Anda di halaman 1dari 11

REFERAT

Airway, Breathing, Circulation, CRT, CPR, Hemlich Maneuver, Intubasi Dewasa


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendekatan Airway, Breathing, Circulation, (ABC) adalah Tindakan dan pendekatan
sistematis untuk penilaian langsung dan pengobatan sakit kritis atau pasien yang terluka hal ini
sangat penting dalam penaganan pertama kasus kegawatdaruratan. Oleh karena itu, pengetahuan
akan hal ini sangatlah penting dan perlu diingat sebelum melakukan pengkajian harus
memperhatikan proteksi diri (keamanan dan keselamatan diri) dan keadaan lingkungan sekitar.
Capillary refill time (CRT) merupakan penilaian perfusi perifer seperti waktu pengisian
ulang kapiler (CRT) sebagai serta pengukuran tekanan darah untuk menilai status kardiovaskular
untuk Mengidentifikasi yang mungkin mengalami gangguan hemodinamik atau syok.

Dalam kasus henti jantung dan henti nafas yang perlu dilakukan adalah melakukan CPR.
CPR merupakan upaya untuk mengembalikan fungsi nafas dan atau sirkulasi yang berhenti oleh
berbagai sebab ke keadaan normal (Subagjo, dikutip dalam Ganthikumar, 2016). Pemberian CPR
yang adekuat dapat menurunkan angka kejadian henti jantung dan kematian di rumah sakit,
selama diberikan oleh orang yang terlatih dan tenaga medis yang professional.
Heimlich mannuever dilakukan untuk Pembersihan jalan napas karena sumbatan benda
asing dilakukan bila kejadiannya disaksikan sendiri atau sangat dicurigai, refleks batuk tidak
adekuat.

1.2 Tujuan
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui tentang Tindakan Airway, breating,
circulation, CRT, CPR, Hemlich manouver, Intubasi dewasa secara detail.

1.3 Manfaat
Penulisan referat ini diharapkan dapat menambah pemahaman dan memperluas wawasan
penulis ataupun pembaca mengenai Tindakan Airway, breating, circulation, CRT, CPR, Hemlich
manouver, Intubasi dewasa.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Airway, Breathing, Circulation


2.1.1 Definisi
Pendekatan Airway, Breathing, Circulation, (ABC) adalah Tindakan dan pendekatan
sistematis untuk penilaian langsung dan pengobatan sakit kritis atau pasien yang terluka.
Pendekatan ini dapat diterapkan di semua keadaan darurat klinis. Tindakan ini Bisa digunakan di
jalan tanpa peralatan apa pun atau, dalam menggunakan alat yang lebih canggih pada saat berada
layanan medis darurat, di ruang gawat darurat, di bangsal umum rumah sakit, atau di unit
perawatan intensif.

2.1.2 Tujuan
Tujuan dari pendekatan ABC adalah:
• untuk memberikan pengobatan yang menyelamatkan jiwa
• untuk memecah situasi klinis yang kompleks menjadi bagian-bagian yang lebih dapat dikelola
• berfungsi sebagai algoritma penilaian dan pengobatan
• untuk membangun kesadaran situasional yang sama di antara semua penyedia pengobatan
• mengulur waktu untuk menegakkan diagnosis akhir dan pengobatan.
dan Tindakan
A. Airway (A)
Jika pasien merespon dengan suara normal, maka jalan nafas sudah paten.
Obstruksi jalan napas bisa sebagian atau seluruhnya.
Tanda-tanda jalan nafas yang terhalang sebagian termasuk suara yang berubah,
nafas yang berisik (misalnya, stridor), dan usaha bernafas yang meningkat. Dengan jalan
nafas yang terhalang sepenuhnya, tidak ada pernafasan meskipun usaha yang besar
(yaitu, respirasi paradoks, atau tanda “jungkat-jungkit” Penurunan kesadaran merupakan
penyebab umum dari gangguan jalan napas, sebagian atau seluruhnya.
Tanda umum dari obstruksi jalan nafas parsial dalam keadaan tidak sadar adalah
mendengkur. Obstruksi jalan nafas yang tidak diobati dapat dengan cepat menyebabkan
serangan jantung. Semua profesional perawatan kesehatan, apa pun pengaturannya, dapat
menilai jalan napas seperti yang dijelaskan dan menggunakan manuver head-tilt dan
chin-lift untuk membuka jalan napas.
Dengan peralatan yang tepat, sedot saluran udara untuk menghilangkan
penghalang, misalnya darah atau muntahan, dianjurkan. Jika memungkinkan, benda asing
yang menyebabkan obstruksi jalan napas harus dikeluarkan. Jika terjadi obstruksi jalan
napas lengkap, pengobatan harus diberikan sesuai dengan pedoman saat ini. Singkatnya,
pasien yang sadar memberikan lima pukulan punggung secara bergantian.
Singkatnya, kepada pasien yang sadar memberikan lima pukulan punggung
bergantian dengan lima dorongan perut sampai obstruksi lega. Jika korban menjadi tidak
sadarkan diri, panggil bantuan dan mulai resusitasi kardiopulmoner sesuai dengan
pedoman.9 Yang penting, oksigen aliran tinggi harus disediakan untuk semua orang yang
sakit kritis secepat mungkin.

