”POLOPALO”
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Wawasam Budaya yang diampuh
oleh Ibu Dr. Lintje Boekoesoe, M. Kes
Di Susun Oleh :
Puji syukur kehadirat tuhan yang maha esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-
Nya kepada kami sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini dibuat berdasarkan
kebutuhan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Manajemen keperawatan, serta untuk
kebutuhan kami agar dapat lebih memahami tentang bagaimana mengatasi konflik yang ada di
lingkungan
. Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam
pembuatan makalah ini sehingga makalah ini selesai tepat pada waktunya. Penulis menyadari
masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini karena keterbatasan referensi.
Mengingat keterbatasan itu, maka kami membuka selebar-lebarnya kritik dan saran dari bapak
dosen mata kuliah Manajemen keperawatan, serta dari rekan-rekan pembaca pada umumnya.
Akhir kata, semoga makalah ini bisa bermanfaat dan dapat dipergunakan sebagaimana mestinya
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii
BAB I : PENDAHULUAN................................................................................................1
1.3 TUJUAN........................................................................................................................2
BAB II : PEMBAHASAN.................................................................................................3
3.1 KESIMPULAN..............................................................................................................7
3.2 SARAN..........................................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................8
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Alat musik tradisi nusantara merupakan salah satu karya seni yang bernilai adiluhung,
modern teknologi, dan mempunyai keunikan dalam aspek organologi akustik yang dihasilkan.
Sebagai sebuah karya seni, alat musik dinilai bekerja ketika fungsinya mampu memposisikan diri
dalam menginduksi, memberi pengembangan keragaman pada kemapanan dunia ilmu
pengetahuan, kehidupan masyarakat tanpa melepaskan jati dirinya sebagai karya seni serta
timbal baliknya terhadap eksistensi alat musik sendiri.
Salah satu alat musik tradisi yang mempunyai keunikan organologi akustik adalah
Polopalo Membicarakan tentang Polopalo, Bay (dalam Ohi, 2014: 1) menjelaskan bahwa
polopalo merupakan alat musik kebanggaan dan ikon masyarakat Gorontalo sedangkan tinjauan
aspek organologi mengklasifikasikan Polopalo sebagai instrumen perkusi pentatonisyang
memiliki bentuk seperti mulut buaya terbuka dan terbuat dari bambu khusus (talilo huidu) atau
bamboo gunung. Pemilihan talilo huidu sebagai bahan Polopalo dikarenakan mempunyai kadar
air yang rendah sehingga mampu menghasilkan kualitas bunyi yang baik
Saud (dalam Ohi: 2014) menjelaskan bahwa bunyi Polopalo diperoleh dari getaran
badannya, yaitu dari rahang dan lidah yang mirip dengan mulut buaya dimana memperoleh bunyi
ditentukan dengan cara meraut rahang dan lidah polopalo. Saud menambahkan bahwa dalam
memainkan polopalo memerlukan sebuah alat bantu yaitu tongkat kecil yang dilapisi oleh tali
yang terbuat dari karet yang nantinya sebagai wadah pukulan.
1
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu alat music Polopalo?
2. Bagaimana sejarah alat music Polopalo?
3. Bagaimana perkembangan alat music Polopalo?
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa itu alat music Polopalo
2. Untuk mengetahui sejarah alat music Polopalo
3. Untuk mengetahui perkembangan alat music Polopalo
2
BAB II
PEMBAHASAN
Polopalo dari segi bahasa berasal dari kata polo-polopalo yang artinya bergetar nyaring.
Cara membuat polopalo yaitu dari seruas bambu yang sudah kering dan berbunyi nyaring. Sejak
dahulu polopalo dibunyikan ketika para petani menghibur diri ketika sedang menanam padi di
sawah yang kemudian dibunyikan sebagai tanda waktu berbuka puasa maupun ketika sahur di
bulan suci Ramadhan.
Polopalo merupakan alat music tradisional Gorontalo berjenis idiofon, yaitu jenis alat
usic yang suaranya bersumber dari badan alat usic itu sendiri. Artinya, ketika alat usic
Polopalo tersebut dipukul, maka Polopalo akan menghasilkan bunyi dari bergetarnya badan
Polopalo itu sendiri.
