Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN PROSES PIKIR (WAHAM)


DI POLI JIWA RSU DR.SAIFUL ANWAR KOTA MALANG
Disusun untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Jiwa

OLEH :

FAHRIZAL MUHARRAM

201920461011099

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


2020

A. Definisi
Gangguan proses pikir adalah kondisi ketika individu mengalami gangguan
aktivitas mental seperti alam sadar, orientasi realias, pemecahan masalah,
penilaian, dan pemahaman karena kondisi koping, kepribadian, dan/atau
mental yang terganggu (Carpenito, 2009).
Gangguan proses pikir merupakan adanya suatu gangguan dan
ketidakmampuan maupun hambatan dalam proses penimbangan (judgement)
pemahaman ingatan serta penalaran (reasoning) (Townsend, 2009). Suatu
proses berpikir individu normal mengandung arus, isi, bentuk, ide, symbol dan
asosiasi yang terarah pada tujuan dan yang dibangkitkan oleh suatu masalah
atau tugas yang menghantarkan kepada suatu penyelesaian yang berorientasi
kepada kenyataan, tetapi pada individu yang mengalami gangguan dalam isi
pikir atau proses pikir melakukan penyimpangan dalam hal bentuk pikiran,
arus, dan bentuk penimbangan (Yosep, 2007).
Kelompok gangguan psikotik yang bersifat organik meliputi demensia
(Alzheimer, vaskular, penyakit lain yang terdiri dari sindrom amnesik organik
(selain kausalitas alkohol, zat psikoaktif lain), delirium, gangguan mental
organik (dengan kausa kerusakan otak, disfungsi otak, dan penyakit fisik),
gangguan kepribadian dan perilaku (akibat penyakit, kerusakan dan disfungsi
otak). Sedangkan kelompok gangguan psikotik yang bersifat fungsional
meliputi gangguan skizofrenia, gangguan skizotipal dan gangguan waham
(APA, 1994; PPDGJ III, 1993; Sadock, dalam Febriyanti, 2012)

B. Klasifikasi Gangguan Proses Pikir


Terdapat tiga aspek proses pikir yaitu arus pikir, bentuk pikir, dan isi pikir
yang dibedakan menurut aspeknya, yaitu:
1) Arus Pikir
a. Koheren: Kalimat / pembicaraan dapat difahami dengan baik.
b. Inkoheren: Kalimat tidak terbentuk, pembicaraan sulit difahami.
c. Sirkumstansial: Pembicaraan yang berbelit-belit tapi sampai pada
tujuan pembicaraan.
d. Tangensial: Pembicaraan yang berbelit-belit tapi tidak sampai pada
tujuan pembicaraan.
e. Asosiasi longgar: Pembicaraan tidak ada hubungan antara kalimat
yang satu dengan kalimat yang lainnya, dan klien tidak menyadarinya.
f. Flight of ideas: Pembicaraan yang melompat dari satu topik ke topik
lainnya, masih ada hubungan yang tidak logis dan tidak sampai pada
tujuan.
g. Blocking: Pembicaraan terhenti tiba-tiba tanpa gangguan eksternal
kemudian dilanjutkan kembali
h. Perseverasi: Berulang-ulang menceritakan suatu ide, tema secara
berlebihan.
i. Logorea: Pembicaraan cepat tidak terhenti.
j. Neologisme: Membentuk kata-kata baru yang tidak difahami oleh
umum.
k. Irelefansi: Ucapan yang tidak ada hubungannya dengan pertanyaan
atau dengan hal yang sedang dibicarakan.
l. Assosiasi bunyi: Mengucapkan perkataan yang mempunyai persamaan
bunyi
m. Main kata-kata: Membuat sajak secara tidak wajar.
n. Afasi: Bisa sensorik (tidak mengerti pembicaraan orang lain), motorik
(tidak bisa atau sukar berbicara)

