Tingkah laku adalah aksi, reaksi, terhadap perangsangan dari lingkungan. Bisa beruparespon pasif atau
tanpa tindakan, maupun aktif dengan tindakan. Tingkah laku dapatmengalami suatu perubahan yang
relatif menetap. Tingkah laku anak sangat dipengaruhi olehkarakteristik individu dan lingkungannya.
Faktor lingkungan memiliki kekuatan besar dalam menentukan perilaku atau kebiasaan anak.
Ada beberapa jenis tingkah laku anak yaitu Koperatif (Cooperative), Kurang koperatif (Inability to
Cooperative), Tingkah laku yang tidak terkontrol (hysterical or Uncontrolled Behavior), Anak yang keras
kepala (Obstinate Behavior), Anak yang Pemalu (Timid Behavior), Tingkah laku yang tegang (Tense
Cooperative), Anak yang Cengeng (Whining Patient).
Adapun tehnik-tehnik dalam menangani tingkah laku anak yaitu, komunikasi dengan pasien,
penanganan farmakologis dan penanganan non farmakologis. Yang termasuk penanganan non
farmakologis adalah pembentukan tingkah laku TSD atau ceritakan (Tell), tunjukan (Show), kerjakan
(Do), pengontrolan suara, Reinforcement, HOME (Hand Over Mounth Excercises), Modelling,
Desensitisasi, Hipnosis, Appointment physical restraint.
Setiap anak memiliki sifat dan prilaku yang berbeda-beda saat menjalankan suatu perawatan, ada yang
dapat menerima perawatan dengan baik dan ada yang tidak.
Teknik pengendalian fisik (restraint) merupakan teknik menahan gerakan pasien dengan cara mengunci
gerakan tangan, kepala, ataupun kaki pasien sehingga memudahkan perawatan. Tekhnik ini biasanya
digunakan pada anak yang mengalami kondisi tertentu, seperti gangguan kepribadian, tujuan
penggunaan teknik ini adalah untuk mencegah terjadinya luka ataupun hal-hal yang tidak diinginkan
pada pasien ataupun orang lain yang terlibat dalam perawatan.
Manfaat penggunaan teknik pengendalian fisik (restraint) adalah supaya pasien yang mengalami
gangguan kepribadian ataupun pasien yang tidak dapat menjadi kooperatif dapat mendapatkan
perawatan dengan baik.
Definisi
Restraint (dalam psikiatrik) secara umum mengacu pada suatu bentuk tindakan menggunakan tali untuk
mengekang atau membatasi gerakan ekstremitas individu yang berperilaku di luar kendali yang
bertujuan memberikan keamanan fisik dan psikologis individu.
Restraint (fisik) merupakan alternative terakhir intervensi jika dengan intervensi verbal, chemical
restraint mengalami kegagalan. Seklusi merupakan bagian dari restraint fisik yaitu dengan
menempatkan klien di sebuah ruangan tersendiri untuk membatasi ruang gerak dengan tujuan
meningkatkan keamanan dan kenyamanan klien.
Perawat perlu mengkaji apakah restraint di perlukan atau tidak. Restrein seringkali dapat dihindari
dengan persiapan anak yang adekuat, pengawasan orang tua atau staf terhadap anak, dan proteksi
adekuat terhadap sisi yang rentan seperti alat infus. Perawat perlu mempertimbangkan perkembangan
anak, status mental, ancaman potensial pada diri sendiri atau orang lain dan keamannnya.
Tujuan Penggunaan Restraint
Memfasilitasi pemeriksaan
Pasien yang membutuhkan diagnosa atau perawatan dan tidak bisa menjadi kooperatif karena suatu
keterbatasan misalnya : pasien dibawah umur, pasien agresif atau aktif dan pasien yang memiliki
retardasi mental.
Ketika keamanan pasien atau orang lain yang terlibat dalam perawatan dapatterancam tanpa
pengendalian fisik (restraint).
Sebagai bagian dari suatu perawatan ketika pasien dalam pengaruh obat sedasi.
Penggunaan teknik pengendalian fisik (restraint) tidak boleh diterapkan dalam keadaan yaitu:
Tidak bisa mendapatkan izin tertulis dari orang tua pasien untuk melaksanakan prosedur kegiatan.
