Kelas :B
13.1 Pendahuluan
Perkembangan aliran modal asing dicatat pada neraca modal dan finansial dalam
statistik neraca pembayaran. Neraca modal mencakup transfer modal, misalnya
dari penghapusan utang luar negeri, dan perolehan aset non-keuangan, seperti hak
cipta dan goodwill. Sementara itu, neraca finansial terdiri dari tiga komponen,
yaitu: penanaman modal asing (PMA), portofolio investasi (PI), dan investasi
lainnya (OI). PMA dapat berupa barang maupun dana (modal dan utang) sebagai
penyertaan ke dalam suatu perusahaan di negara lain. Pl dapat berupa pembelian
oleh investor asing atas saham dan sekuritas utang (obligasi dan instrumen pasar
uang) di pasar keuangan. Sementara itu, OI mencakup trade credits, pinjaman luar
negeri, deposito, hutang piutang lainnya yang umumnya dilakukan melalui
perbankan dan lembaga keuangan lain.
Teori Neo-klasik lebih tepat untuk menganalisis aliran modal asing yang mampu
meningkatkan produktivitas dan umumnya berjangka panjang, seperti PMA dan
utang LN jangka panjang. Sementara itu, aliran modal asing jangka pendek
umumnya lebih didasarkan pada tingkat imbal hasil dan resiko dari suatu
investasi.
Dari teori Markowitz yang menghasilkan Efficient Frontier dapat dilihat bahwa
portofolio investasi internasional dapat memberikan keuntungan diversifikasi
yang lebih besar daripada hanya aset keuangan di negaranya sendiri. Karena itu,
untuk mengoptimalkan tingkat hasil portofolio, investor akan memasukkan pula
aset keuangan negara EMEs yang mempunyai imbal hasil dan risiko yang tidak
berkorelasi dengan aset keuangan negara investor (negara maju). Seberapa besar
timbangan antara imbal hasil dan nilai tukar akan tergantung dari motif investor.
Dari pull factors, pertumbuhan ekonomi domestik sebagai faktor yang paling
penting bagi masuknya PMA. Sementara itu, indikator imbal hasil aset di pasar
keuangan (seperti suku bunga dan dividen) bukan merupakan faktor yang penting
karena sifat investasi PMA yang jangka panjang. Justru, aspek tata kelola seperti
iklim investasi, kepastian hukum dan stabilitas politik merupakan faktor penarik
PMA yang signifikan. Demikian pula, stabilitas nilai tukar merupakan faktor
penarik PMA yang penting.
Untuk investasi portofolio ke negara EMEs, pengaruh push factors lebih dominan
Semua studi membuktikan bahwa investasi portofolio saham dan obligasi ke
negara EMEs sangat dipengaruhi secara negatif dan segera oleh perubahan
persepsi risiko global, seperti diukur dengan VIX atau CDS spread.. Dari pull
factors, hampir semua studi membuktikan bahwa kinerja pertumbuhan ekonomi
domestik sebagai faktor penting, meskipun elastisitasnya berkurang pada data
frekuensi tinggi. Demikian pula, indikator imbal hasil sebagai faktor penarik yang
sangat penting, khususnya imbal hasil saham dan obligasi. Indikator suku bunga
kebijakan moneter tidak selalu ditemukan sebagai faktor penting karena
pengaruhnya telah ditangkap melalui obligasi dan harga saham, kecuali dalam
periode perubahan stance kebijakan moneter (Ahmed and Zlate 2013), sementara
volatilitas nilai tukar ril berpengaruh negatif (World Bank 1997; Back 2006).
Indikator kerentanan eksternal juga berpengaruh negatif, tercermin pada indikator
rasio utang LN terhadap PDB (World Bank, 1997) dan sovereign credit rating
(Kim and Wu, 2008).
Pengamatan kritis atas aliran modal asing antarnegara yang kontradiksi dengan
penjelasan Teori Neo-Klasik di atas yang kemudian dikenal dengan Lucas
Paradox’. Bahwa globalisasi dan integrasi keuangan antarnegara tidak selalu
memberikan manfaat diangkat oleh Lucas , bagi kinerja ekonomi negara
berkembang dan negara EMEs maupun perekonomian global. Artinya, modal
mengalir dari negara miskin ke negara kaya, bukan ‘ke bawah’ tetapi malah ‘ke
atas’. Tetapi banyak negara maju yang juga mengalami defisit dan banyak pula
negara EMES yang surplus. Fenomena ini bukan hal yang baru karena pola serupa
terjadi pada 1980-an.
Prasad et al. menganalisis aliran modal asing dan pola pertumbuhan ekonomi di
59 negara berkembang selama periode 1970-2004. Dalam periode ini, banyak
negara maju yang mengalami defisit transaksi berjalan sementara banyak negara
berkembang dan negara EMES mengalami surplus. Artinya, bertolak belakang
dari prediksi teori Neo- Klasik di atas, negara berkembang dan EMES yang lebih
menggantungkan pada aliran modal asing tidak tumbuh lebih cepat dalam jangka
panjang.
