berdampak terhadap derajat kesempatan
yang dapat diraih PANDI di dunia internasional.
Setelah menggali berbagai informasi lebih lanjut, faktor yang
membuat PANDI tidak diterima sebagai Ordinary Members adalah
karena nama PANDI belum tercantum dalam basis data IANA (Internet
Assigned Numbers Authority, bagian dari ICANN). Artinya, meski secara
de facto memberikan layanan nama domain internet kepada masyarakat
internet Indonesia, keberadaan PANDI belum dapat diakui secara de jure

77
Pendirian PANDI

oleh masyarakat internet internasional sepanjang nama PANDI belum


tercantum di IANA. Saat itu, dalam database IANA, masih tercantum
bahwa pengelolaan nama domain internet dilakukan oleh IDNIC-PPAU
Mikroelektronika dengan Budi Rahardjo sebagai Kontak Administratif
dan Santoso sebagai Kontak Teknis.
“Beranjak dari situ, akhirnya Kementerian Komunikasi dan
Informatika, serta komunitas berinisiatif untuk mulai mengurus
redelegasi, agar organisasi sponsor dapat beralih dari IDNIC-PPAU
Mikroelektronika ke PANDI. Surat dukungan dari Pusat Ilmu Komputer
UI tanggal 16 Mei 2012 masih mencantumkan PANDI dan Dirjen Aptika
Kemenkominfo sebagai organisasi sponsor, lalu Muhammad Neil El
Himam dan Aidil Chendramata sebagai Kontak Administratif dan Kontak
Teknis,” ujar Yudho yang mengikuti betul proses redelegasi PANDI.
Namun, perkembangan berikutnya dalam rapat 26 Juli 2012,
disampaikan bahwa IANA hanya dapat memproses satu organisasi
sponsor. Akhirnya, nama PANDI direkomendasikan sebagai organisasi
sponsor. Penunjukan PANDI ini tentu melalui berbagai pertimbangan.

PANDI senantiasa melakukan sosialisasi masalah sengketa nama domain.

78
Pendirian PANDI

PERSELISIHAN NAMA DOMAIN .id


www.electroluc.id
www.arlafood.id
www.exabytes.id
www.northstar.id

2017

2016
www.electronicsolu�on.id
www.boehringer.id
www.morganstanley.id
2015
www.bmw.id
www.ne�lix.id

Antara lain PANDI memenuhi persyaratan dan ketentuan yang ditetapkan


ICANN, seperti memiliki kemampuan sistem dan teknis pengelolaan
nama domain, memiliki SDM yang memadai, berbentuk badan hukum,
memiliki kemampuan keuangan, dan mendapatkan pengakuan publik.
“Penunjukan PANDI juga diiringi dengan syarat dan ketentuan
bahwa PANDI harus lebih baik dari sebelumnya, yang mana salah
satudiantaranya adalah PANDI perlu menjadi organisasi yang lebih
terbuka,” pungkasnya.
ICANN merupakan organisasi berkedudukan di Amerika Serikat
yang mempunyai kuasa untuk mengatur lalu lintas pembuatan nama
domain di seluruh dunia. ICANN punya aturan sendiri untuk menangani
persoalan perselisihan nama domain ini. Menurut Jordan Sebastian
Meilala, dkk, dalam tulisan jurnalnya yang berjudul: Perlindungan Nama
Domain dari Tindakan Pendaftaran Nama Domain dengan Itikad Buruk
Berdasarkan Hukum Positif Indonesia dan Uniform Domain Nama Dispute
Resolution Policy (2015), menyebutkan bahwa The Uniform Domain Name
Disputes Resolution Policy (UDRP) merupakan kebijakan yang diterapkan
ICANN manakala terjadi perselisihan nama domain. Peraturan ini
diberlakukan ICANN sejak 26 Agustus 1999.
Dalam kebijakan itu disebutkan jika penerapan UDRP
memungkinkan proses arbitrase yang murah dan cepat. Untuk

79
Pendirian PANDI

80
Pendirian PANDI

Penunjukan PANDI sebagai


registry, sesuai amanat PP
Nomor 82 tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Sistem dan
Transaksi Elektronik disebutkan
bahwa pengelola nama domain
harus ditetapkan
dari menteri.
- Andi Budimansyah -

bisa menggunakan regulasi ini, perselisihan nama domain wajib


menunjukkan tiga syarat. Tiga syarat itu sebagai berikut:
1. Nama domain yang menjadi perselisihan sama atau paling tidak
memiliki kemiripan sehingga muncul kebingungan dengan merek
terdaftar atau logo yang dimiliki pihak ketiga.
2. Pemegang nama domain tak memiliki kepentingan ataupun hak
dalam menggunakan nama domain tersebut.
3. Itikad buruk dilakukan untuk menggunakan nama domain yang
didaftarkan.
Dengan demikian, bila ada perselisihan nama domain salah
satu dari ketiga syarat tersebut harus menjadi fakta untuk dibuktikan.
Kebijakan PANDI pun tidak jauh dari apa yang telah diterapkan ICANN.
Adapun jenis perselisihan yang dapat diadukan, yakni:
1. Perselisihan Nama Domain yang terkait dengan merek.
2. Perselisihan Nama Domain terkait menyangkut nama.
3. Nama Domain melanggar kepatutan yang berlaku dalam masyarakat.
Kendati PANDI memfasilitasi jenis perselisihan itu, namun
dalam kebijakan itu tetap mengutamakan penyelesaian perselisihan
secara damai berdasarkan kesepakatan para pihak yang berselisih
melalui mediasi kecuali para pihak tetap pada pendapatnya masing-
masing, maka pemeriksaan materi perselisihan sepenuhnya menjadi
kewenangan Panel PPND yang telah dibentuk berdasarkan kebijakan ini.
“PANDI tetap mengutamakan mediasi bilamana ada perselisihan
nama domain yang terjadi. Kalau mediasi tidak tercapai dan para pihak
tetap pada keyakinannya, barulah masuk ke panel PPND,” ujar Andi.

81
Pendirian PANDI

Jadi nirlaba itu bukannya


tidak boleh cari uang,
boleh cari uang tapi tidak
boleh dibagi-bagi kepada Pendiri
atau Anggota PANDI seperti
layaknya bagi-bagi deviden kalau
di perusahaan. Uangnya buat
operasional PANDI dan membiayai
kegiatan-kegiatan yang relevan
dengan pengembangan internet.

- Andi Budimansyah -

Panel PPND sendiri juga diatur dalam kebijakan itu. Pembentukan


Panel PPND dilakukan oleh Sekretariat PPND. Setelah pembentukan
Panel PPND, maka sekretariat PPND harus mengumumkan ke publik
daftar Panelis dan kualifikasinya pada situs Sekretariat PPND. Sejauh ini,
PANDI telah membentuk Panel PPND dengan diisi oleh 12 orang pakar di
bidang hukum. Ke-12 pakar itu bisa dilihat disitus ppnd.pandi.id.
Ke-12 panelis PPND itu, dijamin oleh PANDI terbebas dari
kepentingan-kepentingan tertentu. Sebab, hal tersebut telah termaktub
dalam kebijakan PPND yang sudah dibuat. Seperti di antaranya adalah
melibatkan dirinya dalam proses penyelesaian perselisihan nama domain
dan setiap panelis harus secara sukarela mengundurkan diri pada waktu
pembentukan panel, apabila status dirinya memenuhi kriteria yang
dimaksudkan itu.
Kebijakan pembuatan panel PPND ini diberlakukan mulai 1
November 2013. Tak butuh waktu lama untuk menelurkan kebijakan ini.
Hanya saja, dalam perjalanannya, dilakukan revisi sebanyak 5 kali. Revisi
pertama pada 2014, terkait dengan jenis perselisihan nama domain. Revisi
kedua, dilakukan pada 2015 tentang tata cara penyampaian tanggapan,
proses pengambilan keputusan, gugatan melalui pengadilan. Kemudian
pada tahun 2016 dilakukan lagi revisi ketiga dan keempat tentang amar
putusan panel, ketentuan peralihan, dan ketentuan penutup. Serta,
revisi keempat penambahan penafsiran. Terakhir revisi kebijakan PPND

82
Pendirian PANDI

Rp
Rp

20
Rp 19
Miliar 18 Miliar

Miliar

Rp

12
Miliar

Rp
Rp
Rp 5,2
Rp 5,5
Miliar
4,4 Miliar
3,5
Miliar
Miliar
2017
2016
2015
2014
2013
2012
2011
2010

dilakukan pada 2017 tentang jenis perselisihan nama domain, biaya


pendaftaran permohonan, dan biaya panel.

SK Menteri
Sepanjang perjalanan awal PANDI berdiri, organisasi ini hanya
mengandalkan surat berita acara serah terima yang diberikan
Kementerian Komunikasi dan Informatika sebagai bukti pelimpahan
tugas untuk membuat pengelola nama domain kepada komunitas
internet. Tanpa ada payung hukum sama sekali yang menaungi PANDI.
Namun, hal yang ditunggu-tunggu akhirnya terjadi juga.
Kementerian Komunikasi dan Informatika pada 16 September 2014,
memberikan kepercayaan kepada PANDI melalui Keputusan Menteri
Komunikasi dan Informatika nomor 806 tahun 2014 yang menetapkan
PANDI sebagai Registry Nama Domain Tingkat Tinggi Indonesia. Registry
domain ini adalah organisasi yang memiliki hak secara prerogatif untuk
mengelola Top Level Domain (TLD).
“Penunjukan PANDI sebagai registry, sesuai amanat PP Nomor 82

83
Pendirian PANDI

tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik


disebutkan bahwa pengelola nama domain harus ditetapkan oleh
menteri,” ungkap Andi.
Dalam regulasi tersebut juga menetapkan bahwa PANDI diberikan
hak sebagai registry untuk memperoleh pendapatan dengan memungut
biaya pengelolaan Nama Domain Tingkat Tinggi Indonesia dari registrar
ataupun registran.
PANDI memang organisasi nirlaba. Tetapi sebagaimana organisasi,
juga membutuhkan asupan dana untuk menjalankan roda persyarikatan.
Mustahil jika tak didukung dengan hal itu.
Barangkali, tidak hanya PANDI, organisasi di luar PANDI juga
melakukan langkah serupa. Hanya saja, yang perlu digaris bawahi adalah
pemanfaatan dana tersebut dikembalikan lagi untuk kemaslahatan
organisasi. Bukan untuk dibagi-bagi ke anggota.
“Jadi nirlaba itu bukannya tidak boleh cari uang, boleh cari
uang tapi tidak boleh dibagi-bagi kepada Pendiri atau Anggota PANDI
seperti layaknya bagi-bagi deviden kalau di perusahaan. Uangnya buat
operasional PANDI dan membiayai kegiatan-kegiatan yang relevan
dengan pengembangan internet, ” tegas Andi.
Harus diakui, bagi beberapa orang ini memang masalah sensitif.
Tetapi Andi meyakinkan kepada para anggotanya bahwa penerimaan
biaya yang didapatkan PANDI akan dikembalikan lagi untuk membiayai
kegiatan-kegiatan yang relevan dengan pengembangan internet dan
operasional. Berdasarkan catatan PANDI dari tahun 2010 hingga 2017,
penerimaan biaya pendaftaran terus melonjak.
Di tahun 2010, PANDI menerima pendatapan sebesar Rp 3,5 miliar.
Angka ini terus melejit sampai dengan tahun 2012, yakni Rp 5,5 miliar.
Kemudian di tahun 2013, penerimaan PANDI sempat merosot menjadi
Rp 5,2 miliar. Namun tak butuh waktu lama, penurunan penerimaan
kembali melonjak.
Di tahun 2014, penerimaan PANDI melonjak lebih dari dua kali
lipat. Pada tahun itu, PANDI berhasil mencatatkan angka penerimaan
Rp 12 miliar. Penerimaan PANDI pun semakin meningkat di tahun
selanjutnya menjadi Rp 20 miliar pada 2015. Sayangnya, pada tahun
2016, penerimaan PANDI kembali menurun menjadi Rp 18 miliar. Lalu,
pada 2017, penerimaan PANDI naik kembali menjadi Rp 19 miliar.
“Di tahun 2018 ini, kami targetkan penerimaan Rp 25 miliar. Sejauh
ini sudah mencapai angka Rp 23 miliar,” kata Andi.

