Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN TUTOR

KASUS I

DI SUSUN OLEH :

Saupi yaumil mahfuz

017013402

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MATARAM


PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
2020
KASUS I

Seorang laki-laki, usia 70 tahun, dirawat di panti werda, tampak sering kebingungan
terutama ketika anaknnya lama tidak mengunjunginya. Hasil pengkajian didapat klien lebih
senang berdiam diri di dalam kamar, pembicaraan klien inkoheren. Klien disorientasi
terhadap tempat dan orang, sulit berkonsentrasi dan skor B untuk indeks KATZ klien, klien
membutuhkan bantuan perawat untuk ke kamar mandi. Perawat melakukan pemeriksaan
fungsi kognitif klien dengan menggunakan Mini Mental State Exam (MMSE) dan
mendapatkan skor 20.

1. Inkoheren
a. Apa itu inkoheren?
Inkoherensi juga merupakan gejala awal skizofernia, Skizofrenia adalah suatu
gambaran jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni antara
proses pikir, perasaan dan perbuatan. menurut Eugen Bleuler (Maramis, 1998 :
217)
b. Apa penyebeb dari inkoheren?
Inkoherensi merupakan gangguan spesifik pada bentuk pikiran, dimana
seseorang tidak bias menganalisis secara logis dan kata-kata yang diucapkan
tidak bias dimengerti atau tidak mempunyai hubungan/tata bahasa.
Menyebabkan orang yang diajak bicara kesulitan menangkap pembicaraan dan
mengakibatkan diskomunikasi.
c. Cara penyembuhan inkoheren?
Penggunaan obat anti psikosis, misalnya: clozapine, risperidone, olanzepine,
iloperidol, diyakini mampu memberikan kualitas kesembuhan yang lebih baik,
obat  ini bisa menetralisir gejala-gejala akut schizophrenia seperti tingkah laku
kacau, gaduh gelisah, waham, halusinasi pendengaran, inkoherensi, maupun
menghilangkan gejala-gejala negatif (kronik) seperti autistik (pikiran penuh
fantasi dan tak terarah), perasaan tumpul, dan gangguan dorongan kehendak.
(Wicaksana, 2000).
2. Indeks KATZ
a. Apa yg dimaksud dengan indeks KATS?
Indeks katz merupakan instrument sederhana yang di gunakan untuk menilai
kemampuan fungsional AKS ( aktivitas kehidupan sehari-hari), dapat juga
untuk meramalkan prognosis dari berbagai macam penyakit pada lansia.
Adapun aktivitas yang dinilai adalah bathing, dressing, toileting, transferring,
continence dan feeding.Martono, hadi & kris pranarka. 2009. Buku Ajar
Geriatri (ilmu kesehatan usia lanjut). Jakarta :FK UI
b. Bagaimana cara mengukur indeks KATZ?
Dari kemampuan melaksanakan 6 aktivitas dasar tersebut, kemudian di
klasifikasikan menjadi 7tahapan, dan disebut sesuai dengan aktivitas yng bias
dikerjakan sendiri. Tahapan aktivitas diataskemudian disebut dengan Indeks
Katz secara berurutan adalah sbb:
1. Indeks Katz A : mandiri untuk 6 aktivitas
2. Indeks Katz B : mandiri untuk 5 aktivitas
3. Indeks Katz C : mandiri, kecuali bathing dan satu fungsi lain
4. Indeks Katz D : mandiri, kecuali bathing, dressing dan 1 fungsi lain
5. Indeks Katz E : mandiri, kecuali bathing, dressing, toileting dan satu
fungsi lain
6. Indeks Katz F : mandiri, kecuali bathing, dressing, toileting, transferring
dan satu fungsi lain
7. Indeks Katz G : tergantung pada orang lain untuk 6 aktivitas
Martono, hadi & kris pranarka. 2009. Buku Ajar Geriatri (ilmu kesehatan
usia lanjut). Jakarta :FK I
c. Pada saat kondisi lansia seperti apa di lakukan pengukuran indeks KATZ?
d. Indikasi apa sehingga harus dilakukan pengukuran indeks katz?
3. MMSE
a. Apa yg dimaksud dengan MMSE?
Mini mental state examination (MMSE) adalah pemeriksaan kognitif yang
menjadi bagian rutin pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis dementia.
Pemeriksaan ini diindikasikan terutama pada pasien lanjut usia yang
mengalami penurunan fungsi kognitif, kemampuan berpikir, dan kemampuan
untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
b. Kenapa lansia harus dilakukn pemeriksaan MMSE pada lansia?
Pemeriksaan MMSE terutama untuk menilai fungsi kognitif secara umum
(fungsi atensi, bahasa,memori/daya ingat, visuo spatial dan fungsi
eksekutif.Wibowo dkk 2015
c. Apa saja prosedur pemeriksaan MMSE?
Prosedur pemeriksaan MMSE dilakukan dengan wawancara langsung pada
pasien. Urutan pemeriksaan adalah :

