KELOMPOK 6 (7 AKT 8)
1. Ai Aisyah 15-006
2. Ervina Fitra T 15-058
3. Indri Apriliyani 15-088
4. Rusianita Fitri 15-173
JURNAL INTERNASIONAL
Latar Belakang
Risiko valuta asing adalah salah satu dari banyak risiko bisnis yang
dihadapi perusahaan multinasional (MNC) manajemennya telah menjadi
salah satu kunci faktor dalam manajemen keuangan secara keseluruhan.
Tujuan dari MNC adalah untuk meminimalkan kerugian selisih kurs atau
memaksimalkan keuntungan pertukaran, mereka perlu memahami tingkat
paparan yang mereka hadapi dan mengelolanya ke tingkat yang dapat
diterima. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan di UK dan USA
hanya mempertimbangkan MNC besar yang berfokus pada pertanyaan
yang lebih luas dari risiko nilai tukar asing daripada yang sebelumnya
diperiksa, mengingat banyak pandangan negara di kawasan Asia Pasifik
yang belum pernah diperiksa sebelumnya dan akhirnya, melakukan
perbandingan internasional secara simultan antar wilayah menggunakan
kuesioner survei yang sama. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan regional yang signifikan secara statistik dalam tujuan dan
pentingnya risiko mata uang asing, penekanan dalam manajemen
penerjemahan dan eksposur ekonomi, internal: teknik eksternal yang
digunakan dalam mengelola risiko valuta asing dan kebijakan dalam
menangani paparan ekonomi.
Teori
Metode Penelitian
Hasil Penelitian
Latar Belakang
Teori
Metode Penelitian
Hasil Penelitian
Teori
Metode Penelitian
Hasil Penelitian
Survei perusahaan non-keuangan Swedia dan Korea pada eksposur
risiko valuta asing dan praktik hedging. Temuan ini menunjukkan
kesamaan antara perusahaan di kedua negara, dengan pengecualian
penting. Tujuan dari aktivitas hedging berbeda antara negara-negara,
perusahaan Korea lebih cenderung fokus pada meminimalkan fluktuasi
arus kas, sementara perusahaan Swedia lebih menyukai meminimalkan
fluktuasi laba atau melindungi penampilan dari neraca. Proporsi
perusahaan yang menggunakan derivatif secara signifikan lebih rendah di
Korea daripada di sampel Swedia. Ini tidak dapat ditangkap oleh
karakteristik perusahaan seperti eksposur FX, ukuran, likuiditas, atau
leverage. Ini mungkin karena biaya tetap yang lebih tinggi yang
dikeluarkan oleh perusahaan Korea yang memulai program derivatif.
Biaya yang lebih tinggi ini dapat dihasilkan dari ketidakdewasaan relatif
pasar derivatif Korea dan, mungkin yang lebih penting, dari peraturan
ketat OTC turunan pemerintah Korea. Perusahaan Korea lebih
mengandalkan metode hedging alternatif, menunjukkan bahwa keputusan
untuk melakukan lindung nilai tidak spesifik pada negara tetapi didorong
oleh variabel-variabel spesifik perusahaan, seperti tingkat eksposur FX
dan ukuran perusahaan. Lebih lanjut disarankan bahwa perusahaan Korea
kurang ketat dalam memantau posisi risiko mereka daripada perusahaan
Swedia. Akhirnya, sebagian besar perusahaan di kedua negara
menggunakan pendekatan berbasis aprofit untuk mengevaluasi fungsi
manajemen risiko, yang bertentangan dengan rekomendasi teoretis dan
mendukung temuan Bodnar et al. (1998) dan Sheedy (2001).
Latar belakang
Sebagian besar studi yang fokus tentang hubungan antara FDI dan
nilai tukar pada aliran investasi di AS dan pada nilai tukar bilateral antara
negara asal (sumber) dan negara tuan rumah (yaitu, AS). Nilai tukar
bilateral ini penting ketika FDI untuk produksi dan penjualan di negara
tuan rumah. Namun, proporsi yang signifikan dari FDI Jepang ke Asia
diarahkan untuk produksi untuk pasar ketiga. Menurut sebuah survei oleh
Kementerian Perdagangan dan Industri Internasional (MITI) Jepang,
penjualan domestik anak perusahaan Jepang di industri manufaktur di Asia
hanya 40% dari total penjualan mereka pada tahun 1997 dan 1998
sementara mereka di AS lebih dari 70% untuk periode yang sama.4 Secara
umum, FDI Jepang di negara-negara Asia dicirikan sebagai investasi
berorientasi ekspor untuk menciptakan tempat produksi untuk ekspor.
Ketika karakteristik FDI Jepang ke Asia ini dipertimbangkan, keputusan
investasi harus didasarkan bukan hanya pada nilai tukar antara yen dan
mata uang negara-negara tuan rumah (selanjutnya, mata uang Asia), tetapi
juga nilai tukar yen dan Mata uang Asia terhadap mata uang yang biasanya
digunakan dalam transaksi internasional, misalnya, dolar AS. Ini adalah
masalah minat dan kepentingan yang meningkat tajam terkait dengan
krisis mata uang Asia baru-baru ini karena alasan-alasan berikut.
