Anda di halaman 1dari 41

FIQH IBADAH

***
THAHARAH
1. Thaharah
Thaharah menurut bahasa artinya “bersih”. Sedangkan
menurut istilah syara’ thaharah adalah bersih dari hadas dan
najis.
2. Najis
Najis menurut bahasa adalah sesuatu yang menjijikkan,
sedangkan menurut istilah adalah sesuatu yang haram seperti
perkara yang berwujud cair (darah, muntah muntahan dan
nanah), setiap perkara yang keluar dari dubur dan qubul
kecuali mani.
a. Najis mugallazah (tebal), yaitu najis anjing. Benda yang
terkena najis ini hendaklah dibasuh tujuh kali, satu kali
di antaranya hendaklah dibasuh dengan air yang dicampur
dengan tanah.
b. Najis mukhaffafah (ringan), misalnya kencing anak Iaki-Iaki
yang belum memakan makanan apa-apa selain susu ibu saja
c. Najis Mutawassitah (pertengahan) yaitu najis yang lain
daripada kedua macam yang diatas. Najis ini dibagi menjadi
dua bagian:
1. Najis hukmiah yaitu yang kita yakini adanya, tetapi
tidak nyata zat, bau, rasa, dan warnanya, seperti
kencing yang sudah lama kering, sehingga sifat-sifatnya
telah hilang. Cara mencuci najis ini cukup dengan
mengalirkan air di atas benda yang kena itu.
2. Najis ‘ainiyah, yaitu yang masih ada zat, warna, rasa,
dan baunya, kecuali warna atau bau yang sangat sukar
menghilangkannya, sifat ini dimaafkan. Cara mencuci
najis ini hendaklah dengan menghilangkan zat, rasa,
warna, dan baunya.
SHALAT
Shalat secara etimologis adalah do’a. Arti shalat secara
terminologis adalah ucapan dan perbuatan tertentu yang diawali
dengan takbir dan diakhiri dengan salam.
1. Dasar Hukum Shalat
“Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah
Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring.
Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah
shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah
fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman. (QS. an-Nisa’:103)
2. Syarat-syarat wajibnya shalat
a. Muslim
b. Berakal
c. Baligh
d. Bersih dari haid dan nifas
3. Syarat-syarat Sahnya Shalat
a. Waktunya telah tiba
b. Suci dari hadas besar dan hadas kecil
c. Suci badan, pakaian dan tempat dari najis
d. Menutup aurat
e. Menghadap kiblat

4. Rukun Shalat
a. Niat, yaitu sengaja atau menuju sesuatu dibarengi dengan
(awal) pekerjaan tersebut, tempatnya di hati (diucapkan oleh
suara hati).
b. Berdiri tegak bagi yang kuasa, berdiri bisa duduk bagi
yang lemah, diutamakan bagi yang lemah duduk iftirasy
(pantat berlandaskan rumit dan betis kaki kiri, sedangkan
yang kanan tegak).
c. Takbiratul ihram, diucapkan bagi yang bisa mengucapkan
dengan lisannya “Allahu Akbar”.
d. Membaca al-Fatihah, atau bagi yang tidak hafal surah
al-Fatihah, bisa diganti dengan surah al-Qur’an lainnya.
e. Ruku’
f. I’tidal berdiri tegak seperti keadaan semula, yakni berdiri
bagi yang kuat dan duduk tegak bagi yang lemah.
g. Sujud 2x, untuk setiap rakaat, paling tidak bagian dahi
mukanya menempel pada tempat sujud, baik di tanah atau
lainnya.
h. Duduk di antara dua sujud, pada setiap rakaat, itu
berlaku bagi yang shalatnya dalam keadaan berdiri, duduk
atau telentang (berbaring). Serta tuma’ninah, sewaktu duduk
di antara 2 sujud.
i. Duduk akhir, yang mengiringi salam (duduk tahiyat).
j. Membaca tasyahud, sewaktu duduk akhir.
k. Membaca shalawat atas Nabi Muhammad SAW.
l. Mengucapkan salam (seraya menoleh ke arah kanan)
hukumnya wajib dan masih dalam keadaan duduk.
m. Tertib yaitu mengerjakan rukun-rukun shalat tersebut

5. Azab/ancaman bagi orang yang meninggalkan shalat


a. Shalat Subuh: satu kali meninggalkan akan dimasukkan ke
dalam neraka selama 30 tahun yang sama dengan 60.000
tahun di dunia.
b. Shalat Zuhur : satu kali meninggalkan dosanya sama
dengan membunuh 1.000 orang umat Islam.
c. Shalat Ashar: satu kali meninggalkan dosanya sama
dengan menutup/meruntuhkan ka’bah.
d. Shalat Magrib: satu kali meninggalkan dosanya sama
dengan berzina dengan orang tua.
e. Shalat Isya: satu kali meninggalkan tidak akan di ridha
Allah SWT tinggal di bumi atau di bawah langit serta makan
dan minum dari nikmatnya.
6. Hikmah shalat
shalat itu membersihkan jiwa, menyucikannya,
mengkondisikan seorang hamba untuk munajat kepada
Allah SWT di dunia dan berdekatan dengan-Nya di akhirat,
serta melarang pelakunya dari mengerjakan perbuatan
keji dan kemungkaran.
PUASA

Dalam Bahasa Arab dan al- Qur’an puasa disebut shaum atau
shiyam yang berarti menahan diri dari sesuatu dan
meninggalkan sesuatu atau mengendalikan diri. secara umum
pengertian puasa menurut bahasa adalah menahan diri atau
mengendalikan diri baik dari makan, bicara, maupun berjalan.

1. Dasar Hukum Puasa


Sebagaimana dalam firman Allah SWT. surat al-Baqarah
ayat 183:

“Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu


berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum
kamu, agar kamu bertaqwa”. (Q.S. al-Baqarah: 183)”.

2. Syarat puasa
a. Berakal (‘aqli), Orang yang gila tidak diwajibkan puasa
b. Baligh (sampai umur)
c. Kuat berpuasa (qadir)
3. Syarat syah puasa
a. Islam
b. Mumayiz (mengerti dan mampu membedakan yang baik
dengan yang baik)
c. Suci dari pada darah haid, nifas dan wiladah
d. Dikerjakan dalam waktu atau hari yang dibolehkan puasa.
4. Rukun puasa
a. Niat
b. Menahan dari segala yang membatalkan puasa
5. Keringanan Puasa
a. Orang sakit dan orang yang dalam perjalanan
b. Perempuan dalam haid (menstruasi), perempuan hamil
dan perempuan yang menyusui anak.
c. Orang tua yang sudah lanjut umur tiada kuasa lagi berpuasa.
d. Orang sakit yang tidak ada harapan lagi sembuh dari
sakitnya
e. Mereka yang bekerja berat dan karena berat kerjanya
itu tidak kuasa puasa, seperti pekerja-pekerja tombang,
abang-abang becak, buruh-buruh kasar di pabrik-pabrik dan
di pelabuhan-pelabuhan dan sebagainya.
6. Jenis-Jenis Puasa
a. segi pelaksanaannya
1) Puasa yang hukumnya wajib: yaitu puasa bulan
Ramadhan, puasa kifarat, puasa nadzar dan puasa qadla.
2) Puasa sunnah atau puasa tathawu’ misalnya puasa
enam hari bulan Syawal, puasa hari senin kamis, puasa
arafah (9 Dzulhijjah) kecuali bagi orang yang sedang
mengerjakan ibadah haji tidak disunnahkan, puasa hari
A’syura (10 Muharram), puasa bulan Sya’ban,
puasa tengah bulan (tanggal 13, 14 dan 15 bulan
Qamariyah).
3) Puasa makruh, misalnya puasa yang dilakukan terus-
menerus sepanjang masa kecuali pada bulan Haram,
disamping itu makruh puasa setiap hari sabtu saja atau
tiap jum’at saja.
4) Puasa haram yaitu haram berpuasa pada waktu-waktu
tertentu, misalnya pada Hari Raya Idul Fitri (1 Syawal),
hari raya idul Adha (10 Dzulhijjah), hari-hari tasyrik (11,
12 dan 13 Dzulhijjah

