Referat OSNA Tita
Referat OSNA Tita
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Hidung
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke
bawah: 1) Pangkal hidung (bridge), 2) Batang hidung (dorsum nasi), 3)
Puncak hidung (hip), 4) Ala nasi, 5) kolumela dan 6) Lubang hidung (nares
anterior). Kerangka tulang terdiri dari 1) tulang hidung (os nasal), 2) prosesus
frontalis os maksila dan 3) prosesus nasalis os frontal; sedangkan kerangka
tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di
bagian bawah hidung, yaitu 1) sepasang kartilago nasalis lateralis superior, 2)
sepasang kartilago nasalis lateralis inferior yang disebut juga sebagai
kartilago ala mayor dan 4) tepi anterior kartilago septum.4
2
Gambar 1. Anatomi Hidung Luar2
3
maksila dan sinus etmoid anterior. Pada meatus superior yang merupakan ruang di
antara konka superior dan konka media terdapat muara sinus etmoid posterior dan
sinus sfenoid.4
Gambar 2. Rongga
4
Hidung
Rongga hidung dipisahkan menjadi rongga hidung kanan dan kiri oleh
pembagi vertikal yang sempit, yang disebut septum. Masing-masing rongga
hidung dibagi menjadi 3 saluran oleh penonjolan turbinasi atau konka dari dinding
lateral. Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak
mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung. Lendir di sekresi secara terus-
menerus oleh sel-sel goblet yang melapisi permukaan mukosa hidung dan
bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia. Rongga hidung dimulai
dari Vestibulum, yakni pada bagian anterior ke bagian posterior yang berbatasan
dengan nasofaring. Rongga hidung terbagi atas 2 bagian, yakni secara longitudinal
oleh septum hidung dan secara transversal oleh konka superior, medialis, dan
inferior.4
4
belakang ujung posterior konka media.1,4 Bagian depan hidung mendapat
pendarahan dari cabang-cabang a. fasialis. Pada bagian depan septum terdapat
anastomosis dari cabang-cabang a. sfenopalatina, a. etmoid anterior, a. labialis
superior dan a. palatina mayor, yang disebut pleksus Kiesselbach (Little’s area).
Pleksus Kiesselbach letaknya superfisial dan mudah cedera oleh trauma, sehingga
sering menjadi sumber epistaksis (perdarahan hidung), terutama pada anak.4,7
5
penghidu berasal dari n. ofaktorius. Saraf ini turun melalui lamina kribrosa dari
permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor
penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.4,5
2.1.2 Faring
6
Faring merupakan saluran yang memiliki panjang kurang lebih 13 cm yang
menghubungkan nasal dan rongga mulut kepada laring. Faring meluas dari dasar
cranium sampai tepi bawah cartilago cricoidea di sebelah anterior dan sampai tepi
bawah vertebra cervicalis VI di sebelah posterior. Dinding faring terutama
dibentuk oleh dua lapis otot-otot faring. Lapisan otot sirkular di sebelah luar
terdiri dari tiga otot konstriktor. Lapisan otot internal yang terutama teratur
longitudinal, terdiri dari muskulus palatopharyngeus, musculus stylopharingeus,
dan musculus salphingopharingeus. Otot-otot ini mengangkat faring dan laring
sewaktu menelan dan berbicara. Faring adalah tempat dari tonsil dan adenoid.
Dimana terdapat jaringan limfe yang melawan infeksi dengan melepas sel darah
putih ( limfosit T dan B). Berdasarkan letaknya faring dibagi menjadi nasofaring,
orofaring dan laringofaring.4,5
Nasofaring disebut juga Epifaring, Rinofaring. merupakan yang terletak
dibelakang rongga hidung,diatas Palatum Molle dan di bawah dasar tengkorak.