84
BAB 5

Tentang
Domain .id

85
Tentang Domain .id

T
ahun 2014 adalah masa bersinar Pengelola Nama Domain
Internet Indonesia (PANDI). Kebijakan-kebijakan yang dulu belum
tersentuh, kini pelan-pelan mulai dijamah. Imbasnya, terjadinya
peningkatan jumlah pendaftaran nama domain. Salah satunya adalah
penerapan pendaftaran nama domain anything .id.
Berdasarkan data yang dimiliki PANDI, tahun 2014 merupakan
gerbang awal penerapan domain anything .id, tercatat kebijakan ini
menghasilkan pendaftaran nama domain sebanyak 123.960. Kemudian
melonjak menjadi 155.609 domain yang telah terdaftar di tahun 2015.
Hingga tahun 2016, jumlah nama domain terus meningkat tajam.
Tercatat, 242.699 domain terdaftar.
Adanya peningkatan jumlah pendaftaran nama domain, tak bisa
dimungkiri membuat pengurus PANDI merasa gembira. Kebijakan yang
digodok secara matang ini, ternyata tak sia-sia. Ini seperti kebijakan paling
populer yang diberlakukan PANDI untuk mendongkrak pendaftaran
nama domain.
Masyarakat pun datang berbondong-bondong dengan
menggenggam nama domain yang akan didaftarkan melalui www.
domain.id. Mereka berharap nama domain yang telah mereka siapkan
dapat digunakan.
Sesi pendaftaran Grand Father dan Land Rush menjadi periode
yang ditunggu-tunggu. Sesi Grand Father ini ditujukan bagi pemegang
nama domain yang sudah eksis. Periode ini dilakukan selama kurang
lebih dua bulan mulai dari 21 April sampai dengan 13 Juni 2014.
Sementara periode Land Rush, sesi di mana siapapun boleh
mendaftarkan nama domain, tak terkecuali pihak asing. Yang jelas harus
memenuhi persyaratan yang ditentukan, yakni memiliki perwakilan di
Indonesia. Masa-masa ini dilakukan mulai 16 Juni sampai dengan 15
Agustus 2014.
Alhasil, nama-nama domain yang akan didaftarkan oleh
masyarakat pun membludak. Di luar dugaan pengurus PANDI kala itu.
Pada sesi Grand Father saja, sebanyak 966 nama domain yang mendaftar.
Sementara pada periode Land Rush, terdapat 1.339 nama domain yang
diizinkan untuk didaftarkan.
Di satu sisi senang, di sisi yang lain pengurus PANDI harus
memutar otak. Bukan soal infrastruktur untuk mendukung banyaknya
nama domain yang mendaftar, soal infrastruktur PANDI sudah

86
Tentang Domain .id

Sosialisasi domain .id dilakukan di berbagai daerah.

mempersiapkannya baik-baik. Tetapi yang harus dipikirkan adalah


aturan yang harus diputuskan saat ada pengajuan nama domain yang
serupa.
Saat periode Grand Father saja, dari 966 nama domain yang
disetujui diajukan untuk didaftarkan, 8 di antaranya mengajukan nama
domain yang sama. 8 nama domain itu yakni, diabetes.id, franchise.id,
insurance.id, kamera.id, obatherbal.id, online.id, dan zakat.id. Selama
periode ini juga, dari 966 nama domain yang mendaftarkan diri ada
Yahoo, Kompas, Acer, ATI, Flickr, Nawala, Gramedia, Telkomsel, Kalbe, dan
Vodafone.
Kemudian, kala periode Land Rush dibuka, 48 nama domain dari
1.339 diajukan lebih dari satu pihak. Dan lebih dari 200 permintaan
terpaksa ditolak karena tak sesuai dengan persyaratan.

87
Tentang Domain .id

Dengan adanya pendaftar yang lebih dari satu pihak ini, otomatis
tidak mudah untuk memutuskan siapa yang berhak mendapatkan
secara sah domain yang didaftarkan itu. Singkat cerita pengurus PANDI
tercetus ide dengan menggunakan mekanisme lelang. Siapa yang berani
membayar lebih mahal, maka berhak untuk mendapatkan domain yang
diperebutkan itu secara sah.
Hanya saja, langkah lelang ini tidak langsung diterapkan. PANDI
sebagai organisasi yang memiliki spirit keterbukaan, sudah barang tentu
harus mengumpulkan para pemangku kepentingan untuk mendapatkan
‘izin’ melakukan langkah tersebut. Maka itu, diperlukan pembahasan
khusus melalui rapat Forum Nama Domain.
Seperti yang diketahui, Forum Nama Domain ini terdiri dari
berbagai elemen pemangku kepentingan antara lain Pemerintah,
Registrar, dan akademisi.
“Soal teknis sama sekali tidak ada kesulitan. Tantangannya saat
itu adalah bagaimana meyakinkan di internal PANDI. Baik itu kepada
pengurus, pengawas, dan juga kepada pemerintah bahwa langkah
ini tidak perlu ada yang dikhawatirkan. Justru inilah yang menjadi
tantangannya. Ini juga petanda bahwa animo masyarakat begitu besar
ketika PANDI merilis pendaftaran nama domain anything.id,” kata Ketua
PANDI, Andi Budimansyah.
Setelah pihak PANDI meyakinkan bahwa cara lelang merupakan
langkah yang tepat, akhirnya seluruh pemangku kepentingan merestui
pengurus untuk segera menerapkan kebijakan itu. Sambutan dari
masyarakat atas kebijakan lelang ini pun tak berkurang animonya.
Mereka justru rela merogoh saku dalam-dalam demi mendapatkan
nama domain yang diinginkannya.

Domain .id Versus .com


Tak bisa dimungkiri, kebijakan PANDI merilis pendaftaran nama
domain anything .id bisa dibilang menjadi titik balik kebanggaan
masyarakat negeri ini untuk mulai beralih menggunakan domain
berakhiran .id. Terbukti dengan banyaknya animo masyarakat yang
mendaftar nama domain. Bahkan rela mengikuti proses lelang untuk
mendapatkan nama domain yang diharapkannya.
Andi mengatakan, untuk bisa melalui tahap ini tak semudah
membalikan telapak tangan. Saat awal kepemimpinannya pada

88
Tentang Domain .id

Tantangan itu sampai saat ini


ya masih menjadi tantangan.
Nah, ini pelan-pelan kita
juga memperkenalkan, ini ada
domain Indonesia loh
yang keren.
- Andi Budimansyah -

tahun 2011, dia mulai menyosialisasikan nama domain .id kepada


masyarakat. Hadir dalam komunitas-komunitas seperti bloger dan
merangkul industri-industri seperti Indonesia E-commerce Association
(idEA), Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) untuk
menggunakan nama domain .id.
Hanya saja perlu diakui bahwa hingga saat ini pun domain dengan
berakhir .com masih melekat erat di pikiran masyarakat. Ini fakta yang
tak bisa terbantahkan. Maka dari itu, pengurus PANDI dengan segala
daya dan upaya melakukan sosialisasi agar masyarakat negeri ini beralih
menggunakan .id.
“Yang dilakukan adalah mempromosikan, lewat media maupun
langsung ke komunitas-komunitas,” kata Andi.
Betapa begitu kuatnya domain dengan berakhiran .com, dalam
kehidupan di masyarakat kerap kali muncul lelucon seperti ‘galau.com’.
Hal ini sama saja seperti ketika orang membicarakan pompa air. Dalam
benak mereka, Sanyo unggul dibandingkan merek lain. Begitu juga
ketika bicara air mineral. Orang-orang mengasosiasikannya sebagai
Aqua. Tetapi ini adalah fakta yang pelan-pelan harus diubah.
“Tantangan itu sampai saat ini ya masih menjadi tantangan. Nah,
ini pelan-pelan kita juga memperkenalkan, ini ada domain Indonesia loh
yang keren,” ungkap dia.
Di sisi lain, eksklusifitas nama domain pun semakin terbatas.
Pengguna domain .com sudah terlalu banyak. Merujuk laporan dari
Verisign pada kuartal kedua tahun 2018, nama domain .com yang telah
terdaftar mencapai 135,6 juta. Dengan banyaknya jumlah itu, tentu saja
berimbas terhadap semakin sedikitnya nama domain yang diinginkan.

89
Tentang Domain .id

Sekarang cari domain selain


.id susah banget karena
sudah penuh. Nah karena kita
berakhiran .id masih sedikit, nama-
nama cantik di domain .id itu
peluangnya masih besar.
- Andi Budimansyah -

Misalnya saja, bila ingin mendaftarkan nama domain buku.


com, mungkin sudah tidak ada lagi. Karena sudah ada orang yang
mendaftarkan nama domain tersebut. Maka sisi eksklusivitas pun
berkurang.
“Sekarang cari domain selain .id susah banget karena sudah
penuh. Nah karena kita berakhiran .id masih sedikit, nama-nama cantik
di domain .id itu peluangnya masih besar,” jelasnya.
Dari sisi teknis operasionalnya juga tak kalah penting. Domain
Name System (DNS)-nya domain .id ada di Indonesia. Dampaknya
adalah proses resolve nama domain lebih cepat. Sederhananya begini,
komputer yang sering digunakan sehari-hari bekerja menggunakan
Internet Protocol (IP).
Ketika kita mengetik alamat website www.pandi.id, maka secara
otomatis komputer akan melakukan komunikasi ke server DNS untuk
meminta IP milik PANDI. Kemudian dari DNS itu akan melakukan umpan
balik untuk mengarahkan ke IP PANDI. Proses itu disebut dengan resolve
domain.
“Penggunaan domain .id tentunya juga menghemat bandwidth
perusahaan-perusahaan Internet Service Provider (ISP) kita. Kalau pakai
dot yang lain kan harus request dulu ke DNS mereka di luar negeri
menggunakan bandwidth internasional,” ungkap Andi.
Selain itu, trafik nasional internet juga akan berpengaruh. Makin
tinggi trafiknya, jadi lebih bagus. Dan tidak tergantung dengan luar
negeri. Misalnya saja jika menggunakan nama domain .tv, tidak akan
pernah tahu kejadian-kejadian yang akan melanda. Sederhananya, kalau
terjadi kisruh lalu DNS-nya mati maka tidak akan bisa diakses.