1. Orientasi : dengan menanyakan waktu dan tempat secara spesifik

2. Registrasi : meminta pasien untuk mengingat tiga benda yang disebutkan


dan mengulangnya kembali

3. Atensi dan kalkulasi : meminta pasien melakukan pengurangan dari 100


dikurangi 7 sampai 5 kali atau mengeja satu kata yang terdiri dari 5 huruf
secara terbalik

4. Recall : dengan meminta pasien menyebutkan kembali 3 benda pada tahap


registrasi,
5. Bahasa : meminta pasien menyebutkan nama benda

6. Pengulangan : meminta pasien mengulang kalimat yang disebutkan


pemeriksa

7. Meminta pasien melakukan perintah kompleks secara verbal dan tertulis.


Perintah tertulis untuk menilai kemampuan membaca.

8. Menulis : meminta pasien menulis sebuah kalimat

9. Meniru gambar kompleks

Velayudhan L, Ryu S-H, Raczek M, Philpot M, Lindesay J, Critchfield


M, et al. Review of brief cognitive tests for patients with suspected dementia.
Int. Psychogeriatr. 2014;26:1247–62.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Demensia adalah sebuah sindrome karna penyakit otak, bersifat kronis atau progresif
dimana ada banyak gangguan fungsi kortikal yang lebih tinggi termasuk : memori,
berfikir, orientasi, pemahaman, perhitungan, belajar, kemampuan dan penilaian kesadaran
tidak terganggu.
Gangguan fungsi kognitif yg biasa di tandai, kadang kadang di dahului oleh
penurunan dalam pengendalian emosi, perilaku social atau motivasasi. Sindrom terjadi
pada penyakit Alzheimer di penyakit serebrovaskuler dan dalam kondisi lain terutama atau
sekunder yang mempengaruhi otak. (Durand dan barlow 2006).
Berdasarkan sejumlah hasil penelitian diperoleh data bahwa demensia seringkali
terjadi pada usia lanjut yg telah berumur kurang lebih 60 tahun demensia tersebut dapat di
bagi menjadi 2 bagian yaitu: Demensia senilis dan Demensia pra senilis sekitar 56,8%
lansia mengalami demensia dalam bentuk demensia Alzheimer (4% dialami lansia yg telah
berusia 75 tahun, 16% pada usia 85 tahun, dan 32% pada usia 90 tahun). Sampai saat ini
diperkirakan 30 juta penduduk dunia mengalami demensia dengan berbagai sebab.
Gejala awal gangguan ini adalah lupa akan peristiwa yang baru saja terjadi tetapi bisa
saja bermula sebagai depresi, ketakutan, kecemasan, penurunan emosi atau perubahan
kepribadian lainya. Terjadi perubahan ringan dalam pola berbicara, penderita
menggunakan kata kata yg lebih sederhana menggunakan kata kata yang tidak tepat atau
tidak mampu menemukan kata kata tepat, ketidakmampuan mengartikan tanda-tanda bisa
menimbulkan kesulitan dalam mengemudikan kendaraan. Pada akhirnya penderita tidak
dapat menjalankan fungsi social.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan demensia ?
2. Bagaimana epidemologi demensia ?
3. Jelaskan etiologi demensia?
4. Bagaimana manifestasi klinis demensia?
5. Bagaimana patofisiologi demensia?
6. Bagaimana pathway demensia?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang demensia?
8. Apa saja penatalaksanaan klinis demensia?
9. Bagaimana pencegahan dan perawatan demensia?
10. Apa saja komplikasi demensia?
11. Bagaimana konsep asuhan keperawatan demensia?
12. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan demensia?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Demensia
Demensia adalah gangguan fungsi intelektual tanpa gangguan fungsi vegetatif atau
keadaan yang terjadi. Memori, pengetahuan umum, pikiran abstrak, penilaian, dan
interpretasi atas komunikasi tertulis dan lisan dapat terganggu. (Elizabeth J. Corwin,
2009)
Demensia adalah penurunan fungsi intelektual yang menyebabkan hilangnya
independensi sosial. (William F. Ganong, 2010). Demensia adalah kumpulan gejala yang
disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan
kepribadian dan tingkah laku. (Grayson, 2004)
Demensia adalah sindroma klinis yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan
memori yang sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari – hari.
Demensia merupakan keadaan ketika seseorang mengalami penurunan daya ingat dan
daya pikir lain yang secara nyata mengganggu aktivitas kehidupan sehari – hari.
(Nugroho, 2008)
Demensia adalah suatu sidrom yang dikarakteristikkan dengan adanya kehilangan
kapasitas intelektual melibatkan tidak hanya ingatan (memori), namun juga kognitif,
bahasa, kemampuan visuospasial, dan kepribadian. (Josep J.Gallo, 1998)
Demensia adalah suatu sindroma klinik yang meliputi hilangnya fungsi intelektual
dan ingatan/memori sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari-hari
(Brocklehurst and Allen, 1987).