Dinding samping ini berhubungan dengan ruang telinga tengah melalui tuba
Eustachius. Bagian tulang rawan dari tuba Eustachius menonjol diatas ostium tuba
yang disebut Torus Tubarius. Tepat di belakang Ostium Tuba. Terdapat cekungan
kecil disebut Resesus Faringeus atau lebih di kenal dengan fosa Rosenmuller;
yang merupakan banyak penulis merupakan lokalisasi permulaan tumbuhnya
tumor ganas nasofaring.4
Orofaring disebut juga mesofaring, dengan batas atasnya palatum mole,
batas bawah adalah tepi atas epiglotis, ke depan adalah rongga mulut, sedangkan
ke belakang adalah vertebra servikalis. struktur yang terdapat di rongga orofaring
adalah dinding posterior faring, tonsil palatina, fosa tonsil serta arkus faring
anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen sekum. Laringofaring
batas laingofaring di sebelah superior adalah tepi atas epiglotis, batas anterior
adalah laring, batas inferior adalah esofagus serta batas posterior adalah vertebre
servikal.4
7
Gambar 5. Anatomi Faring1
Faring mendapat darah dari beberapa sumber dan kadang kadang tidak
beraturan. Yang utama berasal dari cabang A. karotis eksterna ( cabang faring
asendens dan cabang fausial ) serta dari cabang A. maksila interna yakni cabang
palatina superior.4 Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari
pleksus faring yang ekstensif. pleksus ini dibentuk oleh cabang faring dari N.
vagus, cabang dari N. glosofaring dan serabut simpatis. cabang faring dari N.
vagus berisi serabut motorik. Dari pleksus faring yang ekstensif ini keluar cabang
cabang untuk otot otot faring kecuali M. stilofaring yang dipersarafi langsung oleh
cabang N. glosofaring ( N.IX ).4,5
2.1.3 Laring
Laring merupakan struktur kompleks yang telah berevolusi yang
menyatukan trakea dan bronkus dengan faring sebagai jalur aerodigestif umum.
Laring memiliki kegunaan penting yaitu (1) ventilasi paru, (2) melindungi paru
selama deglutisi melalui mekanisme sfingteriknya, (3) pembersihan sekresi
melalui batuk yang kuat, dan (4) produksi suara. Secara umum, laring dibagi
menjadi tiga: supraglotis, glotis dan subglotis. Supraglotis terdiri dari epiglotis,
8
plika ariepiglotis, kartilago aritenoid, plika vestibular (pita suara palsu) dan
ventrikel laringeal. Glotis terdiri dari pita suara atau plika vokalis. Daerah
subglotik memanjang dari permukaan bawah pita suara hingga kartilago krikoid.4,5
9
krikovokalis). Jaringan ini lebih kuat dari pada membrana kuadrangularis dan
bergabung dengan ligamentum vokalis pada masing-masing sisi.4
Otot-otot yang menyusun laring terdiri dari otot-otot ekstrinsik dan otot-
otot intrinsik. Otot-otot ekstrinsik berfungsi menggerakkan laring, sedangkan otot-
otot intrinsik berfungsi membuka rima glotidis sehingga dapat dilalui oleh udara
respirasi. Juga menutup rima glotidis dan vestibulum laringis, mencegah bolus
makanan masuk ke dalam laring (trakea) pada waktu menelan. Selain itu, juga
mengatur ketegangan (tension) plika vokalis ketika berbicara. Kedua fungsi yang
pertama diatur oleh medula oblongata secara otomatis, sedangkan yang terakhir
oleh korteks serebri secara volunter.4
Rongga di dalam laring dibagi menjadi tiga yaitu, vestibulum laring,
dibatasi oleh aditus laringis dan rima vestibuli. Lalu ventrikulus laringis, yang
dibatasi oleh rima vestibuli dan rima glotidis. Di dalamnya berisi kelenjar mukosa
yang membasahi plika vokalis. Yang ketiga adalah kavum laringis yang berada di
sebelah ckudal dari plika vokalis dan melanjutkan diri menjadi kavum trakealis. 4
Laring pada bayi normal terletak lebih tinggi pada leher dibandingkan
orang dewasa. Laring bayi juga lebih lunak, kurang kaku dan lebih dapat ditekan
oleh tekanan jalan nafas. Pada bayi laring terletak setinggi C2 hingga C4,
sedangkan pada orang dewasa hingga C6. Ukuran laring neonatus kira-kira 7 mm
anteroposterior, dan membuka sekitar 4 mm ke arah lateral.4
Laring berfungsi dalam kegiatan Sfingter, fonasi, respirasi dan aktifitas
refleks. Sebagian besar otot-otot laring adalah adduktor, satu-satunya otot
abduktor adalah m. krikoaritenoideus posterior. Fungsi adduktor pada laring
adalah untuk mencegah benda-benda asing masuk ke dalam paru-paru melalui
aditus laringis. Plika vestibularis berfungsi sebagai katup untuk mencegah udara
keluar dari paru-paru, sehingga dapat meningkatkan tekanan intra thorakal yang
dibutuhkan untuk batuk dan bersin. Plika vokalis berperan dalam menghasilkan
suara, dengan mengeluarkan suara secara tiba-tiba dari pulmo, dapat
menggetarkan (vibrasi) plika vokalis yang menghasilkan suara. Volume suara
ditentukan oleh jumlah udara yang menggetarkan plika vokalis, sedangkan
10
kualitas suara ditentukan oleh cavitas oris, lingua, palatum, otot-otot facial, dan
kavitas nasi serta sinus paranasalis.4,5
Radang Epiglotitis
Sindroma Croup
Angina Ludwig
11
Abses retrofaring
Tonsilitis
Traumatik Patah tulang wajah atau mandibula
Trauma Laring
Menelan bahan kaustik
Paralysis n. laringeus rekurens bilateral
Tumor Papiloma laring
Tumor ganas laring
Lain-lain Benda asing
Oedem angioneurotik
12
Gambar 7. Atresia koana endoskopi
b. Stenosis subglotik
Pada daerah subglotik, 2-3 cm dari pita suara, sering terdapat penyempitan.