90
Tentang Domain .id

“Jadi menggunakan domain dari luar artinya kita juga membiarkan


diri kita tergantung terhadap kebijakan domain yang mereka buat,
terserah negara- negara tersebut,” jelas Andi.
Semakin banyak masyarakat yang menggunakan domain .id,
secara tidak langsung mengangkat nama Indonesia di mata internasional.
Makin banyak orang Indonesia yang pakai domain .id, maka gaungnya
domain .id di internasional juga akan banyak.
“Artinya, Indonesia bisa bersuara di internet melalui domain .id,”
jelasnya.
Hal lain yang menarik adalah domain .id kini tidak hanya diminati
oleh masyarakat dalam negeri saja. Andi menuturkan pendaftaran dari
publik internasional juga kian meningkat. Saat ini permintaan banyak
datang dari Amerika Serikat dan Trinidad & Tobago. Fakta itu bisa
menjadi sinyal positif bagi pengembangan domain .id. Bisa saja nantinya,
domain .id akan sama tenarnya dengan ccTLD lain yang sudah lebih dulu
digunakan masyarakat dunia seperti .co (Kolombia), .tv (Tuvalu), atau .tk
(Tokelau).

Salah satu kegiatan PANDI di Istana Bogor.

91
Tentang Domain .id

Nama domain dua digit,


kami menjualnya dengan
harga Rp 500 juta, seperti EF.id.
Ini kan nama domain cantik.

- Andi Budimansyah -

Domain Unik dan Mahal


Sepanjang periode privilege yakni Sunrise, Grand Father, dan
Land Rush, kerap kali ditemukan pendaftaran nama domain yang
unik lagi mahal. Bukan tidak mungkin, bila nama domain yang terlalu
panjang dan sulit diingat akan cenderung membuat orang sukar untuk
mengingatnya. Dengan nama domain yang tidak sulit dihafalkan, tentu
saja akan membuat meningkatnya brand awareness bagi pemilik merek.
Nama domain yang menarik itu bisa terdiri dari 2 hingga lebih
dari 5 karakter. Sebagai contohnya, ibu.id atau mama.id. Menurut Andi,
untuk domain termahal yang ditetapkan PANDI memiliki karakter dua
digit. Sejauh ini salah satunya yang menjadi domain termahal adalah
EF.id atau English First. EF sendiri merupakan brand yang pertama kali
membeli domain dengan dua digit.
“Nama domain dua digit, kami menjualnya dengan harga Rp 500
juta. Seperti EF.id. Ini kan nama domain cantik. Harga Rp 500 juta itu
hanya biaya akuisisinya saja, cuma sekali. Tahun berikutnya disamakan
dengan domain yang lain. Bayarnya Rp 250 ribu per tahun untuk
perpanjangan,” kata Andi.
Setelah EF.id, menyusul lainnya nama domain dengan dua digit
antara lain OT.id (Orangtua Group), BL.id (Bukalapak), dan perusahaan
e-commerce asal Tiongkok, JD.id. Harga mahal hingga ratusan juta
rupiah itu memang telah ditetapkan oleh PANDI. Berbeda dengan nama
domain yang dilelang.
Pada periode Land Rush, forex.id menjadi nama domain
dengan penawaran tertinggi saat lelang. Forex.id mampu menembus
biaya akuisisi hasil lelang nama domain dengan angka Rp 150 juta.
Mengalahkan 13 nama domain lainnya yang saat periode tersebut juga
dilakukan lelang, yakni:

92
Tentang Domain .id

1 agenda.id 8 genset.id
2 diskon.id 9 media.id
3 forklift.id 10 bintang.id
4 lampu.id 11 bunga.id
5 diving.id 12 software.id
6 toko.id 13 triumphmotorcycle.id.
7 safety.id

Di bawah forex.id, nama domain dengan biaya akuisisi tertinggi


berikutnya di periode yang sama adalah toko.id dan money.id. Nama
domain toko.id dibanderol dengan harga Rp 17 juta dan money.id
sebesar Rp 15 juta.
Sebelumnya, pada periode Grand Father, online.id menjadi nama
domain yang keluar dengan lelang paling tinggi, yakni Rp 110 juta.
Mengalahkan tujuh nama domain yang saat itu juga dilelang. Tujuh nama
domain yang dilelang bersamaan dengan online.id adalah diabetes.id,
franchise.id, insurance.id, kamera.id, obatherbal.id, dan zakat.id.
Domain-domain unik yang dijual atau dilelang khususnya untuk
nama domain dengan dua hingga empat karakter, langsung dikelola
oleh PANDI. Pengelolaan yang langsung dipegang oleh PANDI ini karena
telah menjadi kesepakatan dalam rapat Forum Nama Domain. Dalam
rapat tersebut, menyepakati bahwa hanya nama domain dengan lima
digit ke atas yang boleh didaftarkan melalui registrar PANDI. Kesepakatan
ini dilakukan agar tidak adanya tumpang tindih nama domain yang pada
ujungnya membuat bias persepsi masyarakat.
“Misalnya mau beli domain com.id kita tidak kasih karena nanti
takut bias dengan co.id. Kemudian contohnya lagi, sekarang untuk
institusi sekolah kan pakainya sch.id, kalau ada yang mau ambil domain
edu.id kita juga tidak akan kasih, takut nanti ada konflik dan membuat
masyarakat bingung,” terang Andi.

93
94
BAB 6

Sosok Penting
di Balik PANDI

95
Sosok Penting di Balik PANDI

S
etelah mengalami masa pengelolaan oleh beberapa individu
seperti Rahmat M Samik-Ibrahim, Budi Rahardjo, dan Maman, nama
domain internet di Indonesia memasuki babak baru pada 2005.
Saat itu, pengelolaan nama domain di Indonesia disepakati
dikelola sementara oleh pemerintah, tepatnya Departemen Komunikasi
dan Informatika – kini kementerian, setelah terjadi perseteruan yang
alot antara Budi Rahardjo selaku admin nama domain dan Asosiasi
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII).
Tim Departemen Komunikasi dan Informatika dipimpin oleh
Cahyana Ahmad Djayadi, Direktur Jenderal Aplikasi Telematika, dan Lolly
Amalia, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan.
Tim punya tugas mahapenting, yakni mendamaikan dua pihak
yang berseteru; Budi Rahardjo dan APJII. Jika perdamaian tak terjadi,
administrasi pengelolaan domain internet di republik ini terancam tak
terurus.
Pada Agustus 2005, tim Depkominfo mulai melakukan mediasi
kepada dua pihak yang bertikai. Namun, proses mediasi tersebut bak
menemukan jalan buntu. Mediasi berikutnya juga begitu. Kuldesak; jalan
buntu lagi. Sebab kedua pihak yang bertikai tidak bersedia mengalah.
Budi Rahardjo tidak ingin lagi APJII terlibat, karena merasa dirinya lah
yang menerima mandat dari Rahmat M Samik-Ibrahim sebagai pengelola
pertama domain internet. Sedangkan APJII tidak ingin Budi mengelola
kembali domain. Ujungnya, mediasi ini gagal total.
Di tengah kebuntuan ini, kedua pihak yang bertikai sepakat satu
hal; demi administrasi pengelolaan domain internet di Tanah Air terurus
dengan baik.
“Akhirnya, kedua pihak setuju menyerahkan pengelolaan domain
.id kepada pemerintah. Namun, pengelolaan ini bersifat sementara,
sampai dibentuk lembaga yang mengelola nama domain .id,” ujar Lolly
Amalia yang masih segar dalam ingatannya masa-masa awal itu.
Menurut Lolly, karena bersifat sementara, kala itu pemerintah
hanya melanjutkan pengelolaan nama domain seperti sebelumnya. Pada
awalnya proses pendaftaran nama domain tidak mengalami perbedaan,
karena tidak tersedianya anggaran untuk pengelolaan nama domain
yang masuk di pertengahan tahun. Sejatinya, tidak banyak perubahan
berarti, misalnya pendaftaran nama domain bisa dilakukan lewat
telepon atau melalui registrar saat itu, yaitu CBN dan PT Telekomunikasi
Indonesia Tbk. Namun seiring berjalannya waktu dan tersedianya

96
Sosok Penting di Balik PANDI

anggaran, berhasil dikembangkan aplikasi pendaftaran nama domain


oleh anak-anak muda lulusan UI. Aplikasi tersebut memudahkan tugas
pemerintah dalam mengelola nama domain.
“Biaya pendaftaran pun tidak ada sejak dikelola sementara oleh
pemerintah, karena regulator tidak boleh memiliki pendapatan,” tambah
Sylvia Sumarlin, saat itu menjadi Ketua Umum APJII.
Selain mengelola domain internet sementara di republik ini,
Depkominfo mempunyai tugas lain yang tak kalah pentingnya, yakni
menyiapkan lembaga atau institusi baru sebagai pengelola domain. Ini
sesuai amanat Undang-Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik, bahwa pengelolan nama domain dilakukan oleh
masyarakat.
Tim Depkominfo pun bergerak cepat. Simpelnya, Depkominfo
menghubungi komunitas internet di Tanah Air untuk menyiapkan
tim pembentukan lembaga atau institusi baru itu. Salah seorang dari
komunitas internet itu adalah Theodoor Sukardi, yang biasa disapa
Teddy Sukardi. Teddy termasuk salah seorang yang terlibat di awal-awal
pengelolaan domain di bawah PANDI.

Perwakilan ICANN akhirnya menerima redelegasi pengelolaan nama domain Indonesia dari Budi Rahardjo ke PANDI.