2) Isi Pikir
a. Obsesif: Pikiran yang selalu muncul meski klien berusaha
menghilangkannya
b. Phobia: Ketakutan yang pathologis / tidak logis terhadap obyek /
situasi tertent
c. Ekstasi: Kegembiraan yang luar biasa
d. Fantasi: Isi pikiran tentang suatu keadaan atau kejadian yang
diinginkan
e. Bunuh diri: Ide bunuh diri
f. Ideas of reference: Pembicaraan orang lain, benda-benda atau suatu
kejadian yang dihubungkan dengan dirinya.
g. Pikiran magis: Keyakinan klien tentang kemampuannya melakukan
hal-hal yang mustahil / diluar kemampuannya
h. Preokupasi: pikiran yang terpaku pada satu ide
i. Alienasi: Perasaan bahwa dirinya sudah menjadi lain, berbeda atau
asing
j. Rendah diri: Merendahkan atau menghina diri sendiri, menyalahkan
diri sendiri tentang suatu hal yang pernah atau tidak pernah dilakukan
k. Pesimisme: Mempunyai pandangan yang suram mengenai banyak hal
dalam hidupnya
l. Waham
- Agama : Keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan dan
diucapkan secara berulang tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan
- Somatik : Klien mempunyai keyakinan tentang tubuhnya dan
dikatakan secara berulang yang tidak sesuai dengan
kenyataan
- Kebesaran : Klien mempunyai keyakinan yang berlebihan terhadap
kemampuannya yang disampaikan secara berulang yang
tidak sesuai dengan kenyataan
- Curiga : Klien mempunyai keyakinan bahwa ada seseorang atau
kelompok yang berusaha merugikan atau mencederai
dirinya yang disampaikan secara berulang dan tidak sesuai
dengan kenyataan
- Nihilistik : Klien yakin bahwa dirinya sudah tidak ada didunia atau
meninggal yang dinyatakan secara berulang yang tidak
sesuai dengan kenyataan
- Kejaran : Yakin bahwa ada orang/ kelompok yang mengganggu,
dimata-matai atau kejelekan sedang dibicarakan orang
banyak
- Dosa : Keyakinan bahwa ia telah berbuat dosa atau kesalahan yang
besar yang tidak bisa diampuni
- Waham bizar
 Sisip pikir : klien yakin ada pikiran orang lain yang disisipkan di
dalam pikiran yang disampaikan secara berulang dan tidak
sesuai dengan kenyataan
 Siar pikir : klien yakin bahwa orang lain mengetahui apa yang
dia pikirkan walaupun dia tidak menyatakan kepada orang
tersebut yang dinyatakan secara berulang dan tidak sesuai
dengan kenyataan
 Kontrol pikir : klien yakin pikirannya dikontrololeh kekuatan
dari luar.

3) Bentuk pikir
a. Realistik : Cara berfikir sesuai kenyataan atau realita yang ada
b. Non realistik : Cara berfikir yang tidak sesuai dengan kenyataan
c. Autistik : Cara berfikir berdasarkan lamunan / fantasi / halusinasi /
wahamnya sendiri
d. Dereistik : Cara berfikir dimana proses mentalnya tidak ada sangkut
pautnya dengan kenyataan, logika atau pengalaman.

C. Tanda dan Gejala Gangguan Proses Pikir


Menurut Maramis (2010) dan Townsend (2009), terdapat beberapa tanda
dan gejala individu yang mengalami gangguan proses pikir yang meliputi
1) Status Mental
a. Disorientasi realita
b. Mengungkapkan sesuatu yang diyakini
c. Tidak mempercayai orang lain
d. Tidak mampu mengambil keputusan
2) Status Fisik
a. Seringkali menampilkan apa yang diyakini
b. Kebersihan diri kurang
c. Pandangan mata tidak fokus/ kontak mata kurang
d. Penurunan berat badan

D. Faktor Penyebab Terjadinya Gangguan Proses Pikir


(1) Faktor Predisposisi
a. Faktor Biologis
- Gangguan perkembangan otak, frontal dan temporal
- Lesi pada korteks frontal, temporal dan limbic
- Gangguan tumbuh kembang
b. Faktor Genetik
Gangguan orientasi realita yang ditemukan pada klien dengan
skizoprenia
c. Faktor Psikologis
Adanya respon maladaptif dari seseorang terhadap konflik yang
terjadi disertai dengan ketidakefektifan dan ketidakmampuan
mekanisme koping/ dalam menangani konflik tersebut sebagai contoh
adalah adanya konflik perkawinan (perceraian atau adanya perubahan
status).

