Manajemen
Keuangan
Internasiona
l
International Financial
Market dan Exchange
Rate Determination
Market
02
Ekonomi dan Bisnis Manajemen 84076 Agus Herta Sumarto, S.P., M.Si.
Abstract Kompetensi
Modul ini menjelaskan bagaimana Mampu memahami dan menjelaskan
terbentuknya nilai tukar valas beserta terbentuknya nilai tukar valas beserta
dengan faktor-faktor yang dengan faktor-faktor yang
memengaruhinya memengaruhinya
Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali
mengalami tren pelemahan. Bahkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sudah menembus
angka Rp14.100 per dolar dan sepertinya belum menunjukkan adanya tanda-tanda
penguatan.
Kondisi ini tentu kembali memunculkan pertanyaan di ruang publik, “apa yang terjadi di balik
pelemahan nilai tukar rupiah sehingga rupiah terus terpuruk?”
Sebagai suatu komoditas, pelemahan nilai tukar rupiah merupakan suatu hal yang wajar
sepanjang terjadi dalam rentang nilai dan rentang waktu kewajaran. Dalam era ekonomi
terbuka seperti sekarang ini, sekuat apapun nilai mata uang suatu negara pasti akan terkena
dampak guncangan (shock) baik guncangan yang berasal dari faktor eksternal maupun
faktor internal.
Ekses dan magnitude dari guncangan tersebut akan dipengaruhi oleh seberapa banyak dan
seberapa besar guncangan yang terjadi yang menghantam nilai mata uang tersebut. Selain
itu, ekses dan magnitude dari guncangan akan dipengaruhi juga oleh kekuatan mata uang
negara yang bersangkutan.
Jika fundamental ekonomi negara yang bersangkutan kuat maka nilai mata uangnya
cenderung tahan banting.
Jika ditelaah lebih mendalam, tekanan yang dialami oleh mata uang rupiah beberapa hari
belakangan ini merupakan tekanan ganda yang berasal dari faktor eksternal dan internal
sekaligus. Oleh karena itu, pemerintah beserta otoritas kebijakan moneter dalam hal ini
Bank Indonesia (BI) sepertinya sedikit kesulitan untuk mengendalikan pelemahan nilai tukar
rupiah ini khususnya terhadap mata uang dolar AS.
Menurut Hady (1999) dalam Purnomo (2002) dijelaskan bahwa ada beberapa system yang
dianut oleh berbagai negara dalam menentukan nilai tukar mata uangnya. Berdasarkan
perkembangan Sistem Moneter Internasional (SMI), sejak diberlakukannya Bretton Woods
System (1944) pada umumnya ada beberapa macam sistem penentuan kurs valuta asing,
yaitu :
Sistem Kurs Tetap / Stabil ( Fixed Exchange Rate System ).
Sistem Kurs Mengambang / berubah ( Floating Exchange Rate System ), terbagi
menjadi 2 jenis, yaitu :
o Freely Floating Rate / Clean Float.
o Managed Float / Dirty Float.
Sistem Kurs Terkait ( Pegged Exchange Rate System ).
Ketiga jenis sistem penentuan kurs valas ini masih ada yang menggunakannya atau sudah
berubah menjadi sistem kurs mengambang.
Sistem ini diciptakan berdasarkan perjanjian Bretton Woods yang telah melahirkan lembaga
moneter internasional atau International Monetary Funds (IMF) atau Dana Moneter
Internasional.
Berdasarkan Article of Agreement tentang IMF yang berlaku efektif sejak tanggal 1 Maret
1947 sampai 15 Agustus 1971 (dekrit Nixon) telah ditetapkan SMI dengan ketentuan
sebagai berikut :
1. SMI didasarkan pada standar emas.
Maksudnya : setiap mata uang anggota IMF dikaitkan dan konvertibel dengan emas
(gold exchange standard)
Uang Dollar AS senilai $ 35 1 ounce ( 28,3496 gram emas )
$1 28,3496 / 35 gram emas
2. Sistem nilai tukar (foreign exchange rate) antar anggota IMF harus stabil
3. Kurs nilai tukar hanya boleh berfluktuasi atau bervariasi antara 1 – 2,5 % diatas atau
dibawah kurs resmi
4. Setiap anggota pada prinsipnya dilarang menggunakan kebijakan devaluasi, yaitu
penurunan nilai mata uangnya terhadap valas untuk memperbaiki posisi atau
mengatasi defisit BOP
5. Anggota IMF yang mengalami kesulitan BOP dapat menerima bantuan IMF berupa
SDR (Special Drawing Right). SDR adalah uang kertas emas yang dikeluarkan IMF
tahun 1969 sebagai reserve currency dan likuiditas internasional.
Pada tgl 19 Maret 1973, mulai berlaku sistem kurs mengambang (generalized floting),
karena negara anggota European Community memberlakukan mata uang mereka dengan
kurs mengambang terhadap USD.
Floating Exchange Rate adalah sistem kurs mengambang yang ditetapkan melalui
mekanisme kekuatan permintaan dan penawaran pada bursa valuta asing.
