Anda di halaman 1dari 10

BISNIS INTERNASIONAL

(SEMESTER ANTARA)
NPM A10170187
Nama Riyan Nugraha
Program / Program Studi Reguler Sore / Manajemen
MataKuliah A1A212 | Bisnis Internasional
Dosen Pengajar Barnabey A Mulkan, SE.,MM

Perdagangan internasional
Perdagangan internasional adalah perdagangan antara penduduk suatu negara dengan
penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Perdagangan ini merupakan salah satu
bentuk kerja sama ekonomi. Beberapa manfaat dari perdagangan internasional adalah sebagai
sumber devisa negara dan mampu menjaga stabilitas harga pasar. Selain itu, perdagangan
internasional juga mampu memperluas lapangan kerja dan memungkinkan suatu negara untuk
memperoleh barang atau jasa yang tidak dapat dihasilkan sendiri.

A. Teori Merkantilisme
Pengertian Merkantilisme
Merkantilisme merupakan praktik serta teori ekonomi, yang ada di Eropa diabad ke-
18, yang dipromosikan melalui peraturan ekonomi pemerintahan negara sebagai tujuan
menambah kekuasaan negara dengan pengorbanan kekuasaan nasional saingan itu. Ini
merupakan mitra dari politik ekonomi monarki absolut atau absolutisme. Merkantilisme
merupakan kebijakan ekonomi nasional yang mempunyai tujuan dalam mengumpulan
cadangan moneter lewat keseimbangan perdagangan positif, termasuk barang sudah jadi.

Latar Belakang Merkantilisme


Menurut historisnya, kebijakan itu sering menyebabkan perang dan termotivasi agar
melakukan ekspansi kolonal. Teori merkantilis bervariasi pada perannya sekarang dari
penulis ke penulis yang lain serta sudah berkembang dari waktu ke waktu. Tarif tinggi,
utamanya pada barang manufaktur, ialah fitur yang hampir universal dari kebijakan
merkantilis. Kebijakan lain ialah:
a. memonopoli pasar dengan port pokok;
b. melarang perdagangan untuk dibawa dalam kapal asing;
c. menciptakan koloni di luar negeri;
d. melarang daerah koloni untuk melakukan perdagangan dengan negara-negara lain;
e. membatasi upah;
f. melarang ekspor emas dan perak, bahkan untuk alat pembayaran;
g. mempromosikan manufaktur melalui penelitian atau subsidi langsung;
h. subsidi ekspor;
i. memaksimalkan penggunaan sumber daya dalam negeri; dan
j. membatasi konsumsi domestik melalui hambatan non-tarif untuk perdagangan.

Dampak Merkantilisme
Atau bisa dikatakan suatu teori ekonomi yang menyatakan bahwa kesejahteraan
negara hanya dapat ditentukan pada banyaknya modal atau aset yang disimpan oleh negara
yang bersangkutan, serta bahwa besarnya volum perdagangan global begitu penting. Aset
ekonomi bisa digambarkan dengan nyata dalam jumlah kapital (mineral berharga, utamanya
emas ataupun komuditas lainnya) yang dipunyai ngara dan modal tersebut dapat diperbesar
jumlahnya dengan melakukan pengingkatan ekspor serta mencegah (semampunya) impor
sehingga neraca perdagangan dengan negara lain bisa selalu positif.
Kebutuhan terhadap pasar yang diajarkan oleh teori merkantilisme pada akhirnya
mendorong tejadinya banyak peperangan pada kalangan Eropa serta era imperialisme Eropa
akhirnya dimulai. Sistem ekonomi merkantilisne lamabt laut mulai mengilang pada abad ke-
18, dengan seiring datangnya teoru ekonomi baru yang diajukan oleh Adam Smith didalam
bukunya The Wealth of Nations, saat sistem ekonomi baru diadopsi oleh negara Inggris, yang
saat itu berlebel negara industri berbesar di dunia.

Dalam istilah “sistem dagang’ dipakai oleh kristus terkemuka, Adam Smith, namun
“merkantilisme” sudah dipakai sebelumnya oleh Mirabeau.

