Anda di halaman 1dari 2

INISIASI IV

MASYARAKAT HUKUM ADAT

A. Pengertian Masyarakat Hukum Adat

      Kita berjumpa lagi untuk membahas materi tentang masyarakat hukum adat. Masyarakat
adalah suatu sistem, merupakan suatu keseluruhan terangkai, yang mencakup unsur-unsur,
bagian-bagian, konsestensinya, kelengkapan dan konsepsi-konsepsinya atau pengertian
dasarnya. Masyarakat adalah merupakan suatu sistem sosial yang menjadi wadah proses
maupun hubungan antar kelompok.

        Ter Haar mengatakan bahwa di seluruh Indonesia pada tingkat rakyat jelata, terdapat
pergaulan hidup di dalam kelompok-kelompok yang bertingkah laku sebagai kesatuan terhadap
dunia luar , lahir dan bathin.Kelompok- kelompok ini mempunyai tata susunan yang tetap dan
kekal, dan orang sekelompok ini masing-masing mengalami kehidupannya dalam kelompoknya
sebagai hal yang wajar menurut kodrat alam. Tidak ada seorangpun dari mereka yang
mempunyai pikiran akan membubarkan atau memungkinkan pembubaran kelompoknya
tersebut. Inti dari perumusan Ter  Haar tersebut dapat dikemukakan bahwa masyarakat hukum
atau persekutuan hukum ialah :

kesatuan manusia teratur menetap disuatu daerah tertentu mempunyai penguasa dan
mempunyai kekayaan yang berwujud ataupun tidak berwujud, dimana anggota kesatuan
masing-masing mengalami kehidupan dalam masyarakat menurut kodrat alam dan tidak
seorangpun mempunyai pikiran untuk membubarkan ikatan tersebut.

      Jadi masyarakat hukum adat adalah sekelompok orang yang mengalami kehidupan yang
wajar menurut kodrat alam, yang terikat sebagai suatu kesatuan dalam suatu kata susunan yang
teratur yang bersipat tetap dan kekal, mempunyai pemimpin dan aturan yang dipatuhinya serta
memiliki kekayaan berwujud maupun tidak berwujud dan berdiam disuatu daerah tertentu dan
mempunyai ikatan bathin yang kuat antar anggota dan antar kelompoknya.      

B. Bentuk- bentuk susunan masyarakat hukum adat

      Secara teoritis dasar penggolongan susunan masyarakat hukum adat berdasarkan azas
keturunan atau genealogis dan ukuran azas kedaerahan atau teritorial. Penggolongan menurut
kedua azas ini tetap dan biasa dilakukan, namun kedua ukuran tersebut hanyalah sekedar
memenuhi kebutuhan keilmuan saja. 
      Sedangkan secara praktis  benar- benar menurut kenyataan yang ada dalam masyarakat,
setiap masyarakat hukum adat memuat dalam susunannya (strukturnya) unsur- unsur keturunan
( geneologis) dan unsur-unsur kedaerahan (teritorial). 
      Di dalam masyarakat hukum adat, manakala unsur-unsur genealogis lebih kuat dari pada
unsur-unsur teritorial, maka masyarakat hukum adat itu bersifat genealogis- teritorial.

        Masyarakat hukum adat yang bersifat genealogis yang para anggotanya merasa terikat
dalam suatu ketertiban berdasarkan kepercayaan bahwa mereka semua merasa berasal dari
satu keturunan yang sama. Seorang yang menjadi anggota suatu masyarakat adat, karena ia
menganggap dirinya diturunkan dari kakek atau nenek yang sama. 
Ada 3 tipe pertalian keturunan dalam masyarakat adat yang ditentukan oleh faktot genealogis
yaitu,  pertalian keturunan menurut garis laki-laki, pertalian keturunan menurut garis perempuan
dan pertalian keturunan menurut garis ibu dan bapak.

      Masyarakat hukum adat yang bersifat teritorial yang disusun berasaskan lingkungan daerah,
yang para anggotanya merasa bersatu, karena merasa berasal dari daerah/wilayahnya yang
sama. Landasan yang mempersatukan para anggota masyarakat hukum adat ini karena adanya
ikatan antara anggota masing- masing masyarakat tersebut dengan tanah yang didiaminya sejak
kelahirannya, yang didiami oleh orang tuanya, neneknya, nenek moyangnya secara turun
temurun. 
      Ada tiga jenis masyarakat hukum adat yang strukturnya bersifat teritorial yaitu: hukum desa,
hukum wilayah ( persatuan desa) dan hukum serikat desa (perserikatan desa).

C. Manfaat Mempelajari Hukum Adat

      Menurut pandangan teoritis, ilmu yang ditemukan itu dimanfaatkan semata-mata untuk
pengembangan ilmu lagi. Pandangan teoritis ini dikenal dengan ilmu untuk ilmu. Pandangan ilmu
untuk ilmu ini dimanfaatkan oleh kaum penjajah dengan semboyan hendak melindungi rakyat
bumi putra dari pengaruh-pengaruh buruk dari dunia Barat, hanya sebagai kedok belaka untuk
mengelabui masa, untuk menyelimuti maksud jahatnya, yaitu untuk memberikan orang Indonesia
hidup dalam hukum adat aslinya, menjauhkan dari pengaruh dunia luar, agar tidak timbul
keinginan untuk merdeka, untuk mencegah rasa nasionalisme pada orang Indonesia.

      Dalam pandangan ilmu untuk ilmu, hasil penyelidikan ilmu hukum adat tidak dimanfaatkan
untuk kepentingan masyarakat akan tetapi dipakai sebagai alat oleh penjajah Belanda, untuk
mempertahankan kedudukannya di Indonesia, maka pandangan ini mulai ditinggalkan.

      Sedangkan pandangan praktis bahwa ilmu yang ditemukan itu dimanfaatkan untuk
kepentingan masyarakat, maka semboyan ilmu untuk ilmu itu tidak cocok lagi dipertahankan
harus ditinggalkan. Bagi bangsa Indonesia, ilmu hukum adat sebagai salah satu ilmu yang
termasuk kelompok ilmu-ilmu yang diperlukan untuk pembangunan masyarakat Indonesia dalam
rangka mengisi kemerdekaan dan meningkatkan kemakmuran rakyat. 
      Tugas akademisi dan universitas yang ditujukan pada pengabdian ilmu yang dipelajari itu
untuk pembangunan dan kebesaran Nusa dan Bangsa, dengan kata lain bukan ilmu untuk ilmu,
tetapi untuk masyarakat. 

Anda mungkin juga menyukai