Sebagaimana dicatat sebelumnya, investasi Jepang di wilayah ini telah
didorong oleh penguatan yen terhadap dolar AS. Karena nilai dari banyak
mata uang Asia lebih atau kurang terikat dengan keranjang mata uang,
terutama terhadap dolar, perusahaan Jepang dapat menggunakannya
sebagai pengganti biaya rendah untuk basis manufaktur Amerika. Namun,
mata uang Asia terdevaluasi dengan tajam terhadap dolar pada tahun 1997,
dan terhadap yen ke tingkat lebih rendah; tetapi yen juga terdepresiasi
terhadap dolar. Akan menarik untuk memeriksa apakah investasi Jepang di
Asia secara signifikan dipengaruhi oleh tidak hanya nilai tukar yen-dolar
tetapi juga mata uang Asia terhadap dolar dan yen. Karena FDI Jepang di
Asia telah menjadi sumber pertumbuhan ekonomi yang signifikan di
kawasan ini, hasil penelitian akan menunjukkan implikasi kebijakan nilai
tukar yang penting bagi negara-negara, yang ingin menarik investasi
Jepang atau memberikan insentif kepada investor untuk menggunakannya
sebagai basis ekspor.5 Dalam menguji peran nilai tukar dalam FDI Jepang
di Asia, analisis dalam makalah ini berfokus pada nilai tukar yen terhadap
mata uang Asia, yen terhadap dolar AS, dan dolar terhadap Mata uang
Asia. Telah didokumentasikan dengan baik dalam literatur bahwa ada
hubungan yang signifikan antara FDI dan nilai tukar bilateral antara rumah
(sumber) negara dan negara tuan rumah. Kekuatan yen dan pertumbuhan
cepat aliran FDI dari Jepang ke AS selama pertengahan 1980-an
mendorong sebagian besar studi untuk fokus pada FDI Jepang di AS.
Mann (1993) menunjukkan bahwa antara tahun 1977 dan 1987, pengaruh
nilai tukar yen-dolar bilateral pada FDI Jepang di AS bervariasi secara
signifikan di berbagai sektor manufaktur. Namun, nilai tukar yang
diharapkan pada umumnya memiliki efek yang signifikan.6 Wakasugi
(1994) menganalisis faktor penentu lokasi produksi untuk perusahaan
manufaktur Jepang antara Jepang dan AS untuk periode 1970 hingga
1992. Ia menunjukkan bahwa nilai tukar dan sewa relatif di kedua negara
secara signifikan mempengaruhi rasio relatif ekspor terhadap FDI
sementara tingkat upah bukan merupakan faktor yang signifikan. Froot
and Stein (1991) fokus pada hubungan antara nilai tukar dan FDI yang
memberikan informasi yang tidak sempurna tentang pasar modal. Mereka
menunjukkan bahwa FDI ke AS selama 1973-1988 terkait negatif dengan
nilai riil dolar. Ketika penelitian menggunakan data FDI yang dipisahkan
berdasarkan jenis transaksi, hasil yang sama juga berlaku untuk sebagian
besar jenis transaksi dengan pengecualian untuk transaksi real estat.7
Klein dan Rosengren (1994) menguji apakah kekayaan relatif antar negara
disebabkan oleh ketidaksempurnaan informasi pasar modal dan upah
relatif telah sangat penting pada FDI ke AS dari tujuh negara industri
termasuk Jepang selama periode 1979-1991. Mereka menemukan bukti
kuat untuk menunjukkan bahwa kekayaan relatif secara signifikan
mempengaruhi FDI sementara upah relatif tidak signifikan. Apresiasi nilai
tukar riil dolar secara signifikan menurunkan semua jenis FDI kecuali
untuk akuisisi tanah.
Metodologi
Data yang digunakan dalam estimasi adalah data tahunan cross-
sectional dan time-series. Data dipilah berdasarkan negara dan juga
berdasarkan sektor; datanya dari 6 negara dan 8 sektor untuk setiap negara.
Data mencakup periode 1983-1992, menghasilkan total 480
pengamatan.10 Metode estimasi didasarkan pada model regresi seri-cross
sectional waktu standar. Regresi adalah untuk manufaktur agregat serta
untuk setiap sektor. Dalam regresi untuk sektor agregat, istilah konstan
negara dan sektor tertentu dimasukkan untuk menangkap perbedaan di
berbagai negara dan sektor.
