Anda di halaman 1dari 3

Nama : Siti Salimah Hanifah Novizar

NIM : 04011281621086

Patofisiologi

Peritonitis merupakan komplikasi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ


abdomen, ruptur saluran cerna, atau luka tembus abdomen. Reaksi awal peritoneum terhadap
invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa, kantong-kantong nanah (abses)
terbentuk diantara perlekatan fibrinosa yang membatasi infeksi. Perlekatan biasanya
menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sehingga menimbulkan obstruksi
usus.
Dapat terjadi secara terlokalisasi, difus, atau generalisata. Pada peritonitis lokal dapat
terjadi karena adanya daya tahan tubuh yang kuat serta mekanisme pertahanan tubuh dengan
melokalisir sumber peritonitis dengan omentum dan usus. Pada peritonitis yang tidak
terlokalisir dapat terjadi peritonitis difus, kemudian menjadi peritonitis generalisata dan
terjadi perlengketan organ-organ intra abdominal dan lapisan peritoneum viseral dan parietal.
Timbulnya perlengketan ini menyebabkan aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus
paralitik. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam usus mengakibatkan dehidrasi, syok,
gangguan sirkulasi dan oliguria. Pada keadaan lanjut dapat terjadi sepsis, akibat bakteri
masuk ke dalam pembuluh darah.

Manifestasi Klinis

Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda – tanda
rangsangan peritonium. Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri tekan dan defans
muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma. Peristaltik
usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus.
Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik dan terjadi
takikardia, hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok. Rangsangan ini menimbulkan
nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran peritonium dengan peritonium.
Nyeri subjektif berupa nyeri waktu penderita bergerak seperti jalan, bernafas, batuk, atau
mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri jika digerakkan seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes
psoas, atau tes lain.
Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan kondisi umum, wajah, denyut nadi, pernapasan,
suhu badan, dan sikap baring pasien, sebelum melakukan pemeriksaan abdomen. Gejala dan
tanda dehidrasi, perdarahan, syok, dan infeksi atau sepsis juga perlu diperhatikan.

Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan peritonitis, keadaan umumnya tidak baik. Demam
dengan temperatur >38ºC biasanya terjadi. Pasien dengan sepsis hebat akan muncul gejala
hipotermia. Takikardia disebabkan karena dilepaskannya mediator inflamasi dan hipovolemia
intravaskuler yang disebabkan karena mual damuntah, demam, kehilangan cairan yang
banyak dari rongga abdomen. Dengan adanya dehidrasi yang berlangsung secara progresif,
pasien bisa menjadi semakin hipotensi. Hal ini bisa menyebabkan produksi urin berkurang,
dan dengan adanya peritonitis hebat bisa berakhir dengan keadaan syok sepsis.

 Inspeksi : Pemeriksa mengamati adakah jaringan parut bekas operasi menununjukkan


kemungkinan adanya adhesi, perut membuncit dengan gambaran usus atau gerakan
usus yang disebabkan oleh gangguan pasase. Pada peritonitis biasanya akan
ditemukan perut yang membuncit dan tegang atau distended.

 Palpasi : Peritoneum parietal dipersarafi oleh nervus somatik dan viseral yang sangat
sensitif. Bagian anterior dari peritoneum parietale adalah yang paling sensitif. Palpasi
harus selalu dilakukan di bagian lain dari abdomen yang tidak dikeluhkan nyeri. Hal
ini berguna sebagai pembanding antara bagian yang tidak nyeri dengan bagian yang
nyeri. Nyeri tekan dan defans muskular (rigidity) menunjukkan adanya proses
inflamasi yang mengenai peritoneum parietale (nyeri somatik). Defans yang murni
adalah proses refleks otot akan dirasakan pada inspirasi dan ekspirasi berupa reaksi
kontraksi otot terhadap rangsangan tekanan

Pada saat pemeriksaan penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan setempat. Otot dinding
perut menunjukkan defans muskular secara refleks untuk melindungi bagian yang meradang
dan menghindari gerakan atau tekanan setempat.

 Perkusi : Nyeri ketok menunjukkan adanya iritasi pada peritoneum, adanya udara
bebas atau cairan bebas juga dapat ditentukan dengan perkusi melalui pemeriksaan
pekak hati dan shifting dullness. Pada pasien dengan peritonitis, pekak hepar akan
menghilang, dan perkusi abdomen hipertimpani karena adanya udara bebas tadi.

Pada pasien dengan keluhan nyeri perut umumnya harus dilakukan pemeriksaan colok dubur
dan pemeriksaan vaginal untuk membantu penegakan diagnosis. Nyeri yang difus pada
lipatan peritoneum di kavum doglasi kurang memberikan informasi pada peritonitis murni;
nyeri pada satu sisi menunjukkan adanya kelainan di daeah panggul, seperti apendisitis,
abses, atau adneksitis. Nyeri pada semua arah menunjukkan general peritonitis. Colok dubur
dapat pula membedakan antara obstruksi usus dengan paralisis usus, karena pada paralisis
dijumpai ampula rekti yang melebar, sedangkan pada obstruksi usus ampula biasanya kolaps.
Pemeriksaan vagina menambah informasi untuk kemungkinan kelainan pada alat kelamin
dalam perempuan.

Auskultasi : Dilakukan untuk menilai apakah terjadi penurunan suara bising usus. Pasien
dengan peritonitis umum, bising usus akan melemah atau menghilang sama sekali, hal ini
disebabkan karena peritoneal yang lumpuh sehingga menyebabkan usus ikut lumpuh/tidak
bergerak (ileus paralitik). Sedangkan pada peritonitis lokal bising usus dapat terdengar
normal.

Anda mungkin juga menyukai