97
Sosok Penting di Balik PANDI

Menurut Teddy yang ditemui di Jakarta awal tahun, awal mula


PANDI memang berasal dari Depkominfo pada akhir 2005. Kami,
komunitas internet, waktu itu mendapat limpahan tugas dari pemerintah
untuk mendirikan wadah atau organisasi yang mengatur tentang
domain. Sementara di sisi lain, saat itu banyak nama domain terkesan
“mubazir”, lantaran hanya dibuat atau dimiliki pihak tertentu, tapi tidak
ada aktivitasnya.
“Maka itu, komunitas internet melihat hal tersebut (organisasi)
sangat baik. Faktor lain yang mendasari perlu dibuat pengelola nama
domain, kami ingin semua domain punya legalitas. Dengan legalitas
tersebut, secara otomatis menjamin kredibilitas dari domain itu sendiri,”
ungkap Teddy.
Teddy pun menginisiasi sebuah rapat dengan agenda
pembentukan lembaga pengelola nama domain internet Indonesia.
Rapat itu dilaksanakan pada 14 Agustus 2006, mulai jam 09.00 WIB di
salah satu ruangan di Depkominfo.
Teddy berlaku sebagai ketua tim formatur, sedangkan Sylvia
Sumarlin bertindak sebagai sekretaris tim. Rapat nan ‘bersejarah’ bagi
kelahiran PANDI itu berdurasi hampir 6 jam dan dihadiri 15 pelaku
sejarahnya. Para pelaku sejarah itu adalah:

1 John Sihar Simanjuntak


2 Atmaji Sapto Anggoro
3 AM Natsir Amal
4 Teddy Affan Purwadi
5 Brata T Hardjosubroto
Para 7
6 Heru Nugroho
Basuki Yusuf Iskandar
pelaku 9
8 Isnawan
Teddy Sukardi

sejarah 11
10 Wahyoe Prawoto
Sylvia Sumarlin
12 Lolly Amalia
13 Cahyana Ahmad Jayadi
14 Andi Budimansyah
15 Bobby Achirul Awal Nazief

98
Sosok Penting di Balik PANDI

Setelah melalui diskusi yang panjang, hampir enam jam, rapat tim
ini memutuskan beberapa hal:
1. Tim memilih bentuk badan hukum “Perkumpulan” bagi
pengelolaan nama domain Indonesia, perkumpulan harus segera
dibentuk secepatnya.
2. Masa transisinya adalah enam bulan sampai terselenggara rapat
umum anggota (RUA). Pada RUA ini akan dilaksanakan pemilihan secara
demokratis dan menunjuk pengurus-pengurus untuk periode 3 tahun.
3. Memberikan kuasa penuh kepada Ketua Tim dan Sekretaris
Tim untuk mewakili tim dan seluruh peserta rapat yang hadir untuk
menghadap notaris dan pembuatan dan penandatangan akte pendirian
perkumpulan maupun perbuatan hukum lainnya, yang diperlukan
bagi pelaksanaan maksud-maksud peserta rapat dalam pembentukan
perkumpulan.
4. Agar sesegera mungkin Perkumpulan berdiri dan bisa segera
dilakukan RUA.
5. Untuk pengurus masa transisi, maka diajukan susunan sebagai
berikut dengan menyimpang dari anggaran dasar:

John Sihar Simanjuntak 1


Atmaji Sapto Anggoro 2
AM Natsir Amal 3
Teddy Affan Purwadi 4
Brata T Hardjosubroto 5
Heru Nugroho 6
Basuki Yusuf Iskandar 7
Isnawan 8
DEWAN
Teddy Sukardi 9
Wahyoe Prawoto 10
PENDIRI
Sylvia Sumarlin 11
Lolly Amalia 12
Cahyana Ahmad Jayadi 13
Andi Budimansyah 14
Bobby Achirul Awal Nazief 15

99
Sosok Penting di Balik PANDI

Dewan Pengurus

Ketua
Teddy Sukardi
Sekretaris Umum
J Maeran Sunarto
Direktur Operasional
Isnawan
Direktur Teknologi
Aidil Chendramata
Direktur Administrasi dan Keuangan
Tinuk Andriyanti

Dewan PENGAWAS

Heru Nugroho

John Sihar Simanjuntak

Andi Budimansyah

Bobby Achirul Awal Nazief

100
Sosok Penting di Balik PANDI

Dewan PENASEHAT

Atmaji Sapto Anggoro

AM Natsir Amal

Teddy Affan Purwadi

Brata T Hardjosubroto

Cahyana Ahmad Jayadi

Lolly Amalia

Basuki Yusuf Iskandar

Menurut Teddy, tantangan pengelolaan domain saat itu adalah


orang-orang dari komunitas internet ini bekerja tanpa ada landasan
hukum atau peraturan perundang-undangan. Saat itu, satu-satunya
acuan kami, hanya surat berita acara serah terima. Inti surat itu,
pemerintah memberikan limpahan tugas untuk membuat pengelola
nama domain di Indonesia. Berita Acara Penyerahan Pengelolaan
Domain .id yang dimaksud adalah BAP No BA-343 Tahun 2007 dari
direktur jenderal aplikasi telematika Depkominfo.
“Setelah dapat mandat dari Depkominfo, akhirnya berdasarkan
kepercayaan dari komunitas, kami mulai bergerak untuk membuat
pengelola nama domain. Pada dasarnya, saat itu, kami ingin membuat
sebuah lembaga yang legal, sehingga semuanya disusun secara detail

101
Sosok Penting di Balik PANDI

Redelegasi kedua pengelolaan nama domain internet di Indonesia dari Budi Rahardjo ke PANDI disaksikan perwakilan ICANN.

dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART). Setelah


semua proses itu dilalui, terciptalah penggelola nama domain seperti
PANDI yang ada saat ini. Yang perlu diketahui, pengelola nama domain
didirikan sebagai lembaga legal berbadan hukum yang nonprofit,”
kenangnya.
Sylvia Sumarlin memiliki cerita sendiri soal ini. Saat periode awal
ini, pengusaha internet ini menjabat sebagai Ketua Umum APJII.
Menurutnya, PANDI dibangun dengan rumusan bahwa lembaga ini
dikelola oleh beberapa unsur dari berbagai kalangan, seperti komunitas,
akademis, dan sebagainya. Setelah badan hukum berdiri; Perkumpulan
PANDI, kemudian kami memilih Teddy Sukardi masih caretaker sampai
rapat umum anggota (RUA) dengan agenda menyusun anggota dan
susunan pengurusnya, hingga akhirnya terpilih Andi Budimansyah
sebagai Ketua PANDI.
Pada Juni 2007, Depkominfo menyerahkan pengelolaan nama
domain di Indonesia pada PANDI. Saat itu proses soft launching-nya
dimulai dengan menyerahkan kepada Teddy Sukardi yang berperan

102
Sosok Penting di Balik PANDI

sebagai Caretaker Ketua Umum PANDI.


Lolly Amalia, anggota Pendiri PANDI, masih ingat betul awal-awal
PANDI dibentuk, termasuk diskusi soal badan hukumnya sebelum jadi
perkumpulan sesuai AD/ART.
““Sebagai pendiri PANDI, kami ada 15 orang termasuk Pak
Cahyana Ahmad Jayadi dan Pak Basuki Yusuf Iskandar. Awalnya ada yang
berpendapat bentuk badan hukumnya koperasi, saya termasuk yang
mau koperasi. Saya berpikir bahwa yang menjadi anggota PANDI, bukan
hanya APJII, tetapi juga operator seluler, registrar, dan perwakilan orang-
orang yang menggunakan nama domain itu. Ini pemikiran saya. Jadi
waktu itu, mengapa tidak koperasi saja. Jadi semua ikut. Iuran juga dari
sana,” ungkap Lolly.
Namun, ternyata ketika proses voting dan pandangan dari ahli
hukum, bentuk koperasi dan perseroan terbatas (PT) tidak bisa, karena
PANDI harus bersifat nonprofit karena dananya berasal dari publik,
bukan dari perorangan. Atas dasar itu, bentuknya adalah badan atau
perkumpulan, akhirnya dipilihlah perkumpulan.
Kemudian dibuatlah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga (AD/ART) dan sebagainya. Selanjutnya, ditunjuklah sebagai
ketua, Teddy Sukardi. Lalu ada Dewan Pengawas dan Dewan Pengurus,
hingga PANDI beroperasi seperti sekarang.

Mengapa Perkumpulan
Rapin Mudiarjo SH memiliki penjelasan lebih detail tentang
pemilihan bentuk Perkumpulan sebagai badan hukum PANDI ketimbang
bentuk Koperasi.
Rapin adalah seorang profesional di bidang hukum yang dipercaya
oleh komunitas internet Indonesia untuk melakukan kajian hukum
tentang kelembagaan organisasi nonpemerintah yang mengelola
sumber daya internet di Tanah Air. Meski dalam perjalanannya, kajian
tersebut berkembang menjadi lebih fokus pada pengelolaan nama
domain internet.
“Penugasan” kepada Rapin itu datang dari APJII. Maklum saja,
sejak 2003 Rapin adalah penasehat hukum APJII. Saat itu, Dewan Ketua
APJII terdiri dari Andi Budimansyah, Wahyu Prawoto, Teddy Purwadi,
Sammy Pangerapan, dan Andre Ludya Liap. Namun, yang secara khusus
memberikan arahan perihal rencana pengelolaan nama domain adalah

103
Sosok Penting di Balik PANDI

Sammy Pangerapan, Wahyu Prawoto, dan Heru Nugroho.


“Tujuan utama dari kajian tersebut adalah memberikan
rekomendasi kepada pemangku kepentingan termasuk pemerintah,
pelaku industri, dan masyarakat perihal kelembagaan mandiri yang
mengelola layanan internet secara independen (nonpemerintah).
Namun, memiliki layanan profesional dengan tetap merujuk pada
ketentuan hukum di republik ini,” ujar Rapin dalam sebuah wawancara
di awal 2019.
Menurutnya, kajian tersebut dilakukan selama dua bulan. Kami
melakukan penelusuran hukum dengan mengacu pada beberapa
lembaga di Indonesia yang memiliki kemiripan dalam memberikan
layanan kepada masyarakat. Antara lain YLKI (Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia), Bursa Efek Jakarta (BEJ) --kini Bursa Efek Indonesia,
dan asosiasi profesonal seperti dokter (IDI), advokat, dan notaris.
Kami juga mengumpulkan bahan dan keterangan dari beberapa
tempat. Mulai dari Kementerian Hukum dan HAM, serta berdiskusi
dengan beberapa narasumber yang kompeten. Atas dasar itu, kajian
kelembagaan pun dibatasi pada beberapa model organisasi yang ada
dalam ketentuan hukum, yakni Yayasan, Koperasi, dan Perkumpulan.
“Sengaja kami tidak mamasukkan Perseroan Terbatas (PT) dalam
kajian ini. Karena tegas yang digariskan oleh Pengurus APJII saat itu,
bahwa lembaga atau badan yang akan dibentuk tidak bersifat komersial
dalam melakukan kegiatan usaha,” ungkap Rapin.
Dalam temuan awal, Yayasan dan Koperasi tidak cocok dengan
semangat independensi dalam penyelenggaraan internet di dunia.
Setelah dicermati lebih lanjut, kami pun mendalami soal lembaga
Perkumpulan. Setelah melihat praktek di dunia dalam hal pengelolaan
sumber daya internet dan pemerintah juga mengenal badan hukum
Perkumpulan.
“Setelah melakukan perbandingan dengan beberapa bentuk
organisasi, bentuk Perkumpulan disimpulkan yang paling efektif dan
cocok dengan model pengelolaan layanan sumber daya internet di
dunia yang berkarakter independen, multi-stakeholder, nirlaba, dan
profesional,”ucapnya.
Hasil kajian pun segera diserahkan kepada pengurus pusat APJII,
kemudian dilakukan konsinyering (penyelarasan) dengan pemangku

104
Sosok Penting di Balik PANDI

kepentingan terkait. Mulai dari pemerintah, akademisi, praktisi, dan


pelaku industri internet. Setelah dilakukan beberapa kali penyelarasan,
tidak terdapat kendala berarti. Sehingga bulat ditetapkan badan hukum
PANDI adalah Perkumpulan.
“Mengenai bentuk koperasi, undang-undang kita tidak
memberikan ruang cukup fleksibel dalam pengelolaan layanan sumber
daya internet. Belum lagi persoalan perizinan kelak, akan tunduk pada
ketentuan yang dikeluarkan oleh Kementerian Koperasi,” pungkas Rapin
mengapa bentuk Koperasi tidak dipilih.