B. Epidemiologi Demensia
Usia di atas 65 tahun mempunyai risiko tinggi untuk mengalami demensia dan hal ini
tidak bergantung pada bangsa, suku, kebudayaan dan status ekonomi. Hasil penelitian di
seluruh dunia menunjukkan bahwa demensia terjadi sekitar 8 % pada warga di atas usia
65 tahun dan meningkat sangat pesat menjadi 25 % pada usia di atas 80 tahun dan
hampir 40 % pada usia di atas 90 tahun.
C. Etiologi Demensia
1. Penyebab utama dari penyakit demensia adalah penyakit alzaimer, yang penyebabnya
sendiri belum diketahui secara pasti. Penyakit Alzaimer disebabkan karena adanya
kelainan faktor genetik atau adanya kelainan gen tertentu. Bagian otak mengalami
kemunduran sehingga terjadi kerusakan sel dan berkurangnya respon terhadap bahan
kimia yang menyalurkan sinyal di dalam otak. Jaringan abnormal ditemukan di dalam
otak (disebut plak senilitis dan serabut saraf yang tidak teratur) dan protein abnormal.
2. Serangan stroke yang berturut-turut. Stroke tunggal yang ukurannya kecil dan
menyebabkan kelemahan yang ringan atau kelemahan yang timbul secara perlahan.
Stroke kecil ini secara bertahap menyebabkan kerusakan jaringan otak, daerah otak
yang mengalami kerusakan akibat tersumbatnya aliran darah yang disebut dengan
infark. Demensia yang disebabkan oleh stroke kecil disebut juga demensia multi-
infark. Sebagian penderitanya memiliki tekanan darah tinggi atau kencing manis,
yang keduanya menyebabkan kerusakan pembuluh darah di otak.
Menurut Nugroho (2008), penyebab demensia dapat digolongkan menjadi 3 :
a. Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak dikenal
kelainan yaitu : terdapat pada tingkat subseluler atau secara biokimiawi pada
sistem enzim, atau pada metabolisme.
b. Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat diobati,
penyebab utama dalam golongan : Penyakit degenerasi spino serebral
c. Sindroma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati : gangguan
nutrisi, akibat intoksikasi menahun, penyakit – penyakit metabolisme.
D. Manifestasi klinis Demensia
1. Perjalanan penyakit yang bertahap
2. Tidak terdapat gangguan kesadaran
3. Rusaknya fungsi kognitif
4. Gangguan kepribadian dan perilaku
5. Mudah tersinggung, bermusuhan, agitasi dan kejang
6. Gangguan psikotik : halusinasi, ilusi, waham, paranoid
7. Keterbatasan dalam ADL
8. Inkontenensia urine
9. Mudah terjatuh dan keseimbangan buruk
10. Sulit mandi, makan, berpakaian dan toileting
11. Lupa meletakkan barang penting
12. Gangguan orientasi waktu dan tempat : lupa hari, minggu, bulan, tahun dan tempat
dimana penderita berada
13. Ekspresi berlebihan : menangis berlebihan saat melihat sebuah drama televisi, marah
besar terhadap kesalahan yang kecil, rasa takut dan gugup yang tidak beralasan.
14. Adanya perubahan perilaku : acuh tak acuh, menarik diri, gelisah.
E. Patofisiologi Demensia
Demensia biasanya terjadi pada usia >65 tahun , gejala yang mucul yaitu perubahan
kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari – hari. Lansia
penderita demensia tidak memeperlihatkan gejala yang menonjol pada tahap awal, mereka
sebagaimana lansia pada umumnya mengalami proses penuanaan dan degeneratif.
Kejanggalan awal dirasakan oleh penderita itu sendiri, mereka sulit mengingat dan sering
lupa jika meletakkan suatu barang. Mereka sering kali menutup – nutupi hal tersebut dan
meyakinkan bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan berikutnya
mulai dirasakan oleh orang – orang terdekat yang tinggal bersama mereka, mereka merasa
kawatir terhadap penurunan daya ingat yang semakin menjadi, namun sekali lagi keluarga
merasa bahwa mungkin lansia kelelahan dan perlu banyak istirahat. Mereka belum
mencurigai adanya sebuah masalah besar di balik penurunan daya ingat yang dialami oleh
orang tua mereka.
Gejala dimensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada lansia. Mereka
menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih senditif. Kondisi seperti ini dapat saja diikuti
oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan memperparah kondisi lansia. Pada saat
ini mungkin saja lansia menjadi sangat ketakutan bahkan sampai berhalusinasi. Disinilah
keluarga membawa lansia penderita demensia ke rumah sakit, dimana demensia bukanlah
menjadi hal utama fokus pemeriksaan. Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan
tidak terkaji oleh tim kesehatan. Tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan
untuk dapat mengkaji dan mengenali gejala demensia.