Contohnya
Satu contoh negara sudah menerapkan teori ini ialah Prancis, ekonomi negara yang
terpenting di Eropa di saat itu. Raja Louis XIV dari Prancis mengikuti bimbingan Jean
Baptisme Colbert, biasanya pengendalian keuangan (1662-1683). Diterapkan bahwa negara
harus memerintah pada bidang ekonomi seperti yang terjadi di diplimatik, serta bahwa
kepentingan negara seperti yang diidentifikasi oelh raja yang unggul dari pedagang serta
orang lain. Tujuannya ialah dari kebijakan ekonomi merkantilis untuk membangun ngara,
utamanya pada usia perang gencarnya, dan negara harus mencari cara untuk memperkuat
ekonomi serta melemahkan musuh asing.
Teori Merkantilisme
Sekarang ini, seluruh ahli ekonomi Eropa antara tahun 1500 sampai dengan tahun
1750 dianggap sebagai markantilis walaupun saat itu istilah ‘merkantilis’ belum dikenal.
Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Victor de Riqueti, marquis de Mirabeau di tahun
1763, lalu dippopulerkan oleh Adam Smith di tahun 1776. Kenyataanya, Adam Smith
menjadi orang pertama kali menyebutkan kontribusi pada ilmu ekonomi dalam bukunya yang
berjudul Yhe Wealth of Nastions. Istilah merkantilis sendiri berasal dari bahasa Latin
mercari, yang mempumyai arti ‘untuk mengadakan pertukaran,” yang berasal dari kata Marx,
yang artinya “komoditas.” Kata Markantilis awal mulanya dipakai oleh para kritikus seperti
Smith dan Mirabeau saja, tetapi kemudian kata tersebut juga dipakai serta diadopsi oeh para
sejarawan.

B. Keunggulan Absolut 
Keunggulan Absolut (Absolut Advantage)
Teori keunggulan absolut dari Adam Smith sering disebut teori murni perdagangan
internasional. Dasar pemikiran teori ini adalah suatu negara akan melakukan perdagangan
atau pertukaran apabila setiapnegara memperoleh keuntungan mutlak dari perdagangan.
Suatu negara dikatakan mempunyaikeuntungan mutlak dalam memproduksi suatu jenis
barang apabila negara tersebut dapat memproduksibarang dengan biaya yang lebih murah
dibandingkan jika barang itu diproduksi di negara lain. Dengan demikian, suatu negara akan
mengekspor suatu barang jika negara tersebut dapat membuatnya secaralebih murah
dibandingkan negara lain.
Keunggulan absolut adalah situasi ekonomi di mana penjual mampu menghasilkan
jumlah yang lebih tinggi dari produk yang diberikan, saat menggunakan jumlah yang sama
sumber daya yang digunakan oleh pesaing untuk menghasilkan jumlah yang lebih kecil. Hal
ini dimungkinkan bagi individu, perusahaan, dan bahkan negara memiliki keuntungan absolut
di pasar. Kemampuan untuk menghasilkan lebih banyak barang dan jasa dengan lebih efisien
juga memungkinkan untuk mendapatkan keuntungan lebih, dengan asumsi bahwa semua unit
yang diproduksi dijual.
Biaya juga merupakan faktor yang terlibat dalam menentukan apakah keuntungan
absolut ada. Ketika itu adalah mungkin untuk memproduksi lebih banyak produk dengan
menggunakan sumber daya yang lebih sedikit, ini biasanya diterjemahkan ke dalam biaya
produksi yang lebih rendah per unit. Bahkan dengan asumsi bahwa produsen menjual setiap
unit dengan biaya sedikit di bawah kompetisi, hasil akhir masih harus keuntungan yang lebih
tinggi pada setiap unit yang dijual.

Ada beberapa asumsi dari keunggulan Absolut ini :


a. Faktor produksi yang digunakan hanya tenaga kerja
b. Kualitas barang yang diproduksi kedua Negara sama
c. Pertukaran dilakukan secara barter tanpa mengeluarkan uang
d. Biaya ditanspor ditiadakan.