Kesimpulan
Latar belakang
Metodologi
Kesimpulan
Pasar forex jelas penting bagi perekonomian apa pun. Pasar valuta
asing Pakistan masih kecil dibandingkan dengan negara-negara
berkembang lainnya, menyiratkan bahwa kerja kebijakan yang substansial
diperlukan untuk memperluasnya. Kami telah secara empiris menyelidiki
efisiensi pasar untuk rupee Pakistan terhadap dolar AS-rupee, franc-rupee
Swiss, dolar Australia-rupee, yen-rupee, dan euro-rupee, menggunakan
data bulanan pada kurs spot dan forward untuk periode tersebut Juli 2006
hingga Desember 2013. Hasil kami menunjukkan bahwa, rata-rata, nilai
tukar maju erat memprediksi nilai tukar spot masa depan. Setelah
mengoreksi untuk korelasi serial, koefisien estimasi dari satu periode
tingkat maju tidak berbeda secara signifikan dari 1. Namun, α 1 berbeda
secara signifikan dari 0, menunjukkan bahwa itu menggabungkan
informasi yang tidak diserap sepenuhnya oleh forward rate, yaitu, nilai
tukar maju tidak sepenuhnya mencerminkan semua informasi yang
tersedia. Dengan demikian kita dapat menyimpulkan bahwa EMH tidak
berlaku sepenuhnya dalam kasus pasar valuta asing Pakistan, di mana
pelaku pasar masih bisa mendapatkan keuntungan dari spekulasi akibat
inefisiensi pasar.
Latar Belakang
Salah satu ciri mencolok dari ekonomi Cina sejak 1978 adalah
koeksistensi dari harga terencana dan harga pasar di banyak bidang
ekonomi. Di pasar valuta asing, tiga jenis nilai tukar telah ada. Tarif resmi,
yang tetap dan jarang berubah; tingkat swap, yang digunakan oleh
perusahaan Cina untuk menukar kuota valuta asing mereka dan
menciptakan mata uang asing pada tingkat yang ditentukan oleh Bank of
China di kota-kota terpilih, dan yang kurang dikelola sejak 1988; dan
tingkat pasar gelap atau paralel, yang ditentukan pasar. Pasar gelap muncul
karena upaya pemerintah untuk menetapkan nilai tukar dan memonopoli
akses dan penggunaan mata uang asing. Dalam tulisan ini, kami
berkonsentrasi pada perilaku tingkat pasar gelap sejak 1988. Kami
mengembangkan kerangka teoritis sederhana untuk suatu negara, seperti
Cina, dengan sistem keuangan yang belum berkembang dan di mana akses
ke kredit sebagian besar dikendalikan oleh negara, membatasi
kemungkinan arbitrase tingkat bunga. Model ini berada dalam kelas model
moneter untuk penentuan nilai tukar, yang awalnya dikembangkan untuk
nilai tukar resmi. Dalam model kami, pasar uang adalah apa yang telah
mendorong tingkat pasar gelap. Kerangka semacam ini lebih cocok
daripada model keseimbangan portofolio, yang menekankan di antara
faktor-faktor lain pertimbangan portofolio berdasarkan pada perbedaan
suku bunga. Hal ini juga dianggap lebih tepat daripada penyelundupan
dan model perdagangan nyata , yang menekankan permintaan transaksi
untuk asing. tukar menukar dan menganalisis dampak pembatasan
perdagangan dengan asumsi bahwa motif portofolio benar-benar hilang.3
Meskipun tarif impor ada di Cina, tingkat tarif rata-rata berkurang secara
substansial selama periode pemeriksaan, dari 29,2% pada tahun 1988
menjadi Ž. 19,8% pada tahun 1996 lihat World Bank, 1997. Berbeda
dengan relaksasi tarif, ketidaktepatan akun modal tetap selama periode
pemeriksaan, mendorong agen untuk berpartisipasi dalam pasar gelap.
Kerangka pendekatan moneter yang diterapkan dalam penelitian ini
memiliki keuntungan tambahan yang memungkinkan seseorang untuk
memeriksa efek kebijakan moneter pada ekonomi dan pasar keuangan,
yang merupakan latihan yang berguna mengingat penekanan pada
kebijakan keuangan dalam periode pasca reformasi.
Metodologi
Kesimpulan
Latar Belakang
Teori
Nilai tukar dilihat sebagai nilai relatif domestic mata uang dalam
bentuk valuta asing (Mussa, 1984; Ahmed, 2001). Nilai tukar Naira per
dolar AS adalah jumlahnya Naira diperlukan untuk mendapatkan satu unit
dolar AS (Jhingan, 2005; Campbell, 2010; Omojolaibi dan Gbadebi,
2014). Nilai tukar juga didefinisikan sebagai harga aset itu nilainya
tergantung pada pasokan relatif domestik dan asing aset keuangan dan
pendapatan domestik dan asing (Ardalan,2004).