F. Pathway Demensia
Faktor genetik Infeksi Virus Lingkungan Imunologi Trauma

Kekusutan neuro Hilangnya serat – serat

hh
fibriliar yg difus koligemik di korteks
dan plak senilis

atropi otak penurunan sel neuro koligemik yg


berproyeksi dihimokampus dan
amigdala

degenerasi neuron kelainan neurotransmiter


irreversibel

Demensia asetilkoin

Daya Gangguan Gangguan Gangguan Perubahan Perubahan Kehilangan


Ingat kognitif memori fungsi bhs intelektual perilaku fungsi tonus otot

Kemampuan Mudah Muncul gejala -Kehilangan Tingkah laku


melakukan lupa neuro psikiatrik kemampuan berubah
aktivitas menyelesaikan
MK :
perubahan nafsu masalah Risiko perubahan
makan -Emosi labil, trauma pola
MK : Defisit eliminasi
perawatan diri pelupa, apatis urine

MK :
ketidakseimbanga MK : MK :
n ntrisi kurang
Perubahan proses pikir Koping
dari kebutuhan
Individu
tubuh Hambatan interaksi tidak efektif
sosial
Kesulitan Perubahan persepsi Hambatan komunikasi
transmisi dan verbal

integritas sensori
MK :
Perubahan MK : Perubahan
pola tidur persepsi sesori
G. Pemeriksaan Penunjang Demensia
1. Pemeriksaan laboratorium rutin
Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis demensia
ditegakkan untuk membantu pencarian etiologi demensia khususnya pada demensia
reversibel, walaupun 50% penyandang demensia adalah demensia Alzheimer dengan
hasil laboratorium normal, pemeriksaan laboratorium rutin sebaiknya dilakukan.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan : pemeriksaan darah lengkap, urinalisis,
elektrolit serum, kalsium darah, ureum, fungsi hati, hormon tiroid, kadar asam folat.
2. Imaging
Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) telah
menjadi pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan demensia walaupun hasilnya masih
dipertanyakan.
3. Pemeriksaan EEG (Electroencephalogram)
Pada pemeriksaan EEG tidak memberikan gambaran spesifik dan pada sebagian besar
hasilnya normal. Pada Alzheimer stadium lanjut dapat memberi gambaran
perlambatan difus dan kompleks periodik.
4. Pemeriksaan cairan otak
Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia akut, penyandang
dengan imunosupresan, dijumpai rangsangan meningen dan panas, tes sifilis (+),
penyengatan meningeal pada CT scan.
5. Pemeriksaan neuropsikologis
Meliputi pemeriksaan status mental, aktivitas sehari – hari / fungsional dan aspek
kognitif lainnya. Pemeriksaan neuropsikologis penting untuk sebagai penambahan
pemeriksaan demensia, terutama pemeriksaan untuk fungsi kognitif, minimal yang
mencakup atensi, memori, bahasa, konstruksi visuospatial, kalkulasi dan problem
solving. Pemeriksaan neuropsikologi sangat berguna terutama pada kasus yang sangat
ringan untuk membedakan proses ketuaan atau proses depresi.
H. Penatalaksanaan Klinis Demensia
1. Farmakoterapi
Sebagian demensia tidak dapat disembuhkan