7. Tujuan Hikmah Puasa


Dalam al-Qur'an menyatakan bahwa tujuan puasa yang
hendaknya dipegangkan adalah untuk mencapai ketaqwaan
(la’alakum tattaqun). Hikmah-hikmah puasa dapat
dikelompokkan menjadi:
a. Tazkiyat al-Nafsi (membersihkan jiwa), yaitu dengan
jalan mematuhi perintah-perintahnya, menjauhi segala
larangan-larangan-Nya, dan melatih diri untuk
menyempurnakan peribadatan kepada Allah Swt semata.
b. Puasa disamping menyehatkan badan sebagaimana
yang telah diteliti oleh dokter spesialis, juga
memenangkan aspek kejiwaan atas aspek materiil yang
ada dalam diri manusia.
c. Puasa mendidik iradah (kemauan), mengendalikan hawa
nafsu, membiasakan bersifat sabar, dan dapat
membangkitkan semangat.
d. Puasa dapat menurunkan daya seksual.
e. Dapat menumbuhkan semangat bersyukur terhadap
nikmat Allah.
f. Puasa mengingatkan orang-orang yang kaya akan
penderitaan dan kelaparan yang dialami oleh orang-
orang miskin.
g. Dapat menghantarkan manusia menjadi insan bertakwa
ZAKAT

Zakat ditinjau dari segi bahasa memiliki banyak arti, yaitu al-
barakatu yang mempunyai arti keberkahan, ath-thaharatu yang
memiliki arti kesucian, al-namaa yang mempunyai arti
pertumbuhan dan perkembangan, dan ash-shalahu yang memiliki
arti keberesan. Sedangkan zakat ditinjau dari segi istilah terdapat
banyak ulama’ yang mengemukakan dengan redaksi yang
berbeda-beda, akan tetapi pada dasarnya mempunyai maksud yang
sama, yaitu bahwa zakat itu adalah bagian dari harta dengan
persyaratan tertentu, yang Allah SWT mewajibkan kepada
pemiliknya untuk diserahkan kepada seseorang yang berhak
menerimanya, dengan persyaratan tertentu pula.
1. Dasar Hukum Zakat
Dasar hukum tentang zakat adalah salah satunya firman
Allah SWT an-Nur 56:
“Dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat, dan taatlah
kepada rasul, supaya kamu diberi rahmat”.
2. Rukun Zakat
a. Orang yang berzakat
b. Harta yang dizakatkan, dan
c. Orang yang berhak menerima zakat.

3. Syarat Wajib Zakat


a. Beragama Islam
b. Berakal sehat dan dewasa
c. Milik sempurna, kemampuan pemilik harta untuk mengontrol
dan menguasai barang miliknya tanpa tercampur hak orang
lain pada waktu datangnya kewajiban membayar zakat.
d. Merdeka
e. Berkembang Secara Riil, harta yang dimiliki oleh
seseorang dapat berpotensi untuk tumbuh dan
dikembangkan melalui kegiatan usaha maupun perdagangan.
f. Cukup haul
g. Sampai nishab
h. Bebas dari hutang
4. Syarat Sah Zakat
a. Niat
b. Tamlik (memindahkan kepemilikan harta kepada yang
berhak menerimanya)
5. Macam-macam Zakat
1. Zakat mal (harta), zakat yang berkaitan dengan
kepemilikan harta tertentu dan memenuhi syarat
tertentu
2. Zakat fitrah, zakat yang diperintahkan nabi Muhammad
kepada umat Islam pada tahun diwajibkan puasa
Ramadhan sampai hari terakhir bulan ramadhan sebelum
sholat idhul fitri.

6. Jenis-jenis Harta yang Wajib dizakati


a. Zakat Emas dan Perak, zakat yang harus dikeluarkan pada
emas dan perak adalah 1/40 atau 2,5 % nya.
b. Zakat Binatang Ternak, Menurut jumhur ulama’ diantara
hewan ternak yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah unta,
sapi/kerbau dan kambing, karena jenis hewan ini diternakkan
untuk tujuan pengembangan (namma') melalui susu dan
anaknya, sehingga sudah sepantasnya dikenakan beban
tanggungan.
c. Zakat hasil pertanian (tanaman dan buah-buahan), Mayoritas
ulama’ bersepakat bahwa kadar zakat yang wajib dikeluarkan
terhadap zakat hasil pertanian adalah 1/10 atau 10% pada
tanaman yang disiram dengan tanpa biaya, akan tetapi jika
tanaman disiram dengan mengunakan biaya maka kadar
zakatnya 1/20 atau 5%.
d. Zakat profesi, Kadar zakat yang harus dikeluarkan adalah 2,5
% , sedangkan nishabnya diqiyaskan dengan emas yaitu 85
gram atau 200 dirham perak
e. Zakat perniagaan, Nishab kadar zakat harta perdagangan
adalah sama`dengan nishab zakat emas yaitu 85 gram emas
dan telah berlaku 1 tahun.
f. Barang tambang, nishab sama dengan mas dan perak 85 gram
7. Orang- orang yang berhak menerima zakat
a. Orang fakir d. Riqab
b. Orang miskin e. Gharim
c. Amil zakat f. Fii sabilillah
d. Mualaf g. Ibnu sabil

HAJI

Haji menurut bahasa, ialah menuju kesuatu tempat berulang kali


atau menuju kepada sesuatu yang dibebaskan. Sedangkan menurut
istilah, berarti beribadah kepada Allah dengan melaksanakan
manasik haji, yaitu perbuatan tertentu yang dilakukan pada waktu
dan tempat tertentu dengan cara yang tertentu pula.

1. Dasar Hukum Haji


Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an Ali Imron 97:
“mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah,
Yaitu (bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke
Baitullah....”
2. Syarat-syarat Haji
a. Beragama Islam
b. Baligh
c. Berakal
d. Merdeka, Artinya memiliki kuasa atas dirinya sendiri, tidak
berada kekuasaan seseorang (tuan), seperti budak dan hamba
sahaya.
e. Mampu
3. Rukun Haji
a. Ihram disertai dengan niat
b. Wukuf di Arafah
c. Thawaf di Baitullah
d. Sa'i antara Shafa dan Marwah
e. Bercukur untuk tahallul
f. Tertib
4. Wajib Haji
a. Berpakaian ihram dari miqat
b. Bermalam di Mudzalifah
c. Melontar jumroh Aqabah
d. Bermalam di Mina
e. Melontar jumrah Ula, Wustha, dan Aqabah
f. Thowaf wada, pengormatan akhir kebaitullah.

FIQH MUAMALAH
***
Muamalah dalam arti luas yaitu aturan aturan (hukum-hukum)
Allah untuk mengatur manusia dalam kaitannya dengan urusan
duniawi dalam pergaulan sosial. Muamalah dalam arti sempit yaitu
semua akad yang membolehkan manusia saling menukar manfaatnya
dengan cara-cara dan aturan-aturan yang telah ditentukan Allah dan
manusia wajib mentaati-Nya.
Fiqh muamalah yaitu “hukum-hukum yang berkaitan dengan
tindakan manusia dalam persoalan-persoalan keduniaan,
misalnya dalam persoalan jual-beli, utang-piutang, kerja sama
dagang, perserikatan, kerja sama dalam penggarapan tanah, dan
sewa-menyewa”.

1. Prinsip Umum Muamalah


a. kaidah fikih (hukum Islam) yang menyatakan: “pada
dasarnya, segala bentuk muamalah adalah boleh kecuali ada
dalil yang mengharamkannya”.
b. mu’amalat dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan
manfaat dan menghindarkan mudharat
c. muamalah dilaksanakan dengan memilahara nilai
keseimbangan (tawazun) dalam pembangunan
d. muamalat dilaksanakan dengan memelihara nilai adil dan
menghindari unsur-unsur kezaliman

2. Prinsip Khusus Muamalah


a. Hal-hal yang Diperintahkan untuk Dilakukan
1. Objek perniagaan halal
2. Adanya kerelaan
3. Pengurusan dana yang amanah
b. Hal-hal yang dilarang untuk dilakukan dalam kegiatan
muamalah adalah berupa kegiatan transaksi yang didasarkan
pada riba, gharar atau taghrir, tadlis, tahkir atau ihtikar, bai,
al-najasy, maysir, dan risywah
HARTA
Harta di dalam bahasa arab disebut al-mal atau jamaknya al-
amwal. Menurut Jumhur Ulama harta yaitu segala sesuatu yang
mempunyai nilai, dan dikenakan ganti rugi bagi orang yang merusak
atau melenyapkannya. Sedangkan menurut Hanafiyah harta yaitu
segala sesuatu yang dapat diambil, disimpan, dan dapat dimanfaatkan.
Jadi harta merupakan segala sesuatu yang memiliki nilai terlebih
digunakan untuk sesuatu yang bermanfaat dan sesuai dengan syariat
islam dan diwajibkan untuk mengganti rugi terhadap orang yang
merusak atau melenyapkan.