Metode Penelitian
Hasil Penelitian
Penelitian ini mengevaluasi efektivitas intervensi FEM di FEM
menggunakan Nigeria sebagai studi kasus. Makalah ini lebih lanjut
menggunakan VECM untuk melacak hubungan dan sifat kausalitas antara
nilai tukar dan variabel intervensi. Hasilnya menunjukkan kehadiran
hubungan jangka panjang antara intervensi pengoperasian bursa CBN dan
Naira. Apalagi hasil dari Tes Pairwise Granger Causality yang terkenal
menekankan kehadiran kausalitas unidirectional berjalan dari variabel
intervensi ke jumlah uang beredar. Ini memiliki efek yang parah pada
stabilitas harga. Akibatnya, makalah menyimpulkan bahwa operasi
intervensi dalam
Latar Belakang
Metodologi penelitian
Latar belakang
Hasil
Latar Belakang
Teori
Metode Penelitian
Hasil Penelitian
JURNAL NASIONAL
Latar belakang
Tolak ukur kondisi ekonomi suatu negara adalah kurs valuta asing.
Kurs valuta asing merupakan harga suatu mata uang terhadap mata uang
lainnya yang mencerminkan keseimbangan permintaan dan penawaran
terhadap mata uang dalam negeri. Kurs valuta asing yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah kurs Dollar AS sebagai mata uang global, dimana
hampir semua negara menyimpan cadangan devisa dalam bentuk Dollar
AS. Alasan menggunakan kurs Dollar AS karena Dollar AS menjadi acuan
untuk melakukan transaksi perdagangan terbesar di dunia, selain itu
adanya ketergantungan Indonesia terhadap mata uang Dollar AS karena
perdagangan di Indonesia masih enggunakan Dollar AS. Apresiasi kurs
Dollar AS akan meningkatkan beban hutang dan beban bunga bagi
perusahaan yang menggunakan barang impor sebagai bahan produksinya.
Hal ini akan menimbulkan risiko kurs valuta asing. Risiko kurs valuta
asing merupakan risiko yang disebabkan oleh perubahan kurs valuta asing
di pasaran yang tidak sesuai lagi dengan yang diharapkan, terutama ketika
dikonversikan dengan mata uang domestik (Fahmi, 2014:557). Semakin
tinggi ketidaksesuaian tersebut maka semakin tinggi pula risiko yang
dihadapi.
Teori
Hasil
Latar belakang
Suatu pеrusahaan dalam mеlakukan aktivitas pеrdagangan disuatu
nеgara harus mеmpеrhatikan situasi monеtеr dan fluktuasi variabеl makro
еkonomi sеpеrti suku bunga, nilai tukar dan inflasi di dalam nеgara
tеrsеbut. Pеrusahaan juga harus mеmpеrhatikan kondisi intеrnal
pеrusahaan sеpеrti lеvеragе. Pеrusahaan manufaktur sub sеktor food and
bеvеragеs mеmpunyai pеrmasalahan pеnting yaitu tеrkait bahan baku.
Sеbagian bеsar pеrusahaan sub sеktor food and bеvеragеs masih
bеrgantung pada bahan baku impor, karеna kеtidaktеrsеdiaannya bahan
baku dalam nеgеri. Pasokan dalam nеgеri yang tеrbatas dapat mеnghambat
pеrusahaan food and bеvеragеs.Pеmеrintah harus bеrupaya untuk
mеngatasi kеtеrsеdiaan bahan baku untuk pеrusahaan. Sеbеnarnya
Indonеsia mеmiliki bahan baku yang dibutuhkan olеh pеrusahaan, tеtapi
masih kurangnya intеgritas hulu kе hilir. Faktor ini yang mеnyеbabkan
pеrusahaan food and bеvеragеs masih bеrgantung pada bahan baku impor.
Pеmbеlian bahan baku impor sangat bеrkaitan dеngan nilai tukar rupiah.
Pеrusahaan food and bеvеragеs masih bеrgantung pada bahan baku impor
yang bеrtransaksi bеrdasarkan nilai tukar rupiah tеrhadap mata uang yang
dituju pеrusahaan. Apabila nilai tukar rupiah mеlеmah tеrhadap nilai mata
uang yang dituju maka pеrusahaan harus mеngеluarkan uang rupiah yang
lеbih banyak, hal ini dapat mеrugikan pеrusahaan.Sеbaliknya, apabila nilai
tukar rupiah mеnguat tеrhadap mata uang yang dituju maka pеrusahaan
mеngеluarkan uang rupiah yang lеbih sеdikit, ini dapat mеnguntungkan
pеrusahaan. Mеnurut Miskhin (2009:111) bahwa kеtika mata uang suatu
nеgara tеraprеsiasi (mеnguat), barang yang dihasilkan olеh nеgara tеrsеbut
di luar nеgеri mеnjadi lеbih mahal dan barang-barang luar nеgеri di nеgara
tеrsеbut mеnjadi lеbih murah (asumsi harga domеstik konstan di kеdua
nеgara) dan sеbaliknya, kеtika mata uang suatu nеgara tеrdеprеsiasi
(mеlеmah), barang-barang nеgara tеrsеbut yang di luar nеgеri mеnjadi
lеbih murah dan barang-barang luar nеgеri di nеgara tеrsеbut mеnjadi
lеbih mahal. Barang dalam nеgеri lеbih murah kеtika kurs rupiah tеrhadap
dolar AS mеlеmah dan sеbaliknya. Barang dalam nеgеri lеbih mahal
kеtika kurs rupiah tеrhadap dollar mеnguat.