Kelainan yang dapat menyebabkan stenosis subglotik ialah :
1.Penebalan jaringan submukosa dengan hyperplasia kelenjar mucus dan fibrosis.
2. Kelainan bentuk tulang rawan krikoid dengan lumen yang lebih kecil.
3. Bentuk tulang rawan normal dengan ukuran lebih kecil
4. Pergeseran cincin trakea pertama kearah atas belakang ke dalam lumen krikoid.
Gejala stenosis subglotik ialah stridor, dispneu, retraksi di suprasternal,
epigastrium, interkostal serta subklavikula. Pada stadium yang lebih berat akan
ditemukan sianosis dan apnea sebagai akibat sumbatan jalan, sehingga mungkin
juga terjadi gagal pernafasan (respiratory distress). Terapi tergantung kelainan
yang menyebabkannya. 3
13
Gambar 8 . Stenosis subglotik3
Pada umumnya terapi stenosis subglotik yang disebabkan oleh kelainan
submukosa ialah dilatasi atau dengan laser CO2. Stenosis subglotik yang
disebabkan oleh kelainan bentuk tulang rawan krikoid dilakukan terapi
pembedahan dengan melakukan rekontruksi.1,3
c. Laringomalasia
Pada stadium awal ditemukan epiglotis lemah, sehingga pada waktu
inspirasi epiglotis tertarik ke bawah dan menutup rima glotis. Dengan demikian
bila pasien bernafas, nafasnya berbunyi (stridor). Stridor merupakan gejala awal,
dapat menetap dan mungkin hilang timbul, ini disebabkan lemahnya rangka
laring.1,3
14
Gambar 9. Laringomalasia
Tujuan pengobatan pada bayi dengan fokus pada urutan Robin bernafas,
makan, dan mengoptimalkan pertumbuhan dan nutrisi walaupun kecenderungan
15
untuk sesak napas. Jika ada bukti penyumbatan saluran napas (bernapas snorty,
apnea, kesulitan mengambil napas, atau tetes di oksigen), maka bayi harus
ditempatkan pada posisi berbaring atau tiarap, yang membantu membawa dasar
lidah maju. Satu studi dari 60 bayi dengan PRS menemukan bahwa 63% dari bayi
merespon terhadap posisi tiarap.8
2.3.2. Radang
a. Epiglotitis akut
Epiglotitis akut adalah suatu keadaan inflamasi akut yang terjadi pada
daerah supraglotis dari orofaring, meliputi epiglotis, valekula, aritenoid, dan
lipatan ariepiglotika.9 Epiglotitis akut biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri,
bakteri paling sering ditemukan adalah Haemophilus influenza. Epiglotitis akut
paling sering terjadi pada anak-anak berusia 2-4 tahun namun akhir-akhir ini
dilaporkan bahwa prevalensi dan insidennya meningkat pada orang dewasa.10
Onset dari gejala epiglotitis akut biasanya terjadi tiba-tiba dan berkembang secara
cepat. Pada pasien anak-anak, gejala yang sering ditemui adalah sesak napas dan
stridor yang didahului oleh demam, sedangkan pada pasien dewasa gejala yang
terjadi lebih ringan, dan yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri tenggorokan
dan nyeri saat menelan.9
Diagnosis dapat dibuat berdasarkan riwayat perjalanan penyakit dan tanda
serta gejala klinis yang ditemui, dan dari foto rontgen lateral leher yang
memperlihatkan edema epiglotis (thumb sign) dan dilatasi dari hipofaring. 11
Penatalaksanaan pada pasien dengan epiglotitis diarahkan kepada mengurangi
obstruksi saluran napas dan menjaganya agar tetap terbuka serta mengeradikasi
agen penyebab. Dapat dilakukan intubasi jika telah terjadi obstruksi, dengan
ekstubasi setelah 48-72 jam, serta pemberian antibiotika yang adekuat.9
b. Abses Retrofaring
Penyakit ini biasanya ditemukan pada anak berusia dibawah lima tahun. Hal
ini terjadi karena usia tersebut ruang retrofiring masih berisi kelenjar limfa dari
hidung, sinus paranasal, nasofaring, faring, tuba eustachius dan telinga tengah.