1. Jenis-jenis Harta
a. Harta Mutaqawwim, segala sesuatu yang dapat dikuasai
dengan pekerjaan dan dibolehkan syara’ untuk
memanfaatkannya. Misalnya, , kerbau halal dimakan oleh
umat Islam, tetapi, apabila kerbau tersebut di sembelih tidak
menurut syara’, semisal dipukul. Maka daging kerbau
tersebut tidak bisa dimanfatkan karena cara
penyembelihannya batal (tidak sah) menurut syara’.
b. Harta Ghair al-Mutaqawwim, segala sesuatu yang tidak dapat
dikuasai dengan pekerjaan dan dilarang oleh syara’ untuk
memanfaatkannya. Misalnya, sepatu yang diperoleh dengan
cara mencuri termasuk ghair mutaqawwim, karena cara
memperolehnya yang haram.
c. Harta Mitsli, sesatu yang memiliki persamaan atau
kesetaraan di pasar, tidak ada perbedaan yang pada bagian
bagiannya atau kesatuannya, yaitu perbedaan atau kekurangan
yang biasa terjadi dalam aktivitas ekonomi. Harta mitsli
terbagi atas empat bagian, yaitu: Harta yang ditakar, seperti
gandum; Harta yang ditimbang, seperti kapas dan besi; Harta
yang dihitung, seperti telur; dan harta yang di jual dengan
meter, seperti kain, papan dan lain- lainnya.
d. Harta Qimi, harta yang tidak mempunyai persamaan di pasar
atau mempunyai persamaan, tetapi ada perbedaan menurut
kebiasaan antara kesatuannya pada nilai, seperti binatang dan
pohon. Mitsli berarti jenisnya mudah ditemukan atau
diperoleh di pasaran (secara persis), dan qimi suau benda
yang jenisnya sulit didapatkan serupanya secara persis.,
walau bisa ditemukan, tetapi jenisnya berbeda dalam nilai
harga yang sama. jadi, harta yang ada duanya disebut mitsli
dan harta yang tidak duanya secara tepat disebut qimi.
e. Harta istihlak, harta sekali pakai, artinya manfaat dari benda
tersebut hanya bisa digunakan sekali saja.
1. Istihlak Haqiqi ialah suatu benda yang menjadi harta
yang secara jelas (nyata) dzatnya habis sekali digunakan.
Misalnya makanan, minuman, kayu bakar dan sebagainya
2. istihlak huquqi ialah harta yang sudah habis nilainya bila
telah digunakan, tetapi zatnya masih ada. Misalnya uang,
uang yang digunakan untuk membayar hutang, dipandang
habis menurut hukum walaupun uang tersebut masih
utuh, hanya pindah kepemilikian.
f. Harta Isti’mal harta yang dapat digunakan berulang kali, arti
nya wujud benda tersebut tidaklah habis atau musnah dalam
sekali pemakaian, seperti kebun, tempat tidur, baju, sepatu
dan lain sebaginya.
g. Harta Manqul, segala macam sesuatu yang dapat
dipindahkan dan diubah dari tempat satu ketempat yang lain,
baik tetap pada bentuk dan keadaan semula ataupun berubah
bentuk dan keadaannya dengan perpindahan dan perubahan
tersebut. Misalnya, uang.
h. Harta Ghair al-manqul, segala sesuatu yang tetap (harta
tetap), yang tidak mungkin dipindahkan dan diubah posisinya
dari satu tempat ketempat yang lain menurut asalnya, seperti
kebun, rumah, pabrik, sawah

AKAD
Akad berasal dari bahasa Arab, al-aqd yang berarti perikatan,
perjanjian, persetujuan dan pemufakatan. Secara istilah fiqih, akad
di definisikan dengan “pertalian ijab (pernyataan penerimaan
ikatan) dan kabul (pernyataan penerimaan ikatan) sesuai dengan
kehendak syariat yang berpengaruh kepada objek perikatan.
Jadi, akad adalah “pertalian ijab (ungkapan tawaran di satu
pihak yang mengadakan kontrak) dengan qabul (ungkapan
penerimaan oleh pihak pihak lain) yang memberikan pengaruh
pada suatu kontrak.

1. Rukun Akad
a. Aqid, orang yang berakad (subjek akad).
b. Ma’qud ‘alaih adalah benda-benda yang akan di akadkan
(objek akad).
c. Maudhu’ al-Aqid adalah tujuan atau maksud mengadakan
akad.
d. Sighat al-‘Aqid yaitu ijab qabul.

2. Syarat-Syarat Akad
a. Kedua orang yang melakukan akad cakap bertindak (ahli).
Tidak sah akad orang yang tidak cakap bertindak, seperti
pengampuan, dan karena boros.
b. Yang di jadikan objek akad dapat menerima hukumnya,
c. Akad itu di izinkan oleh syara’, di lakukan oleh orang
yang mempunyai hak melakukannya, walaupun dia bukan
‘aqid yang memiliki barang,
d. Janganlah akad itu akad yang di larang oleh syara’,
e. Ijab itu berjalan terus, tidak di cabut sebelum terjadi qabul.
Maka apabila orang berijab menarik kembali ijabnya
sebelum qabul maka batallah ijabnya,
3. Macam-macam Akad
a. Akad shahih, akad yang telah memenuhi rukun-rukun dan
syarat-syaratnya.
1. Akad nafiz (sempurna untuk di laksanakan), adalah
akad yang di langsungkan dengan memenuhi rukun dan
syaratnya dan tidak ada penghalang untuk
melaksanakannya
2. Akad mawquf, adalah akad yang di lakukan seseorang
yang cakap bertindak hukum, tetapi ia tidak memiliki
kekuasaan untuk melangsungkan dan melaksanakan akad
ini, seperti akad yang di langsungkan oleh anak kecil
yang mumayyiz
b. Akad yang tidak shahih, akad yang terdapat kekurangan pada
rukun atau syarat- syaratnya, sehingga seluruh akibat
hukum akad itu tidak berlaku dan tidak mengikat pihak-
pihak yang berakad.
1. Akad bathil adalah akad yang tidak memenuhi salah
satu rukunnya atau ada larangan langsung dari syara’.
Misalnya, objek jual beli itu tidak jelas.
2. Akad fasid adalah akad yang pada dasarnya di
syariatkan, akan tetapi sifat yang di akadkan itu tidak
jelas. Misalnya, menjual rumah atau kendaraan yang
tidak di tunjukkan tipe, jenis, dan bentuk rumah yang
akan di jual.
4. Khiyar
Khiyar merupakan hak yang dimiliki oleh pihak-pihak yang
terlibat dalam transaksi jual beli untuk melanjutkan transaksi
tersebut atau membatalkannya.

Macam-macam Khiyar
a. Khiyar Majlis, tempat terjadinya transaksi jual beli. Penjual
dan pembeli berhak melanjutkan atau membatalkan
transaksinya selama masih berada di tempat terjadinya
transaksi.
b. Khiyar Syarat, penjual atau pembeli diperbolehkan
mengajukan perjanjian dalam masa waktu tertentu setelah
akad untuk bisa membatalkan akad tersebut, atau dengan kata
lain memperpanjang khiyar majlis setelah para pihak
berspisah.
c. Khiyar tadlis, ketika cacat barang ditutup-tutupi dengan cara
menampakan barang lain yang tidak cacat.
d. Khiyar aib, ketika cacat barang tersembunyi tidak disebutkan
oleh penjual dan baru diketahui oleh pembeli setelah berpisah
dari penjual.

5. Berakhirnya Akad
a. Berakhirnya masa berlaku akad tersebut, apabila akad
tersebut tidak mempunyai tenggang waktu.
b. Dibatalkan oleh pihak-pihak yang berakad, apabila akad
tersbeut sifatnya tidak mengikat.
c. Dalam akad sifatnya mengikat, suatu akad dapat dianggap
berakhir jika :
1. Jual beli yang di lakukan fasad, seperti terdapat unsur-
unsur tipuan salah satu rukun atau syaratnya tidak
terpenuhi,
2. Berlakunya khiyar syarat, aib, atau rukyat,
3. Akad tersebut tidak di lakukan oleh salah satu pihak
secara sempurna,
4. Salah satu pihak yang melakukan akad meninggal
dunia.