a. Pengobatan demensia alzheimer digunakan obat–obatan antikoliesterase
seperti Donepezil, Rivastigmine, Galantamine, Memantine.
b. Demensia vaskuler membutuhkan obat–obatan anti platelet seperti Aspirin,
Ticlopidine, Clopidogrel untuk memperlancar aliran darah ke otak sehingga
memperbaiki gangguan kognitif.
c. Demensia karena stroke yang berturut–turut tidak dapat diobati, tetapi
perkembangannya bisa diperlambat atau bahkan dihentikan dengan mengobati
tekanan darah tinggi atau kencing manis yang berhubungan dengan stroke.
d. Obat antidepresan seperti Sertraline dan Citalopram
e. Pengendalian agitasi dan perilaku yang meledak – ledak, yang bisa menyertai
demensia stadium lanjut, sering digunakan obat antipsikotik misalnya
Haloperidol, Quetiapine dan Risperidone. Tetapi obat ini kurang efektif dan
menimbulkan efek samping yang serius. Obat antipsikotik efektif diberikan
kepada penderita yang mengalami halusinasi atau paranoid.
2. Dukungan dan peran keluarga
a. Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu penderita tetap
memiliki orientasi. Kalender yang besar, cahaya yang terang, jam dinding
dengan angka–angka yang besar atau radio juga bisa membantu penderita
tetap memiliki orientasi.
b. Menyembunyikan kunci mobil dan memasang detektor pada pintu bisa
membantu mencegah terjadinya kecelakaan pada penderita yang senang
berjalan–jalan.
c. Menjalani kegiatan mandi, makan, tidur dan aktivitas lainnya secara rutin bisa
memberikan rasa keteraturan kepada penderita.
d. Memarahi atau menghukum penderita tidak akan membantu, bahkan akan
memperburuk keadaan.
e. Meminta bantuan organisasi yang memberikan pelayanan sosial dan
perawatan akan sangat membantu.
3. Terapi simtomatik
a. Diet
b. Latihan fisik yang sesuai
c. Terapi aktifitas
d. Penanganan terhadap masalah
I. Pencegahan dan perawatan demensia
Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan risiko terjadinya demensia
diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan
fungsi otak, seperti:
1. Mencegah masuknya zat – zat yang dapat merusak sel – sel otak seperti alkohol dan
zat adiktif yang berlebihan.
2. Membaca buku yang merangsang otak untuk berfikir hendaknya dilakukan setiap
hari.
3. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif
4. Kegiatan rohani dan memperdalam ilmu agama
5. Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang memiliki
persamaan minat dan hobi
Mengurangi stres dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap rileks dalam kehidupan
sehari – hari dapat membuat otak kita tetap sehat.
J. Komplikasi Demensia
1. Peningkatan risiko infeksi di seluruh tubuh
2. Ulkus dekubitus
3. Pneumonia
4. Kejang
5. Kehilangan kemampuan untuk merawat diri
6. Malnutrisi dan dehidrasi akibat nafsu makan yang berkurang
7. Kehilangan kemampuan untuk berinteraksi
8. Harapan hidup berkurang
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN DEMENSIA