Penggunaan teknik pengendalian fisik (restraint) pada anak dalam penatalaksanaanya harus memenuhi
syarat-syarat yaitu sebagai berikut:
Penjelasan kepada pasien anak mengapa pengendalian fisik (restraint) dibutuhkandalam perawatan,
dengan harapan memberikan kesempatan kepada anak untuk memahami bahwa perawatan yang akan
diberikan sesuai prosedur dan aman badi pasien maupun keluarga yang bersangkutan.
Memiliki izin verbal maupun izin tertulis dari psikiater yang menjelaskan jenis teknik pengendalian fisik
yang boleh digunakan kepada pasien anak dan pentingnya teknik pengendalian fisik yang dapat
digunakan terhadap pasien berdasarkan indikasi-indikasi yang muncul.
Adanya dokumen yang menjelaskan kepada orang tua pasien anak maupun pihak keluarga pasien yang
bersangkutan mengapa pengendalian fisik (restraint) dibutuhkan dalam perawatan.
Adanya penilaian berdasarkan pedoman rumah sakit dari pasien yang pernahmenjalankan pengendalian
fisik (restraint) untuk memastikan bahwa pengendalian fisik tersebut telah diaplikasikan secara benar,
serta memastikan integritas kulit dan status neurovaskular pasien tetap dalam keadaan baik.
Alasan mengapa perlu digunakan teknik pengendalian fisik (restraint) adalah karena tenaga kesehatan
harus mengutamakan kebutuhan kesehatan pasien, teknik pengendalian tersebut dapat dilaksanakan
dengan cara menjaga keamanan pasien ataupun keluarga yang bersangkutan, mengontrol tingkat agitasi
dan agresi pasien, mengontrol perilaku pasien, serta menyediakan dukungan fisik bagi pasien.
Hal-hal yang perlu di perhatikan dalam penggunaan Restraint pada bayi dan anak
Pada kondisi gawat darurat, restrain/seklusi dapat dilakukan tanpa order dokter.
Sesegera mungkin (< 1jam) setelah melakukan restrain, perawat melaporkan pada dokter untuk
mendapatkan legalitas tindakan baik secara verbal maupun tertulis.
Intervensi restrain dibatasi waktu yaitu: 4 jam untuk klien berusia >18 tahun, 2 jam untuk usia 9-17
tahun, dan 1 jam untuk umur <9 tahun.
Evaluasi dilakukan 4 jam untuk klien >18tahun, 2 jam untuk anak-anak dan usia 9-17 tahun.
Waktu minimal reevaluasi oleh dokter adalah 8 jam untuk usia >18 tahun dan 4 jam untuk usia <17
tahun.
Selama restrain klien di observasi tiap 10-15 menit, dengan fokus observasi:
Vital Sign
Alat restrain bukan tanpa resiko dan harus diperiksa dan di dokumentasikan setiap 1-2 jam untuk
memastikan bahwa alat tersebut mencapai tujuan pemasangannya, bahwa alat tersebut dipasang
dengan benar dan bahwa alat tersebut tidak merusak sirkulasi, sensai, atau integritas kulit.
Selekman dan Snyder (1997) merekomendasikan intervensi keperawatan yang tepat untuk anak yang
direstrain adalah:
Lakukan tindakan untuk memberi rasa nyaman, gunakan pelukan terapeutik bukan restrain mekanik
Tawarkan makanan, minuman dan bantuan untuk eliminasi, beri anak dot.
Diskusikan kriteria pelepasan restrain
Pengendalian fisik dengan menggunakan alat merupakan bentuk pengendalian dengan menggunakan
bantuan alat bantu untuk menahan gerakan tubuh dan kepala pasien maupu nmenahan gerakan rahang
dan mulut pasien.
Penggunaan selimut untuk membungkus tubuh pasien supaya tidak bergerak dengan cara melingkarkan
selimut ke seluruh tubuh pasien dan menahan selimutnya dengan perekat atau mengikatnya dengan
tali.
Restraint Jaket
Restraint jaket digunakan pada anak dengan tali diikat dibelakang tempat tidur sehingga anak tidak
dapat membukanya. Pita panjang diikatkan ke bagian bawah tempat tidur, menjaga anak tetap di dalam
tempat tidur. Restrain jaket berguna sebagai alat mempertahankan anak pada posisi horizontal yang
diinginkan.