Perkumpulan PANDI
Menurut laman pandi.id, PANDI dibentuk oleh komunitas internet
Indonesia bersama pemerintah pada 29 Desember 2006 untuk menjadi
registri domain .id. Kemudian pada 29 Juni 2007, Departemen --kini
Kementerian-- Komunikasi dan Informatika secara resmi menyerahkan
pengelolaan seluruh domain internet Indonesia kepada PANDI, kecuali
domain go.id dan mil.id. Penyerahan pengelolaan domain .id ini
dituangkan dalam Berita Acara Penyerahan Pengelolaan Domain .id
dengan No BA-343 Tahun 2007 dari direktur jenderal aplikasi telematika
pada PANDI.
Sejak itu, PANDI menjadi pengelolaan nama domain tingkat tinggi
Indonesia (.id) dan domain-domain tingkat dua di bawahnya:

id my.id sch.id
or.id net.id
co.id web.id desa.id
go.id mil.id
ac.id biz.id ponpes.id

105
Berdasarkan akte pendirian PANDI tanggal 29 Desember 2006 bab
IV pasal 7, perkumpulan PANDI bertujuan:
1. Menyediakan layanan registri nama domain tingkat tinggi Indonesia
(ccTLD-ID) secara profesional sesuai kebutuhan di Indonesia
dengan kualitas layanan yang memenuhi standar internasional.
2. Mengembangkan dan menyediakan jasa layanan lain yang terkait
dengan nama domain sesuai dengan ketentuan perkumpulan.
3. Melindungi kepentingan para anggotan dan pengguna nama
domain pada umumnya dalam menjalankan kegiatan sesuai
dengan peraturan berlaku.
4. Menyelenggarakan komunikasi antaranggota dan pengguna
nama domain pada umumnya, antara anggota dan pemerintah,
dan antaranggota dengan asosiasi/organisasi semitra di dalam dan
luar negeri.
5. Memberikan konsultasi dan dukungan teknis kepada anggota
dalam pengelolaan nama domain.
6. Menjadi mitra pemerintah dalam membangun sarana informasi
dan komunikasi nasional serta internasional.
7. Menyelesaikan perselisihan nama domain melalui proses mediasi
internal dan atau melaksanakan hasil keputusan dari badan arbitrase
dan atau badan peradilan lainnya.
Kemudian bab V pasal 8 tentang Struktur Perkumpulan, struktur
PANDI terdiri dari Badan Pengawas, Badan Pengurus, Badan Penasehat,
dan Badan Pengurus Harian (BPH).
Pasal 12 menjelaskan, Badan Pengurus terdiri dari direktur utama,
direktur pengembangan dan dukungan teknis, direktur operasi, dan
direktur keuangan dan administrasi. Badan Pengurus diangkat oleh
Rapat Umum Anggota (RUA) dengan masa kerja tiga tahun dan dapat
diangkat kembali (pasal 13).
Pasal 35 tentang Hal-hal Lain disebutkan, Badan Pengurus PANDI
diketuai oleh Teddy Sukardi dengan Sekretaris Umum Jacobus Maeran
Sunarto. Kemudian jabatan Direktur Operasional dipimpin Isnawan,
Direktur Teknologi Aidil Chendramata, Direktur Administrasi dan
Keuangan Tinuk Andriyanti.
Sementara Badan Penasehat diisi oleh Atmaji Sapto Anggoro,
Andi Muhammad Natsir Amal, Teddy Affan Purwadi, Brata Taruna
Hardjosubroto, Cahyana Ahmad Jayadi, Lolly Amalia, dan Basuki Yusuf

106
107
Sosok Penting di Balik PANDI

108
Sosok Penting di Balik PANDI

Pengelolaan domain disusun


lagi dari awal dengan prinsip
memiliki aspek legalitas atau
kepastian hukum lebih baik.

- Teddy Sukardi -

Iskandar. Sedangkan Badan Pengawas terdiri dari Heru Nugroho, John


Sihar Simandjuntak, Andi Budimansyah, dan Bobby Achirul Awal Nazir.
Sebagai caretaker ketua (pertama) Badan Pengurus PANDI, Teddy
mengakui pengelolaan domain disusun lagi dari awal dengan prinsip
memiliki aspek legalitas atau kepastian hukum lebih baik. Maka itu,
dibuatlah salah satu persyaratan pendaftaran domain adalah memiliki
identitas jelas, termasuk menyerahkan nomor pokok wajib pajak (NPWP)
dan berbagai dokumen lain. Tidak hanya itu, badan pengurus juga
secara rutin melakukan pengawasan. Bisa dibilang persyaratannya lebih
ketat dari sebelumnya.
“Kami tidak ingin ada yang punya domain, tapi tidak ada
aktivitasnya. Seandainya ada aktivitas, kami juga tidak ingin kegiatannya
melenceng. Meski memang PANDI tidak punya wewenang untuk
menutup, tapi setidaknya dengan peraturan ketat, kualitas domain jadi
terjaga. Yang perlu diketahui, syarat ketat yang diberikan, bukan untuk
membatasi, tapi kami hanya ingin menjaga kualitas dan kredibilitas
nama domain itu sendiri,” ungkapnya.
Persyaratan pendaftaran yang bisa dibilang ketat itu mendapat
beragam respons. Banyak respons positif, tapi tidak sedikit respons
negatif dialamatkan kepada Teddy dan badan pengurus PANDI.
Teddy sendiri mengaku menanggapi santai respons negatif tersebut.
Prinsipnya, itulah risiko sebuah kebijakan yang dibangun demi kebaikan
semua pihak.
Bergeming dengan persyaratan ketat untuk pendaftaran domain
TLD.id, animo masyarakat menggunakan domain .id pun cenderung
berkurang saat itu. Banyak pihak mengurungkan niat untuk memiliki
nama domain .id. Mereka akhirnya berpaling dengan menggunakan
domain lain, seperti .com.
Teddy menyadari betul kondisi ini dampak dari kebijakan yang

109
Sosok Penting di Balik PANDI

dibuatnya. Bahkan ada kebanggaan dari mereka yang menggunakan


domain .com, karena bersifat internasional. Pada akhirnya, sikap
awal Teddy yang konsisten bisa dipahami oleh para konsumen yang
ingin memiliki domain. Mereka banyak yang sadar, jika persyaratan itu
dilakukan untuk tujuan baik.
“Sekarang pemilik domain TLD.id merasa bangga, lantaran domain
mereka jadi lebih eksklusif, karena mendapatkannya tidak mudah. Kemudian
domain TLD .id sudah pasti terjamin legalitasnya,” ujarnya senang.

Perubahan Anggota PANDI


PANDI mengelola nama domain internet di Indonesia secara
resmi pada 2007 hingga kini. Pada perjalanan waktu ada dinamika
perkumpulan yang tampak dari keinginan mengubah beberapa pasal
dalam AD/ART PANDI.
Singkatnya, AD/ART PANDI berubah termasuk dalam pasal
keanggotaan. Perubahan AD/ART itu perlu mendapat persetujuan
anggota yang difasilitasi lewat instrumen tertinggi perkumpulan
bernama Rapat Umum Anggorta (RUA).
Pada April 2015, PANDI melakukan rapat umum anggota sebagai
lembaga tertinggi dalam perkumpulan ini. RUA yang digelar di Bandung,

Berdasarkan laman PANDI per Desember 2018,


perkumpulan PANDI terdiri dari:
Anggota Pendiri; Anggota Representatif; 2.C Wakil Penyelenggara/
AM Natsir Amal 2.A Wakil Akademisi; Pengelola Jasa Internet;
Andi Budimansyah Budi Rahardjo Ery Punta Hendraswara
Atmaji Sapto Anggoro Basuki Suhardiman Merza Fachys
Brata T Hardjosubroto Helni M Jumhur Ruby Zukri Alamsyah
Cahyana Ahmad Jayadi Yudho Giri Sucahyo Jamalul Izza
Heru Nugroho
Isnawan 2.B Wakil Pemerintah dan
John Sihar Simanjuntak Lembaga Non-Pemerintah;
Lolly Amalia Azhar Hasyim
Sylvia Sumarlin Aidil Chendramata
Teddy Affan Purwadi Hammam Riza
Wahyoe Prawoto Hasto Prastowo
Keterangan: total pendiri sebenarnya 15 orang, Freddy Harris
tapi tiga orang mengundurkan diri.

110
Sosok Penting di Balik PANDI

Rapat bersejarah dalam perjalanan PANDI sebagai pengelola nama domain di Indonesia.

Jawa Barat, ini perlu dibuat setelah ada perubahan dalam AD/ART PANDI.
Menurut Lolly, perubahan AD/ART itu dilakukan karena ada wacana
ingin mengubah jumlah anggota, karena selama ini jumlah anggota itu
bersifat tertutup, cuma 15 orang. Itu pun hanya dari anggota pendiri.
“Akhirnya terjadi perubahan jumlah anggota, yakni ditambah 15
lagi. Rinciannya, lima wakil dari pemerintah, lima dari akademisi, lima
dari APJII, registrar, dan sebagainya. Kemudian, ada yang merasa bahwa
tidak cocok nama Dewan Pengurus dan Dewan Pengawas dalam struktur
PANDI. Akhirnya namanya diubah menjadi seperti sekarang,” ujarnya.
Struktur tersebut, kata Lolly, sempat mendapat tentangan,
karena dinilai keluar dari pakem perkumpulan. Namun, setelah diberi
penjelasan, akhirnya bisa diterima dan berjalan hingga kini.
“Sebagai anggota pendiri PANDI, tetapi juga eks pemerintah dan
tidak punya conflict of interest, saya selalu mengingatkan kepada teman-
teman bahwa perkumpulan ini adalah lembaga non-profit, bukan milik
15 orang. Jadi kita harus berbuat sebaik-baiknya untuk kepentingan
masyarakat Indonesia. Karena itu, dalam setiap kebijakan apapun
harus ada kajiannya. Yang penting, layanan untuk masyarakat harus
berjalan dan ada beberapa koridor yang harus dijaga, jangan sampai
keluar dari koridor. Pada intinya, kita boleh menarik uang lewat iuran
dan sebagainya, tetapi tidak boleh uang itu dibagikan kepada anggota
sebagai dividen. Uang tersebut harus digunakan untuk pengelolaan lagi
atau dikembalikan dalam bentuk riset. Nah, uang riset itu seharusnya
dibesarkan,” pungkas Lolly.