A. Pengkajian
Indentitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa/latar belakang
kebudayaan, status sipil, pendidikan, pekerjaan dan alamat.
1. Keluhan utama
Keluhan utama atau sebab utama yang menyebabkan klien datang berobat. Gejala
utamanya adalah kesadaran menurun.
2. Pemeriksaan fisik
Kesadaran yang menurun dan sesudahnya terdapat amnesia. Tekanan darah menurun,
takikardia, febris, BB menurun karena nafsu makan yang menurun dan tidak mau
makan.
3. Spiritual
Keyakinan klien terhadap agaman dan keyakinan masih kuat tetapi tidak atau kurang
mampu dalam melaksanakan ibadahnya sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
4. Status mental
Penampilan klien tidak rapi dan tidak mampu untuk merawat dirinya sendiri,
pembicaraan keras, cepat dan koheren, aktivitas motorik dan perubahan motorik dapat
dimanifestasikan adanya peningkatan kegiatan motorik, gelisah, impulsif.
5. Alam perasaan
Klien tampak ketakuan dan putus asa
6. Afek dan emosi
Perubahan afek terjadi karena klien berusaha membuat jarak dengan perasaan
tertentu, jika langsung mengalami perasaan tersebut dapat menimbulkan ansietas.
Keadaan ini menimbulkan perubahan afek yang digunakan klien untuk melindungi
dirinya, karena afek yang telah berubah klien mengingkari dampak emosional yang
menyakitkan dari lingkungan eksternal. Respon emosional klien mungkin biasa dan
tidak sesuai karena datang dari kerangka pikir yang telah berubah. Perubahan afek
adalah tumpul, datar, tidak sesuai dan berlebihan.
7. Persepsi
Persepsi melibatkan proses berpikir dan pemahaman emosional terhadap suatu objek.
Perubahan persepsi dapat terjadi padaa satu atau lebih panca indera yaitu
pendengaran, penglihatan, perabaan, penciuman dan pengecapan. Perubahan persepsi
dapat ringan, sedang, dan berat atau berkepanjangan. Perubahan persepsi yang paling
sering ditemukan adalah halusinasi
8. Proses berpikir
Klien yang terganggu pikirannya suka berperilaku kohern, tindakannya cenderung
berdasarkan penilaian pribadi klien terhadap realitas yang tidak sesuai dengan
penilaian umum. Penilaian realitas secara pribadi oleh klien merupakan penilaian
subjektif yang dikaitkan dengan orang, benda atau kejadian yang tidak logis.
Penilaian autistik, klien tidak menelaah ulang kebenaran realitas. Pemikiran autistik
dasar perubahan proses pikir yang dapat dimanifestasikan dengan pemikiran primitif,
hilangnya asosiasi, pemikiran magis, delusi.
9. Tingkat kesadaran
Kesadaran umum klien bingung, disorientasi waktu, tempat dan orang
1. Memori : gangguan daya ingat sudah lama terjadi
2. Tingkat konsentrasi : klien tidak mampu berkonsentrasi
3. Kemampuan penilaian : gangguan dalam penilaian atau keputusan
10. Kebutuhan sehari – hari
1. Tidur : klien susah tidur karena cemas, gelisah. Kadang – kadang terbangun tengah
malam dan susah untuk tidur kembali. Tidur yang terganggu di tengah malam
sehingga klien tidak merasakan segar dipagi hari.
2. Selera makan : klien tidak mempunyai selera makan atau makan hanya sedikit,
karena merasa putus asa dan tidak berharga, aktivitas terbatas sehingga dapat
terjadi penurunan berat badan.
3. Eliminasi : klien terganggu pada proses buang air kecil, kadang – kadang lebih
sering daripada biasanya, karena susah tidur dan stres. Dapat juga terjadi konstipasi
karena pola makan yang terganggu.
11. Mekanisme koping
Klien mengurangi kontak mata, memakai kata – kata yang cepat dan keras dan
menutup diri
B. Diagnosis keperawatan
Sesuai dengan standar diagnosa keperawatan Indonesia oleh PPNI

(2016) masalah keperawatan pada klien demensia adalah sebagai berikut:

1. Gangguan memori b.d proses penuaan, efek agen farmakologis,


ketidakadekuatan stimulasi intelektual ditandai dengan melaporkan pernah
mengalami pengalaman lupa, tidak mampu mempelajari ketrampilan baru,
tidak mempu mengingat informasi faktual, tidak mampu mengingat perilaku
tertentu yang pernah dilakukan, tidak mampu mengingat peristiwa, tidak
mampu melakukan kemampuan yang dipelajari sebelumnya, merasa mudah
lupa
2. Pemeliharaan kesehatan tidak efektif berhubungan dengan demensia,
hambatan kognitif, keterampilan motorik halus/ kasar
3. Defisit perawatan diri b.d demensia, kelemahan, gangguan psikologis/
psikotik, penurunan motivasi atau minat ditandai dengan tidak mampu
mandi atau mengenakan pakaian/ makan/ ke toilet/ berhias secara mandiri,
minat melakukan perawatan diri berkurang.
4. Risiko jatuh b.d usia ≥ 65 tahun pada dewasa dan ≤2 tahun pada anak,
riwayat jatuh, perubahan fungsi kognitif, demensia.
C . Perencanaan keperawatan