B. Breathing (B)
Di semua tempat, dimungkinkan untuk menentukan laju pernapasan, memeriksa
gerakan dinding toraks untuk kesimetrisan dan penggunaan otot pernapasan tambahan,
dan perkusi dada untuk menemukan kusam atau resonansi unilateral. Sianosis, vena leher
yang membesar, dan lateralisasi trakea dapat diidentifikasi.
Jika stetoskop tersedia, auskultasi paru harus dilakukan dan, jika memungkinkan,
oksimeter denyut harus diterapkan. Pneumotoraks tegangan harus segera diatasi dengan
memasukkan kanula di mana ruang interkostal kedua melintasi garis midclavicular
(needle thoracocentesis). Bronkospasme harus diobati dengan inhalasi. Jika pernapasan
tidak mencukupi, ventilasi bantuan harus dilakukan dengan memberikan napas
penyelamat dengan atau tanpa alat penghalang. Personel yang terlatih harus
menggunakan masker jika tersedia.
C. Circulation
Waktu pengisian kapiler dan denyut nadi dapat dinilai dalam pengaturan apa pun.
Pemeriksaan kulit memberi petunjuk tentang masalah peredaran darah. Perubahan warna,
berkeringat, dan penurunan tingkat kesadaran merupakan tanda penurunan perfusi. Jika
stetoskop tersedia, auskultasi jantung harus dilakukan. Pemantauan elektrokardiografi
dan pengukuran tekanan darah juga harus dilakukan sesegera mungkin. Hipotensi
merupakan tanda klinis merugikan yang penting. Efek hipovolemia dapat dikurangi
dengan menempatkan pasien dalam posisi terlentang dan mengangkat kaki pasien. Akses
intravena harus diperoleh sesegera mungkin dan saline harus diinfuskan.

2.2 CRT
2.2.1 definisi
CRT adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan warna di lapisan kapiler
eksternal setelah pemucatan yang disebabkan oleh tekanan yang diterapkan.
2.2.2 pengukuran
CRT dapat diukur dengan menekan kuku, jaringan lunak di tempurung lutut atau lengan
bawah, bagian tengah dada atau dahi [1]. Untuk mengukur CRT dari dahi manusia, perlu
ditekankan jari ke bagian tengah dahi selama kurang lebih 5 detik lalu lepaskan. Ketika diukur di
dahi, waktu normal untuk CRT harus kurang dari 2 detik untuk orang dewasa, hingga 3 detik
untuk bayi atau hingga 4,5 detik untuk orang tua
Oleh karena itu, jika kulit kembali ke warna normalnya dalam waktu 0,5-4,5 detik
(tergantung usia, jenis kelamin, suhu dll) maka dapat diasumsikan bahwa sistem kardiovaskular
berfungsi normal. Dalam kebanyakan kasus, seharusnya demikian
di bawah 2 detik untuk manusia yang sehat . Jika warna normal kembali dalam jangka waktu
yang diharapkan dari pers, maka kulit mendapatkan suplai darah yang sehat. Jika tidak, bisa jadi
itu adalah tanda tubuh mengalami syok , indikasi dehidrasi, penurunan perfusi perifer atau suplai
darah dari kulit terputus. Kulit adalah organ pertama yang digunakan tubuh untuk memotong
suplai darah jika terjadi cedera atau penyakit parah.
2.3 CPR
2.3.1 definisi
CPR merupakan komponen kedua dalam chain of survival, dimana dengan memberikan
tindakan ini pada korban yang mengalami henti jantung maka akan dapat meningkatkan angka
keberlangsungan hidup korban
2.3.2 tindakan

2.4 heimlich manuever


Hentakan perut (Heimlich maneuver dan abdominal thrust). Cara: Penolong berdiri di
belakang korban, lingkarkan kedua lengan mengitari pinggang, peganglah satu sama lain
pergelangan atau kepalan tangan (penolong), letakkkan kedua tangan (penolong) pada perut
antara pusat dan prosessus sifoideus, tekanlah ke arah abdomen atas dengan hentakan cepat 3-5
kali. Hentakan perut tidak boleh dilakukan pada neonatus dan bayi.