Papoose board
Papoose board merupakan alat yang biasa digunakan untuk menahan gerak anak saat melakukan
perawatan gigi. Cara penggunaannya adalah anak ditidurkan dalam posisi terlentang di atas papan datar
dan bagian atas tubuh, tengah tubuh dan kaki anak diikat dengan menggunakan tali kain yang besar.
Pengendalian dengan menggunakan papoose board dapat diaplikasikan dengan cepat untuk mencegah
anak berontak dan menolak perawatan.
Tujuan utama dari penggunaan alat ini adalah untuk menjaga supaya pasien anak tidak terluka saat
mendapatkan perawatan.
Selimut atau kain dibentangkan diatas tempat tidur dengan salah satu ujungnya dilipat ke tengah.
Bayi diletakkan di atas selimut tersebut dengan bahu berada di lipatan dan kaki ke arah sudut yang
berlawanan.
Lengan kanan bayi lurus kebawah rapat dengan tubuh, sisi kanan selimut ditarik ke tengah melintasi
bahu kanan anak dan dada diselipkan dibawah sisi tubuh bagian kiri.
Lengan kiri anak diletakkan lurus rapat dengan tubuh anak, dan sisi kiri selimut dikencangkan melintang
bahu dan dada dikunci dibawah tubuh anak bagian kanan. Sudut bagian bawah dilipat dan ditarik kearah
tubuh dan diselipkan atau dikencangkan dengan pinpengaman.
Restraint pada lengan dan kaki kadang-kadang digunakan untuk mengimobilisasi satu atau lebih
ekstremitas guna pengobatan atau prosedur, atau untuk memfasilitasi penyembuhan. Beberapa alat
restraint yang da di pasaran atau yang tersedia, termasuk restraint pergelangan tangan atau kaki sekali
pakai, atau dapat dibuat dari pita kasa, kain muslin, atau tali stockinette tipis.
Jika restraint jenis ini di gunakan, ukurannya harus sesuai dengan tubuh anak. Harus dilapisi bantalan
untuk mencegah tekanan yang tidak semestinya, konstriksi, atau cidera jaringan. Pengamatan
ekstremitas harus sering dilakukan untuk memeriksa adanya tanda-tanda iritasi dan atau gangguan
sirkulasi. Ujung restraint tidak boleh diikat ke penghalang tempat tidur, karena jika penghalang tersebut
diturunkan akan mengganggu ekstremitas yang sering disertai sentakan tiba-tiba yang dapat menciderai
anak.
Restraint siku
Adalah tindakan mencegah anak menekuk siku atau meraih kepala atau wajah. Kadang-kadang penting
dilakukan pada pasien setelah bedah bibir atau agar anak tidak menggaruk pada kulit yang terganggu.
Bentuk restraint siku paling banyak digunakan, terdiri dari seutas kain muslin yang cukup panjang untuk
mengikat tepat dari bawah aksila sampai ke pergelangan tangan dengan sejumlah kantong vertikal
tempat dimasukkannya depresor lidah. Restraint di lingkarkan di seputar lengan dan direkatkan dengan
plester atau pin.
Pedi-wrap
Pedi-wrap merupakan sejenis perban kain yang dilingkarkan pada leher sampai pergelangan kaki pasien
anak untuk menstabilkan tubuh anak serta menahan gerakan tubuh anak. Pedi-wrap mempunyai
berbagai variasi ukuran sesuai dengan kebutuhan.
Gambar 2.2 Alat Restrain Pedi-wrap
Molt mouth prop merupakan salah satu alat yang paling penting dalam melakukan perawatan gigi. Alat
ini biasanya digunakan dalam anestesi umum untuk mencegah supaya mulut tidak tertutup saat
perawatan dilakukan. Alat ini juga sangat cocok dalam penanganan pasien yang tidak bisa membuka
mulut dalam jangka waktu lama karena suatu keterbatasan.
Penggunaan molt mouth prop harus memperhatikan posisi rahang pasien saat pasien membuka
mulutnya, supaya tidak terjadi dislokasi temporomandibular. Sebagai tambahan, dokter gigi harus
memindahkan molt mouth prop dari mulut pasien setiap sepuluh hingga lima belas menit agar rahang
dan mulut pasien dapat beristirahat.
Molt mouth gags juga merupakan salah satu alat bantu yang dapat digunakan untuk menahan mulut
pasien.