Kajian Pustaka
Risiko Inflasi
Pеngеrtian nilai tukar mata uang asing sеcara bеbas dapat diartikan
sеbagai mata uang yang dikеluarkan dan digunakan sеbagai alat
pеmbayaran yang sah di nеgara lain (Bеrlianita, 2005:1). Pеndapat lainnya
harga dimana mata uang suatu nеgara dipеrtukarkan dеngan mata uang
nеgara lain yang disеbut nilai tukar (Puspopranoto, 2004:212). Nilai tukar
mеrupakan salah satu risiko makro еkonomi yang dihadapi olеh
pеrusahaan. Risiko nilai tukar adalah risiko akibat fluktuasi mata uang
domеstik dеngan mata uang nеgara lain. Pada pеnеlitian ini risiko nilai
tukar fluktuasi antara rupiah dеngan dolar AS.
Leverage
Profitabilitas
Mеtode Pеnеlitian
Hasil
Latar belakang
Kаjiаn Pustаkа
Investasi
Risiko Inflasi
Profitablilitas
Metode penelitian
Hasil
Teori
Valuta asing atau valas merupakan mata uang yang dikeluarkan
sebagai alat pembayaran yang sah di negara lain.Valuta asing akan
mempunyai suatu nilai apabila valuta tersebut dapat ditukarkan dengan
valuta lainnya tanpa pembatasan (MSS FEUI). Sedangkan menurut
Hamdy (2010) pengertian valas adalah mata uang asing yang difungsikan
sebagai alat pembayaran untuk membiayai transaksi ekonomi keuangan
internasional dan juga mempunyai catatan kurs resmi pada bank sentral.
Pasar valas adalah suatu mekanisme di mana orang mentransfer daya beli
antarnegara, memperoleh atau menyediakan kredit untuk transaksi
perdagangan internasional dan meminimalkan kemungkinan risiko
kerugian akibat terjadinya fluktuasi kurs mata uang.
Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba. Menurut Kasmir (2008) rasio profitabilitas merupakan
rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencapai keuntungan.
Metode Penelitian
Metode pengolahan dan analisis data penelitian, penulis
menggunakan metode simulasi atas alternatif metode lindung nilai kurs
valuta asing yang tersedia di Indonesia.
Hasil Penelitin
1. Pengelolan Valuta Asing PT Garuda Indonesia (Persero) TbkSebelum
tahun 2014, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk belum memiliki
kebijakan yang berkaitan dengan risiko nilai tukar. Pengelolaan
piutang dan utang dalam valas yang saat ini dijalankan adalah secara
natural (tanpa lindung nilai). Pada tahun 2014, Garuda Indonesia
menandatangani melakukan kontrak cross currency swap (CCS)
dengan Bank Negara Indonesia. CCS ini dirancang sebagai arus kas
lindung nilai yang dapat memitigasi perubahan mata uang fungsional
setara arus kas terkait dengan pinjaman Indonesia Eximbank dalam
mata uang Rupiah akibat perubahan forward rate. Perjanjian ini
berlaku efektif sejak tanggal 9 Mei 2014 sampai dengan 5 Mei 2017,
dimana pada tiap-tiap tanggal pembayaran pokok dan bunga,
Perusahaan akan menerima suku bunga tetap sebesar 9,25% per tahun
atas nilai nosional Rp 500 miliar dan membayar suku bunga tetap
sebesar 2,58% per tahun atas nilai nosional USD 43.241.373.
2. Perkembangan Profitabilitas Khususnya Laba Rugi Selisih Kurs PT
Garuda Indonesia (Persero) Tbk Pada tanggal 31 Desember 2014,
Perusahaan mencatat rugi selisih kurs sebesar US$7.065.398 atau
menurun sebesar US$ 54.994.039 dari tahun sebelumnya rugi selisih
kurs sebesar US$47.928.641. Walaupun secara keseluruhan pada tahun
2014 mengalami kerugian selisih kurs, pemanfaatan cross currency
swap untuk melindungi pembayaran kewajiban hutang kontraktual
(sindikasi bank dan obligasi), 83 perusahaan memperoleh laba selisih
kurs sebesar USD 29.770.
