Anda di halaman 1dari 5

TUGAS BISNIS INTERNASIONAL

PERTEMUAN KE-3
(SEMESTER ANTARA)
NPM A10170187
Nama Riyan Nugraha
Program / Program Studi Reguler Sore / Manajemen
MataKuliah A1A212 | Bisnis Internasional
Dosen Pengajar Barnabey A Mulkan, SE.,MM

Bagaimana International Country Risk Guide (ICRG) menyusun peringkat


sebagai ukuran risiko Negara ?
Setelah pertumbuhan pesat dalam utang internasional negara-negara berkembang di
Tahun 1970an - dan meningkatnya insiden penjadwalan kembali utang pada awal Tahun 1980,
risiko negara yang mencerminkan kemampuan dan kemauan suatu negara untuk layanan
keuangannya telah menjadi topik yang menjadi perhatian utama bagi dunia internasional (Cosset
and Roy, 1991).
Seperti juga peristiwa menggemparkan yang terjadi pada tanggal 11 September 2001,
risiko yang terkait dalam hubungan internasional telah meningkat secara substansial, dan
menjadi lebih sulit untuk dianalisis dan diprediksi bagi para pengambil keputusan di bidang
ekonomi, keuangan dan politik. Investor internasional juga menyadari bahwa globalisasi
perdagangan dunia dan keterbukaan pasar modal menimbulkan risiko yang dapat menyebabkan
krisis finansial dengan contagion effect yang cepat, sehingga mengancam stabilitas sektor
finansial internasional (Hoti, 2002).
Oleh karena itu pentingnya risiko negara ditegaskan oleh keberadaan beberapa instansi
besar negara rating risiko, yaitu Economist Intelligence Unit, Euromoney, Institutional Investor,
International Country Risk Guide, Moody's, Political Unit, dan lain-lain.
Tingginya indeks risiko negara Indonesia mempunyai dampak terhadap lemahnya
perekonomian negara Indonesia yang ditunjukkan oleh turunnya investasi di Indonesia. Dengan
demikian perlu dilakukan upaya menciptakan stabilitas sosial-politik ekonomi keuangan dan
penciptaan rasa aman dalam berinvestasi agar risiko negara relatif tidak membahayakan kegiatan
perekonomian secara keseluruhan sehingga dapat memulihkan kepercayaan bagi investor baik
investor asing maupun domestik. Secara umum, sebuah negara kreditur menghadapi risiko utang
negara yang lebih besar ketika memberikan pinjaman kepada negara lain, dibandingkan ketika
melakukan investasi dalam negeri.
Dalam publikasinya paling baru; IMD-World Competitiveness Year Book, memang
menunjukkan adanya kenaikan ranking daya saing Indonesia; dari ranking 49 menjadi 47, namun
di antara negara ASEAN tetap yang terendah. Posisi baru Indonesia tersebut jauh lebih rendah
dibanding posisi tahun 1997 ketika krisis belum melanda Indonesia. Indonesia masih termasuk
ke dalam negara dengan pertumbuhan slow motion dan volatile. Perkiraan yang pesimistik ini
berkaitan masih tingginya posisi country risk (risiko negara) Indonesia.

Pengertian Risiko Negara


Risiko dapat di definisikan sebagai bahaya yang dapat terjadi akibat sebuah proses yang
sedang berlangsung atau kejadian yang akan datang . Risiko adalah ketidakpastian atas
terjadinya suatu peristiwa (Soekarto). Menurut Prof Dr.Ir. Soemarno,M.S. Suatu kondisi yang
timbul karena ketidakpastian dengan seluruh konsekuensi tidak menguntungkan yang mungkin
terjadi disebut risiko.

Risk is the possibility of loss (Risiko adalah kemungkinan kerugian)