Sistem kurs mengambang ini dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
Freely Floating Rate / Clean Float.
Sistem kurs mengambang terkendali ini digunakan oleh negara saat ini, termasuk
Indonesia. Secara grafis mekanisme sistem kurs tersebut adalah sbb :
9.000
8.000
7.000
Ddc D’fc
D’dc Dfc
QRp(-) (+) Q$
Rp Rp Rp 0 $ $ $
Keterangan :
Q Rp = Kuantitas Sfc & Dfc = Supply & Demand Foreign
Rp Currency
Q$ = Kuantitas $ Sdc & Ddc = Supply & Demand Domestic
Currency
Sistem nilai tukar ini ditetapkan dengan cara mengaitkan nilai tukar mata uang suatu
negara dengan nilai tukar mata uang negara lain atau sejumlah mata uang tertentu.
Sistem kurs ini pernah diterapkan oleh beberapa negara Afrika yang mengaitkan
dengan mata uang Perancis (FRF), ada lagi yang mengaitkannya dengan GBP, USD
& SDR.
Di negara Eropa (MEE), April 1972 juga menerapkan sistem kurs ini dikenal dengan
“snake system” yang mulai berkembang menjadi “ European Monetary System
(EMS).
Contoh:
Kurs tengah DEM = 6,90 ECU
Kurs tengah FRF = 2,06 ECU
6,90
Kurs tengah antara DEM & FRF = / 2,06 = 3,35
Sehingga, jika fluktuasinya dalam batas 2,25 % di atas / di bawah kurs tengah. Maka
upperlimit dan lowerlimit FRF/DEM adalah :
Upper limit FRF/DEM = Central rate x ( 1 + 0,0225 )
= 3,35 x 1,0225 = 3,425
Lower limit FRF/DEM = Central rate x ( 1 – 0,0225 )
= 3,35 x 0,9775 = 3,275
Salah satu variasi dari pegged exchange rate dikenal dengan Currency Board System
(CBS). Dilakukan CBS dengan cara mengaitkan dan menetapkan nilai tukar tetap antara
mata uang suatu negara dengan hard currency tertentu yang didasarkan pada jumlah
mata uangnya yang beredar dan cadangan devisa yang dimilikinya (berupa hard
currency).
Faktor atau kondisi yang bisa mempengaruhi fluktuasi kurs valas terdapat 7 macam, yaitu :
Sfc X bj
A2 S’fc Cm
Rp.5.500/USD
Rp.5.000/USD A1
Rp.4.500/USD A3
D’fc
M bj
‘1 Nama Mata Kuliah dari Modul Cx
3 9 Dosen Pengampu
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Dfc
X bj
Keterangan :
QUSD = kuantitas USD
Sfc = supply foreign currency
Dfc = demand foreign currency
Xbj = ekspor barang & jasa
Mbj = impor barang & jasa
Cm = capital impor
Cx = capital ekspor
Posisi ( saldo dR ) dalam BOP dapat mempengaruhi kurs valas, karena alasan
berikut ini :
Bila posisi saldo dR (+) supply valas > demand valas
( Sfc > Dfc atau Ddc > Sdc )
untuk periode tsb, sehingga
menimbulkan efek atau sentimen (+)
3. Tingkat Inflasi.
Bagaimana tingkat inflasi dapat mempengaruhi kurs valas dapat dilihat pada grafik
berikut ini :
S’
S
JPY 110/USD
JPY 105/USD
JPY 100/USD
D’
D
USD USD Q USD
Keterangan :
JPY JPY
Keadaan awal : Kurs valas /USD = 100/USD
Asumsi : inflasi di USA ( + 5 % )
: inflasi di Jepang ( 1 % )
: barang yg dijual di USA & Jepang sama dan bisa substitusi
4. Tingkat bunga.
Pengaruh tingkat bunga terhadap kurs valas digambarkan pada grafik pada halaman
berikut ini :
Keterangan:
Pemerintah Jerman perlu dana besar untuk membangun wilayah eks Jerman Timur.
Karena permintaan dana besar tersebut , Jerman menaikkan tingkat bunga untuk
menarik modal L.N ke Jerman terutama dari USA.
Banyaknya valas (USD) yang akan masuk ke Jerman akan menyebabkan
peningkatan permintaan DEM dan penawaran USD sehingga kurs valas berubah
dari DEM 2.00 /USD - DEM
1.90 /USD
5. Tingkat pendapatan.
Rp.5.500/USD
Rp.5.000/USD
D’
D
6. Pengawasan pemerintah.
Biasanya pengawasan pemerintah untuk tujuan tertentu mengakibatkan pengaruh
kurs valas terjadi, seperti dalam bentuk kebijaksanaan moneter, dan perdagangan
L.N.
Contohnya :
Pengawasan lalu lintas devisa
Peningkatan trade barier
Pengetatan uang beredar
Penaikan tingkat bunga
Daftar Pustaka
Hady, Hamdy. 1999. Ekonomi Internasional:Teori dan Kebijakan Keuangan
Internasional. Jakarta: Ghalia Indonesia