6. Implementasi Akad pada Industri Perbankan


Tabel 1 Produk Penghimpunan Dana
NO Produk Akad/Prinsip Syariah
1 Giro Wadiah Wadiah Yad Damanah
2 Tabungan Umat Wadiah Yad Damanah
Tabungan Ummat Wadiah Yad Damanah
3
Co-Branding
Tabungan Ummat Wadiah Yad Damanah
4
Ukhuwah
Tabungan Ummat Wadiah Yad Damanah
5
B-card
6 Tabungan Arafah Mudharabah
Tabungan Mudharabah
7
Mudharabah
8 Tabungan Fulines Mudharabah
Tabel 2 Produk Penyaluran Dana
Meto Nama Aplikasi Prinsip
No
de Produk Pembiayaan Syariah
1 Jual Murabaha Modal kerja Bay’ al-
Beli h /proyek/investasi Murbahah
Modal kerja/ Bay’ al-
Sala investasi salam
Modal kerja/ terutama
investasi, dengan proyek
pembayaran Bay’ al-
Istishnam pertermin istishna
2 Sewa Modal kerja/
Beli IMBT investasi Ijarah
3 Bagi Musyaraka Modal kerja/ Musyarak
Hasil h investasi ah
Mudaraba Modal kerja/ Mudharab
h investasi ah
Mudaraba Modal Mudharab
h kerja/investasi ah
muqayyad
ah

Tabel 3 Produk Jasa Bank Syariah


N Produk Akad/Prinsip
O Syariah
1 LC, Transfer, Inkaso Wakalah
2 Payroll Wakalah, Ujrah
3 Anjak Piutang Hiawalah
4 Bank Garansi Kafalah
5 Dana Talangan Qard
6 Gadai Rahn
7 Deposit Box Wadiah al-amanah
8 Jual beli mata uang Sarf
asing

RIBA
Riba berasal dari bahasa Arab yang berarti tambahan (Az
Ziyadah), berkembang (an nuuwuw), meningkat (al irtifa’) dan
membesar. Menurut istilah riba berarti pengambilan tambahan dari
pokok harta secara bathil. Secara bathil maksudnya adalah
pengambilan tambahan dari modal pokok itu tanpa disertai imbalan
pengganti atau kompensasi yang dapat dibenarkan oleh hukum
syariah.
Jadi, riba adalah tambahan yang tidak dibenarkan atas modal
yang dilakukan untuk mengambil keuntungan secara bathil tanpa
suatu usaha yang nyata.

1. Jenis Riba
a. Riba akibat utang piutang:
1) Riba qardh adalah riba yang terjadi ketika transaksi
utang-piutang yang tidak memenuhi kriteria untung
muncul bersama resiko (al- ghunmu bil ghurmi) dan hasil
usaha muncul bersama biaya (al-kharaj bidh dhaman).
Transaksi semacam ini berarti mengandung pertukaran
kewajiban menanggung beban hanya karena berjalannya
waktu.
2) Riba jahiliyah adalah kelebihan yang terjadi dikarenakan
utang yang dibayar melebihi pokok utangnya, karena
debitur terlambat membayar sesuai dengan waktu yang
telah disepakati
b. Riba akibat jual beli:
1) Riba fadhl adalah riba karena pertukaran barang sesama
jenis, tetapi jumlahnya tidak seimbang
2) Riba nasi‟ah adalah pertukaran barang sejenis dan
jumlahnya dilebihkan karena melibatkan jangka waktu

BUNGA BANK
Bunga adalah tanggungan pada pinjaman uang yang biasanya
dinyatakan dengan persentase dari uang yang dipinjamkan.
Sementara status hukum bunga bank ada perbedaan pendapat
para pakar baik pakar hukum Islam maupun pakar ekonomi Islam.
Hal ini dilatarbelakangi adanya perbedaan penafsiran terahadap ayat-
ayat tentang riba dan apakah bunga termasuk kategori riba atau
tidak? Ada dua pendapat; pertama, menurut ijma ulama di kalangan
semua mazhab fiqh bahwa bunga dengan segala bentuknya termasuk
kategori riba (Q.s. al-Baqarah [2]: 130. Dan kedua, pendapat yang
menyatakan bahwa bunga tidak termasuk kategori riba karena yang
dinyatakan pada Q.s al-Baqarah [2]:130 riba harus bersifat berlipat
ganda (tidak wajar).

MANAJEMEN PEMBIAYAAN
(LENDING) BANK SYARIAH
***

SISTEM BAGI HASIL


Bagi hasil adalah akad kerja sama antara bank sebagai pemilik
modal dengan nasabah sebagai pengelola modal untuk memperoleh
keuntungan dan membagi keuntungan yang diperoleh berdasarkan
nisbah yang disepakati. Sistem bagi hasil ini dalam prakteknya ada
dua yaitu:
1. Bagi hasil berdasarkan prinsip mudharabah
Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak,
dimana pihak pertama sebagai pemilik modal dan pihak kedua
sebagai pengelola modal, sedang keuntungan dibagi kedua belah
pihak sesuai dengan kesepakatan yang tertuang dalam perjanjian.
Kesimpulan: adanya pemilik modal (bank), adanya orang yang
punya kapabiliti untuk usaha dan butuh modal, adanya kerjasama
atau kesepakatan untuk usaha mencari keuntungan, keuntungan
dibagi para pihak sesuai perjanjian, pemilik dana (bank)
menanggung kerugian yang tidak disebabkan oleh pengelola, asalkan
modal pokok tidak berkurang
.
2. Bagi Hasil Berdasarkan Prinsip Musyarakah
Musyarakah dari kata syirkah disebut juga syarikah yang
artinya akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu
usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi
dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan
ditanggung bersama sesuai dengan porsi kontribusi dana atau
kesepakaatan bersama. Hal-hal pokok yang terdapat dalam
musyarakah adalah: adanya dua sekutu atau lebih, masing-masing
memasukkan modal, adanya obyek persekutuan yang diperjanjikan,
adanya pembagian resiko dan keuntungan dari hasil persekutuan.
Musyarakah akad terbagi menjadi:
a. Syirkah inan (restricted authority and obligation), Yaitu kontrak
antara dua orang atau lebih, setiap pihak memberikan suatu porsi
dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Porsi
masing-masing tidak harus sama sesuai dengan kesepakatan
mereka. Contohnya Perseroan Terbatas.
b. Syirkah mufawadhah (full authority and obligation), Yaitu
kontrak kerja sama antara dua orang atau lebih setiap pihak
memberikan satu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi
dalam kerja. Misalnya koperasi.
c. Syirkah a’maal (labour, skill and management), Yaitu kontrak
kerja sama dua orang atau lebih seprofesi untuk menerima
bekerja sama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan itu.
Misalnya: arsitek yang sama-sama menggarap proyek.
d. Syirkah wujuh (Good will, credit worthiness and contracts),
Yaitu kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki keahlian
dalam bisnis.

SISTEM JUAL BELI


Sistem jual beli didasarkan pada jual beli barang yang biasanya
untuk pembiayaan barang produktif, misalnya pembelian barang
pesanan.
1. Jual Beli Berdasarkan Prinsip Murabahah
Murabahah adalah akad jual beli antara bank dan nasabah,
bank membeli barang yang diperlukan dan menjual kepada nasabah
yang bersangkutan sebesar harga pokok di tambah dengan
keuntungan yang disepakati. Sedangkan murabahah dalam
perbankan adalah akad jual beli antara bank selaku penyedia barang
dengan nasabah yang memesan untuk membeli barang, bank
memperoleh keuntungan jual beli yang disepakati bersama antara
para pihak.
2. Jual beli berdasarkan prinsip al-Istishna
Istishna adalah akad jual beli barang pesanan antara nasabah
(pembeli) dan bank (Penjual), spesifikasi dan harga barang pesanan
disepakati diawal akad dengan pembayaran dilakukan secara
bertahap sesuai kesepakatan. Jual beli dengan prinsip al-istishna
diperuntukkan bagi perusahaan yang punya pesanan barang tetapi
tidak mempunyai dana untuk produksi. Jual beli yang dimaksudkan
adalah bank menyanggupi pembelian barang yang masih dalam
proses pembuatan sesuai dengan pesanan nasabah.
3. Pembiayaan berdasarkan prinsip as-salam.
As-salam artinya akad jual beli barang pesanan antara nasabah
(pembeli) dan bank (penjual), spesifikasi dan harga barang pesanan
berkenaan dengan hasil bumi.Bank sebagai pembeli beras yang
masih akan dihasilkan oleh sawah, kemudian menjualnya kepada
pembeli yang memang sudah jelas bagi bank ataupun pembeli yang
biasa membeli hasil sawah tersebut, sehingga bank mendapat
keuntungan dari selisih harga jual. Pembelian terhadap barang
tersebut harus ditentukan kriteria yang jelas mengenai jenis barang,
banyaknya dan harga yang disepakati. Risiko kerugian akibat pada
waktu panen beras tidak sesuai dengan yang diperjanjikan,
ditanggung oleh petani.