111
112
BAB 7

Harapan
dan Rencana

113
Harapan dan Rencana

S
udah lebih dari satu dekade sejak PANDI pertama kali resmi
dibentuk oleh komunitas internet dan pemerintah. Dalam
hitungan usia organisasi, PANDI telah memasuki masa dewasa
yang akan terus berkembang di masa-masa mendatang.
Tahun-tahun pertama lebih banyak diisi dengan upaya penguatan
organisasi. Ini bukan tugas mudah. Sejak awal kemunculannya,
pengelolaan domain telah melalui pasang surut yang melibatkan
berbagai pihak. Namun, komunitas internet terbukti tetap solid dan
berhasil melewati semua tantangan yang ada. Hal-hal yang terjadi di
masa lampau justru menjadi sebuah dinamika yang membuat PANDI
dan pengelolaan nama domain di Indonesia semakin tertata rapi.
Dalam masa 13 tahun sejak pendiriannya, PANDI juga telah
melewati masa-masa kritis. Jika di tahun-tahun awal lebih banyak
dihabiskan untuk penguatan organisasi, masa berikutnya PANDI mulai
menitikberatkan pada pengelolaan domain, terutama ccTLD .id.
Menilik ke belakang, tahun 2013 rasanya menjadi salah satu
periode paling penting. Pada tahun itulah ICANN secara resmi mengakui
PANDI sebagai registri untuk domain .id. Pengakuan ini sangat penting
sebab meskipun telah berdiri sejak 2005, penanggung jawab registri
yang terdaftar di IANA (Internet Assigned Numbers Authority) masih atas
nama Budi Rahardjo.
Menurut John Sihar Simanjuntak, salah seorang Anggota Dewan
Eksekutif PANDI, upaya untuk melobi ICANN kala itu dilakukan dengan
intensif. Perwakilan PANDI telah melakukan beberapa pertemuan di
Beijing dan Singapura sebelum akhirnya resmi ditetapkan sebagai
registri pada 18 Juni 2013.
“Waktu itu mereka meminta beberapa dokumen pendukung
seperti laporan keuangan PANDI, sumber daya manusia, dan SOP
pengelolaan,” ujarnya tidak lama setelah pengumuman resmi tersebut
keluar.
Keberhasilan redelegasi domain .id tentu tidak terlepas dari
berbagai pihak. Ketua PANDI Andi Budimansyah menyebut keterlibatan
komunitas internet seperti APJII, FTII, KADIN, hingga univeritas seperti UI
dan ITB ikut membantu. Tak kalah penting adalah peran pemerintah dan
Budi Rahardjo sendiri yang namanya kala itu terdaftar sebagai registri
domain .id.
Tahun 2013 tidak hanya menjadi penanda PANDI menjadi registri
penuh, tetapi juga merupakan masa ketika usulan untuk membuka

114
Harapan dan Rencana

Domain.id sudah menjadi kebanggaan nasional.

115
Harapan dan Rencana

Ternyata membangun
website lebih sulit dari
membangun rumah.
- Andi Budimansyah -

domain .id ke publik semakin menguat. PANDI pun melakukan diskusi


umum terbuka untuk menentukan bagaimana mekanisme pelepasan .id
ke masyarakat luas.
Diskusi umum terbuka yang dilakukan pada 30 September 2013
di Gedung Kementerian Pemuda dan Olahraga menghasilkan sejumlah
keputusan penting. Salah satunya adalah kebijakan untuk melepas
domain anything.id kepada publik, baik Warga Negara Indonesia (WNI)
maupun masyarakat internasional.
Pelepasan domain .id ini dilakukan mulai awal 2014 dengan
beberapa fase. Periode pertama, sunrise, diperuntukkan bagi pemegang
merek yang terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM. Periode kedua,
grand father, diperuntukkan bagi mereka yang sudah memiliki domain
tingkat dua seperti .co.id, .web.id, dan sebagainya. Barulah pada periode
ketiga, landrush, domain .id dilepas bebas ke publik dengan prinsip siapa
cepat dia dapat. Pada periode ini masyarakat harus menebus domain
dengan harga premium.
Bertepatan dengan perayaan kemerdekaaan Republik Indonesia
17 Agustus 2014, domain .id akhirnya benar-benar dilepas ke publik
dengan harga normal yakni Rp500.000. Praktis sejak itu, permintaan
domain .id meningkat tajam.

Pengembangan domain
Pada tahun 2015, Kementerian Komunikasi dan Informatika
(Kemkominfo) mengeluarkan kebijakan ambisius. Kementerian
pimpinan Rudiantara tersebut mencanangkan program 1 juta domain
yang ditargetkan bisa terealisasi selama 3 tahun. ‘Chief RA’ kala itu
bahkan menyatakan siap menggelontorkan dana hingga Rp60 miliar
demi menyukseskan program tersebut.
Setelah tiga tahun berlalu, program tersebut rupanya tidak berjalan
mulus. Pemerintah dan PANDI menghadapi sejumlah tantangan dalam

116
Harapan dan Rencana

menyosialisasikan penggunaan domain .id. “Ternyata membangun


website lebih sulit dari membangun rumah,” tutur Ketua PANDI Andi
Budimansyah, menyinggung kebijakan 1 juta rumah yang dicanangkan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Andi menceritakan, pada 2016 baru sekitar 35.000 domain .id yang
terdaftar. Angka ini hanya bertambah sekitar 13.000 pada 2017. Adapun
hingga saat ini jumlah pengguna domain .id mencapai sekitar 250.000.
Salah satu tantangan yang dihadapi adalah sulitnya mendapatkan
data-data dari masyarakat. Untuk memiliki website misalnya, diperlukan
konten berupa foto-foto produk. Andi menjelaskan masyarakat masih
belum menyadari sepenuhnya bagaimana pentingnya memiliki toko
sendiri di internet. Menggerakkan masyarakat untuk melakukan migrasi
juga menjadi tantangan. “Jadi memang masih ada kendala bagaimana
mengelola website-nya,” terangnya.
Andi pun berharap program 1 juta domain yang digagas
pemerintah sebaiknya dibarengi dengan edukasi tentang bagaimana
cara mengelola website. Dengan demikian, akan muncul entrepreneur-
entrepreneur baru yang memiliki usaha di dunia maya.

Domain .id mulai diminati juga oleh masyarakat internasional.

117
Harapan dan Rencana

Demi mendorong penggunaan domain .id, sejatinya selama ini


PANDI telah melakukan sejumlah promosi melalui sosial media. Promosi
ini misalnya dikemas dengan perlombaan foto selfie dengan tema
‘.id di antara kita’. Harapannya, masyarakat luas akan semakin bangga
menggunaan domain istimewa tersebut.
Strategi pemasaran tentu tidak hanya cukup dilakukan dengan
promosi di media sosial. PANDI menyadari sepenuhnya upaya ini tidak
bisa dilakukan sendiri. Hal itulah yang mendorong PANDI menjalin
kolaborasi dengan institusi lain.
Bersama Kementerian Hukum dan HAM misalnya, PANDI telah
melakukan kerja sama strategis. Ketika ada pihak yang mendaftarkan
merek di kementerian, pihak bersangkutan akan langsung ditawarkan
untuk mendaftar domain .id.
Kolaborasi lain yang tengah dijajaki adalah pengembangan
domain .sch.id dengan Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi
(Pustekkom) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. PANDI berharap
Pustekkom bisa menjadi registrar domain .sch.id untuk sekolah-sekolah
yang ada di Indonesia.

10 Negara Asal Pendaftar Domain .id


Negara Jumlah
Amerika Serikat 2.626
Trinidad and Tobago 1.228
Singapura 765
Australia 591
Jepang 519
China 412
Korea Selatan 409
Swiss 330
Mesir 280
Jerman 245
Sumber: PANDI

118
Harapan dan Rencana

Itu artinya mereka tunduk


dengan regulasi kita
[Indonesia].
- Andi Budimansyah -

Keterlibatan lembaga negara sebagai registrar menjadi sangat


penting untuk pengembangan domain tingkat dua. Saat ini terdapat
dua institusi yang menjadi registrar yakni Kemkominfo dan Markas Besar
TNI. Keduanya masing-masing menjadi registrar untuk domain .go.id
dan domain .mil.id.
Hal lain yang menarik, domain .id kini tidak hanya diminati oleh
masyarakat dalam negeri saja. Andi menuturkan pendaftaran dari publik
internasional juga kian meningkat. Saat ini permintaan banyak datang
dari Amerika Serikat dan Trinidad & Tobago. Harapannya, domain .id
akan sama tenarnya dengan ccTLD lain yang sudah lebih dulu digunakan
masyarakat dunia seperti .co (Kolombia), .tv (Tuvalu), atau .tk (Tokelau).
Tren ini menjadi sinyal positif pengembangan domain .id di masa
mendatang. “Itu artinya mereka tunduk dengan regulasi kita [Indonesia],”
ungkap Andi. Salah satu ketentuan undang-undang yang dimaksud
adalah pelarangan pornografi, judi, dan konten negatif lainnya bagi
siapapun yang menggunakan domain .id.
Demi menarik minat orang asing terhadap domain .id, PANDI
sendiri berencana menjalankan beberapa strategi. Salah satu yang paling
penting adalah penambahan registrar asing. Rencana ini memungkinkan
sebab payung hukumnya yakni Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE) juga memperbolehkan domain .id pakai oleh orang
asing. Hingga saat ini, lembaga asing masih berperan sebagai reseller
bukan registrar.
Kendati program 1 juta domain menghadapi tantangan, bukan
berarti peminat domain .id menyusut. PANDI justru meyakini domain
.id akan semakin diburu. Apalagi jika mengingat tren harga domain .id
yang akan semakin murah. Jika di awal pelepasan harganya mencapai
Rp500.000, kini biaya akuisisinya hanya Rp250.000. Dalam beberapa
kesempatan PANDI bahkan memberikan diskon.
Dari sisi regulasi, pemerintah sebenarnya juga sudah menyediakan
payung hukum yang jelas. Dalam Peraturan Pemerintah No.82 tahun

119
Harapan dan Rencana

PANDI selalu melibatkan masyarakat dalam setiap kebijakannya.

2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP


PTSE) misalnya, ada kewajiban bagi penyelenggara layanan publik
berbasis internet harus terdaftar. Regulasi ini kemudian diturunkan
melalui Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permen
Kominfo) No.23 tahun 2013 tentang Pengelolaan Nama Domain. Beleid
tersebut mengatur pendaftaran penyelenggara layanan publik harus
menggunakan domain .id.
Target 1 juta domain yang dicanangkan sebenarnya juga bentuk
dukungan dari pemerintah. Andi pun berharap program ini diteruskan
karena bisa dimanfaatkan sebagai wadah edukasi kepada masyarakat.
Apalagi jika turut melibatkan pemerintah daerah, penetrasi domain .id
diyakini akan semakin deras.
PANDI berharap payung hukum yang sudah ada ini diterapkan
pemerintah secara konsisten. Andi menilai saat ini pemerintah masih
bertindak pasif, artinya yang daftar dicatat tetapi yang tidak daftar
didiamkan. “Saya berharap pemerintah bantu menyosialisasikan Permen
tersebut,” ujar Andi mengemukakan harapannya.

