DIAPERS DERMATITIS
(RUAM POPOK)
OLEH
ARINDA RIZKY FEBYANTARI
202006040012
Ruam popok adalah iritasi pada kulit bayi Ibu di daerah pantat. Ini bisa
terjadi jika ia popok basahnya telat diganti, popoknya terlalu kasar dan tidak
menyerap keringat, infeksi jamur atau bakteri atau bahkan eksema. Ruam popok
merupakan masalah kulit pada daerah genital bayi yang ditandai dengan timbulnya
bercak-bercak merah dikulit, biasanya terjadi pada bayi yang memiliki kulit
sensitif dan mudah terkena iritasi. Bercak-bercak ini akan hilang dalam beberapa
hari jika dibasuh dengan air hangat, dan diolesi lotion atau cream khusus ruam
popok, atau dengan melepaskan popok beberapa waktu.
Incidence rate (angka kejadian) ruam popokberbeda-beda di setiap negara,
bergantung pada hygiene, pengetahuan orang tua (pengasuh) tentang tata cara
penggunaan popok dan menurut saya mungkin juga berhubungan dengan faktor
cuaca. Kimberly A Horii, MD (asisten profesor spesialis anak Universitas Misouri)
dan John Mersch, MD, FAAP menyebutkan bahwa 10-20 % Diaper dermatitis
dijumpai pada praktek spesialis anak di Amerika. Sedangkan prevalensi pada bayi
berkisar antara 7-35%, dengan angka terbanyak pada usia 9-12 bulan. Sementara
itu Rania Dib, MD menyebutkan ruam popokk berkisar 4-35 % pada usia 2 tahun
pertama
Meskipun ruam popok menyebabkan sakit dan sangat mengganggu bayi
Ibu, namun biasanya tidak berbahaya. Ruam popok umumnya terjadi pada bayi
dengan kulit yang lebih sensitive. Jika ruam pada bayi Ibu disebabkan oleh popok
yang basah atau infeksi jamur, maka hanya dengan melepas popok dan
membiarkan kulitnya terkena angin sudah mampu menyembuhkan.Pastikan Ibu
mengganti popoknya dengan rutin. Membasuh pantat bayi dan mengeringkannya
sebelum memakaikan yang baru. Bisa juga menggunakan krim khusus untuk
membantu melindungi iritasi pada kulit bayi akibat ruam popok.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan banyaknya kasus dan pentingnya penanganan penyakit Dermatitis,
rumusan masalahnya adalah “ Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan
Diapers Dermatitis?”
1.3 TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mampu mengetahui dan menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan
Diapers Dermatitis sesuai standar keperawatan.
2. Tujuan Khusus
a) Mengetahui pengkajian pada pasien dengan Diapers Dermatitis beserta
keluarganya.
b) Mampu menganalisa data pada pasien dengan Diapers Dermatitis
c) Mampu menentukan diagnosa keperawatan pada pasien Diapers Dermatitis
d) Mampu mengetahui penyusunan perencanaan keperawatan pada pasien Diapers
Dermatitis
e) Mampu melaksanakan implementasi pada pasien Diapers Dermatitis
f) Mengetahui evaluasi pada pasien dengan Diapers Dermatitis
1.4 MANFAAT
a. Bagi Penulis
Diharapkan agar penulis mempunyai tambahan wawasan dan
pengetahuan dalam penatalaksanaan pada pasien dengan penyakit Diapers
Dermatitis dan dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan
Diapers Dermatitis
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Ruam popok adalah iritasi pada kulit bayi Ibu di daerah pantat. Ini bisa terjadi jika ia
popok basahnya telat diganti, popoknya terlalu kasar dan tidak menyerap keringat, infeksi
jamur atau bakteri atau bahkan eksema
Ruam popok merupakan masalah kulit pada daerah genital bayi yang ditandai dengan
timbulnya bercak-bercak merah dikulit, biasanya terjadi pada bayi yang memiliki kulit
sensitif dan mudah terkena iritasi. Bercak-bercak ini akan hilang dalam beberapa hari jika
dibasuh dengan air hangat, dan diolesi lotion atau cream khusus ruam popok, atau dengan
melepaskan popok beberapa waktu.