Istilah possibility berarti bahwa probabilitas sesuatu peristiwa berada diantara nol dan
satu. Namun, definisi ini kurang cocok dipakai dalam analisis secara kuantitatif. Risk is
uncertainty (Risiko adalah ketidakpastian). Uncertainty dapat bersifat subjective dan objective.
Subjective uncertainty merupakan penilaian individu terhadap situasi risiko yang didasarkan
pada pengetahuan dan sikap individu yang bersangkutan.
Risiko negara adalah risiko yang timbul karena perubahan ekonomi atau politik suatu
negara yang berdampak pada negara lain yang akan berhubungan dengan negara tersebut;
misalnya, kekurangan cadangan devisa suatu negara akan menyebabkan keterlambatan
pembayaran pinjaman kepada bank kreditur di negara lain (Bank Indonesia).
Risiko negara (Country risk) merupakan potensi risiko sistematis yang dimiliki suatu
negara di mana investasi dilakukan.
Penilaian Risiko Negara
Fungsi utama dari penilaian risiko negara adalah untuk mengantisipasi kemungkinan
penolakan utang, default atau penundaan dalam pembayaran oleh sovereign borrowers (Burton
and Inoue, 1985). Penilaian risiko negara mengevaluasi ekonomi, keuangan, dan politik faktor,
dan interaksi mereka dalam menentukan risiko terkait dengan negara tertentu. Persepsi faktor-
faktor penentu risiko negara penting karena mereka mempengaruhi pasokan dan biaya arus
modal internasional (Brewer and Rivoli, 1990).
Sejak krisis utang dunia ketiga pada awal tahun 1980, lembaga komersial seperti
Moody's, Standard and Poor's, Euromoney, Institutional Investor, Economist Moody,
Standard dan Poor, Euromoney, Institutional Investor, Ekonomic Intelligence Unit,
International Country Risk Guide, and Political Risk Services, menyusun indeks atau peringkat
sebagai ukuran risiko negara. Dalam hal ini, ICRG telah melakukan pemeringkatan risiko
ekonomi, risiko finansial dan risiko politik dan composite risk untuk 90 negara dengan basis
bulanan. Sejak Maret 2002, telah tersedia peringkat negara sebanyak 140 negara. Sistem
pemeringkatan ICRG terdiri dari 22 variabel yang mewakili komponen utama country risk, yaitu
risiko ekonomi, risiko finansial dan risiko politik.
Dalam menetapkan tingkat risiko negara, ICRG memperhitungkan tiga jenis risiko: risiko
keuangan (financial risk) dengan bobot 25%, risiko ekonomi (economic risk) (25%) dan risiko
politik (political risk) (50%). Pembobotan itu menggambarkan bahwa komponen risiko politik
mendominasi dibandingkan dengan risiko finansial dan ekonomi. Karena itu, apabila destabilitas
politik meningkat, maka country risk pun akan meningkat secara signifikan.
Faktor ini; khususnya unsur political risk, jelas tidak bisa diabaikan. Risiko politik ini
telah menjadi variabel fundamental non- ekonomi yang berpengaruh terhadap ekonomi Indonesia
(Insukindro:Asian Crisis: a Global Perspective, 1998).
Mengikuti konsep penilaian yang digunakan oleh International Country Risk Guide
(ICRG), dalam menelaah pengaruh risiko politik tersebut, ada indikator-indikator penting yang
menjadi kunci tergoncangnya stabilitas politik. Beberapa indikator tersebut menjadi stabilitas
pemerintahan, konflik internal, profil investasi termasuk pada kelompok indikator yang
mempunyai bobot paling tinggi. Kemudian, korupsi, konflik agama, hukum dan peraturan, serta
peran militer, termasuk pada kelompok kedua.
Risiko politik secara umum dilihat sebagai risiko non-bisnis yang diperkenalkan oleh
kekuatan politik. Bank dan perusahaan multinasional lainnya telah mengidentifikasi risiko politik
sebagai faktor penting yang dapat mempengaruhi profitabilitas usaha internasional mereka
(Shanmugam, 1990).
Risiko politik muncul dari peristiwa seperti perang, konflik internal dan eksternal,
sengketa teritorial, revolusi yang menyebabkan perubahan pemerintahan, serangan teroris di
seluruh dunia, faktor sosial termasuk kerusuhan sipil karena perbedaan ideologis, distribusi
pendapatan yang tidak merata dan bentrokan agama.
Shanmugam (1990) memperkenalkan alasan eksternal sebagai aspek politik lebih lanjut
dari risiko negara. Misalnya, jika negara calon peminjam utang terletak di samping sebuah
negara yang sedang berperang, tingkat risiko negara calon peminjam akan lebih tinggi daripada
jika tetangganya yang damai. Meskipun negara peminjam tersebut mungkin tidak secara
langsung terlibat dalam konflik, tetapi dimungkinkan ada sebuah efek yang akan
mempengaruhinya.
Dalam istilah praktis, risiko politik berkaitan terhadap kemungkinan bahwa pemerintah
dapat mengenakan valuta asing dan modal kontrol, pajak tambahan, dan pembekuan aset atau
pengambil alihan.
Keterlambatan dalam transfer dana dapat memiliki konsekuensi serius bagi hasil investasi, impor
pembayaran dan penerimaan ekspor, yang semuanya dapat menyebabkan penghapusan investasi.
(Juttner, 1995)
Secara empiris banyak studi menunjukkan stabilitas politik merupakan faktor yang
berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, sebagaimana ditunjukkan oleh Alesina
dan Peroti (The Political Economy of Growth: A Critical Survey of Recent Literature, The World
Bank Economic Review 1994 No 3). Ketidakstabilan politik berkorelasi positif dengan tingkat
inflasi dan berkorelasi negatif dengan tingkat pertumbuhan ekonomi. Risiko politik dihitung
berdasarkan 12 variabel, yaitu stabilitas pemerintahan, kondisi sosial-ekonomi, profil investasi,
konflik internal, konflik eksternal, korupsi, politik militer, politik agama, penegakan hukum,
konflik etnis, akuntabilitas demokrasi dan kualitas birokrasi.
Selain itu, Risiko ekonomi dan keuangan juga komponen utama dari risiko negara.
Termasuk faktor-faktor seperti kemerosotan dalam produksi, peningkatan yang cepat dalam
biaya produksi, dana asing tidak produktif diinvestasikan, dan kebijaksanaan pinjaman oleh bank
asing (Nagy, 1988). Perubahan ekonomi dan pengelolaan keuangan negara juga merupakan
faktor penting yang dapat mengganggu aliran bebas modal atau sewenang-wenang dapat
mengubah pilihan untuk investasi. Investor asing langsung juga prihatin terhadap gangguan
untuk produksi, kerusakan pada instalasi, dan ancaman terhadap personil (Juttner, 1995).
Risiko keuangan memperlihatkan kemampuan suatu negara dalam mengelola keuangan
pemerintah, dan kemampuan dalam membayar kewajiban-kewajiban utang perdagangan. Risiko
finansial dihitung berdasarkan 5 variabel, yaitu persentase utang luar negeri terhadap PDB, debt
service ratio, persentase current account terhadap ekspor, import cover, dan stabilitas nilai tukar
(persentase perubahan nilai tukar).
Sedangkan risiko ekonomi memperlihatkan penilaian terhadap kekuatan dan kelemahan
ekonomi suatu negara. Risiko ekonomi dikalkulasi berdasarkan lima variabel, yaitu PDB per
kapita, pertumbuhan PDB riil per tahun, laju inflasi per tahun, persentase budget balance
terhadap PDB dan persentase current account terhadap PDB.

Anda mungkin juga menyukai