Tabel 1. Perencanaan Keperawatan Lansia dengan Demensia

No Dx Kep NOC/ Tujuan NIC/ Rencana Keperawatan


1 Gangguan memori b.d Setelah dilakukan tindakan a. Stimulasi ingatan dengan cara mengulangi pemikiran
proses penuaan, efek keperawatan selama ... x klien yang terakhir diekspresikan dengan cara yang tepat
agen farmakologis, pertemuan klien menunjukkan b. Kenangkan kembali mengenai pengalaman klien yang
ketidakadekuatan kemampuannya untuk disenangi klien
stimulasi intelektual mengingat sesuatu dengan c. Beri latihan orientasi misalnya klien berlatih mengenai
ditandai dengan kriteria : informasi pribadi dan tanggal
melaporkan pernah a. Skor MMSE klien d. Berikan kesempatan untuk berkonsentrasi misalnya
mengalami bertambah ≥2 poin bermain kartu, menirukan gerakan yaitu brain gym
pengalaman lupa,

tidak mampu b. Klien mampu mengingat e. Berikan kesempatan untuk menggunakan ingatan
mempelajari perilaku tertentu yang baru kejadian yang baru saja terjadi, misalnya menanyakan
ketrampilan baru, Saja dilakukan misalnya klien mengenai kegiatan ppagi yang baru saja dilakukan
tidak mempu mengingat gerakan yang f. Implementasikan teknik mengingat misalnya visual
mengingat informasi dicontohkan, mengingat imagery, alat yang membantu ingatan, permainan ingatan,
faktual, tidak mampu kata benda yang disebutkan teknik asosiasi, membuat daftar, menggunakan papan
mengingat perilaku perawat; mengingat nama Nama
tertentu yang pernah praktikan, mengingat bulan g. Diskusikan dengan klien dan keluarga yang mengalami
dilakukan, tidak dan tahun serta tanggal hari masalah ingatan
mampu mengingat Ini h. Bantu dalam tugas-tugas yang bisa dibantu misalnya
peristiwa, tidak mempraktikan pembelajaran dan mengulangi secara
mampu melakukan verbal dan memberikan informasi dengan gambar
kemampuan yang i. Pilih aktivitas yang diarahkan pada kemampuan kognitif
dipelajari sebelumnya, dan minat diri klien
merasa mudah lupa
2 Pemeliharaan Setelah dilakukan tindakan a. Diskusikan dengan klien akibat dari kamar yang kotor
kesehatan tidak efektif keperawatan selama ... x (yang akan memperburuk keadaan gatal di kulitnya)
berhubungan dengan pertemuan klien menunjukkan b. Motivasi klien untuk berlatih senam dengan berdiri agar
demensia, hambatan kemampuannya untuk tubuh lebih bugar
kognitif, keterampilan memelihara kesehatannya Diskusikan dnegan klien mengenai kebiasaan, budaya,
motorik halus/ kasar dengan kriteria : herediter,asupan makanan, peningkatan berat badan serta
a. Kamar klien bersih Olahraga
b. Tidak ada plastik yang
berserakan di kamar

22
3 Defisit perawatan diri Setelah dilakukan tindakan a. Observasi kebersihan kuku, pakaian, kulit klien
b.d demensia, keperawatan selama ... x 24 b. Berikan lingkungan yang terapeutik dengan memastikan
kelemahan, gangguan jam perawatan diri klien lingkungan yang aman, santai, tertutup
psikologis/ psikotik, terpenuhi dengan kriteria : c. Edukasi keluarga untuk memberikan bantuan dalam
penurunan motivasi a. Kebersihan tubuh klien melakukan kegiatan perawatan diri klien
atau minat ditandai dapat dipertahankan
dengan tidak mampu dengan bantuan keluarga
mandi atau b. Memasukkan makanan
mengenakan pakaian/ dengan sendok
makan/ ke toilet/ c. Klien dapat masuk dan
berhias secara keluar dari kamar mandi
mandiri, minat
melakukan perawatan
diri berkurang
4 Risiko jatuh b.d usia ≥ Setelah dilakukan tindakan a. Gunakan simbol daripada hanya tanda-tanda tertulis
65 tahun pada dewasa keperawatan selama ... x 24 untuk membantu klien menemukan kamar mandi,

dan 2 tahun pada jam risiko jatuh klien tidak ruangan atau area lain untuk menghindari tersesat dan
anak, riwayat jatuh, terjadi dengan kriteria : terjatuh
perubahan fungsi a. Laporan dari keluarga klien b. Edukasi kepada klien atau keluarga untuk melakukan
kognitif, demensia bahwa selama perawatan pembatasan area dengan menggunakan alat pelindung
klien tidak terjatuh misalnya deteksi gerakan, alarm, pagar, pintu, terali sisi
tempat tidur,
23
D. Implementasi keperawatan