Ruam popok (diaper rash)atau diapers dermatitis adalah gangguan yang lazim
ditemukan pada bayi. Gangguan ini banyak mengenai bayi berumur kurang dari 15 bulan,
terutama pada kisaran usia 8 – 10 bulan
2.3 ETIOLOGI
Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar(eksogen), misalnya bahan kimia
(contoh : detergen,asam, basa, oli, semen), fisik (sinar dan suhu), mikroorganisme
(contohnya : bakteri, jamur) dapat pula dari dalam(endogen), misalnya dermatitis
atopik.(Adhi Djuanda,2005)
Sejumlah kondisi kesehatan, alergi, faktor genetik, fisik, stres, dan iritasi dapat
menjadi penyebab eksim. Masing-masing jenis eksim, biasanya memiliki penyebab
berbeda pula. Seringkali, kulit yang pecah-pecah dan meradang yang disebabkan
eksim menjadi infeksi. Jika kulit tangan ada strip merah seperti goresan, kita mungkin
mengalami selulit infeksi bakteri yang terjadi di bawah jaringan kulit. Selulit muncul
karena peradangan pada kulit yang terlihat bentol-bentol, memerah, berisi cairan dan
terasa panas saat disentuh dan .Selulit muncul pada seseorang yang sistem kekebalan
tubuhnya tidak bagus. Segera periksa ke dokter jika kita mengalami selulit dan eksim.
Ruam disebabkan oleh roseola dan erythema infectiosum (penyakit fith) adalah
tidak berbahaya dan biasanya mereda tanpa pengobatan. Ruam disebabkan campak,
rubella, dan cacar air menjadi tidak umum karena anak mendapatkan vaksin.
Beberapa faktor penyebab terjadinya ruam popok ( diaper rash, diaper dermatitis,
napkin dermatitis ), antara lain:
2.4 KLASIFIKASI
http://repository.unimus.ac.id
d. Derajat Sedang Ruam Popok
http://repository.unimus.ac.id
1
2
Gb. 8 daerah popok mengalami kemerahan yang intens dan banyak terdapat benjolan
(papula), tiap benjolan terdapat cairan (pustula)
2.5 PATOFISIOLOGI
Hampir semua bayi pernah mengalami ruam atau lecet karena pemakaian popok.Lokasi
yang sering terkena adalah bagian pantat, sekitar kemaluan, maupun paha. Bahkan, jika
bakteri yang terdapat dalam urine bayi Anda terurai menjadi amonia, ruam ini bisa
bertambah parah. Tentu saja keadaan ini sangat tidak menyenangkan buat si kecil.
1
3
Bayi yang senang tidur lama sebenarnya tidak ada masalah. Tetapi masalahnya bila
popoknya basah berkali-kali dan membuatnya lembab. Karena penyebab ruam popok yang
paling utama adalah popok yang lembab. Popok yang lama terkena air seni dan tinja bisa
menimbulkan iritasi pada kulit. Bila Bunda tak segera membersihkannya, bakteri dan jamur
akan tumbuh. Selain karena lembab ada juga bayi yang memang alergi terhadap popok sekali
pakai. Lebih baik gunakan popok tradisional dengan resiko Bunda harus lebih sering
menggantinya bila bayi buang air kecil atau besar.
Penggunaan produk bayi yang mengandung parfum juga bisa meningkatkan resiko
terkena ruam popok termasuk juga deterjen untuk mencuci pakaiannya. Disarankan
menggunakan diapers tanpa pewangi.
2.7 KOMPLIKASI
1) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
2) Infeksi sekunder khususnya oleh Stafilokokus aureus
3) hiperpigmentasi atau hipopigmentasi post inflamasi
4) jaringan parut muncul pada paparan bahan korosif atau ekskoriasi
5) Disuria,yaitu rasa sakit yang timbul saat buang air kecil
1
4
6) Retensio urin yaitu tidak bisa buang air kecil
2. Pengobatan
a. Pengobatan topikal
Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip umum
pengobatan dermatitis yaitu bila basah diberi terapi basah (kompres terbuka), bila
kering berikan terapi kering. Makin akut penyakit, makin rendah prosentase bahan
aktif. Bila akut berikan kompres, bila subakut diberi losio, pasta, krim atau
linimentum (pasta pendingin ), bila kronik berikan salep. Bila basah berikan
kompres, bila kering superfisial diberi bedak, bedak kocok, krim atau pasta, bila
kering di dalam, diberi salep. Medikamentosa topikal saja dapat diberikan pada
kasus-kasus ringan. Jenis-jenisnya adalah :
Kortikosteroid
Kortikosteroid mempunyai peranan penting dalam sistem imun.
Pemberian topikal akan menghambat reaksi aferen dan eferen dari
dermatitis kontak alergik. Steroid menghambat aktivasi dan proliferasi
spesifik antigen. Ini mungkin disebabkan karena efek langsung pada sel
penyaji antigen dan sel T. Pemberian steroid topikal pada kulit
menyebabkan hilangnya molekul CD1 dan HLA-DR sel Langerhans,
sehingga sel Langerhans kehilangan fungsi penyaji antigennya. Juga
1
6
menghalangi pelepasan IL-2 oleh sel T, dengan demikian profilerasi sel T
dihambat. Efek imunomodulator ini meniadakan respon imun yang terjadi
dalam proses dermatitis kontak dengan demikian efek terapetik. Jenis yang
dapat diberikan adalah hidrokortison 2,5 %, halcinonid dan triamsinolon
asetonid. Cara pemakaian topikal dengan menggosok secara lembut.