SISTEM SEWA
Ijarah termasuk salah satu pembiayaan di Perbankan syariah,
menurut ijarah adalah akad pemindahan hak penggunaan atau
pemanfaatan atas barang atau jasa dengan melalui pembayaran sewa
kepada pemilik.
1. Ijarah tanpa kepemilikan Yaitu pemindahan hak penggunaan atau
pemanfaatan tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas
barang itu sendiri.
2. Ijarah muntahia bit-tamlik atau ijarah waiqtina (financial lease
with purchase option) yaitu perpaduan antara kontrak jual beli
dan sewa-menyewa atau dengan kata lain akad sewa yang
diakhiri pemindahan kepemilikan ke tangan penyewa.

MANAJEMEN PENDANAAN
BANK SYARIAH
***
Manajemen dana bank syariah adalah upaya yang dilakukan oleh
lembaga bank syariah dalam mengelola atau mengatur dana yang
diterima dari aktifitas funding untuk disalurkan kepada aktifitas
financing, dengan harapan bank yang bersangkutan tetap mampu
memenuhi kriteria-kriteria likuiditas, rentabilitas, dan
solvabilitasnya.

Fungsi manajemen dana bank syariah


1. sebagai pengelola investasi atas dana yang dimiliki pemilik dana
atau shohibul maal sesuai dengan arahan investasi yang
dikehendaki oleh pemilik dana.
2. sebagai penyedia jasa lalu lintas pembayaran dan jasa-jasa lainya
sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
3. sebagai pengelola fungsi sosial

DANA BANK yaitu Suatu proses pengelolaan penghimpunan dana


masyarakat ke dalam bank dan pengalokasian dana tersebut bagi
kepentingan bank dan masyarakat serta pemupukannya secara
optimal melalui penggerakan sumber daya yang tersedia demi
mencapai tingkat rentabilitas sesuai dengan ketentuan peraturan yang
berlaku.

Sumber dana bank terdiri atas:


A. Modal Inti (Core Capital)
Modal inti adalah dana modal sendiri, yaitu dana yang berasal
dari para pemegang saham, yakni pemilik bank. Pada umumnya dana
modal inti terdiri dari:
- Modal yang disetor oleh para pemegang saham, sumber utama
dari modal perusahaan adalah saham. Sumber dana ini hanya
akan timbul apabila pemilik menyertakan dananya pada bank
melalui pembelian saham, dan untuk penambahan dana
berikutnya dapat dilakukan oleh bank dengan mengeluarkan dan
menjual tambahan saham.
- Cadangan, yaitu sebagian laba bank yang tidak dibagi, yang
berfungsi untuk menutup timbulnya risiko kerugian di kemudian
hari.
- Laba ditahan, yaitu sebagian laba yang seharusnya dibagikan
kepada para pemegang saham, tetapi oleh para pemegang saham
sendiri (melalui rapat umum pemegang saham) diputuskan untuk
ditanam kembali dalam bank.

B. Kuasi Ekuitas (Mudharabah Account)


Bank menghimpun dana bagi hasil atas prinsip mudharabah,
yaitu akad kerjasama antara pemilik dana (shahibul maal) dengan
pengusaha ( mudharib ) untuk melakukan usaha bersama , dan
pemilik dana tidak boleh mencampuri pengolahan bisnisnya sehari-
hari. Keuntungan yang diperoleh dibagi antara keduanya dengan
perbandingan (nisbah) yang telah disepakati sebelumnya.
Berdasarkan prinsip ini bank sebagai mudharib, bank menyediakan
jasa bagi para investor berupa ( Zainul Arifin , 2002 : 55)
- Rekening Investasi umum, dimana bank menerima simpanan dari
nasabah yang mencari kesempatan investasi atas dana mereka
dalam bentuk berdasarkan prinsip mudharabah mutlaqah,
simpanan diperjanjikan untuk jangka waktu tertentu.
- Rekening Investasi khusus, dimana bank bertindak sebagai
manajer investasi bagi nasabah institusi (pemerintah atau
lembaga keuangan lain) atau nasabah korporasi untuk
menginvestasikan dana mereka pada unit-unit usaha proyek –
proyek tertentu yang mereka setujui atau kehendaki.
- Rekening tabungan mudharabah, prinsip mudharabah juga
digunakan untuk jasa pengolahan rekening tabungan. Salah satu
syarat mudharabah adalah dananya harus dalam bentuk uang (
monetary form ), dalam jumlah tertentu dan diserahkan kepada
mudharib. Oleh karena itu tabungan mudharabah tidak dapat
ditarik sewaktu-waktu sebagaimana tabungan wadiah
- Rekening Dana Titipan, Dana titipan (Wa’diah) adalah dana
pihak ketiga yang dititipkan pada bank, yang umumnya berupa
giro atau tabungan. Rekening giro wadi’ah, bank islam dapat
memberikan jasa simpanan giro dalam bentuk rekening wadi’ah.
Dalam hal ini bank menggunakan prinsip Wadiah yad dhamanah.
Dengan prinsip ini bank sebagi custodian harus menjamin
pembayaran kembali nominal simpanan wadi’ah.  Rekening
tabungan wadi’ah, prinsip wadi’ah yad dhamanah ini juga
dipergunakan oleh bank dalam mengelola jasa tabungan, yaitu
simpanan dari nasabah yang memerlukan jasa penitipan dana
dengan tingkat keleluasaan tertentu untuk menariknya kembali.
Bank memperoleh izin dari nasabah menggunakan dana tersebut
selama mengendap di bank.

 Contoh Perhitungan Biaya Sumber Dana


1. Cost of Mixed Fund (CoF)
Beban Bunga = Rp. 2.986.156
Dana pihak ketiga = Giro + tabungan + simpanan berjangka
= Rp 14.527.780 + Rp. 8.698.939 + Rp 24.319.818
= Rp. 47.546.537
CoF = X 100%
CoF = X 100%
= 6,28%

2. Cost of Money (CoM)


Beban Bunga = Rp. 2.986.156
Dana pihak ketiga = Giro + tabungan + simpanan berjangka
= Rp 14.527.780 + Rp. 8.698.939 + Rp 24.319.818
= Rp. 47.546.537
CoM = X 100%
CoM = X 100%
= 11,412%

3. Cost of Loanable Fund (CoL) 1


Beban Bunga = Rp. 2.986.156
Dana pihak ketiga = Giro + tabungan + simpanan berjangka
= Rp 14.527.780 + Rp. 8.698.939 + Rp 24.319.818
= Rp. 47.546.537
Unloanable Fund (aset non produktif) = Rp. 4.198

1
CoL = X 100%
CoL = X 100%
= 11,413%

4. Cost of Operable Fund (CoP)


Beban Bunga = Rp. 2.986.156
Dana pihak ketiga = Giro + tabungan + simpanan berjangka
= Rp 14.527.780 + Rp. 8.698.939 + Rp 24.319.818
= Rp. 47.546.537
Aktiva produktif = surat berharga + Kredit + penyertaan
= Rp 4.135.528 + Rp 35.229.233 + Rp 643.171
= Rp 40.007.932
CoP = X 100%
CoP = X 100%
= 13,56%

Pendekatan alokasi dana adalah yang menjelaskan bahwa dana yang


diperoleh bank akan dialokasikan untuk menghasilkan pendapatan.
Dalam hal ini perlu dipertimbangkan sumber-sumber pendapatan
yang diperoleh bank syariah. Bank akan mengalokasikan
penghasilannya dengan tahap-tahap sbb:

a. Bank menetapkan jumlah relative masing-masing dana


simpanan yang berhak atas bagi hasil usaha bank menurut
tipenya.

b. Bank menetapkan jumlah pendapatan bagi hasil bagi masing-


masing tipe dengan cara mengalihkan presentase (jumlah
relative) dari masing-masing dana simpanan pada huruf a
dengan jumlah pendapatan bank

c. Bank menetapkan posisi bagi-hasil untuk masing-masing tipe


dana simpanan sesuai dengan nisbah yang diperjanjikan.

d. Bank harus menghitung jumlah relative biaya operasional


terhadap volume dana, kemudian mendistribusikan beban
tersebut sesuai dengan porsi dana dari masing-masing tipe
simpanan.
e. Bank mendistribusikan bagi hasil untuk setiap pemegang
rekening menurut tipe simpanannya sebanding dengan jumlah
simpanannya

ALOKASI DANA BANK SYARIAH

Alokasi penggunaan dana bank syariah pada dasarnya dapat


dibagi dalam duabagian penting dari aktiva bank, yaitu; aktiva yang
menghasilkan dan aktiva yang tidak menghasilkan. Aktiva yang
dapat menghasilkan adalah asset bank yang digunakanuntuk
menghasilkan pendapatan. Asset ini disalurkan dalam bentuk
investasi yangterdiri atas:

a. Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudḍārabah)

b. Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan (mushārakah)

c. Pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli (al-bai‘)

d. Pembiayaan berdasarkan prinsip sewa (ijārah dan ijārah wa


iqtinā/ijārahmuntahiah bi tamlīk)

e. Surat-surat berharga syariah dan investasi lainnya.