16
Pada usia diatas enam tahun kelenjar limfa akan mengalami atrofi. Keadaan
yangbisa menyebabkan terjadinya abses retrofaring ialah infeksi saluran nafas atas
yang menyebabkan limfadenitis retrofaring, trauma dinding belakang faring oleh
benda asing dan tuberculosis vertebra servikalis bagian atas. 3
Gejala utama abses retrofiring adalah rasa nyeri dan sukar menelan. Pada
anak kecil rasa nyeri akan menyebabkan anak menangis terus dan tidak mau
makan atau minum, leher kaku dan nyeri. Dapat timbul sesak nafas karena timbul
sumbatan terutama di hipofaring. Bila proses peradangan berlanjut sampai
mengenai laring dapat timbul stridor. Sumbatan oleh abses juga dapat menganggu
resonansi suara sehingga terjadi perubahan suara. Pada dinding belakang faring
tampak benjolan, biasnaya unilateral. Mukasa terlihat bengkak dan hiperemis.3
Diagnosa ditegakan berdasarkan adanya riwayat infeksi saluran nafas bagian
atas atau trauma, gejala dan tanda klink serta pemeriksaan penunjang foto rontgen
jaringan lunak leher lateral. Pada foto rontgen akan tampak pelebaran ruang
retrofaring lebih dari 7 mm pada anak dan dewasa. Terapi abses retrofiring adalah
dengan medika mentosa dan pembedahan. Sebagai terapi medikamentosa
diberikan antibiotic dosis tinggi untuk kuman aerob dan anaerob diberika secara
parenteral. Selain itu dilakukan pungsi dan insisi abses melalui laringoskopi
langsung dalam posisi pasien baring Trendelnburg. Pus yang keluar segera diisap
agar tidak terjadi inspirasi. Tindakan dapat dilakukan dengan anestesi lokal atau
umum.3
c. Tonsilitis
Tonsil atau yang lebih sering dikenal dengan amandel adalah massa yang
terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus
didalamnya, bagian organ tubuh yang berbentuk bulat lonjong melekat pada
kanan dan kiri tenggorok. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid),
tonsil palatina, dan tonsil faringal yang membentuk lingkaran yang disebut cincin
Waldeyer. Tonsillitis adalah inflamasi pada tonsila palatine yang disebabkan oleh
infeki virus atau bakteri. Saat bakteri dan virus masuk ke dalam tubuh melalui
hidung atau mulut, tonsil berfungsi sebagai filter yang menyelimuti organisme
17
yang berbahaya tersebut dengan sel-sel darah putih. Hal ini akan memicu sistem
kekebalan tubuh untuk membentuk antibody terhadap infeksi yang akan datang.
Tetapi bila tonsil sudah tidak dapat menahan infeksi dari bakteri atau virus
tersebut maka akan timbul tonsillitis. Dalam beberapa kasus ditemukan 3 macam
tonsillitis, yaitu tonsillitis akut, tonsillitis membranosa, dan tonsillitis kronis.1,3
a) Tonsilitis Akut
Tonsillitis akut ini lebih disebabkan oleh kuman grup A Streptokokus beta
hemolitikus, pneumokokus, Streptokokus viridian dan Streptokokus piogenes.