Selama periode 1970-2004 besarnya aliran modal asing secara netto ke kelompok
negara dengan pertumbuhan ekonomi tinggi ternyata lebih kecil dibandingkan
dengan kelompok negara yang berpendapatan rendah dan sedang.
Meskipun sejumlah teknologi dapat diakses oleh berbagai negara, hambatan untuk
penerapan ataupun efisiensi penggunaan teknologi dimaksud dapat berdampak
besar terhadap tingkat hasil dari suatu penanaman modal.
Volatilitas arus modal, khususnya portofolio investasi dan utang luar negeri
jangka pendek, dapat menimbulkan risiko terhadap menjaga stabilitas mata uang,
sistem keuangan, dan keseluruhan makroekonomi. Penularannya bisa dilakukan
melalui beberapa saluran. Aliran modal asing secara langsung mempengaruhi
penawaran dan permintaan di pasar valuta asing sehingga fluktuasi aliran modal
akan berdampak langsung pada fluktuasi nilai tukar. Aliran modal dari portofolio
investasi juga berdampak pada pergerakan harga aset keuangan dalam negeri, baik
harga saham maupun imbal hasil obligasi. Demikian pula dampak likuiditas
terhadap aliran modal yang tidak stabil akan menimbulkan risiko terhadap
likuiditas dan kemampuan perbankan dalam menyalurkan kredit ke dalam
perekonomian. Yang tidak kalah pentingnya, volatilitas arus modal dan perilaku
pengambilan risiko investor internasional dapat meningkatkan risiko sistemik
dalam sistem keuangan domestik.
Dalam studi lain, Caporales, et al. (2015) memberikan temuan empiris pengaruh
aliran portofolio saham dan obligasi terhadap volatilitas nilai tukar di negara
EMEs. Studi didasarkan pada data bilateral bulanan antara AS dengan negara
EMES dan berkembang di Asia (India, Indonesia, Korea Selatan, Pakistan, Hong
Kong, Thailand, Philipina, dan Taiwan) untuk periode 1993: 01-2012: 11.
Hasilnya menunjukkan bahwa aliran portofolio ini meningkatkan volatilitas nilai
tukar. Lebih lanjut, dengan model transisi Markov, penelitian ini juga
menunjukkan bahwa net capital inflow pada portofolio saham (obligasi)
menentukan nilai tukar pada saat volatilitas tinggi (rendah). Secara khusus, arus
masuk obligasi meningkatkan kemungkinan volatilitas nilai tukar tetap rendah di
Pakistan, Thailand, dan Filipina, sementara di Indonesia nilai tukar cenderung
tetap sangat fluktuatif. Pada saat yang sama, arus investasi saham meningkatkan
kemungkinan terjadinya volatilitas nilai tukar yang tinggi di India, india, Korea
Selatan, Hong Kong, dan Taiwan. Bukti empiris dari penelitian ini mendukung
hipotesis pencarian keuntungan dari perilaku investor internasional dan dengan
demikian, pengelolaan arus masuk portofolio asing dapat menjadi alat yang
efektif untuk menstabilkan penentuan nilai tukar.
Ananchotikul and Zhang (2014) juga melakukan studi pengaruh aliran portofolio
dan perilaku risiko global terhadap harga aset di 17 negara EMES dengan
menggunakan data mingguan aliran portofolio dari Emerging Portofolio Fund
Research (EPFR) selama periode awal 2013 hingga Februari 2014. Persepsi risiko
global diukur dengan indeks VIX sementara harga aset mencakup imbal hasil
saham, yield obligasi, dan nilai tukar. Tiga temuan penting dapat
dikemukakan dari studi ini.
Secara keseluruhan, studi ini menegaskan bahwa trilema ini tetap berharga
sebagai panduan kerangka kebijakan moneter di perekonomian terbuka. Pertama,
terdapat bukti bahwa sistem nilai tukar tetap menciptakan hubungan yang lebih
kuat antara suku bunga domestik dan suku bunga negara pembanding
dibandingkan sistem nilai tukar tidak tetap. Suku bunga negara referensi bereaksi
lebih cepat dan memiliki hubungan jangka panjang yang lebih kuat dengan suku
bunga negara pembanding. Kedua, dengan melonggarnya kontrol aliran modal
asing, otonomi kebijakan moneter negara-negara dengan rezim yang tetap telah
berkurang. Pada saat yang sama, negara-negara yang tidak terikat memiliki
otonomi yang semakin besar, terutama di era pasca-Bretton Woods, bahkan dalam
kondisi pertukaran bebas. Ketiga, dalam praktiknya, negara-negara yang
menganut rezim tetap tidak selalu menjaga nilai tukarnya tetap pada tingkat
tertentu karena devaluasi atau mempertahankan amplitudo nilai tukar.
Sebaliknya, negara-negara yang tidak menetapkan nilai tukarnya tidak selalu
membiarkan nilai tukarnya mengambang bebas dan seringkali mengikuti negara
pembanding dalam menentukan tingkat suku bunga nasional.