PRODUK PENDANAAN

Al Wadiah-Titipan/SimpananTitipan murni dari satu pihak ke


pihak lain, baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga
dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki.

1. Wadiah Yad al amanah

- Pihak yang menerima titipan tidak boleh menggunakan dan


memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan, tetapi harus
benar-benar menjaganya sesuai kelaziman.
- Pihak penerima titipan dapat membebankan biaya kepada
penitip sebagai biaya penitipan.

2. Wadi’ah Yad Adh dhamanah

- Pihak yang menerima titipan boleh menggunakan dan


memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan

- Pihak Bank dalam hal ini mendapatkan bagi hasil dari


pengguna dana. Bank dapatmemberikan insentif kepada
penitip dalam bentuk Bonus.

Mudharabah Suatu akad kerjasama atau perkongsian antara dua


pihak yaitu: Pihak pertama sebagai penyedia modal/dana untuk suatu
usaha (disebut sebagai shahib al maal); Pihak kedua yang
bertanggungjawab atas pengelolaan dana/manajemen usaha (disebut
sebagai mudharib)

Deposito Mudharabah (Fatwa DSN No. 03/DSN-


MUI/IV/2000)1.Nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau
pemilik dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola
dana 2.Bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya,
termasuk didalamnya mudharabah dengan pihak lain. 3.Modal harus
dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan piutang
4.Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan
dituangkan dalam akad pembukaan rekening 5.Mudharib menutup
biaya operasional deposito dengan menggunakan nisbah keuntungan
yang menjadi haknya.

BANK DAN LKS

***
A. Konsep perbankan syariah

Sesuai UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Bank


Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah, atau prinsip hukum islam yang diatur dalam fatwa
Majelis Ulama Indonesia seperti prinsip keadilan dan keseimbangan
('adl wa tawazun), kemaslahatan (maslahah), universalisme
(alamiyah), serta tidak mengandung gharar, maysir, riba, zalim dan
obyek yang haram.

1. Dasar Hukum Perbankan Syariah

Dasar hukum mengenai bank syariah mengacu pada Undang-


Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana
diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan (UU 10/1998) dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2008 tentang Perbankan Syariah (UU 21/2008).

2. Produk Bank Syariah


1. Penghimpunan Dana (Funding)
a. Prinsip wadiah
Wadiah dapat diartikan sebagai titipan dari satu pihak
kepihak yang lain, baik individu maupun badan hokum yang
harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penyimpang
menghendakinya. Wadiah terbagi 2 jenis yaitu:
1) Wadiah Yad Dhamanah, yaitu titipan dimana barang titipan
selama belum dikembalikan kepada penitip dapat
dimanfaatkan oleh penerimah titipan. Apabila dari hasil
pemanfaatan tersebut memperoleh keuntungan maka
seluruhnya menjadi hak sipenerima titipan.
2) Wadiah Yad Amanah, yaitu titipan dimana penerimah titipan
tidak boleh memanfaatkan barang titipan tersebut sampai
diambil kembali oleh penitip.
Prinsip wadiah dalam perbankan syariah diaplikasikan
dengan:
a) Giro wadiah
Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional ditetapkan
ketentuan mengenai giro wadiah (fatwa 2006) sebagi berikut:
Bersifat titipan, Titipan bias diambil kapan saja (on call) dan
Tidak ada imbalan yang disyaratkan kecuali dalam bentuk
pemberian (athya) yang bersifat sukarela.
Giro atas dasar akad wadiah:
- Bank bertindak sebagai penerima dana titipan dan
nasabah bertindak sebagai penitip dana
- Bank tidak diperkenakan menjanjikan pemberikan
imbalan atau bonus kepada nasabah.
- Dana titipan dapat diambil kapan saja oleh nasabah.
b) Tabungan wadiah
Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional ditetapkan
ketentuan mengenai tabungan wadiah (fatwa 2006) sebagi
berikut: Bersifat simpanan, Simpanan bias di ambil kapan
saja (on call) atau berdasasrkan kesepakatan, dan Tidak ada
imbalan yang disyaratkan kecuali dalam bentuk pemberian
(athya) yang bersifat sukarela.

Tabungan atas dasar akad wadiah:


- Bank bertindak sebagai penerima dana titipan dan
nasabah bertindak sebagai penitip dana
- Bank tidak diperkenakan menjanjikan pemberikan
imbalan atau bonus kepada nasabah.
- Dana titipan dapat diambil kapan saja oleh nasabah.

b. Prinsip Mudharabah
Mudharabah merupakan akad kerja sama antara dua
pihak, satu pihak memberi modal kepada yang lainnya untuk
berniaga. Kemudian keuntungan dibagi antara mereka sesuai
dengan yang telah disepakati.
Mudharabah terbagi atas dua jenis yaitu:
1) Mudharabah muqayyadah, yaitu akad kerja sama dimana
shahibul mal membatasi kepada mudharib dengan batasan
jenis usaha, waktu dan tempat usaha.
2) Mudharabah muthlaqah, yaitu bentuk kerja sama antara
sahahibul mal dan mudarib yang cakupannya sangta luas
dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha , waktu dan
daerah bisnis.
Prinsip mudharabah dalam perbankan syariah
diaplikasikan dengan:
- Tabungan mudharabah, dipergunakan oleh bank dalam
mengelola jasa simpanan dari nasabah yang ingin
menitipkan dananya untuk tujuan - tujuan tertentu. Seperti
ibadah qurban, ibadah haji, atau pendidikann.
- Deposito mudharabah, yaitu harta benda atau uang yang
diberikan ke dalam penguasaan bank untuk pengamatan,
investasi, atau sebagai agunan.
2. Penyaluran dana (Financing)
a. Pembiayaan dg Prinsip Jual Beli
1) Murabahah
Murabahah adalah transaksi beli dimana bank
menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai
penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Pembiayaan
dengan prinsip jual beli diaplikasikan dalam murabahah
(deferred paytment sale) yaitu pembelian barang oleh
bank untuk nasabah dalam rangka memenuhi kebutuhan
produksi (inventory) dengan pembayaran ditangguhkan
dalam jangka di bawah satu tahun (short run financing).
Sesuai kesepakatan kedua belah pihak mengenai harga
jual dan jangka waktunya.
2) Salam
Salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang
diperjual belikan belum ada.jual beli salam yang
merupakan jual beli barang dengan cara pemesanan dan
pembayaran harga lebih dahulu dengan syarat-syarat
tertentu.
3) Pembiayaan istishna
Istisna jual beli antara pembeli dan penjual dan barang
uang dipesan disebut mashnu. Pembayaran dimuka
dengan kontan atau cicilan, sedangkan barang diserahkan
kemudian.Ketentuan umum pembiayaan istisnha adalah
spesifikasi barang pesanan harus jelas seperti jenis,
macam, ukuran mutu dan jumlahnya.
b. Pembiayaan dengan prinsip sewa
1) Ijarah
Yaitu pemindahan hak guna atas barang atau jasa
melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan
pemindahan kepemilikan (ownership, milkiyyah) atas
barang tersebut.
2) Pembiayaan (IMBT)
Yaitu akad sewa menyewa antara pemilik objek sewa
(bank syariah) dg penyewa (nasabah) untuk mendapatkan
imbalan jasa atas objek sewa yang disewakannya dengan
opsi pemindahan hak milik obyek sewa pada saat tertentu
sesuai dengan akad yang disepakati di awal. Pemindahan
hak milik dalam IMBT dapat melalui Hadiah.
c. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil
1) Musyarakah
Yaitu kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu
usaha tertentu. Masing-masing pihak mermberikan
kontribusi dana atau keahlian dengan kesepakatan
keuntungan dibagi bersama, dan jika terjadi kerugian
ditanggung bersama.
Dua jenis musyarakah:
- Musyarakah pemilikan, tercipta karena warisan, wasiat,
atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan
satu aset oleh dua orang atau lebih.
- Musyarakah akad, tercipta dengan cara kesepakatan
dimana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang
dari mereka memberikan modal musyarakah.
2) Mudharabah
Yaitu bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak
dimana pemilik modal (shahib al-maal) mempercyakan
sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan
suatu perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk ini
menegaskan kerjasama dalam panduan kontribusi 100%
modal kas dari shahib al-maal dan keahlian mudarib.
Akad mudharabah secara umum terbagi menjadi dua
jenis:
- Mudharabah mutlaqah, akad mudharabah tanpa
pembatasan yaitu bentuk kerjasama antara shahibul
maal dan mudharib yang cakupannyansangat luasdan
tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan
daerah bisnis.
- Mudharabah Muqayyadah, akad mudharabah dengan
pembatasan yaitu bentuk kerja sama antara shahibul
mal dan mudharib yang cakupannyadibatasi oleh
spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis.

d. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil


1) Qardh
Yaitu pemberian harta kepada orang lain yang dapat
ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain
meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Produk ini
digunakan untuk membantu usaha kecil dan keperluan
sosial. Dana ini diperoleh dari dana zakat, infaq dan
shadaqah.
2) Qardhul Hasan
Pinjam meminjam uang atau barang dimana peminjam
berkewajiban mengembalikan pokok pinjaman saja tanpa
imbalan atas dasar kebajikan dengan tujuan untuk
membantuk peneima pinjaman.
3. Jasa Perbankan
a) Wakalah
Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila
nesabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili
dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti
pembukuan L/C, inkaso dan transfer uang.
b) Kafalah
Kafalah (Garansi bank) merupakan pemberian
jaminan dari satu pihak kepada pihak lain atau garansi
bank dapat diberikan dengan tujuan untuk menjamin
pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat
mensyaratkan nasabah untuk mendapatkan sejumlah dana
untuk fasilitas ini sebagai rahn.
c) Sharf (Pertukaran Mata Uang)
Pada prinsipnya jual beli valuatan asing sejalan
dengan sharf. Jual beli mata uang yang sejenis ini,
penyerahan harus dilakukan pada waktu yang sama (spot).
Bank mengambil keuntungan dari jual beli valutan asing
ini.
d) Rhan (Gadai)
Penyerahan suatu barang/harta dari satu pihak kepada
pihak lain sebagai jaminan sebagian atau seluruh hutang
bagi pihak yang menyerahkan barang/ harta tersebut .

e) Hiwalah (Alih Utang Piutang)


Penyerahan suatu barang/ harta dari satu pihak kepada
pihak lain sebagai jaminan sebagian atau seluruh hutang
bagi pihak yang menyerahkan barang/harta tersebut
B. Perbedaan Bank Syariah Dan Konvensional

Aspek Syariah Konvensional


Hukum Qur'an dan hadis Hukum perdata
dan pidana
Investasi Jenis usaha yang Semua bidang
halal saja usaha
Orentasi Keuntungan, Keuntungan
kemakmuran dan semata2
kebahagiaan dunia
akhirat.
Keuntungan Bagi hasil Bunga
Hubungan Kemitraan Debitur kreditur
Perbedaan Bank Dan Non Bank

Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatan utamanya


menyalurkan jasa dalam pembayaran dan peredaran uang serta
pemberian kredit. Sedangkan Lembaga keuangan bukan bank adalah
lembaga keuangan yang fungsi dasarnya sebagai pengumpul dan
penyalur dana yang digunakan untuk menunjang perkembangan
pasar uang dan pasar modal.

C. Konsep Lembaga Kauangan Syariah Non Bank


1. BMT, Yaitu adalah lembaga keuangan mikro yang
dioperasikan dengan prinsip bagi hasil (syari’ah),
menumbuhkembangkan bisnis usaha mikro dan kecil dalam
rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela
kepentingan kaum fakir miskin.

2. Asuransi syariah, Menurut definisi Dewan Syariah Nasional


adalah usaha untuk saling melindungi dan tolong-menolong
diantara sejumlah orang melalui investasi dalam bentuk asset
dan atau taba’ru yang memberikan pola pengembalian untuk
menghadapi resiko/bahaya tertentu melalui akad yang sesuai
dengan syariah.

3. Reksadana Syariah, Yaitu reksadana yang pengelolaan dan


kebijakan investasinya mengacu pada syariat islam.
4. Ar-Rahn, yaitu menahan salah satu harta milik si peminjam
sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya.

5. Pasar Modal Syariah, yaitu pasar modal yang menerapkan


prinsip-prinsip syariah. Prinsip-prinsip tersebut antara lain:
Larangan terhadap setiap transaksi yang mengandung unsur
ketidakjelasan. Instrumen atau efek yang diperjualbelikan
harus memenuhi criteria halal.

6. Pasar Uang Syariah adalah pasar uang syariah (puas/pasar


uang untuk bank syariah) dimana diperdagangkan adalah
surat-surat berharga syariah dengan jangka waktu pendek
(kurang dari 1 tahun).

7. Dana Pensiun Syariah, yaitu dana pensiun yang


diselenggarakan berdasarkan prinsip syariah. Prinsip syariah
adalah ketentuan hukum Islam berdasarkan fatwa dan/atau
pernyataan kesesuaian syariah dari Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia.

MANJEMEN KEUANGAN
DAN RESIKO
***
A. Konsep nilai uang

1. Time Value Of Money


Nilai uang sekarang lebih berharga dibandingkan dengan nilai
uang dengan jumlah yang sama di masa mendatang, karena potensi
kapasitas penghasilan uang tersebut.

Secara prinsip, nilai waktu dari uang ini berbasis pada adanya
potensi pendapatan uang tersebut untuk menghasilkan bunga apabila
diinvestasikan.Sebaliknya, ada pula risiko kehilangan dalam jumlah
tertentu karena penurunan nilai mata uang akibat inflasi dan
kegagalan investasi.

Contoh:

Uang Rp 100 ribu di tahun 1999 dapat digunakan untuk membeli


lebih banyak barang dibandingkan 20 tahun kemudian, yakni pada
tahun 2019. Intinya, uang Rp 100 ribu jauh lebih berharga atau
bernilai di tahun 1999 daripada tahun 2019.

2. Economic Value of Time

Yaitu konsep yang menyatakan waktu (khususnya yang


produktif) akan menghasilkan dan menambah nilai ekonomi. Dengan
konsep ini maka jika kita ingin menghasilkan dan menambah nilai
ekonomi, maka kita harus memanfaatkan waktu sebaik dan
seproduktif mungkin.

B. Antara Kinerja Keuangan Memliliki Keterkaitan Yang


Unik, Sebab Usaha Untuk Meningkatkan

Likuiditas mempunyai kecendrungan untuk menurunkan


rentabilitasnya, demikian pula sebaliknya bila perusahaan terlalu
memperhatikan likuiditasnya akan cendrung menurun. Meskipun
demikian, hal ini dapat juga terjadi pengecualian, sebab dapat saja
terjadi usaha menjadikan likuiditasnya yang tinggi dapat juga
akhirnya menimbulkan rentabilitas yang tinggi pula. Solvabilitas
memliki keterkaitam terhadap liquidita yang dipergunakan dalam
mengambil kondisi dan situasi kemampuan keuangan perusahaan
dalam menyelesaikan masalah-masalahnya secara cepat dan baik.

C. Return yaitu salah satu faktor yang memotivasi investor


berinvestasi dan juga merupakan imbalan atas keberanian
investor menanggung risiko atas investasi yang dilakukannya.
D. Risiko dapat ditafsirkan sebagai bentuk keadaan ketidakpastian
tentang suatu keadaan yang akan terjadi nantinya (future) dengan
keputusan yang diambil berdasarkan berbagai pertimbangan pada
saat ini. Oleh karena itu, dari definisi di atas dapat disimpulkan
bahwa pada dasarnya risiko merupakan perbedaan antara return
yang diharapkan dengan return yang terjadi.
E. Portofolio, yatu sebuah upaya yang dilakukan investor dalam
meminimalkan risiko atas aset yang dimiliki dan berharap
mendapatkan return yang maksimal. Portofolio Investasi adalah
sekumpulan investasi yang dimiliki oleh suatu institusi ataupun
perorangan. Bentuknya bisa bermacam-macam, seperti obligasi,
reksa dana, properti, saham, dan instrumen investasi lainnya.
Bagi orang-orang yang melakukan investasi saham, ada pula
istilah Portofolio Saham, yaitu kumpulan aset investasi yang
berbentuk saham.
F. Surat Berharga Bank Syariah
1) Sukuk ijarah yakni sukuk yang berdasarkan akad ijarah
dimana satu pihak bertindak sendiri atau dapat diwakili dalam
menjual atau menyewakan hak manfaat atas suatu aset kepada
pihak lain berdasarkan harga dan periode yang disepakati
tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri.
2) Sukuk mudharabah, yakni sukuk yang berdasarkan akad
mudharabah dimana satu pihak menyediakan modal dan
pihak lain menyediakan tenaga dan keahlian dan keuntungan
dari kerjasama tersebut akan dibagikan berdasarkan
perjanjian sebelumnya.
3) Sukuk musyarakah, yakni sukuk berdasarkan akah
musyarakah dimana dua pihak atau lebih bekerjasama
menggabungkan modal untuk membangun proyek baru,
mengembangkan proyek yang telah ada, atau membiayai
kegiatan usaha. Keuntungan maupun kerugian yang timbul
ditanggung bersama sesuai dengan jumlah partisipasi modal
masing masing pihak.
4) Sukuk istisna’, yakni sukuk berdasarkan akad istisna’
dimana pihak menyepakati jual beli dalam pembiayaan suatu
proyek atau barang. Adapun harga, waktu penyerahan, dan
spesifikasi barang atau proyek ditentukan terlebih dahulu
berdasarkan kesepakatan.
G. Kebijakan dividen

Kebijakan dividen merupakan persentase laba yang


dibayarkan kepada para pemegang saham dalam bentuk dividen
tunai, penjagaan stabilitas dividen dari waktu ke waktu,
pembagian dividen saham, dan pembelian kembali saham.Rasio
pembayaran dividen (dividend pay out ratio), ikut menentukan
besarnya jumlah laba yang ditahan perusahaan harus dievaluasi
dalam kerangka tujuan pemaksimalan kekayaan para pemegang
saham.