Bahan utama dalam pembuatan Polopalo adalah usic . Dengan dibuat sedemikian rupa
hingga bentuknya menyerupai garputala raksasa. Cara memainkan alat usic ini dengan
memukulkan badan Polopalo pada salah satu anggota tubuh pemain, seperti lutut. Namun pada
perkembangannya, Polopalo mengalami penyempurnaan pada beberapa hal, salah satunya kini
telah dibuat alat pemukul dari kayu yang dilapisi karet agar mempermudah dan membantu dalam
permainan Polopalo.
Polopalo adalah alat kesenian tradisional Gorontalo yang dahulu kala hanya untuk
dipertandingkan, namun sekarang telah digunakan sebagai pengiring alat musik lainnya seperti
suling, string bas, rebana/gendang dan marakas. Alat musik polopalo terdiri dari berbagai
3
macam ukuran, ada yang kecil, sedang dan besar. Ukuran lingkaran bambu sekitar 9 cm – 17 cm
dan panjangnya sekitar 31 cm.
Berbeda dengan alat musik tradisional lainnya, Polopalo memiliki keunikan tersendiri
seperti pemilihan bahan baku, cara memainkan dan waktu memainkannya. Bahan baku utamanya
adalah bambu. Bambu sendiri memiliki 2 jenis bambu yaitu bambu air dan bambu pagar.
Namun, untuk alat musik Polopalo khusus menggunakan bambu air karena menghasilkan bunyi
yang lebih merdu. Cara memainkan alat ini yaitu cukup dipukul-pukulkan di atas lutut sehingga
mengeluarkan bunyi/suara. Polopalo lebih bagus saat dimainkan pada saat malam hari atau
suasana hening karena dalam memainkannya memerlukan ketenangan.
Awal mula pengembangan alat musik tradisional dimulai sejak tahun 1975 oleh warga
masyarakat Gorontalo yang tergabung dalam Kelompok Heluma Huyula. Alat musik Polopalo
yang bahan dasar pembuatannya terbuat dari bambu, kemudian dibentuk seperti garputala
raksasa dan teknik memainkannya dengan cara memukulkan ke bagian anggota tubuh yaitu lutut.
Seiring berkembangnya zaman, popularitas alat musik Polopalo saat ini tidak lagi
diminati masyarakat khususnya di Kabupaten Gorontalo bahkan hampir seluruh masyarakat
Provinsi Gorontalo. Hal ini disebabkan kurangnya upaya pelestarian yang dilakukan untuk tetap
mempertahankan keberadaan alat musik daerah ini.
4
2.4 Nilai Organologi Polopalo
Polopalo adalah musik tradisi Gorontalo yang erat kaitannya dengan tatanan kehidupan
masyarakat Gorontalo, suka bekerja keras tidak mengenal lelah, hidup bergotong royong dan
saling menghargai satu sama lain. Makna masing-masing bunyi polopalo yang ada di dalam
masyarakat Gorontalo erat hubungannya dengan filsafat alam.
Filsafat alam bagi masyarakat Gorontalo merupakan hal yang bersifat mengikat,
masyarakat mempercayai bahwa alam merupakan hal mendukung dalam aktivitas kehidupan
sehari-hari. Dari suara alam, masyarakat menstransferkan ke dalam bunyi polopalo sampai
terbentuklah makna bunyi yang sampai sekarang masih menjadi pedoman dalam membuat
polopalo. Bagi masyarakat Bone Bolango, istilah bunyi nyaring dan tidak nyaring merupakan
ungkapan dalam mendengar bunyi polopalo. Bunyi nyaring bagi masyarakat Bone Bolango
identik dengan frekuensi tinggi, sedangkan bunyi tidak nyaring identik dengan frekuensi rendah.
Hal ini merupakan sebuah bentuk methapor dari persepsi, pemikiran masyarakat dalam
memahami dan mengintegrasikan bunyi polopalo yang dipengaruhi oleh sistem budaya
masyarakat. Kesamaan antara hasil persepsi masyarakat terhadap elemen frekuensi polopalo
dengan hasil pengukuran empat jenis polopalo membentuk sebuah metaphor yang berupa
persepsi, pemikiran masyarakat yang secara obyektif mampu mengintepretasikan bunyi polopalo
yang didengar, sesuai dengan hasil pengukuran.
Bagi masyarakat Gorontalo yang mengenal filsafat alam, dimana bunyi polopalo
dimimesiskan dengan suara makhluk hidup yang mempunyai arti filosofi kehidupan masyarakat.