2.5 intubasi dewasa


2.5.1 Definisi
Ventilasi melalui pipa endotrakeal merupakan cara yang sangat efektif . Jalan nafas yang
terjaga menyebabkan pemberian ventilasi dan oksigen lebih terjamin. Kemungkinan aspirasi
cairan lambung lebih kecil. Tekanan udara pernafasan juga menjadi mudah dikendalikan dan
penggunaan Positive End Expiratory Pressure (PEEP) dapat dilakukan dengan mengatur katup
ekspirasi.
2.5.2 Indikasi
1. Proteksi jalan nafas
- Hilangnya refleks pernafasan ( cedera cerebrovascular, kelebihan dosis obat)
- Obstruksi jalan nafas besar ( epiglotitis, corpus alienum, paralisis pita suara) baik secara
anatomis maupun fungsional.
- Perdarahan faring ( luka tusuk, luka tembak pada leher)
- Tindakan profilaksis ( pasien yang tidak sadar untuk pemindahan ke rumah sakit lain atau pada
keadaan di mana potensial terjadi kegawatan nafas dalam proses transportasi pasien)
2. Optimalisasi jalan nafas
- saluran untuk pelaksanaan pulmanary toilet darurat (sebagai contoh : penghisapan atau
bronchoscopy untuk aspirasi akut atau pun trakheitis bakterialis berat) - tindakan untuk
memberikan tekanan positif dan kontinu yang tinggi pada jalan nafas ( respiratory distress
syndrome pada orang dewasa dan penyakit membran hyalin)( Dibutuhkan tekanan inspirasi yang
tinggi atau PEEP).
3. Ventilasi mekanik. Ventilasi mekanik pada kegagalan respirasi yang dikarenakan :
- Pulmonar : penyakit asama, penyakit paru obstruktif kronik, emboli paru, pneumonia. (”Work
of breathing” berlebihan)
- Penyakit jantung atau edema pulmoner - Neurologi : berkurangnya dorongan respirasi
(Gangguan kontrol pernafasan dari susunan saraf pusat)
- Mekanik : disfungsi paru-paru pada flail-chest atau pada penyakit neuromuskuler
- Hiperventilasi therapeutik untuk pasien – pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial.
2.5.3 alat dan bahan
a. Laryngoscope lengkap dengan handle dan blade-nya
b. Pipa endotrakeal ( orotracheal ) dengan ukuran : perempuan no. 7; 7,5 ; 8 . Laki-laki : 8 ; 8,5.
Keadaan emergency : 7,5
c. Forceps (cunam) magill ( untuk mengambil benda asing di mulut)
d. Benzokain atau tetrakain anestesi lokal semprot
e. Spuit 10 cc atau 20 cc
f. Stetoskop, ambubag, dan masker oksigen
g. Alat penghisap lendir
h. Plester, gunting, jelli
i. Stilet
2.5.4 cara penggunaan
1. Beritahukan pada penderita atau keluarga mengenai prosedur tindakan yang akan
dilakukan, indikasi dan komplikasinya dan mintalah persetujuan dari penderita atau
keluarga ( informed consent)
2. Cek alat yang diperlukan, pastikan semua berfungsi dengan baik dan pilih pipa
endotrakeal ( ET) yang sesuai ukuran Masukkan stilet ke dalam pipa ET. Jangan sampai
ada penonjolan keluar pada ujung balon, buat lengkungan pada pipa dan stilet dan cek
fungsi balon dengan mengembangkan dengan udara 10 ml. Jika fungsi baik, kempeskan
balon. Beri pelumas pada ujung pipa ET sampai daerah cuff.
3. Letakkan bantal kecil atau penyangga handuk setinggi 10 cm di oksiput dan pertahankan
kepala sedikit ekstensi (jika resiko fraktur cervical dapat disingkirkan)
4. Bila perlu lakukan penghisapan lendir pada mulut dan faring dan berikan semprotan
bensokain atau tetrakain jika pasien sadar atau tidak dalam keadaan anestesi dalam
5. Lakukan hiperventilasi minimal 30 detik melalui bag masker dengan Fi O2 100 %
6. Buka mulut dengan cara cross finger dan tangan kiri memegang laringoskop
7. Masukkan bilah laringoskop dengan lembut menelusuri mulut sebelah kanan, sisihkan
lidah ke kiri. (gambar 5.c). Masukkan bilah sedikit demi sedikit sampai ujung
laringoskop mencapai dasar lidah, perhatikan agar lidah atau bibir tidak terjepit di antara
bilah dan gigi pasien.
8. Angkat laringoskop ke atasdan ke depan dengan kemiringan 30 samapi 40 sejajar aksis
pengangan. Jangan sampai menggunakan gigi sebagai titik tumpu
9. Bila pita suara sudah terlihat (gambar 5.f), tahan tarikan / posisi laringoskop dengan
menggunakan kekuatan siku dan pergelangan tangan. Masukkan pipa ET dari sebelah
kanan mulut ke faring sampai bagian proksimal dari cuff ET melewati pita suara ± 1 – 2
cm atau pada orang dewasa atau kedalaman pipa ET ±19 -23 cm
10. Angkat laringoskop dan stilet pipa ET dan isi balon dengan udara 5 – 10 ml. Waktu
intubasi tidak boleh lebih dari 30 detik
11. Hubungan pipa ET dengan ambubag dan lakukan ventilasi sambil melakukan auskultasi (
asisten), pertama pada lambung, kemudaian pada paru kanan dan kiri sambil
memperhatikan pengembangan dada.Bila terdengar gurgling pada lambung dan dada
tidak mengembang, berarti pipa ET masuk ke esofagus dan pemasangan pipa harus
diulangi setelah melakukan hiperventilasi ulang selama 30 detik. Berkurangnya bunyi
nafas di atas dada kiri biasanya mengindikasikan pergeseran pipa ke dalam bronkus
utama kanan dan memerlukan tarikan beberapa cm dari pipa ET.
12. Setelah bunyi nafas optimal dicapai, kembangkan balon cuff dengan menggunakan spuit
10 cc.
13. Lakukan fiksasi pipa dengan plester agar tak terdorong atau tercabut
14. Pasang orofaring untuk mencegah pasien menggigit pipa ET jika mulai sadar.
15. Lakukan ventilasi terus dengan oksigen 100 % ( aliran 10 sampai 12 liter per menit).
BAB III
KESIMPULAN