Untuk meningkatan penetrasi obat dan mempercepat penyembuhan, dapat
dilakukan secara tertutup dengan film plastik selama 6-10 jam setiap hari.
Perlu diperhatikan timbulnya efek samping berupa potensiasi, atrofi kulit
dan erupsi akneiformis.
Radiasi ultraviolet
Sinar ultraviolet juga mempunyai efek terapetik dalam dermatitis
kontak melalui sistem imun. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan
hilangnya fungsi sel Langerhans dan menginduksi timbulnya sel panyaji
antigen yang berasal dari sumsum tulang yang dapat mengaktivasi sel T
supresor. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya molekul
permukaan sel langehans (CDI dan HLA-DR), sehingga menghilangkan
fungsi penyaji antigennya. Kombinasi 8-methoxy-psoralen dan UVA
(PUVA) dapat menekan reaksi peradangan dan imunitis. Secara
imunologis dan histologis PUVA akan mengurangi ketebalan epidermis,
menurunkan jumlah sel Langerhans di epidermis, sel mast di dermis dan
infiltrasi mononuklear. Fase induksi dan elisitasi dapat diblok oleh UVB.
Melalui mekanisme yang diperantarai TNF maka jumlah HLA- DR + dari
sel Langerhans akan sangat berkurang jumlahnya dan sel Langerhans
menjadi tolerogenik. UVB juga merangsang ekspresi ICAM-1 pada
keratinosit dan sel Langerhans.
Siklosporin A
Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari
hipersensitivitas kontak pada marmut percobaan, tapi pada manusia hanya
memberikan efek minimal, mungkin disebabkan oleh kurangnya absorbsi
atau inaktivasi dari obat di epidermis atau dermis.
Antibiotika dan antimikotika
1
7
Superinfeksi dapat ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan alfa
hemolitikus, E. koli, Proteus dan Kandida spp. Pada keadaan superinfeksi
tersebut dapat diberikan antibiotika (misalnya gentamisin) dan
antimikotika (misalnya clotrimazole) dalam bentuk topikal.
Imunosupresif
Obat-obatan baru yang bersifat imunosupresif adalah FK 506
(Tacrolimus) dan SDZ ASM 981. Tacrolimus bekerja dengan
menghambat proliferasi sel T melalui penurunan sekresi sitokin seperti IL-
2 dan IL-4 tanpa merubah responnya terhadap sitokin eksogen lain. Hal ini
akan mengurangi peradangan kulit dengan tidak menimbulkan atrofi kulit
dan efek samping sistemik. SDZ ASM 981 merupakan derivat askomisin
makrolatum yang berefek anti inflamasi yang tinggi. Pada konsentrasi
0,1% potensinya sebanding dengan kortikosteroid klobetasol-17-propionat
0,05% dan pada konsentrasi 1% sebanding dengan betametason 17-valerat
0,1%, namun tidak menimbulkan atrofi kulit. Konsentrasi yang diajurkan
adalah 1%. Efek anti peradangan tidak mengganggu respon imun sistemik
dan penggunaan secara topikal sama efektifnya dengan pemakaian secara
oral.
b. Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau
edema, juga pada kasus-kasus sedang dan berat pada keadaan akut atau kronik.
Jenis-jenisnya adalah :
Antihistamin
Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh efek
sedatifnya. Ada yang berpendapat pada stadium permulaan tidak terdapat
pelepasan histamin. Tapi ada juga yang berpendapat dengan adanya reaksi
antigen-antobodi terdapat pembebasan histamin, serotonin, SRS-A,
bradikinin dan asetilkolin.
Kortikosteroid
Diberikan pada kasus yang sedang atau berat, secara peroral,
intramuskular atau intravena. Pilihan terbaik adalah prednison dan
1
8
prednisolon. Steroid lain lebih mahal dan memiliki kekurangan karena
berdaya kerja lama. Bila diberikan dalam waktu singkat maka efek
sampingnya akan minimal. Perlu perhatian khusus pada penderita ulkus
peptikum, diabetes dan hipertensi. Efek sampingnya terutama
pertambahan berat badan, gangguan gastrointestinal dan perubahan dari
insomnia hingga depresi. Kortikosteroid bekerja dengan menghambat
proliferasi limfosit, mengurangi molekul CD1 dan HLA- DR pada sel
Langerhans, menghambat pelepasan IL-2 dari limfosit T dan menghambat
sekresi IL-1, TNF-a dan MCAF.