3. Pengelolaan Valuta Asing Terhadap Profitabilitas PT Garuda
Indonesia (Persero) Tbk Metode yang dapat diperhatikan sebagai
alternatif melakukan aktivitas lindung nilai adalah kontrak forward dan
option. Berdasarkan informasi bid, ask dan jangka waktu kontak
forward, maka biaya lindung nilai piutang AUD yang jatuh tempo 1
bulan diperkirakan sebesar 1.68% per tahun dan biaya lindung nilai
utang AUD yang jatuh temponya 1 bulan adalah sebesar 1,66%. Ini
menunjukan bahwa beban kontrak lindung nilai yang dilakukan tidak
lebih besar dari kontrak lindung nilai berdasarkan cross currency swap
yaitu 2% sampai 3%. Namun berbeda dengan biaya lindung nilai
piutang Yen yang jatuh tempo 1 bulan diperkirakan sebesar 4.40% per
tahun dan biaya lindung nilai utang Yen yang jatuh temponya 1 bulan
adalah sebesar 4,18%. Hal ini menyebabkan beban kontrak lindung
nilai lebih besar dari kontrak lindung nilai berdasarkan cross currency
swap. Akan tetapi biaya call option IDR/USD berkisar 3,22% sampai
3,33% lebih besar daripada biaya kontrak lindung nilai cross currency
swap yaitu 2% sampai 3%.
5. PENGARUH NILAI TUKAR TERHADAP EKSPOR INDONESIA
The Influence of Exchange Rate on Indonesia’s Exports Oleh Ari
Mulianta Ginting 2013
Latar Belakang
Perkembangan ekonomi internasional yang semakin pesat,
menyebabkan terjadinya hubungan antar negara yang saling terkait dan
meningkatnya arus perdagangan barang maupun uang serta modal antar
negara. Diantara negara-negara ASEAN, Vietnam memiliki indeks ekspor
tertinggi, sedangkan Filipina memiliki indeks ekspor terendah. Sementara
itu nilai indeks ekspor Indonesia berada di tengah-tengah antara Malaysia
dan Singapura, dengan nilai indeks ekspor tahun 2010 sebesar 241,3.
Dengan semakin meningkatnya perkembangan ekspor, maka hubungan
perdagangan antara Indonesia dengan negara-negara lain baik secara
langsung maupun tidak langsung berdampak pada perubahan indikator
makro suatu negara. Apalagi dengan diberlakukannya sistem nilai tukar
mengambang bebas (freely floating system) yang dimulai sejak Agustus
1997, maka posisi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing ditentukan
oleh mekanisme pasar.
Perubahan manajemen yang drastis ini berawal dari kondisi
moneter yang berubah pada saat memasuki pertengahan tahun 1997
(Goeltom dan Suardhani, 1997). Rupiah mendapatkan tekanan-tekanan
depresiatif yang sangat besar diawali dengan krisis nilai tukar di Thailand
dan menyebar ke Negara ASEAN lainya. Nilai tukar rupiah secara
simultan mendapatkan tekanan yang cukup berat karena besarnya capital
outflow akibat hilangnya kepercayaan investor asing terhadap prospek
perekonomian Indonesia. Tekanan terhadap nilai tukar tersebut diperberat
lagi dengan semakin maraknya kegiatan spekulatif buble, sehingga sejak
krisis berlangsung nilai tukar sempat mengalami depresiasi hingga
mencapai 75% (Goeltom, 1998). Perubahan nilai tukar dapat mengubah
harga relatif suatu produk menjadi lebih mahal atau lebih murah, sehingga
nilai tukar terkadang digunakan sebagai alat untuk meningkatkan daya
saing (mendorong ekspor). Perubahan posisi ekspor inilah yang kemudian
berguna untuk memperbaiki posisi neraca perdagangan. Pemahaman
mengenai hubungan antara nilai tukar dengan neraca perdagangan maupun
output merupakan hal yang penting bagi pengambil kebijakan ekonomi.
Teori
Nilai tukar mata uang suatu Negara dibedakan atas nilai tukar
nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal merupakan harga relatif
mata uang dua negara. (Mankiw, 2003:127).
Misalnya, USD 1 bernilai seharga Rp 9.500,- di pasar uang. Sedangkan
nilai tukar riil berkaitan dengan harga relatif dari barang-barang di antara
dua negara. Nilai tukar riil menyatakan tingkat, dimana pelaku ekonomi
dapat memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-
barang dari negara lain. Nilai tukar riil di antara kedua mata uang kedua
negara dihitung dari nilai tukar nominal dikalikan dengan rasio tingkat
harga di kedua negara tersebut.
Metode Penelitian
Kajian ini menggunakan data sekunder berupa data time series
dengan metode analisis yang digunakan berupa analisis time series dengan
pendekatan Model Koreksi Kesalahan (Error Correction Model: ECM).
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Eviews 6.0.
Hasil Penelitian
Pertama, ekspor Indonesiadari berbagai sektor dari tahun
2005sampai tahun 2012 secara keseluruhan menunjukkan perkembangan
tren yang positif, walaupun pada tahun 2008-2009 serta tahun 2012
menujukkan terjadinya penurunan ekspor Indonesia. Demikian pula halnya
dengan ekspor ke negara tujuan utama ekspor barang dan jasa Indonesia
secara keseluruhan menunjukkan tren positif dengan Negara tujuan utama
yaitu negara-negara ASEAN, Eropa, dan Amerika. Namun pada tahun
2008-2009 serta tahun 2012 telah terjadi penurunan ekspor Indonesia.