Pendekatan Airway, Breathing, Circulation, (ABC) adalah Tindakan dan pendekatan


sistematis untuk penilaian langsung dan pengobatan sakit kritis atau pasien yang terluka hal ini
sangat penting dalam penaganan pertama kasus kegawat daruratan dari pasien agar tidak terjadi
komplikasi yang tidak diinginkan. Untuk mengetahui tanda-tanda syok maka kita dapat
menggukan capillary refill time (CRT) dengan pengukuran tekanan darah untuk menilai status
kardiovaskular untuk Mengidentifikasi yang mungkin mengalami gangguan hemodinamik atau
syok. Heilmich manuver dapat digunakan untuk mengatasi sumbatan pada jalan nafas agar
pasien dapat tertolong. Intubasi pada orang dewasa harus diperhatikan alat bahan, serta urutan
tindakn yang dilakukan .
DAFTAR PUSTAKA

Atmadjaja, Suparman. 2015. KEGAWATAN PADA AIRWAY, BREATHING,


CIRCULATION, DISSABILITY. docplayer.info/106665

Eddy Rahardjo. Kumpulan Materi Kuliah Kegawatdaruratan Anestesi UntuK S1 Kedokteran


Universitas Airlangga.2012

Plagisou, L, Tsironi M, Zyga S, Moisoglou I, Maniadakis N, dan Prezerakos, P 2015.


Assessment of nursing staff’s theoretical knowledge of cardiovascular resuscitation in
an NHS public hospital. Hellenic Journal of Cardiology, Vol.56, No.2, pp.149–153.

Thim, T., Krarup, N. H., Grove, E. L., Rohde, C. V., & Løfgren, B. (2012). Initial assessment
and treatment with the Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure (ABCDE)
approach. International journal of general medicine, 5, 117–121.
https://doi.org/10.2147/IJGM.S28478

Anda mungkin juga menyukai