Contoh Keunggulan Absolut 


Indonesia dan India memproduksi dua jenis komoditi yaitu pakaian dan tas dengan
asumsi (anggapan) masing-masing negara menggunakan 100 tenaga kerja untuk
memproduksi kedua komoditi tersebut. 50 tenaga kerja untuk memproduksi pakaian dan 50
tenaga kerja untuk memproduksi tas. Hasil total produksi kedua negara tersebut yaitu:

Produk Indonesia India


Pakaian 40 unit 20 unit
Tas 20 unit 30 unit

Berdasarkan informasi di atas, Indonesia memiliki keunggulan mutlak dalam produksi


pakaian dibandingkan dengan India, karena 50 tenaga kerja di Indonesia mampu
memproduksi 40 tenaga kerja dan India hanya bisa memproduksi 20 unit. Sedangkan India
memiliki keunggulan mutlak dalam memproduksi tas karena India bisa membuat 30 tas,
Indonesia hanya 20 tas. Jadi Indonesia memiliki keunggulan mutlak dalam produksi pakaian
dan India memiliki keunggulan mutlak dalam produksi tas. Apabila Indonesia dan India
melakukan spesialisasi produksi, hasilnya akan sebagai berikut:

Produk Indonesia India


Pakaian 40 unit 20 unit
Tas 20 unit 30 unit

Dengan melakukan spesialisasi hasil produksi semakin meningkat. Karena Indonesia


dan India memindahkan tenaga kerja dalam produksi komoditi yang menjadi spesialisasi.
Sebelum spesialisasi, jumlah produksi sebanyak 60 unit pakain dan 40 unit tas. Tetapi setelah
spesialisasi, jumlah produksi meningkat menjadi 80 unit pakaian dan 60 unit tas. Jadi
keunggulan mutlak terjadi apabila suatu negara dapat menghasilkan komoditi-komoditi
tertentu dengan lebih efisien, dengan biaya yang lebih murah dibandingkan dengan negara
lain.

Contoh lain
Secara matematis, teori absolute advantage dari adam smith dapat diilustrasikan
dengan data hipotesis sebagai berikut.

Tabel. Data Hipotesis Teori Absolute Advantage dari Adam Smith


Produk per satuan The Sutra DTDN (Dasar
tenaga kerja/hari Tukar Dalam
Negeri)
Indonesia 12 kg 3m 4kg = 1m
1kg = 1/4m
Cina 4 kg 8m 1/2kg = 1m
1kg = 2m

Berdasarkan ilustrasi di atas dapat diketahui bahwa tenaga kerja Indonesia memiliki
keunggulan absolute dalam produksi teh (12 kg), sedangkan Cina memiliki keunggulan
absolute dalam produksi sutra (8m). Berdasarkan DTDN dapat dilihat:
Harga 1 kg teh di Indonesia lebih murah (hanya ¼ sutra) dibandingkan dengan di Cina yang
lebih mahal (yaitu 2 m sutra). Sebaliknya, harga 1 m sutra di Cina lebih murah (hanya ½ kg
teh) dibandingkan dengan di Indonesia yang lebih mahal (yaitu 4 kg teh).

Berdasarkan perbandingan DTDn pada kedua negara di atas, maka dapat disimpulkan:
Indonesia memiliki keunggulan absolute dalam produksi teh sehingga akan
melakukan spesialisasi produksi dan ekspor teh ke Cina. Sebaliknya, Indonesia akan
mengimpor sutra ke Cina. Sedangkan Cina memiliki keunggulan absolute dalam produksi
sutra sehingga akan melakukan spesialisasi produksi dan ekspor sutra ke Indonesia.
Sebaliknya, Cina akan mengekspor teh dari Indonesia.