Perbandingan beberapa periode sebelum krisis Asia 1997/98 dengan masa transisi
dan penerapan I TF TF sampai setelahnya Krisis tahun 2000an tanggal 9 Agustus
menunjukkan bahwa indeks (level) otonomi kebijakan moneter terus meningkat
(menurun). Demikian pula dengan struktur nilai tukar yang juga relatif terjaga
dengan baik, meskipun pada tingkat yang lebih tidak stabil dibandingkan periode
sebelum krisis Asia tahun 1997/98 sesuai ketentuan Kebijakan Nilai Tukar.
sistem nilai tukar yang lebih fleksibel. Di sisi lain, indeks integrasi keuangan
mengalami penurunan. Pengamatan ini menunjukkan bahwa untuk meningkatkan
otonomi kebijakan moneter, Bank Indonesia harus menstabilkan nilai tukar
dan/atau mengelola aliran modal asing.
Kaidah yang disesuaikan tersebut merupakan format rule yang menarik karena
memperhitungkan fleksibilitas dari peran nilai tukar (enhanced rule). Walaupun
terdapat ketidakyakinan akan penggunaan format tersebut, yang dianggap tidak
konsisten dengan substansi dasar ITF, beberapa pengamatan empiris untuk
perekonomian dengan karakteristik exchange rate pass-through yang cukup besar
serta perkembangan inflasi yang relatif tinggi dan tidak stabil menunjukkan
kelayakan penggunaan enhanced rule ini (Edwards, 2006). Sejalan dengan
pandangan tersebut, Bask (2006) secara teknis juga menyimpulkan bahwa untuk
kasus small open economy penambahan variabel nilai tukar dalam desain Taylor
rule sangat memungkinkan untuk dicapainya kestabilan sistem, sepanjang data
yang digunakan dalam rule tersebut adalah data bersifat contemporaneous.
Apabila terdapat lagged yang data maka penambahan tersebut tidak perlu
dilakukan.
Hasil penaksiran kedua persamaan di atas menyimpulkan tiga hal. Pertama,
meskipun menghasilkan koefisien determinasi (R-squared) yang berbeda yaitu
90% untuk aturan sederhana dan 98% untuk aturan yang diperbaiki, secara umum
kita dapat menyimpulkan bahwa perilaku kedua aturan tersebut dapat dijelaskan
dengan cukup jelas oleh data. . Pengaruh variabel independen mempunyai arah
yang sesuai dengan prediksi teoritis dan signifikan secara statistik.
Transparan dan targeted: yaitu harus terbuka dan jelas agar tidak menimbulkan
distorsi dan ekspetasi publik yang keliru, serta perlunya evaluasi dan dimonitor
dengan baik.
Temporer: yaitu dapat mengatasi masalah sesuai keadaan.
Tidak diskriminatif: tidak membedakan antara penduduk dan bukan penduduk.
Kesimpulan
Besarnya manfaat dan risiko dari aliran modal akan sangat tergantung pada kondisi
spesifik masing-masing negara. Ketahanan makroekonomi, khususnya inflasi yang
rendah, transaksi berjalan yang terkendali, defisit fiskal yang terjaga, dan sektor
keuangan khususnya perbankan yang sehat, sangat penting. Respons kebijakan
makroekonomi, baik dari sisi moneter maupun fiskal, yang tepat sangat diperlukan
untuk memastikan fundamental ekonomi domestik tetap terjaga, serta kebijakan
reformasi struktural, termasuk iklim investasi, peningkatan produktivitas dan daya
saing termasuk teknologi dan modal manusia, serta penguatan kelembagaan
pemerintahan dan korporasi, sangat diperlukan. Suatu bauran antara kebijakan
suku bunga, stabilitas nilai tukar, dan manajemen aliran modal dapat memberikan
hasil yang lebih baik bagi stabilitas moneter dan sistem keuangan.
Aliran modal asing juga berdampak pada kondisi likuiditas dan pertumbuhan
kredit perbankan. Perilaku risiko global juga sangat berpengaruh pada volatilitas
aliran modal dan perilaku perbankan dan pasar keuangan domestik. Stabilitas
moneter dan stabilitas sistem keuangan dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi
dan keuangan global. Karenanya, integrasi kebijakan moneter dan kebijakan
makroprudensial semakin penting untuk memperkuat ketahanan moneter dan
sistem keuangan dalam menghadapi semakin terintegrasinya keuangan global.
Kelebihan
Kelebihan dari buku ini yaitu sudah sangat jelas dalam menjelaskan bagaimana
kebijakan moneter dan aliran modal asing. Didukung dengan penjelasan dinamika
aliran modal asing dan kebijakan moneter di Indonesia serta beberapa contoh
penerapan prinsip mengenai aliran modal asing seperti di negara Brazil dan
Columbia, Korea, dan Kroasia.
Kekurangan
Kekurangan dari buku ini yaitu kata atau kalimat yang digunakan bersifat ilmiah
yang sebagian tidak dimengerti oleh masyarakat awam serta terdapat rumus-
rumus yang hanya dijelaskan sekilas sehingga sulit untuk dimengerti.