Menurut Kholifah (2016) tindakan keperawatan gerontik adalah


realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Pada tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal, diantaranya
bahaya-bahaya fisik dan perlindungan pada lansia, teknik komunikasi,
kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak dari
lansia dan memahami tingkat perkembangan lansia. Pelaksanaan tindakan
keperawatan diarahkan untuk mengoptimalkan kondisi agar lansia mampu
mandiri dan produktif.

E. Evaluasi keperawatan

Kholifah (2016) menjelaskan bahwa evaluasi keperawatan gerontik


adalah penilaian keberhasilan rencana dan pelaksanaan keperawatan
gerontik untuk memenuhi kebutuhan lansia. Beberapa kegiatan yang harus
dilakukan oleh perawat dalam evaluasi keperawatan antara lain:

a. Mengkaji ulang tujuan klien dan kriteria hasil yang telah ditetapkan,
b. Mengumpulkan data yang berhubungan dengan hasil yang diharapkan,
c. Mengukur pencapaian tujuan,
d. Mencatat keputusan atau hasil pencapaian tujuan,
e. Melakukan revisi atau modifikasi terhadap rencana keperawatan bila
perlu
DAFTAR PUSTAKA

Alligood, M. R., 2014. Nursing Theorist and Their Work. USA: Elsevier Health
Sciences.

Ananta, L. A. W. & Wulan, R., 2011. Pola Aktivitas Sehari-Hari pada Pasien
Demensia di Instalasi Rawat Jalan RS. Baptis Kediri. Jurnal STIKES RS
Baptis Kediri, 4(2).

Bulechek, G., 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). 6th ed. Missouri:

Elsevier Mosby.

Ciorba, A., Bianchini, C., Pelucchi, S. & Pastore, A., 2012. The Impact of
Hearing Loss on The Quality of Life of Elderly Adults. Clinical
Interventions in Aging, Volume 7, pp. 159-163.

Dethier, J. J., Pestieau, P. & Ali, R., 2011. The Impact of A Minimum Pension on
Old Age Poverty and Its Budgetary Cost: Evidence from Latin America.
Revista de Economia del Rosario, 14(2), pp. 135-163.

Ermawati & Sudarji, S., 2013. Kecemasan Menghadapi Kematian pada Lanjut Usia.

Psibernetika Universitas Bunda Mulya, 6(1).

Hayati, R. & Nurviyandari, D., 2014. Depresi Ringan pada Lansia Setelah
Memasuki Masa Pensiun. Depok: Skripsi Universitas Indonesia.

Jayanti, Sedyowinarso & Madyaningrum, 2008. Faktor-Faktor yang


Mempengaruhi Tingkat Depresi Lansia di Panti Werdha Wiloso Wredho
Purworejo. Jurnal Ilmu Keperawatan, 3(2), pp. 133-138.

Kaharingan, E., Bidjuni, H. & Karundeng, M., 2015. Pengaruh Penerapan Terapi
Okupasi Terhadap Kebermaknaan Hidup pada Lansia di Panti Werdha
Damai Ranamuut Manado. ejournal Keperawatan (e-Kp), 3(2).

Kane, R. L., Ouslander, J. G. & Abrass, I. B., 1999. Essentials of Clinical


Geriatrics. 4th ed. New York: McGraw-Hill, Health Professions Division.

Klatz, R. & Goldman, R., 2007. The Official Anti Aging Revolution: Stop the
Clock, Time is on Your Side for a Younger, Stronger, Happier You. 4th ed.
United States: Basic Health Publications, Inc.
Kunaifi, A., 2009. Hubungan Tingkat Kepuasan Interaksi Sosial dengan Tingkat
Depresi Lansia di Panti Werdha Surabaya. Surabaya: Skripsi Universitas
Airlangga

Anda mungkin juga menyukai