Kedua, berdasarkan hasil analisis regresi jangka panjang ternyata
nilai tukar memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap ekspor
Indonesia. Hal ini menunjukkan semakin kuatnya nilai tukar (apresiasi)
akan menyebabkan semakin menurunnya ekspor Indonesia. Demikian pula
halnya dengan PDB yang memiliki pengaruh yang positif dan signifikan
terhadap ekspor. Hal ini menunjukkan semakin tingginya pertumbuhan
ekonomi Indonesia semakin meningkat kinerja ekspornya.
Ketiga adalah dalam jangka pendek nilai tukar memiliki pengaruh
yang negative dan signifikan terhadap ekspor Indonesia. Koefisien ECT
menghasilkan tanda negatif dan signifikan yang mengandung arti bahwa
konvergensi variabel ekspor untuk menuju keseimbangan terjadi jika
terjadi shock dalam perekonomian.
6. PENGARUH JUMLAH PRODUKSI, TENAGA KERJA DAN KURS
VALUTA ASING TERHADAP EKSPOR PERHIASAN PERAK DI
KABUPATEN GIANYAR Oleh Kadek Julia Lestari dan I G A P
Wirathi 2016
Latar Belakang
Kerajinan perak Bali pada masa sekarang dapat dilihat dari bentuk
dan jenis beragam, memiliki makna simbolis, sintetis, ekonomis dan sosial
budaya. Pada masa sekarang hampir di sepanjang jalan di Desa Celuk akan
dijumpai pengrajin perhiasan perak. Hasil kerajinan perak di Desa Celuk
Kabupaten Gianyar mempunyai kualitas tinggi, yang dapat memproduksi
dalam jumlah besar yang dikerjakan oleh hampir semua penduduk
setempat baik skala lokal, nasional maupun internasional. Kerajinan perak
antara lain cincin, gelang, kalung, antinganting, bross maupun perhiasan
lain. Barang cendramata dari emas maupun perak seperti patung, sendok,
garpu adalah komoditi ekspor. Jumlah produksi, tenaga kerja, dan kurs
valuta asing memiliki hubungan yang erat dengan kegiatan ekspor.
Kegiatan ekspor perak dipengaruhi dengan adanya kurs valuta asing.
Ketika terjadi peningkatan nilai kurs dollar, volume ekspor meningkat.
Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing mengakibatkan
meningkatnya biaya impor bahan-bahan baku produksi. Meskipun nilai
tukar yang menurun, hal ini mendorong perusahaan melakukan ekspor
(Sukirno, 2002).
Teori
Amir (2003 : 1) menyatakan bahwa ekspor ialah upaya penjualan
komoditi yang dimiliki kepada negara asing, pembayaran dalam bentuk
valuta asing, dan berkomunikasi menggunakan bahasa asing. Menurut
Dini Ayu Noviangsih (2011)
kegiatan ekspor sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi penduduk
tersebut yang akan secara langsung meningkatkan penerimaan dalam
pendapatan suatu negara. Menurut Suci Endang (2000) mengenai
pengaruh jumlah tenaga kerja, produksi terhadap ekspor bahwa semakin
meningkatnya jumlah tenaga kerja maka produksi yang dihasilkan suatu
perusahaan akan semakin meningkat maka jumlah ekspor produksi
tersebut juga akan meningkat.
Menurut Anita Faiziah (2014) pada kondisi normal terdapat teori
ekonomi klasik yang berlaku dimana pertumbuhan jumlah tenaga kerja
dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu daerah, sehingga apabila
jumlah tenaga kerja yang terserap pada suatu daerah tinggi maka
perekonomian daerah tersebut akan tinggi pula. Namun hal tersebut tidak
sepenuhnya berlaku mengingat terjadinya beberapa hal yang tidak sesuai
dengan keadaan normal.
Metode penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Celuk Kabupatan Gianyar
Provinsi Bali yang mempunyai usaha pengrajin pehiasan perak. Desa
Celuk terdapat di Kecamatan Sukawati Kabupaten Gianyar, Bali. Dalam
hal ini dipilih lokasi di Desa Celuk Kabupaten Gianyar dikarenakan
sebagian besar pengrajin perhiasan perak di Kabupaten Gianyar perak
terletak di Desa Celuk. Objek penelitian ini difokuskan pada faktor jumlah
produksi, tenaga kerja, dan kurs valuta asing yang mempengaruhi kegiatan
ekspor perhiasan perak di Desa Celuk Kabupatan Gianyar Provinsi Bali.