C. Keunggulan Komperatif
Keunggulan Komperatif (comparative advantage)
Di dalam Kamus Bahasa Indonesia, dinyatakan bahwa keunggulan kompetitif bersifat
kompetisi dan bersifat persaingan. Keunggulan kompetitif adalah merujuk pada kemampuan
sebuah organisasi untuk memformulasikan strategi yang menempatkannya pada suatu posisi
yang menguntungkan berkaitan dengan perusahaan lainnya. Keunggulan kompetitif muncul
bila pelanggan merasa bahwa mereka menerima nilai lebih dari transaksi yang dilakukan
dengan sebuah organisasi pesaingnya.
Keunggulan Komperatif menurut David Ricardo merupakan  perdagangan
internasional terjadi bila ada perbedaan keunggulan komparatif antarnegara. Ia berpendapat
bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika suatu negara mampu
memproduksi barang dan jasa lebih banyak dengan biaya yang lebih murah daripada negara
lainnya. Dalam teori keunggulan komparatif yang dikemukan oleh David Ricardo,
suatu bangsa dapat meningkatkan standar kehidupan dan pendapatannya jika negara tersebut
melakukan spesialisasi produksi barang atau jasa yang memiliki produktivitas dan efisiensi
tinggi. Teori keunggulan komparatif David Ricardo berdasarkan atas beberapa asumsi, antara
lain sebagaiberikut:
a. Perdagangan internasional hanya terjadi antardua negara.
b. Perdagangan dilakukan secara sukarela (bebas).
c. Barang yang dipertukarkan hanya dua macam.
d. Tenaga kerja bersifat homogen satu negara.
e. Tenaga kerja bergerak bebas di dalam negeri, tetapi tidak bebas dalam hubungan
antarnegara.
f. Biaya-biaya produksi dianggap tetap.
g. Kualitas barang adalah sama.
h. Biaya transportasi tidak ada (nol).
i. Teknologi tidak berubah.

Ia menyatakan bahwa setiap negara akan memperoleh keuntungan jika ia menspesialisasikan


pada produksi dan ekspor yang dapat diproduksinya pada biaya yang relatif lebih murah, dan
mengimpor apa yang dapat diprosuksinya pada biaya yang relatif lebih mahal.

Contoh Keunggulan Komperatif


Ilustrasinya dapat dilihat pada tabel berikut :
Kebutuhan Jam Kerja untuk Produksi
Produk Amerika Eropa
Pizza 1 3
Pakaian 2 4

Agar terlihat sederhana, diasumsikan ada dua negara (Amerika dan Eropa) dan dua
output (pizza dan pakaian). Keduanya memiliki sumber daya masing-masing 120 jam tenaga
kerja (TK) untuk memproduksi pizza dan pakaian. Namun Amerika mampu memproduksi i
unit pizza dengan 1 jam TK dan 1 unit pakaian dengan 2 jam TK. Sedangkan Eropa
membutuhkan 3 jam TK untuk memproduksi 1 unit pizza dan 4 jam TK untuk
pakaian. Sekedar keterangan, Amerika mampu memproduksi keduanya dengan jam TK
(input) yang lebih sedikit daripada Eropa. Menurut Teori Keuntungan Absolut (Absolute
Advantage), Amerika seharusnya memproduksi keduanya sendiri. Namun tidak demikian
menurut teori keuntungan komparatif. Kita lihat perbandingannya dibawah dengan
menggunakan teori keuntungan komparatif :

Ø  Sebelum melakukan perdagangan


Produksi di kedua negara menghasilkan upah riil yang berbeda bagi TK. Upah riil bagi TK di
Amerika adalah 1 pizza atau 1/2 pakaian. Sementara di Eropa, upah riil TK hanya 1/3 pizza
atau 1/4 pakaian. Artinya upah di Eropa lebih rendah dibandingkan di Amerika dan TK di
Eropa memiliki daya beli yang relatif lebih kecil. Ini tentunya juga menimbulkan perbedaan
biaya produksi, dan jika pasar adalah persaingan sempurna, harga pizza dan pakaian akan
berbeda di kedua negara.