(2) Faktor Presipitasi


a. Stressor sosial budaya
Stres dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas
keluarga, perpisahan dengan orang yang paling penting, atau diasingkan
dari kelompok.
b. Faktor biokimia
Penelitian tentang pengaruh dopamine, inorefinefrin, lindolomin, zat
halusinogen diduga berkaitan dengan orientasi realita
c. Faktor psikologi
Intensitas kecemasan yang ekstrim dan menunjang disertai terbatasnya
kemampuan mengatasi masalah memungkinkan berkurangnya orientasi
realiata.

E. Rentang Respon
Adapun rentang respon manusia terhadap stress yang menguraikan tentang
respon gangguan adaptif dan malladaptif dapat dijelaskan sebagai berikut
Maramis, 2010)

Rentang respon

Respon adaptif Respon maladaptif

Gangguan proses
Pikiran logis Distorsi pikiran
pikir/delusi/waham
Persepsi akurat Ilusi Halusinasi
Emosi konsisten dengan Reaksi emosi Sulit berespon emosi
pengalaman berlebihan atau kurang
Perilaku sesuai Perilaku disorganisasi
Perilaku aneh
Berhubungan sosial Isolasi sosial
Menarik diri

F. Fase Terjadinya Gangguan Proses Pikir


Menurut Yosep (2009), proses terjadinya waham meliputi 6 fase, yaitu :
1. Fase of human need
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhan-kebutuhan klien baik secara
fisik maupun psikis. Secara fisik klien dengan waham dapat terjadi pada
orang-orang dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya
klien sangat miskin dan menderita. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya mendorongnya untuk melakukan kompensasi yang salah. Ada
juga klien yang secara sosial dan ekonomi terpenuhi tetapi kesenjangan
antara realiti dengan self ideal sangat tinggi.
2. Fase lack of self esteem
Tidak adanya pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan antara
self ideal dengan self reality (kenyataan dengan harapan) serta dorongan
kebutuhan yang tidak terpenuhi sedangkan standar lingkungan sudah
melampaui kemampuannya.
3. Fase control internal external
Klien mencoba berpikir rasional bahwa apa yang diyakini atau apa-apa
yang dikatakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak sesuai
dengan kenyataan, tetapi menghadapi kenyataan bagi klien adalah suatu
yang sangat berat, karena kebutuhannya untuk diakui, kebutuhan untuk
dianggap penting dan diterima lingkungan menjadi prioritas dalam
hidupnya, karena kebutuhan tersebut belum terpenuhi sejak kecil secara
optimal. Lingkungan sekitar klien mencoba memberikan koreksi bahwa
sesuatu yang dikatakan klien itu tidak benar, tetapi hal ini tidak dilakukan
secara adekuat karena besarnya toleransi dan keinginan menjaga perasaan.
Lingkungan hanya menjadi pendengar pasif tetapi tidak mau konfrontatif
berkepanjangan dengan alasan pengakuan klien tidak merugikan orang lain.
4. Fase envinment support
Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya
menyebabkan klien merasa didukung, lama kelamaan klien menganggap
sesuatu yang dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran karena seringnya
diulang-ulang. Dari sinilah mulai terjadinya kerusakan kontrol diri dan
tidak berfungsinya norma (super ego) yang ditandai dengan tidak ada lagi
perasaan dosa saat berbohong.
5. Fase comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta
menganggap bahwa semua orang sama (akan mempercayai dan
mendukungnya). Keyakinan sering disertai halusinasi pada saat klien
menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya klien sering menyendiri dan
menghindari interaksi sosial (isolasi sosial).
6. Fase improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap waktu
keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang
muncul sering berkaitan dengan traumatik masa lalu atau kebutuhan-
kebutuhan yang tidak terpenuhi. Waham bersifat menetap dan sulit untuk
dikoreksi. Isi waham dapat menimbulkan ancaman diri dan orang lain.
G. Pohon Masalah