Ditinjau melalui teori Alperson bahwa elemen frekuensi polopalo merupakan pusat perhatian
dari instrumen tersebut, karena berkaitan dengan proses sensasi mendengar bunyi nyaring
ataupun tidak nyaing yang berkaitan dengan unsur frekuensi bunyi polopalo. Sensasi yang
dirasakan dalam mendengar sebuah bunyi merupakan langkah awal dalam memahami makna
bunyi, proses mendengarkan bunyi polopalo bagi masyarakat memberikan sensasi yang cukup
bervariasi, antara lain; elemen bunyi polopalo jenis motoliyongo dan moelenggengo mampu
digunakan sebagai hiburan, sebagai pengantar tidur, mengingatkan mereka sewaktu masa kecil
dan sebagai penghilang rasa penat. masyarakat merasakan bahwa bunyi polopalo hadir melalui
elemen frekuensinya sehingga mereka dapat membedakan masingmasing karakter bunyi
5
polopalo. Sensasi dalam mendengar bunyi adalah nilai filosofi yang membentuk karakter
polopalo baik dari sisi instrumen maupun bunyi.
Bunyi polopalo berasal dari bambu yang digetarkan. Bagi masyarakat Gorontalo bambu
memiliki makna yaitu mudah hidup, mudah tumbuh. Maksud makna mudah hidup dimana
bambu merupakan tanaman yang menggambarkan kerukunan hidup dalam masyarakat. Mudah
tumbuh memiliki penjelasan bahwa masyarakat Gorontalo mempercayai tatanan keluarga yang
merupakan aspek awal dari kehidupan masyarakat. Bahan bambu sebagai dasar dari pembuatan
polopalo berkaitan dengan bunyi yang dihasilkan. Dalam masyarakat Gorontalo polopalo
memiliki empat jenis bunyi dan sensasi bunyi yang berbeda. Berdasarkan hasil analisis domain
bunyi polopalo memiliki makna filosofi yang diadaptasi oleh jenis aktifitas sosial. Masyarakat
Gorontalo menganut filsafat alam dimana masyarakat percaya pada ciri-ciri perubahan alam
yaitu adanya benda (mahluk) sekitar yang dianggap memberikan makna tertentu. Ada empat
jenis bunyi polopalo yakni; motoliyongo, moelenggengo, modulodu’o dan mobulongo dari ke
empat jenis bunyi polopalo tersebut memiliki makna filosofis masyarakat Gorontalo.
6
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Polopalo adalah alat musik tradisional daerah yang berasal dari Provinsi
Gorontalo. Polopalo merupakan alat musik jenis idiofon yaitu golongan alat musik yang
sumber bunyinya berasal dari badan alat itu sendiri. Bunyi yang terdengar keluar berasal
dari alat Polopalo tersebut ketika mendapat pukulan atau dipukul, yang diakibatkan
getaran yang terdapat pada seluruh alat polopalo
Polopalo adalah alat kesenian tradisional Gorontalo yang dahulu kala hanya untuk
dipertandingkan, namun sekarang telah digunakan sebagai pengiring alat musik lainnya
seperti suling, string bas, rebana/gendang dan marakas. Alat musik polopalo terdiri dari
berbagai macam ukuran, ada yang kecil, sedang dan besar. Ukuran lingkaran bambu
sekitar 9 cm – 17 cm dan panjangnya sekitar 31 cm.
Seiring berkembangnya zaman, popularitas alat musik Polopalo saat ini tidak lagi
diminati masyarakat khususnya di Kabupaten Gorontalo bahkan hampir seluruh
masyarakat Provinsi Gorontalo. Hal ini disebabkan kurangnya upaya pelestarian yang
dilakukan untuk tetap mempertahankan keberadaan alat musik daerah ini.
3.2 SARAN
Kami berharap makalah ini dapat membantu masyarakat di luar sana dalam
mempertahankan keberadaan alat music Polopalo ini agar tidak punah dan diganti dengan
alat – alat music digital.
7
DAFTAR PUSTAKA
Ohi., Rahmawati. 2019. Nilai Organologi Akustik Polopalo. Fakultas Sastra dan Budaya
Universitas Negeri Gorontalo: Jurnal Etnomusikologi. Vol. 15 No. 1
Gasbanter. Mengenal 5 Alat Musik Gorontalo Yang Khas dan Unik. Di akses pada 10 Agustus
2020 pukul 19.44 WITA. https://gasbanter.com/alat-musik-tradisional-gorontalo/