Tongue Blades
Tongue blades merupakan alat bantu yang digunakan untuk menahan lidah pasien supaya tidak
mengganggu proses perawatan.
Pengendalian fisik (physical restraint) tanpa bantuan alat (dengan bantuan orang lain)
Pengendalian fisik tanpa bantuan alat merupakan bentuk pengendalian fisik tanpa menggunakan
bantuan alat, pengendalian bentuk ini merupakan bentuk pengendalian yang menggunakan bantuan
perawat maupun bantuan orang tua atau pihak keluarga pasien.
Pengendalian fisik dengan menggunakan bantuan tenaga kesehatan merupakan bentuk pengendalian
fisik dimana diperlukan tenaga kesehatan, misalnya perawat untuk menahan gerakan pasien anak
dengan cara memegang kepala, lengan, tangan ataupun kaki pasien anak.
Pengendalian fisik dengan bantuan orang tua sebenarnya sama dengan pengendalian fisik dengan
bantuan tim medis (tenaga kesehatan). Hanya saja peran perawat digantikan oleh orang tua pasien
anak. Cara pengendalian dengan menggunakan bantuan orang tua lebih disukai anak apabila
dibandingkan dengan menggunakan bantuan tim medis, sebab anak lebih merasa aman apabila dekat
dengan orang tuanya.
Terdapat beberapa laporan ilmiah mengenai kematian pasien anak yang disebabkan oleh penggunaan
teknik pengendalian fisik (restraint). Hubungan kematian pasien dengan gangguan psikologi yang
disebabkan penggunaan restraint adalah dimana ketika pengendalian fisik (restrain) dilakukan, pasien
anak mengalami reaksi psikologis yang tidak normal, yaitu seperti menigkatnya suhu tubuh, cardiac
arrhythmia yang kemudian dapat menyebabkan timbulnya positional asphyxia, excited delirium, acute
pulmonary edema, atau pneumonitis yang dapat menyebabkan kematian pada anak.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam mengatasi tingkah laku anak yang sangat beragam, seorang tenaga medis memerlukan teknik
tertentu dalam melakukan perawatan, salah satunya adalah dengan penggunaan teknik pengendalian
fisik (restraint).
Teknik pengendalian fisik (restraint) hanya boleh digunakan pada anak yang tidak dapat menjadi
kooperatif, teknik ini tidak boleh digunakan pada anak yang kooperatif atau anak yang memiliki potensi
menjadi kooperatif. Teknik pengendalian fisik memiliki beberapa jenis, yaitu teknik pengendalian
dengan menggunakan bantuan alat dan teknik pengendalian tanpa menggunakan bantuan alat. Teknik
pengendalian dengan menggunakan alat merupakan teknik pengendalian yang dalam proses
pengendaliannya menggunakan alat bantu.
Sedangkan teknik pengendalian tanpa menggunakan alat merupakan teknik pengendalian fisik dengan
bantuan orang lain, teknik ini dapat dibagi menjadi dua jenis, yakni teknik pengendalian dengan
menggunakan bantuan tim medis dan teknik pengendalian dengan menggunakan bantuan orang tua.
Dalam praktiknya, teknik pengendalian fisik (restraint) tidak selalu dapat diterapkan pada setiap anak,
sebab teknik ini memiliki resiko yang dapat membahayakan pasien anak hingga dapat menyebabkan
kematian pada anak. Penggunaan teknik ini menyebabkan terjadinya berbagai berdebatan di kalangan
masyarakat karena cara penerapannya yang dianggap kasar. Oleh karena itu, tekhnik pengendalian fisik
yang baik tidak boleh berdampak buruk terhadap keadaan tubuh pasien.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa tekhnik pengendalian fisik memiliki beberapa cara perawatan yang
berbeda, tetapi tekhnik restraint yang paling baik adalah teknik pengendalian tanpa penggunaan
bantuan alat, sebab dengan menggunakan alat, anak akan cenderung merasa depresi karena tubuh anak
hanya ditahan oleh alat bantu, dan tidak dapat merasakan sentuhan dari orang lain, terutama orang
terdekat pasien anak yaitu orang tua maupun keluarga dekat pasien anak,sedangkan teknik
pengendalian tanpa menggunakan alat akan cenderung membuat pasien anak merasa lebih nyaman dan
aman.