Virus terkadang juga menjadi penyebab penyakit ini. Tonsillitis ini seringkali
terjadi mendadak pada anak-anak dengan peningkatan suhu 1-4 derajat celcius.1
b) Tonsilitis Membranosa
Ada beberapa macam penyakit yang termasuk dalam tonsillitis membranosa
beberapa diantaranya yaitu Tonsilitis difteri, Tonsilitis septic, serta Angina Plaut
Vincent.1
- Tonsilitis Difteri
Penyebab penyakit ini adalah Corynebacterium diphteriae yaitu suatu
bakteri gram positis pleomorfik penghuni saluran pernapasan atas yang dapat
menimbulkan abnormalitas toksik yang dapat mematikan bila terinfeksi
bakteriofag.
- Tonsilitis Septik
18
Penyebab dari tonsillitis ini adalah Streptokokus hemolitiku yang terdapat
dala susu sapi sehingga dapat timbul epidemic. Oleh karena itu perlu adanya
pasteurisasi sebelum mengkonsumsi susu sapi tersebut.
- Angina Plaut Vincent
Penyakit ini disebabkan karena kurangnya hygiene mulut, defisiensi vitamin
C serta kuman spirilum dan basil fusi form. Penyakit ini biasanya ditandai dengan
demam sampai 39o celcius, nuyeri kepala, badan lemah, dan terkadang terdapat
gangguan pencernaan. Rasa nyeri di mulut, hipersalivasi, gigi, dan gusi
berdarah.1,3
c) Tonsilitis Kronis
Bakteri penyebab tonsillitis kronis sama halnya dengan tonsillitis akut ,
namun terkadang bakteri berubah menjadi bakteri golongan Gram negatif. Mulut
yang tidk hygiene, pengobatan rdang akut yang tidak adekuat, rangsangan kronik
karena rokok maupun makanan. Adanya keluhan pasien di tenggorokan seperti
ada penghalang, tenggorokan terasa kering, pernapasan berbau. Saat pemeriksaan
ditemukan tonsil membesar dengan permukaan tidak rata, kriptus membesar dan
terisi detritus.1,3
d. Sindroma Croup
Croup atau laringotrakeobronkitis akut (LTBA) merupakan penyakit
peradangan akut di daerah subglotis larings, trakea, dan bronkus. Penyakit ini
merupakan penyebab tersering obstruksi saluran nafas atas pada anak-anak dan
biasanya ditandai dengan suara serak, batuk kering seperti menggonggong, dan
stridor inspirasi. Biasanya menyerang pada bayi dan anak-anak. penyebabnya
dapat bermacam-macam. Penyebab paling sering sering adalah virus. Penyebab
lain adalah bakteri, reaksi alergi, bahan yang mengiritasi seperti cairan lambung.1,8
19
Gambar 12. Sindroma Croup
Gejala klinis awali dengan suara serak, batuk menggonggong dan stridor
inspiratoir. Bila terjadi obstruksi stridor akan makin berat tetapi dalam kondisi
yang sudah payah stridor melemah. Dalam waktu 12-48 jam sudah terjadi gejala
obstruksi saluran napas atas. Pada beberapa kasus hanya didapati suara serak dan
batuk menggonggong, tanpa obstruksi napas. Keadaan ini akan membaik dalam
waktu 3 sampai 7 hari. Pada kasus lain terjadi obstruksi napas yang makin berat,
ditandai dengan takipneu, takikardia, sianosis dan pernapasan cuping hidung.
Pada pemeriksaan toraks dapat ditemukan adanya retraksi supraklavikular,
suprasternal, interkostal, epigastrial. Bila anak mengalami hipoksia, anak akan
tampak gelisah, tetapi jika hipoksia bertambah berat anak tampak diam, lemas,
kesadaran menurun. Pada kondisi yang berat dapat menjadi gagal napas. Pada
kasus yang berat proses penyembuhan terjadi setelah 7-14 hari. Terapi sindroma
Croup antara lain dengan pemberian oksigen, analgesik/antipiretik, antitusif dan
dekongestan, antibiotik serta glucocorticoid.8
e. Angina Ludwig
Angina Ludwig ialah selulitis di dasar mulut dan leher akut yang invasif,
menyebabkan udem hebat di leher bagian atas yang dapat menyumbat jalan napas.