Sementara itu, mari kita lihat berapa total output yang mampu diproduksi kedua negara tanpa
melakukan perdagangan. Jika diasumsikan dari total 120 jam TK (input) yang tersedia di tiap
negara separuhnya dialokasikan untuk produksi pizza dan separuhnya lagi dialokasikan untuk
produksi pakaian, maka total produksi kedua negara adalah sebagai berikut :

Kebutuhan jam Tenaga Kerja untuk Produksi


Produk Amerika Eropa
Pizza 60 20
Pakaian 30 15
Total 90  +  35   = 125

Dengan input 120 jam TK yang dimiliki masing-masing negara, jika dialokasikan separuh-
separuh, Amerika mampu memproduksi 60 pizza (60 jam TK / 1) dan 30 pakaian (60 jam TK
/ 2). Sedangkan Eropa mampu memproduksi 20 pizza (60 jam TK / 3) dan 15 pakaian (60
jam TK / 4). Dengan demikian, total produksi yang dihasilkan kedua negara adalah 125 unit,
yang terdiri dari pizza dan pakaian.

Menurut teori keuntungan komparatif, Amerika seharusnya hanya memproduksi pizza dan
Eropa memproduksi pakaian. Ini karena produksi pakaian relatif lebih mahal bagi Amerika,
dengan rasio harga produksi 2 dibandingkan dengan 4/3 yang mampu diproduksi Eropa (lihat
gambar 1). Sedangkan pizza relatif lebih mahal bagi Eropa karena rasio harga produksinya
adalah 3/4 dibandingkan dengan 1/2 yang mampu diproduksi Amerika (lihat gambar 1). jadi,
perbandingan dalam teori ini adalah berdasarkan harga relatif di kedua negara, bukan hanya
di satu negara.

Dengan asumsi biaya transpotasi tidak ada atau relatif sangat kecil, Amerika kemudian akan
mengekspor pizza ke Eropa dan Eropa akan mengekspor pakaian ke Amerika. Karena biaya
produksi yang lebih murah, harga pizza Amerika yang diekspor juga akan lebih murah dan
ini mendorong harga pizza di Eropa turun. JIka harga pizza di eropa terlalu rendah bagi
produsen Eropa, mereka akan menutup produksinya karena tidak menguntungkan lagi.
Akhirnya mereka akan beralih ke produksi yang lebih menguntungkan, yaitu pakaian.
Sedangkan kebutuhan pizza di Eropa akan dipenuhi dengan impor. Hal yang sama juga
terjadi terhadap pakaian di Amerika. Pada akhirnya, perbedaan harga akan membuat Amerika
hanya memproduksi Pizza dan Eropa hanya memproduksi pakaian.

Ø  Setelah melakukan perdagangan


Total output kedua negara adalah sebagai berikut :

Kebutuhan jam Tenaga Kerja untuk Produksi


Produk Amerika Eropa
Pizza 120 0
Pakaian 0 30
Total 120  +  30   = 150

Pada gambar diatas, Amerika menggunakan semua inputnya (120 jam TK) untuk
memproduksi pizza saja, sehingga menghasilkan 120 pizza (120 jam TK / 1). Sedangkan
Eropa menggunakan semua inputnya untuk memproduksi pakaian saja, sehingga
menghasilkan 30 pakaian (120 jam TK / 4). Ternyata total output kedua negara meningkat
dengan melakukan spesialisasi produksi ini, yaitu menjadi 150 unit.

Contoh lain :  


Berdasarkan hipotesis teori comparative advantage dari David Ricardo adalah cost
comparative advantage.

Produksi
Negara
1 kg gula 1 m kain
Indonesia 3 hari kerja 4 hari kerja
Cina 6 hari kerja 5 hari kerja

Perhitungan Cost Comparative


Perbandingan Cost 1 kg gula 1m kain
Indonesia/Cina 3/6 HK 4/5 HK
Cina/Indonesia 6/3 HK 5/4 HK

Berdasarkan perbandingan cost comparative advantage dapat dilihat bahwa tenaga kerja
Indonesia lebih efisien dibandingkan tenaga kerja Cina dalam produksi 1 kg gula (3/6 atau ½
hari kerja) daripada produksi 1 meter kain (4/5 hari kerja). Hal ini akan mendorong Indonesia
melakukan spesialisasi produksi dan ekspor gula.