Data yang digunakan ialah data kuantitatif dan data kualitatif. Data
kuantitatif dalam penelitian ini ialah jumlah tenaga kerja kurs valuta asing,
dan jumlah ekspor perhiasan perak di Desa Celuk Kabupaten Gianyar
Provinsi Bali. Data kualitatif dalam penelitian ini ialah keterangan
mengenai bagaimana kegiatan produksi dan ekspor perhiasan perak di
Kabupaten Gianyar Provinsi Bali. Penelitian ini bersumber dari data
sekunder.
Hasil Penelitian
1. Secara simultan variabel jumlah produksi, tenaga kerja dan kurs valuta
asing berpengaruh signifikan terhadap ekspor perhiasan perak di
Kabupaten Gianyar dengan R² sebesar 0,530 yang memiliki arti bahwa
secara statistik 53 persen dari variabel ekspor perhiasan perak di
Kabupaten Gianyar dipengaruhi faktor jumlah produksi, tenaga kerja,
dan kurs valuta asing, sedangkan sisanya sebesar 47 persen
dipengaruhi oleh variabel-variabel lainnya.
2. Secara parsial variabel jumlah produksi berpengaruh positif dan
signifikan terhadap ekspor perhiasan perak di Kabupaten Gianyar,
sedangkan variable tenaga kerja dan kurs valuta asing tidak
berpengaruh signifikan terhadap ekspor perhiasan perak di Kabupaten
Gianyar.
3. Jumlah produksi merupakan variabel yang berpengaruh dominan
terhadapekspor perhiasan perak di Kabupaten Gianyar.
7. ANALISIS FLUKTUASI VALUTA ASING RP/USD
PENGARUHNYA TERHADAP VOLUME EKSPOR DI SULAWESI
UTARA Oleh: Trivena Fristy Bakampung
Latar Belakang
Sumber Data
Model Analisis
Model analisis yang digunakan dalam skripsi ini adalah model
regresi sederhana dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Model ini
akan memperlihatkan hubungan dan pengaruh antara variabel bebas dan
variabel terikat. Ekspor merupakan variabel terikat sedangkan fluktuasi
valuta asing, dinyatakan sebagai variabel bebasnya.
Kesimpulan
Latar Belakang
Metodologi
Kesimpulan
Latar Belakang
Teori
Metode Penelitian
Hasil
Latar Belakang
Teori
Bursa atau pasar valuta asing diartikan sebagai suatu tempat atau
wadah atau sistem dimana perorangan, perusahaan, dan bank dapat
melakukan transaksi keuangan internasional dengan jalan melakukan
pembelian atau permintaan (demand) dan penjualan atau penawaran
(supply) atas valas atau forex (Hady, 1999:16). Menurut Salvatore
(1997:2), pasar valuta asing (foregin exchange market) adalah sebuah
pasar atau tempat pertemuan di mana individu, perusahaan, dan kalangan
perbankan mengadakan jual beli mata uang dari berbagai negara atau
valuta-valuta asing lain.
Pada dasarnya ada beberapa peranan pasar valuta asing bagi para
pelaku pasar valuta asing (dalam Adhiningtia, P. 2002 ), yaitu: (1)
Menyediakan transfer daya beli. Transfer daya beli sangat diperlukan
terutama dalam perdagangan internasional dan transaksi modal yang
biasanya melibatkan pihak-pihak yang tinggal di negara yang memiliki
mata uang yang berbeda. Biasanya setiap pihak bertahan untuk
menggunakan mata uangnya sendiri meskipun transaksi dagang atau
modal dapat dilakukan dengan mata uang lainnya. Dengan demikian maka
bursa valuta asing ini menyediakan mekanisme untuk melaksanakan
transfer daya beli tersebut. (2) Menyediakan fasilitas kredit. Pengiriman
barang antarnegara dalam perdagangan internasional membutuhkan waktu,
oleh karena itu harus ada suatu cara untuk membiayai barang-barang
dalam perjalanan pengiriman tersebut termasuk setelah barang sampai ke
tempat tujuan yang biasanya memerlukan beberapa waktu untuk
kemudian dijual kepada pembeli. Pasar valuta asing menyediakan sumber
kredit ketiga. Instrumen-instrumen khusus seperti banker’s acceptance dan
L/C dapat digunakan untuk membiayai perdagangan. (3) Memberikan
fasilitas untuk mengurangi risiko valuta asing. Apabila terjadi sebuah
perdagangan antara dua negara dan dalam transaksi tersebut keduanya
tidak akan bersedia mengambil risiko terhadap fluktuasi kurs. Kedua-
duanya mengharapkan memperoleh keuntungan dalam kondisi normal dari
kemungkinan risiko yang diperkirakan misalnya terjadi perubahan kurs
secara tiba-tiba sehingga mempengaruhi besarnya keuntungan yang telah
diperkirakan. Pelaku pasar valuta asing ada 3, yaitu individu, institusi, dan
pialang pasar valuta asing.
Metode Penelitian
Hasil