120
Harapan dan Rencana

Penguatan PPND
Selain mengembangkan dan mempromosikan domain .id, PANDI
juga punya tugas lain yang tidak kalah penting. Tugas tersebut adalah
menjadi mediator dalam sengketa nama domain .id dan turunannya.
Fungsi PANDI yang satu ini sangat penting sebab nama domain identik
dengan merek dagang yang seringkali memicu persengketaan.
PANDI pun mendirikan Penyelesaian Perselisihan Nama Domain
(PPND) demi menjalankan fungsi tersebut. Badan khusus ini bekerja
berdasarkan PP Nomor 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Sistem dan Transaksi Elektronik. Pasal 75 Ayat (3) disebutkan, sebagai
registri nama domain internet Indonesia memiliki salah satu fungsi
menyelesaikan perselisihan nama domain.
Keberadaan PPND sebenarnya sangat menguntungkan bagi
pihak yang bersengketa. Sebelum ada PPND, penyelesaian perselisihan
memakan waktu hingga tahunan dengan biaya tinggi. Melalui badan ini,
rata-rata kasus sengketa bisa diselesaikan dalam waktu 3 bulan dengan
biaya yang murah. Hingga kini, PPND telah berhasil menyelesaikan 11
kasus sengketa dalam kurun waktu 2014-2018.
Di tengah keberhasilan PPND menyelesaikan sengketa nama
domain, kewenangan badan ini justru tengah diuji. Cerita ini bermula
ketika Benny Muliawan, warga asal Surabaya, mendaftarkan domain
www.bmw.id pada 16 April 2014. Itu adalah periode sunrise yang
diperuntukkan bagi pemegang merek terdaftar di Kementerian Hukum
dan HAM.
Kala itu Benny telah melengkapi syarat-syarat dan dokumen yang
ditentukan sehingga pihak PANDI pun memberikan domain tersebut.
Domain tersebut termasuk kategori premium sehingga peminat pun
harus menggelontorkan hingga Rp20 juta sebagai biaya akuisisi domain.
Kasus memanas ketika perusahaan otomotif asal Jerman—
Bayerische Motoren Werke Aktiengesellschaft (BMW)—keberatan atas
kepemilikan Benny terhadap domain tersebut. Persengketaan ini pun
berlanjut di PPND. Domain bmw.id merupakan kasus pertama yang
ditangani badan tersebut.
Hasil kajian PPND menunjukkan pihak BMW yang lebih berhak
menggunakan domain tersebut. Apalagi perusahaan asal Jerman ini
juga telah memiliki domain tingkat dua (DTD) www.bmw.co.id sejak
20 Juli 2001. Hasilnya, dua dari tiga panelis pun memutuskan untuk
memberikan domain sengketa kepada BMW.

121
Harapan dan Rencana

Tahun demi tahun berlalu. PPND pun telah banyak menangani


kasus sengketa nama domain. Rupanya, kasus domain domain bmw.id
berbuntut panjang. Pihak Benny Muliawan tidak puas dengan keputusan
PPND dan mempertanyakan kewenangan badan tersebut.
“Mendaftarkan nama domain lebih mudah dan murah daripada
mempermasalahkannya saat nama domain tersebut sudah didaftarkan
oleh orang lain,” ujar Andi Budimansyah.
Pada tanggal 6 April 2018, selembar surat panggilan dari
Pengadilan Negeri Tangerang datang ke kantor PANDI. Perkaranya,
Benny menggugat PANDI dan kewenangan PPND dalam memutuskan
perselisihan nama domain. Padahal, dalam PP 82 Pasal 75 Ayat (3) poin
c. disebutkan bahwa salah satu fungsi registri—dalam hal ini PANDI—
adalah menyelesaikan perselisihan nama domain.
Peraturan inilah yang sejatinya dijadikan landasan hukum dalam
pendirian PPND. Sayangnya, pihak Benny justru berbeda pendapat dan
menganggap PANDI tidak memiliki kewenangan untuk memutuskan
persengketaan nama domain. Tidak tanggung-tanggung, dalam
gugatannya Benny melayangkan tuntutan kerugian materiil sebesar
Rp335,7 juta serta gugatan immaterial sebesar Rp1 miliar.
Ketua PANDI Andi Budimansyah menuturkan gugatan ini bisa
menjadi preseden buruk bagi penyelesaian persengketaan nama
domain. Selama ini PPND telah bekerja maksimal dan profesional dalam
menangani kasus perselisihan. Para panelis PPND juga merupakan
para ahli baik dari sisi hukum maupun merek dagang. Jika pihak Benny
memenangkan gugatan ini, kepercayaan publik terhadap badan ini akan
menurun.

Mendaftarkan nama domain


lebih mudah dan murah
daripada mempermasalahkannya
saat nama domain tersebut sudah
didaftarkan oleh orang lain.

- Andi Budimansyah -

122
Harapan dan Rencana

Jadi buat saya aneh


kalau Benny menggugat
PANDI.
- Helni Mutiarsih Jumhur -

Merespons hal tersebut, PANDI pun berencana memperkuat


kewenangan PPND. “Kita menambah jumlah panelis ahli untuk
memperkuat PPND,” ungkap Andi.
Rencana lain yang akan dilakukan adalah penguatan kewenangan
PANDI dan PPND khususnya dari sisi legal. Upaya ini dilakukan dengan
mengajukan usulan revisi PP 82 yang saat ini memang tengah menjadi
pembahasan. Beberapa poin penting yang diusulkan antara lain;
kewenangan eksekutorial putusan PPND dan mendaftarkannya ke
institusi peradilan serta dasar hukum konsep online dispute resolution
(ODR) yang lazim digunakan dalam penyelesaian sengketa nama
domain.
Konsep ODR sebenarnya bukan barang baru dalam kamus hukum
Indonesia. ODR merupakan cara penyelesaian sengketa secara online
tanpa perlu bertatap muka. Metode ini dinilai lebih murah dan mudah
dibandingkan dengan metode peradilan konvensional. PPND yang
dibentuk PANDI juga mengusung asas ini. Bahkan boleh dibilang, PANDI
merupakan pelopor aplikasi ODR di Indonesia.
“ODR biasa diterapkan dalam perselisihan di ranah transaksi
elektronik seperti nama domain atau e-commerce,” ungkap Helni
Mutiarsih Jumhur, Doktor Hukum Siber di Telkom University yang juga
menjadi Panelis PPND dan Anggota Representatif PANDI.
Di Indonesia, ODR dipayungi oleh Undang-Undang Nomor 30
tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Regulasi tersebut memberikan kekuatan hukum terhadap metode
alternatif penyelesaian sengketa di luar peradilan. Pasal 1 butir 10
menyebutkan:
“Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para
pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi,
negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli”.

123
Harapan dan Rencana

Usulan Penguatan PPND Melalui


Revisi PP No.82
Mengubah Pasal 75 Ayat (3), sehingga menjadi :
(3) Registri Nama Domain berfungsi sebagai :
a. Merumuskan kebijakan terkait Nama Domain;
b. melakukan pengawasan terhadap Registrar Nama Domain;
dan
c. melakukan perselisihan Nama Domain dan melaksanakan
hasil Putusan atas penyelesaian perselisihan Nama Domain

Menambah Pasal 75A diantara Pasal 75 dan 76, sehingga


menjadi:
Pasal 75A
(1) Setiap Orang, Instansi Penyelenggara Negara, Badan Usaha,
atau masyarakat yang dirugikan karena penggunaan Nama
Domain secara tanpa hak oleh Orang lain, berhak mengajukan
keberatan Nama Domain kepada Registri Nama Domain dan
Registrar Nama Doamin.
(2) Registri Nama Domain Indonesia dapat melakukan
penyelesaian perselisihan Nama Domain melalui mediasi
dan/atau suatu bentuk Alternatif Penyelesaian Sengketa
Dalam Jaringan (APS Daring)
(3) Penyelesaian perselisihan Nama Domain sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) dapat melibatkan Forum Nama
Domain Indonesia.
(4) Putusan APS Daring sebagaimana dimaksud dalam Ayat
(2) untuk selanjutnya harus didaftarkan di Pengadilan Negeri
yang memiliki wilayah hukum di domisili Registri Nama
Domain Indonesia.
Sumber: Dokumen PANDI

124
Harapan dan Rencana

Helni melanjutkan, kewenangan PPND yang menjalankan ODR


secara legal diperkuat tidak hanya melalui PP 82 tahun 2012 tetapi juga
UU No.30 tahun 1999 yang mengatur penyelesaian sengketa alternatif.
“Jadi buat saya aneh kalau Benny menggugat PANDI,” ujar peraih
gelar doktor hukum bidang cyber law dari Universitas Padjajaran ini.
Saat kasus perebutan domain bmw.id digelar, Helni juga menjadi
satu dari tiga panelis yang bertugas. Kala itu, Helni bahkan memberikan
pendapat berbeda dari kedua panelis lain yakni memenangkan Benny.
Namun, gugatan yang dilayangkan kepada PANDI saat ini dianggap
salah alamat.
Helni menuturkan, Benny Muliawan dan BMW sudah setuju untuk
menyelesaikan kasus perselisihan di luar peradilan. Dengan demikian,
tidak seharusnya kasus ini kembali diajukan kembali di pengadilan
negeri.
Di sisi lain, Helni mengaku tidak khawatir atas gugatan ini. “Saya sih
yakin [PANDI] pasti menang,” tegasnya. Ia bahkan meyakini kasus gugatan
ini bisa menjadi wahana edukasi mengenai konsep ODR. Apalagi saat ini
sejumlah institusi mulai mengadopsi penyelesaian sengketa alternatif
yang lebih murah dan mudah.
Salah satunya adalah Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia
(BRTI) yang diberikan kewenangan ‘menyelesaikan perselisihan antar
penyelenggara telekomunikasi’. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan
Menteri Komunikasi dan Informatika (Permen Kominfo) Nomor 15 tahun
2018 tentang BRTI.
Kendati demikian, ia tidak menampik kalau PPND perlu diperkuat.
Helni mengusulkan untuk menambah klausul dalam PP No.82 yang berisi
kewenangan PANDI untuk menyelesaikan sengketa yang melaksanakan
putusan yang bersifat tetap dan mengikat (final and binding).
Hingga saat ini, proses hukum gugatan Benny Muliawan terhadap
kewenangan PANDI masih bergulir. Begitupula dengan PANDI dan
pengelelolaan domain .id di Indonesia. Tantangan akan senantiasa hadir.
Tapi dalam dua dekade terakhir kita telah belajar bahwa komunitas
internet selalu bisa menghadapinya.