Sebaliknya, tenaga kerja Cina ternyata lebih efisien dibandingkan tenaga kerja Indonesia
dalam produksi 1 meter kain (3/6 hari kerja)daripada produksi 1 kg gula (6/3 atau 2/1 hari
kerja). Hal ini mendorong Cina melakukan spesialisasi produksi dan ekspor kain.

Ilustrasi diatas menjelaskan mengapa negara-negara perlu melakukan perdagangan


internasional dan bagaimana negara yang terlibat saling memperoleh keuntungan.

D. Faktor dukungan Heckscher Ohlin


Teori Perdagangan Internasional modern dimulai ketika ekonom Swedia yaitu Eli
Hecskher (1919) dan Bertil Ohlin (1933) mengemukakan penjelasan mengenai perdagangan
internasional yang belum mampu dijelaskan dalam teori keunggulan komparatif. Teori H-O
kemudian mencoba memberikan penjelasan mengenai penyebab terjadinya perbedaan
produktivitas tersebut. Teori H-O menyatakan penyebab perbedaan produktivitas karena
adanya jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki (endowment factors) oleh masing-
masing negara, sehingga selanjutnya menyebabkan terjadinya perbedaan harga barang yang
dihasilkan. Oleh karena itu teori modern H-O ini dikenal sebagai .The Proportional Factor
Theory. Teori Heckscer-Ohlin memprediksi bahwa negara-negara yang akan mengekspor
barang secara intensif menggunakan faktor berlimpah secara lokal, sambil mengimport
barang secara intensif menggunakan faktor-faktor lokal yang langka. Jadi, teori Heckscer-
Ohlin mencoba menjelaskan pola dari perdagangan internasional yang kita teliti pada
ekonomi dunia.

Contoh Faktor dukungan Heckscher Ohlin


Contoh kasus dalam penggunaan Teori H-O ini adalah Indonesia dan Jepang yang
melakukan perdagangan dengan menjual motor dan ukiran kayu. Secara teknis, produk motor
bersifat capital intensive karena merupakan barang teknologi sedangkan ukiran kayu
merupakan labour intensive karena merupakan barang hasil kerajinan tangan penduduk. Di
jepang, banyak barang modal yang tersedia sedangkan tenaga kerja atau labour intensive
sedikit. Namun di Indonesia, ada banyak tenaga kerja tetapi capital intensive-nya sedikit.
Oleh karena itu, jepang akan mengekspor motor dan Indonesia akan mengekspor kayu.
Produk motor dari Jepang ini bila dianalisa menurut teori Product Life-Cycle, maka
sebenarnya produk ini sudah ‘mati’ di pasar Jepang sendiri. Produk motor ini pertama kali
dipasarkan atau diperkenalkan pada pasar lokal di Jepang, mulai dari promosi dan
sebagainya. Selanjutnya masuk pada tahap penjualan yang mengakibatkan pabrik atau
produsen meraup keuntungan sedikit demi sedikit setelah menginvestasi uangnya secara
habis-habisan pada tahap promosi. Ketika motor ini sudah mulai berkembang di pasaran,
maka akan banyak menuai kritik atau pujian terhadap kualitas motor tersebut. Produsen akan
mulai menyiapkan produk terbaru yang bisa mengatasi kritik-kritik dari pengguna. Ketika
produk in sudah ‘mati’, maka bisa saja produsen ini menjualnya ke negara lain yang tidak
memiliki teknologi atau modal yang lebih besar dari negara Jepang.
Teori Heckscher-Ohlin (H-O) menjelaskan beberapa pola perdagangan dengan baik,
negara-negara cenderung untuk mengekspor barang-barang yang menggunakan faktor
produksi yang relatif melimpah secara intensif. Menurut Heckscher-Ohlin, suatu negara akan
melakukan perdagangan dengan negara lain disebabkan negara tersebut memiliki keunggulan
komparatif yaitu keunggulan dalam teknologi dan keunggulan faktor produksi. Basis dari
keunggulan komparatif adalah :
a. Faktor endowment, yaitu kepemilikan faktor-faktor produksi di dalam suatu negara.
b. Faktor intensity, yaitu teknologi yang digunakan di dalam proses produksi, apakah labor
intensity atau capital intensity.

Anda mungkin juga menyukai