Kuman penyebab biasanya streptokokus atau stafilokokus. Infeksi biasanya
berasal dari lesi di mulut seperti abses alveolar gigi atau infeksi sekunder pada
karsinoma dasar mulut. Kelainan ini cepat meluas melalui ruang fasia tertutup dan
dapat menyebabkan udem glotis yang dapat mengancam jiwa karena obstruksi
jalan napas. Karena radang dasar mulut ini lidah terdorong ke palatum dan ke
dorsal, ke arah dinding dorsal faring sehingga menutup jalan napas.1
Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis dan dibantu dengan
pemeriksaan biakan dan uji kepekaan kuman dari nanah. Bila dapat dibuat
diagnosis dini maka pemberian antibiotik kadang-kadang memberikan hasil yang
memuaskan. Bila pembengkakan leher dan dasar mulut tidak segera berkurang
20
maka dilakukan dekompresi terhadap ruang fasia yang tertutup di dasar mulut dan
leher, selanjutnya dipasang pipa penyalir.1
2.3.3. Trauma
a. Fraktur tulang mandibula
Fraktur ini paling sering terjadi. Fraktur mandibula ini sangat penting
dihubungkan dengan adanya otot yang bekerja dan berregio atau berisersio pada
mandibula yaitu otot elevator, otot depressor, dan otot protusor. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan adanya riwayat kerusakan rahang bawah dengan gejala
berikut :
- Pembengkakan, ekimosis atau laserasi pada kulit
- Nyeri
- Anastesi pada satu bibir bawah, gusi,
- Maloklusi
- Gangguan morbilitas atau krepitasi
- Malfungsi berupa trismus, rasa nyeri waktu mengunyah
Penanggulangan fraktur madibula tergantung pada lokasi fraktur, luasnya
fraktur, dan keluhan yang diderita. Lokasi fraktur ditentukan oleh pemeriksaan
radiografi.3,12
b. Trauma Laring
21
akibat trauma tumpul semakin menurun karena perkembangan yang maju pada
sistem pengaman kendaraan (automobile safety). Sementara itu angka
kejahatan/kekerasan semakin meningkat sehingga persentase kejadian trauma
tajam/tembus semakin meningkat. Pada trauma tumpul dan tembak kerusakan
jaringan yang terjadi lebih berat dibanding trauma tajam.1,3
Larutan asam kuat seperti asam sulfat, nitrat dan hidroklorid atau basa kuat
seperti soda kaustik, potassium kaustik dan amonium bila tertelan dapat
mengakibatkan terbakarnya mukosa saluran cerna. Pada penderita yang tidak
sengaja minum bahan tersebut, kemungkinan besar luka bakar hanya pada mulut
dan faring, karena bahan tersebut tidak ditelan dan hanya sedikit saja masuk ke
dalam lambung. Pada mereka yang mencoba bunuh diri akan terjadi luka bakar
yang luas pada esofagus bagian tengah dan distal karena larutan tersebut berada
agak lama sebelum memasuki kardiak lambung. Diagnostik berdasarkan riwayat
menelan zat kaustik dan adanya luka bakar di sekitar dan dalam mulut.13
22
mengakibatkan suara mendesau. Gejala ini dapat menghilang dalam
beberapa minggu bila terjadi kompensasi oleh otot aduktor kontralateral
sehingga pita suara yang sehat bergerak melewati garis tengah sehingga
bertemu dengan pita suara yang lumpuh.3
Paralisis bilateral n. laringeus rekurens menyebabkan sesak nafas
karena celah suara sempit karena kedua pita suara tidak dapat abduksi
pada inspirasi, sehingga menetap pada posisi paramedian. Oleh karena itu,
penderita terpaksa istirahat dan menghindari keadaan yang memerlukan
lebih banyak zat asam seperti kerja, gerakan berlebihan, takut dan demam.3
2.3.5. Tumor
a. Papiloma laring
Tumor ini digolongkan dalam 2 jenis :
1. Papiloma laring juvenile, ditemukan pada anak, biasanya berbentuk multiple
dan mengalami regresi saat dewasa
2. Pada orang dewasa biasanya berbentuk tunggal, tidak akan mengalami
resolusi dan merupakan prekanker.3
Gejala utama adalah suara parau. Kadang-kadang terdapat pula betuk.