Siklosporin
Mekanisme kerja siklosporin adalah menghambat fungsi sel T
penolong dan menghambat produksi sitokin terutama IL-2, INF-r, IL-1
dan IL-8. Mengurangi aktivitas sel T, monosit, makrofag dan keratinosit
serta menghambat ekspresi ICAM-1.
Pentoksifilin
Bekerja dengan menghambat pembentukan TNF-a, IL-2R dan
ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans. Merupakan derivat
teobromin yang memiliki efek menghambat peradangan.
FK 506 (Trakolimus)
Bekerja dengan menghambat respon imunitas humoral dan selular.
Menghambat sekresi IL-2R, INF-r, TNF-a, GM-CSF . Mengurangi sintesis
leukotrin pada sel mast serta pelepasan histamin dan serotonin. Dapat juga
diberikan secara topikal.
Ca++ antagonis
Menghambat fungsi sel penyaji dari sel Langerhans. Jenisnya
seperti nifedipin dan amilorid.
Derivat vitamin D3
1
9
Menghambat proliferasi sel T dan produksi sitokin IL-1, IL-2, IL-6
dan INF-r yang merupakan mediator-mediator poten dari peradangan.
Contohnya adalah kalsitriol.
SDZ ASM 981
Merupakan derivay askomisin dengan aktifitas anti inflamasi yang
tinggi. Dapat juga diberikan secara topical, pemberian secara oral lebih
baik daripada siklosporin
2
0
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.3 NCP
No. Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
keperawatan kriteria hasil
1. Nyeri b.d adanya Tujuan : 1. kaji jenis dan tingkat1. Dapat mengetahui
lesi kulit Setelah dilakukan nyeri pasien. tentukan kriteria nyeri pasien
tidakan apakah nyerinya2. Untuk memfasilitasi
keperawatan kronis atau akut. pengkajian yang akurat
selama 1x24 jam, Selain itu, kaji factor tentang tingkat nyeri
diharapkan nyeri yang dapat pasien
berkurang atau mengurangi atau
teradaptasi memperberat; lokasi,3. Untuk menentukan
durasi, intensitas dan keefektifan obat
Kriteria hasil : karakteristik nyeri;4. Tindakan ini
1. Pasien dan tanda-tanda dan meningkatkan
melaporkan nyeri gejala psikologis. kesehatan,
berkurang Pengkajian kesejahteraan, dan
2. Nyeri dapat berkelanjutan peningkatan tingkat
diadaptasi membantu energy, yang penting
3. Dapat meyakinkan bahwa untuk pengurangan
mengidentifikasi penanganan dapat nyeri
aktifitas yang memenuhi kebutuhan5. Untuk menurunkan
2
4
meningkatkan atau pasien dalam ketegangan atau
menurunkan nyeri mengurangi nyeri. spasme otot dan untuk
4. Pasien tidak Dokumentasikan mendistribusikan
gelisah dan skala respons pasien kembali tekanan pada
nyeri 0-1 atau terhadap pertanyaan bagian tubuh
teradaptasi anda dengan6. Tehnik
bahasanya sendiri nonfarmakologis
untuk menghindari pengurangan nyeri
interprestasi subjektif akan efektif bila nyeri
2. Minta pasien untuk pasien berada pada
menggunakan sebuah tingkat yang dapat
skala 1 sampai 10 ditoleransi
untuk menjelaskan
tingkat nyerinya
(dengan nilai 10
menandakan tingkat
nyeri paling berat)
3. Berikan obat yang
dianjurkan untuk
mengurangi nyeri,
bergantung pada
gambaran nyeri
pasien. pantau adanya
reaksi yang tidak
diinginkan terhadap
obat. Sekitar 30
sampai 40 menit
setelah pemberian
obat, minta pasien
untuk menilai kembali
nyerinya dengan skala
2
5
1 sampai 10
4. Atur periode istirahat
tanpa terganggu
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda S, Sularsito. (2005). SA. Dermatitis In: Djuanda A, ed Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi
III. Jakarta: FK UI: 126-31.
Johnson, M., et all. 2002. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper
Saddle River
Price, A. Sylvia.2006 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 4. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Smeltzer, Suzanne C. (2002). Buku ajar medikal bedah Brunner Suddarth/Brunner Suddarth’s Texbook
of Medical-surgical. Alih Bahasa:Agung Waluyo…..(et.al.). ed 8 Vol 3 Jakarta: EGC.
Widhya. (2011). Askep Dermatitis. Diaskes pada tanggal 28 April 2012 pada http:///D:/LAPORAN
%20POROFESI%20NERS%202012/MEDICAL%20BEDAH/SUMBER
%20DERMATITIS/askep-dermatitis.html
3
2
Tindakan keperawatan