Makna Kebijakan dividen merupakan rencana tindakan yang


harus diikuti dalam membuat keputusan dividen. Suatu
perusahaan akan tumbuh dan berkembang dan pada waktunya
akan memperoleh keuntungan atau laba. Laba disini terdiri dari
laba ditahan dan laba yang dibagikan.

Laba ditahan merupakan salah satu sumber dana yang paling


penting untuk pembiayaan pertumbuhan perusahaan. Semakin
besar pembiayaan perusahaan yang berasal dari laba ditahan
ditambah penyusutan aktiva tetap, maka semakin kuat pula posisi
financial perusahaan tersebut. Kemudian, seluruh laba yang
diperoleh perusahaan sebagian dibagikan kepada pemegang
saham berupa dividen.

Perusahaan dengan kemampuan tingkat laba yang tinggi dan


prospek kedepan yang cerahlah yang mampu membagikan
dividen.

H. Iinstrument Liquiditas Bank Syariah


1. Primary Reserve (Cadangan Primer) yaitu adalah cadangan
yang berfungsi sebagai penyangga Primary Reserve, ditanam
dalam bentuk investasi jangka pendek. Terdiri dari Giro
Wajib Minimum (GMW), Kas Pada Valuta, Giro Pada Bank
Lain dan Item-item uang tunai yang masih dalam proses
inkaso.
2. Secondary Reserve, Yaitu cadangan yang berfungsi sebagai
penyangga Primary Reserve, ditanam dalam bentuk investasi
jangka pendek. Terdiri dari Sertifikat Wadiah Bank Indonesia
(SWBI), Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
3. Akses ke pasar uang adalah pasar uang antar bank syariah dan
pasar modal syariah. Terdiri dari Pasar Uang Antar Bank
Syariah (PUAS), Pasar Modal Syariah, dan Fasilitas
Pembiayaan Jangka Pendek bagi Bank Syariah (FPJPS) dan
LPS Sebagai Sarana Penunjang Likuiditas Perbankan.

I. Manajemen Risiko Pd Bank Syariah


1. Jenis risiko pembiayaan bank syariah
a. Risiko Kredit, Risiko yang disebabkan kegagalan nasabah
atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada Bank
sesuai dengan perjanjian yang disepakati.
b. Risiko Pasar, Risiko yang disebabkan perubahan harga
pasar (termasuk nilai tukar mata uang) yang
menyebabkan perubahan nilai pada posisi neraca dan
rekening administratif.
c. Risiko Liquiditas, Risiko yang disebabkan
ketidakmampuan Bank untuk memenuhi kewajiban yang
jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas atau dari
aset likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan tanpa
mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan Bank.
d. Risiko Operasional, Risiko yang disebabkan oleh salah
satu aspek yang mempengaruhi operasional Bank berikut:
kegagalan atau kurang memadainya proses internal,
kesalahan manusia (human error), kegagalan sistem, atau
kejadian eksternal.
e. Risiko Hukum, Risiko yang disebabkan oleh tuntutan
hukum dan/atau kelemahan aspek yuridis dalam
pembuatan perjanjian atau produk.
f. Risiko Reputasi, Risiko yang disebabkan menurunnya
tingkat kepercayaan pemangku kepentingan (stakeholder)
yang bersumber dari persepsi negatif terhadap Bank.
g. Risiko Strategik, Risiko yang disebabkan ketidaktepatan
dalam pengambilan atau pelaksanaan suatu keputusan
stratejik serta kegagalan dalam mengantisipasi perubahan
lingkungan bisnis.
h. Risiko kepatuhan, Risiko akibat Bank tidak mematuhi
atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan
dan ketentuan yang berlaku serta prinsip-prinsip syariah.
i. Risiko Imbal hasil, Risiko akibat Bank tidak mematuhi
atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan
dan ketentuan yang berlaku serta prinsip-prinsip syariah.
j. Risiko Investasi, Risiko akibat Bank turut menanggung
kerugian usaha nasabah yang dibiayai dalam pembiayaan
berbasis bagi hasil baik yang menggunakan metode net
revenue sharing maupun yang menggunakan metode
profit and loss sharing.
J. Prinsip 5 C
1. Character
Prinsip ini dilihat dari segi kepribadian nasabah.Hal ini bisa
dilihat dari hasil wawancara antara Customer Service kepada nasabah
yang hendak mengajukan kredit, mengenai latar belakang, kebiasaan
hidup, pola hidup nasabah, dan lain-lain. Inti dari prinsip Character
ini ialah menilai calon nasabah apakah bisa dipercaya dalam
menjalani kerjasama dengan bank.

2. Capacity

Prinsip ini adalah yang menilai nasabah dari kemampuan nasabah


dalam menjalankan keungan yang ada pada usaha yang dimilikinya.
Apakah nasabah tersebut pernah mengalami sebuah permasalahan
keuangan sebelumnya atau tidak, di mana prinsip ini menilai akan
kemampuan membayar kredit nasabah terhadap bank.

3. Capital

Yakni terkait akan kondisi aset dan kekayaan yang dimiliki,


khususnya nasabah yang mempunyai sebuah usaha. Capital dinilai
dari laporan tahunan perusahaan yang dikelola oleh nasabah,
sehingga dari penilaian tersebut, pihak bank dapat menentukan layak
atau tidaknya nasabah tersebut mendapat pinjaman, lalu seberapa
besar bantuan kredit yang akan diberikan.

4. Collateral

Prinsip ke-empat yang perlu diperhatikan. Prinsip ini perlu


diperhatikan bagi para nasabah ketika mereka tidak dapat memenuhi
kewajibannya dalam mengembalikan pinjaman dari pihak bank.Jika
hal demikian terjadi, maka sesuai dengan ketentuan yang ada, pihak
bank bisa saja menyita aset yang telah dijanjikan sebelumnya sebagai
sebuah jaminan.

5. Condition
Prinsip ini dipengaruhi oleh faktor di luar dari pihak bank
maupun nasabah. Kondisi perekonomian suatu daerah atau Negara
memang sangat berpengaruh kepada kedua belah pihak, di mana
usaha yang dijalankan oleh nasabah sangat tergantung pada kondisi
perekonomian baik mikro maupun makro, sedangkan pihak bank
menghadapi permasalahan yang sama. Untuk memperlacar
kerjasama dari kedua belah pihak, maka penting adanya untuk
memperlancar komunikasi antara nasabah dengan bank.

K. Pengawasan dan Monitoring Pembiayaan

Untuk mengetahui dengan jelas apakah penyelenggaraan


berbagai kegiatan operasional sesuai dengan rencana atau tidak, dan
apakah terjadi deviasi atau tidak, manajemen perlu mengamati
jalanya kegiatan operasional tersebut. Berbagai teknik yang dapat
digunakan antara lain adalah:

1) Pengamatan lansung atau observasi oleh manajemen melihat


sendiri bagaimana caranya para petugas operasional
menyelenggarakan kegiatan dan menyelesaikan tugasnya. Teknik
ini dapat berakibat positif dalam implementasi strategi dengan
efesien dan efektif. Dikatakan demikian karena dengan
pengawasan langsung berbagai manfaat dapat dipetik, seperti
perolehan informasi bukan hanya tentang jalanya pelaksanaan
berbagai kegiatan operasional, akan tetapi juga dengan demikian
manajemen dapat segera meluruskan tindakan para pelaksana
apabila diperlukan.
2) Melalui laporan, baik lisan maupun tulisan dari para penyelia
yang sehari-hari mengawas
3) i secara langsung kegiatan tersebut

Anda mungkin juga menyukai