125
126
DAFTAR PUSTAKA

127
DAFTAR PUSTAKA

Eurid, World Report on Internationalised Domain Names, 2014


https://tirto.id/cerita-adit-amp-sigit-beli-domain-capres-rp250-ribu-
dijual-rp2-miliar-cRZU
https://www.icann.org/news/announcement-4-2008-06-26-en
https://www.iana.org/domains/root/db/id.html
https://domaininvesting.com/homeaway-ceo-on-vacationsrental-com/
https://www.reuters.com/article/us-sexcom/sex-com-domain-name-
sold-for-13-million-idUSTRE69K3KY20101021
https://symbolics.com/
https://industri.bisnis.com/read/20130915/105/163007/javascript
https://www.iana.org/reports/2013/id-report-20130524.html
h t t p s : / / w w w. h u k u m o n l i n e. c o m / i n d e x . p h p / b e r i t a / b a c a /
lt593793b7764b1/penyelesaian-sengketa-secara-online-di-
indonesia-oleh--kania-rahma-nureda
https://ppnd.pandi.id/tentang-ppnd/kebijakan-ppnd/
https://ppnd.pandi.id/panelis/
https://ppnd.pandi.id/perselisihan/kewenangan-panel-ppnd/
https://www.liputan6.com/tekno/read/2063212/dari-966-nama-
domain-id-onlineid-jadi-yang-termahal
https://www.indotelko.com/kanal?c=in&it=pandi-akan-lelang-14-
domain-id
https://tekno.kompas.com/read/2014/08/16/11050087/Ini.Dia.Domain.
id.Termahal.di.Indonesia
https://nsrc.org/about
http://lms.onnocenter.or.id/wiki/index.php/Sejarah_Internet_
Indonesia:Awal_Internet_Indonesia
Jumhur, Helni Mutiarsih, Model Lembaga Pendaftaran Nama Domain
Dikaitkan dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Menuju
Kepastian Hukum, Jurnal Konstitusi Volume 11 Nomor 3, Jakarta, 2003
Kajian Referensi Kebijakan, Prosedur, dan Peraturan Nama Domain di
Beberapa Negara, Tim PANDI.id, 2009

128
DAFTAR PUSTAKA

Kurbalija, Jovan, Sebuah Pengantar tentang Tata Kelola Internet (APJII-


Diplo Foundation, 2011)
Lim, Merlyna, @rchipelago Online: The internet and political activism in
Indonesia, University of Twente, 2005
Meliala, Jordan Sebastian, dkk, Perlindungan Nama Domain dari Tindakan
Pendaftaran Nama Domain dengan Itikad Buruk Berdasarkan Hukum
Positif Indonesia dan Uniform Domain Name Dispute Resolution Policy,
Universitas Brawijaya, Malang
OECD, Evolution in the Management of Country Code Top-Level Domain
Names, 2006
Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Transaksi dan Sistem Elektronik
Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No 15 Tahun 2018
tentang Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia
Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Transaksi dan Sistem Elektronik
Rahmat M Samik-Ibrahim, Catatan Digital: rms46.vlsm.org
Undang-Undang No 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa
Verisign Report, Kuartal II, 2018
Walter Isaacson, The Innovators; Kisah Para Peretas, Genius, dan Maniak
yang Melahirkan Revolusi Digital, Bentang Pustaka, 2015
Wass, Schlesinger Erica (ed), Addressing the World: National Identity and
Internet Country Code Domain (Rowman & Littlefield Publishers Inc,
2003)
Wawancara Andi Budimansyah, Ketua PANDI, BSD City, 2018
Wawancara Helni Murtiasih Jumhur, Panelis PPND, Jakarta, 2018
Wawancara Budi Rahardjo, Anggota Representatif PANDI, Bandung,
Mei 2018
Wawancara Sanjaya, Deputy Director General APNIC (via e-mail),
Brisbane-Australia, Maret 2018
Wawancara Lolly Amalia, Anggota Pendiri PANDI, Jakarta, 2018

129
DAFTAR PUSTAKA

Wawancara Sylvia Sumarlin, Anggota Pendiri PANDI, Jakarta, 2018


Wawancara Teddy Sukardi, Ketua PANDI periode 2006-2011, Jakarta,
2018
Wawancara Semuel Pangerapan, Dirjen Aptika Kemkominfo, Jakarta,
2018
Wawancara Didik Partono Rudianto, Direktur Inixindo, Jakarta, 2018
Wawancara Bob Hardian, staf Fakultas Ilmu Komputer UI, Jakarta, 2018
Wawancara Heru Nugroho, Anggota Dewan Eksekutif PANDI, Jakarta,
2018
Wawancara John Sihar Simanjuntak, Anggota Dewan Eksekutif PANDI,
Jakarta, 2018
Wawancara R Santoso, Jakarta, 2018
Wawancara Azhar Hasyim, Anggota PANDI wakil pemerintah dan
lembaga non-pemerintah, Jakarta, 2018
Yu, K Peter, The Origins of ccTLD Policymaking (School of Law Texas A&M
University, 2004)

130
DAFTAR LAMPIRAN

131
2005

132
MINUTE OF MEETING

Pada hari Senin 15 Agustus 2005 di

Pokok Pembicaraan

1. Para Pihak setuju untuk membentuk lembaga nirlaba Pengelola Domain


Indonesia untuk mengelola dan menerima pendelegasian nama domain .id.
(registry) yang akan dibentuk oleh para stakeholder (seperti APJII,
FTII, Mastel, Kominfo, Masyarakat, dan lain-lain) yang selanjutnya
akan dikoordinasikan oleh Departemen Kominfo cq. Ka. Biro Hukum.
2. Selanjutknya disepakati langkah-langkah pembuatan lembara nirlaba
selama masa transisi, antara lain :
1. Membuat tim ad hoc yang akan mempersiapkan pembentukan/pendirian
lembaga nirlaba tersebut
2. Mengundang para stake holder untuk selanjutnya membuat tim
formatur.
3. Tim formatur akan membuat AD/ART dari lembaga nirlaba tersebut.
3. Target pendirian lembaga tersebut diharapkan sudah terbentuk dan
beroperasi paling lambat tanggal 28 Februari 2006.
4. Beberapa alternatif penyelesaian perselisihan
1. Kesepakatan antara APJII dan ccTLD-ID berakhir pada tanggal
25 Juli 2005, ccTLD-ID (Pak Budi Rahardjo) dan team akan
mengurus pengelolaan nama domain secara sendiri tanpa adanya
keterlibatan pihak lain. Selanjutnya ccTLD-ID akan melepaskan
mandat ke IANA setelah Yayasan terbentuk dan memberikan
rekomendasi kepada lembaga nirlaba tersebut. (Usulan dari
pak Budi Rahardjo).
2. ccTLD-ID dan APJII menyerahkan sepenuhnya kegiatan operasional
ke Departeman Kominfo sampai terbentuknya lembaga baru pengelola
domain. Bersamaan dengan hal tersebut, Budi Rahardjo menyerahkan
kembali mandat kepada IANA dan memberikan rekomendasi kepada
Departeman Kominfo (Usulan bersama).
3. ccTLD-ID tetap melanjutkan kerjasama dengan APJII dengan
memperbaharui Perjanjian. Setelah lembaga nirlaba terbentuk,
ccTLD-ID akan mengembalikan kepada IANA dan selanjutnya akan
menyerahkan kepada lembaga nirlaba tersebut (usulan APJII).

5. Para Pihak bersepakat untuk memilih alternatif kedua sebagai


awal langkah penyelesaian masalah.
6. Pengakhiran Perjanjian antara APJII dan ccTLD-ID yang dibuat pada
tanggal 1 Oktober 1997 disepakati berakhir pada tanggal 31 Agustus 2005
dan selanjutknya akan dilakukan penyelesaian (settlement).
7. Disepakati pertemuan untuk membicarakan pengalihan operasional ccTLD
kepada Kominfo pada hari Senin tanggal 22 Agustus 2005 bersama
dengan APJII dan para stake holder lainnya.
8. Selama pembicaraan berlangsung, Para Pihak sepakat untuk
mengutamakan kepentingan masyarakat.

Jakarta, 15 Agutus 2005


Peserta Rapat

---------------------------------------------------
No. Nama Tanda Tangan
---------------------------------------------------
1. Budi Rahardjo ttd
2. Sammy Pangerapan ttd
3. Lolly Amalia Abdullah ttd

133
2006

134
2006

135
2006

136
2006

137
2007

138
2007

139
2012

140
2012

141
2012

142
2012

143
2012

144
2012

BERITA ACARA
RAPAT PEMBAHASAN PROSES REDELEGASI ccTLD .id

Pada hari ini Kamis, tanggal dua belas, bulan Juli, tahun dua ribu dua belas
bertempat di Geulis Boutique Hotel, Jl. Ir. H. Juanda 129, Bandung pukul 19.00 WIB, telah
diadakan rapat terbatas antara pemerintah dan PANDI perihal pembahasan proses
redelegasi ccTLD .id .

Rapat dipimpin oleh Bapak Azhar Hasyim, selaku Direktur e-Business, Direktorat
Jenderal Aplikasi Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika. Uraian rapat dapat
disampaikan sebagai berikut :

A. TUJUAN
Merupakan rapat terbatas antara pemerintah, Manager ccTLD .id dan PANDI. Rapat
diadakan terkait dengan permintaan yang mendesak dari IANA untuk mengusulkan 1
(satu) sponsoring organisation saja.

B. PLUS MINUS PANDI-APTIKA


PANDI
Plus
1. Berdasarkan Rapat Forum Komunikasi Nama Domain tanggal 26 April 2012
tentang Penetapan Redelegasi Pengelola Nama Domain .id, pada awalnya Forum
sepakat menunjuk PANDI sebagai sponsoring organisation yang kemudian
diusulkan untuk menambahkan APTIKA.
2. Saat ini secara operasional PANDI sudah menjalan pengelolaan nama domain
Indonesia.
3. PANDI merupakan badan hukum Indonesia yang harus tunduk terhadap
pemerintah.
4. Anggota PANDI terdiri atas unsur komunitas internet,pemerintah dan masyarakat.

Minus
1. Perlu dikaji kembali apsek legal PANDI yang merupakan badan perkumpulan,
apakah bisa menjadi sponsoring organisation.
2. Kritik saat ini, PANDI dianggap kurang terbuka.

APTIKA
Minus
1. Di dalam APTIKA tidak ada unsur komunitas internet dan masyarakat.
2. Jika nanti terjadi restrukturisasi dalam tubuh APTIKA, dimana pejabat
penggantinya tidak memiliki visi dan misi yang sama, maka akan mudah disetir.

145
2012

C. USULAN KONSEP MEKANISME PENGELOLAAN .id


1. Membentuk .id Domain Administration, bisa Forum Komunikasi Nama Domain
Indonesia atau APTIKA, yang juga menjadi sponsoring organisation.
2. PANDI murni sebagai .id Registry.

D. REKOMENDASI
1. Penundaan proses redelegasi, dan Forum diharapkan dapat segera:
a. Membuat konsep mekanisme kedepan.
Atau

2. Mengusulkan PANDI sebagai Sponsoring Organisation dan secara pararel


membuat Syarat dan Ketentuan Berlaku (SKB) terhadap PANDI dan membentuk
Board of Trustee diluar PANDI.

E. LANGKAH SELANJUTNYA
1. Direktur e-Business selaku Ketua Forum akan berkonsultansi dengan Dirjen
APTIKA perihal pembahasan rapat ini.
2. Hasil pembahasan rapat akan dimusyawarahkan kembali bersama seluruh
anggota Forum Komunikasi Nama Domain Indonesia.

Demikian Berita Acara ini dibuat dalam rangkap secukupnya untuk digunakan seperlunya.

Tertanda
1. Azhar Hasyim Direktur e-Business, Kemkominfo
2. Budi Rahardjo ccTLD .id Manager
3. Andi Budimansyah Ketua Umum, PANDI
4. John Sihar S Ketua, PANDI
5. Neil El Himam Proposed Administration Contact

146
2012

147
2012

148
2012

149
2012

150
2012

151
2013

152
2013

153
2014

154
2014

155
2014

156
2014

157
2014

158
2014

159
2014

160
x
x
x

Anda mungkin juga menyukai