Resiko mendecerai orang lain dan diri sendiri,


EFEK
Gangguan komunikasi verbal

Muncul ide-ide aneh

Gangguan proses pikir CORE PROBLEM


Stimulus internal meningkat,
Stimulus eksternal menurun

Isolasi sosial

Harga diri rendah

Gangguan neurotransmitter ETIOLOGI


Koping individu tidak efektif

Faktor predisposisi Faktor presipitasi


Genetik Biologis
Psikologis Stres lingkungan
Perkembangan Sumber koping
PEDOMAN ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN GANGGUAN PROSES PIKIR

Nama klien :…………………….. Dx Medis :


No RM :............................ Ruangan : 23 Empati RSSA

Tindakan Keperawatan untuk Tindakan Keperawatan untuk


No
Pasien Keluarga
1 SP 1 SP 1
1. Mengidentifikasi tanda 1. Menjelaskan masalah
dan gejala dari gangguan proses yang dirasakan keluarga dalam
pikir yang dialami pasien merawat pasien
2. Membantu orientasi 2. Menjelaskan pengertian,
realita tanda dan gejala dan jenis
3. Mendiskusikan gangguan proses pikir yang
kebutuhan yang tidak terpenuhi dialami pasien, serta proses
4. Membantu pasien terjadinya
memenuhi kebutuhannya 3. Menjelaskan cara
5. Membantu pasien merawat pasien: tidak disangkal,
memenuhi kebutuhannya yang tidak diikuti/ diterima
realistis 4. Melatih cara mengetahui
6. Menganjurkan pasien kemampuan pasien
memasukkan dalam jadwal 5. Menganjurkan
kegiatan membantu pasien sesuai jadwal
dan memberikan pujian
2 SP 2 SP 2
1. Mengevaluasi jadwal 1. Melatih keluarga
kegiatan harian pasien mempraktekkan cara merawat
2. Mendiskusikan tentang pasien dengan waham
kemampuan yang dimiliki 2. Melatih keluarga
3. Melatih kemampuan melakukan cara merawat
yang dimiliki dan memberikan langsung pasien gangguan
pujian proses pikir
4. Memasukkan pada 3. Melatih cara melatih
jadwal pemenuhan kebutuhan kemampuan yang dimiliki
dan kegiatan yang telah dilatih pasien
4. Menganjurkan
membantu pasien sesuai jadwal
dan memberi pujian
3 SP 3 SP 3
1. Evaluasi kegiatan 1. Evaluasi kegiatan
pemenuhan kebutuhan pasien, keluarga dalam membimbing
kegiatan yang dilakukan pasien memenuhi kebutuhan pasien dan
dan berikan pujian. membimbing pasien
2. Jelaskan tentang obat melaksanakan kegiatan yang
yang diminum (6 benar: jenis, telah dilatih. Beri pujian.
guna, dosis, frekuensi, cara, 2. Jelaskan obat yang
kontinuitas minum obat) diminum oleh pasien dan cara
3. Masukkan pada jadwal membimbingnya.
pemenuhan kebutuhan, kegiatan 3. Anjurkan membantu
yang telah dilatih dan obat. pasien sesuai jadwal dan
memberi pujian.
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan pada Pasien Waham
SP 2 Pasien “Waham”
Fase Orientasi:

“Assalamualaikum... Selamat pagi pak J

“Masih ingat nama saya yaa... benar pak nama saya Perawat Rendi,

“Bagaimana perasaan Bapak J saat ini? Kemarin bapak sudah bercerita kepada saya
bahwa bapak merasa tidak dihargai kerja kerasnya di kantor yaa... baik kemarin saya
ajarkan untuk berbicara baik-baik kepada atasan bapak ya... coba diulangi kembali
bagaimana jika saya adalah atasan bapak di kantor”

“wah bagus sekali, bapak J sudah bisa menyampaikan uneg-unegnya kepada orang
lain, harapannya bapak lebih dapat dihargai kerja kerasnya ya”

“Baiklah sesuai janji kita kemarin, hari ini kita akan ngobrol lagi tentang kemampuan-
kemampuan yang bapak J miliki ya”

“Baik bapak J... mau berapa lama kita mengobrol pak, bagaimana kalau 30 menit ya?”

“Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang pak? Bagaimana kalau di


ruang tamu atau di taman saja?”

“baik… saya rasa di taman bagus udaranya segar pak. Mari kita ke sana”

Fase Kerja:

“Kalau boleh tahu bapak J ini bekerja di bidang apa pak?”

“Wah bagus sekali pak… keren sekali bapak sebagai arsitek berarti pintar menggambar
dan membuat maket ya”

“Selain menggambar dan membuat maket, apalagi kira-kira keahlian bapak J?” “bagus
sekali ternyata bapak J suka membuat piranti rumah yg berbahan kayu”

“kalau di rumah sakit, kira-kira kegaiatan apa yang dapat kita lakukan pak?”

“iya benar pak, di rumah sakit menggambar dapat dilakukan ya”

“bapak membutuhkan apa saja untuk menggambar? Saya ambilkan ya”

“baiklah mari kita mulai menggambar, bapak ingin menggambar apa? Rumah,
pemandangan atau sketsa wajah pak”

“waaah bagus sekali pak.. bapak J walaupun menggambar dengan media seadanya
tetapi hasilnya bagus sekali”

Fase Terminasi:

“Baik Bapak J … bagaimana perasaannya saat ini setelah berbincang-bincang dan


mencoba membuat sketsa wajah tadi?” “Alhamdulillah….”

“Kegiatan menggambar sebaiknya dimasukkan di dalam jadwal kegiatan ya agar bapak


J tidak mudah bosan di rumah sakit”

“mau berapa kali pak menggambar dalam sehari?”

“baik…. Saya tuliskan di jadwal 2 kali yaaa…

“Setelah ini dicoba dipraktikkan yaaa… Baik berarti nanti setelah istirahat siang, dan
sore setelah sholat maghrib mencoba menggambar objek lain yaaa boleh orang atau
pemandangan ”

“baik saya tulis di jadwal kegiatan hariannya ya pak…”

“Nanti akan saya lihat apakah bapak J sudah melakukan atau belum yaaa”

“Besok kita ngobrol lagi yaaa… besok kita akan mengobrol tentang obat yang bapak J
minum selama di rumah sakit ya”

“mau jam berapa bapak? Di ruang tamu atau di taman?... baik besok bertemu kembali
ya”

“wassalamualaikum….”

DAFTAR PUSTAKA
Aziz R, dkk. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang: RSJD Dr. Amino
Gondoutomo. 2003

Tim Direktorat Keswa. Standart asuhan keperawatan kesehatan jiwa.Edisi 1.


Bandung: RSJP.2000

Direja. S. H, Ade. 2011. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta. Nuha Medika

Damaiyanti, Mukhripah & Iskandar. 2012. Asuhan Keperatan Jiwa. Gunarsa, Aep
(ed). Bandung : PT Refika Aditama.

Kusumawati dan Hartono. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika

Maramis, W. F. 2010. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi Ke-2. Surabaya:


Airlangga University Press.

Stuart, G. W. 2006. Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Townsend, M. C. 2009. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan


Psikiatri Edisi ke- 10. Jakarta: EGC

Yosep, I. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aolitama

Anda mungkin juga menyukai