Seorang perawat yang baik harus dapat membuat pilihan yang bijaksana dalam menangani pasien anak,
terutama yang tidak kooperatif. Pilihan tekhnik pendekatan perawatan yang baik akan memberikan hasil
yang baik dan maksimal dalam proses perawatan, teknik restraint hanya boleh digunakan apabila teknik
pendekatan yang lain sudah digunakan dan tidak berhasil.
Campak
Diagnosis
Diare
Riwayat kontak
Riwayat imunisasi
Beri Vitamin A. Tanyakan apakah anak sudah mendapat vitamin A pada bulan Agustus dan Februari. Jika
belum, berikan 50 000 IU (jika umur anak < 6 bulan), 100 000 IU (6–11 bulan) atau 200 000 IU (12 bulan
hingga 5 tahun). Untuk pasien gizi buruk berikan vitamin A tiga kali. Selengkapnya lihat tatalaksana
pemberian Vitamin A.
Perawatan penunjang
Berikan dukungan nutrisi dan cairan sesuai dengan kebutuhan. Lihat tata laksana pemberian cairan dan
nutrisi.
Perawatan mata. Untuk konjungtivitis ringan dengan cairan mata yang jernih, tidak diperlukan
pengobatan. Jika mata bernanah, bersihkan mata dengan kain katun yang telah direbus dalam air
mendidih, atau lap bersih yang direndam dalam air bersih. Oleskan salep mata kloramfenikol/tetrasiklin,
3 kali sehari selama 7 hari. Jangan menggunakan salep steroid.
Perawatan mulut. Jaga kebersihan mulut, beri obat kumur antiseptik bila pasien dapat berkumur.
Kunjungan Ulang
Minta ibu untuk segera membawa anaknya kembali dalam waktu dua hari untuk melihat apakah luka
pada mulut dan sakit mata anak sembuh, atau apabila terdapat tanda bahaya.
6.7.2. Campak dengan komplikasi berat
Diagnosis
Pada anak dengan tanda campak (seperti di atas), salah satu dari gejala dan tanda di bawah ini
menunjukkan adanya campak dengan tanda bahaya.
Gizi buruk
Tatalaksana
Terapi Vitamin A: berikan vitamin A secara oral pada semua anak. Jika anak menunjukkan gejala pada
mata akibat kekurangan vitamin A atau dalam keadaan gizi buruk, vitamin A diberikan 3 kali: hari 1, hari
2, dan 2-4 minggu setelah dosis kedua.
Penurunan kesadaran dan kejang dapat merupakan gejala ensefalitis atau dehidrasi berat. Lihat bab
mengenai pengobatan kejang dan merawat anak yang tidak sadar.
Pneumonia: bagian 4.2.
Diare: obati dehidrasi, diare berdarah atau diare persisten; bagian 5.1.
Jika ada pus, bersihkan mata dengan kain bersih yang dibasahi dengan air bersih. Setelah itu beri salep
mata tetrasiklin 3 kali sehari selama 7 hari. Jangan gunakan salep yang mengandung steroid.
Luka pada mulut. Jika ada luka di mulut, mintalah ibu untuk membersihkan mulut anak dengan air bersih
yang diberi sedikit garam, minimal 4 kali sehari.
Jika luka di mulut menyebabkan berkurangnya asupan makanan, anak mungkin memerlukan makanan
melalui NGT.
Perawatan penunjang
Berikan dukungan nutrisi dan cairan sesuai dengan kebutuhan. Lihat tata laksana pemberian cairan dan
nutrisi.
Komplikasi
Ikuti panduan yang diberikan pada bab lain dalam buku petunjuk ini untuk tatalaksana komplikasi.
Pemantauan
Ukur suhu badan anak dua kali sehari dan periksa apakah timbul komplikasi.
Tindak lanjut
Penyembuhan campak akut sering terhambat selama beberapa minggu bahkan bulan, terutama pada
anak dengan kurang gizi. Atur anak untuk menerima dosis ketiga vitamin A sebelum keluar dari rumah
sakit, jika ini belum diberikan.
Tindakan pencegahan
Imunisasi: semua anak serumah umur 6 bulan ke atas. Jika bayi umur 6–9 bulan sudah menerima vaksin
campak, penting untuk memberikan dosis kedua segera setelah bayi berumur lebih dari 9 bulan.