Apabila papiloma telah menutup rima glottis maka timbul sesak nafas dengan
stridor. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan
laring langsung, biopsy serta pemeriksaan patologi-anatomik.3
23
Gambar 13. Papiloma laring
24
celah glotik, terserangnya otot-otot vokalis, sendi dan ligament krikoaritenoid dan
kadang-kadang menyerang saraf. Kadang-kadang bisa afoni karena nyeri,
sumbatan jalan nafas atau paralisis komplit. Gejala lain berupa nyeri alih ke
telinga ipsilateral, halitosis, batuk, hemoptisis dan penurunan berat badan. Nyeri
tekan laring adalah gejala lanjut yang disebabkan oleh komplikasi supurasi tumor
yang menyerang kartilago tiroid dan perikondrium.3
25
Gambar 14. Tumor ganas laring3
26
Benda asing di hidung sering terjadi pada anak, dan pada anak sering
luput dari perhatian, gejala yang sering ditimbul yaitu hidung tersumbat,
rinore unilateral dengan cairan kental dan berbau, kadang – kadang demam,
nyeri, epitaksisi dan bersin. Hasil pemeriksaan tampak edem dengan
inflamasi mukosa hidung unilateral dan dapat terjadi ulserasi.
Cara mengeluarkan benda asing dari dalam hidung ialah dengan
memakai pengait (haak) yang dimasukkan ke dalam hidung bagian atas,
menyusuri atap kavum nasi sampai menyentuh nasofaring. Setelah itu
pengeit diturunkan sedikit dan ditarik ke depan, dengan cara ini menda
asing ikut terbawa keluar. Dapat pula menggunakan cunam Nortman atau
“wire loop”. Pemberian antibiotic sistemik selama 5 – 7 hari hanya jika
kasus benda asing hidung yang telah menimbulkan infeksi.3
27
menyulitkan tindakan, maka sebelumnya dapat disemprotkan obat pelali
(anestetikum), seperti xylocain atau pantocain. Tindakan pada benda asing
di valekula dan sinus piriformis kadang – kadang untuk mengeluarkannya
dilakukan dengan cara laringoskopi langsung.3
Benda asing pada laring bisa bersifat total atau subtotal. Jika benda
asing dilaring menutupi secara total merupakan kegawatan dan akan
menimbulkan gejala berupa disfonia sampai afonia, apne dan sianosis.
Pertolongan pertama harus segera dilakukan karena asfiksia dapat terjadi
dalam waktu hanya beberapa menit.
Tehnik yang dilakukan berupa Heimlich (Heimlich manueuver).
Menurut teori Heimlich , benda asing masuk ke dalam laring ialah pada
waktu inspirasi, dengan demikian paru penuh oleh udara, diibaratkan
sebagai botol plastik yang tertutup, dengan menekan botol itu maka
sumbatan akan terlempar keluar.
Sumbatan tidak total dilaring dapat menyebabkan gejala suara parau,
disfonia sampai afonia, batuk yang di sertai sesak, odinofagia, mengi,
sianosis, hemoptisis dan rasa subyektif dari benda asing (pasien akan
menunjuk lehernya sesuai dengan letak benda asing itu tersangkut) dan
dispne dengan derajat bervariasi. Gejala dan tanda ini jelas bila benda asing
masih tersangkut di laring, dapat juga benda asing sudah turun ke trakea,
tetapi masih meninggalkan reaksi laring oleh karena udem. Pada kasus
sumbatan subtotal, tidak menggunakan perasat Heimlich, pasien masih
dapat dibawa ke rumah sakit terdekat untuk di beri pertolongan dengan
menggunakan laringoskop atau bronkoskop, atau jika alat – alat tersebut
tidak tersedia maka dapat di lakukan trakeostomi, dengan pasien tidur
dengan posisi Trendelenburg, kepala lebih rendah dari badan, supaya benda
asing tidak turun ke trakea.3
28
2.4. Diagnosis Obstruksi Saluran Napas Atas
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan hasil pemeriksaan fisik,
serta pemeriksaan penunjang.
Gejala dan tanda sumbatan yang tampak adalah :
a. Serak (disfoni) sampai afoni
b. Sesak napas (dispnea)
c. Stridor (nafas berbunyi) yang terdengar pada waktu inspirasi.
d. Cekungan yang terdapat pada waktu inspirasi di suprasternal, epigastrium,
supraklavikula dan interkostal. Cekungan itu terjadi sebagai upaya dari
otot-otot pernapasan untuk mendapatkan oksigen yang adekuat.
e. Gelisah karena pasien haus udara (air hunger)
f. Warna muka pucat dan terakhir menjadi sianosis karena hipoksia.3
29
a. Laringoskop. Dilakukan bila terdapat sumbatan pada laring. Laringoskop
dapat dilakukan secara direk dan indirek.
b. Nasoendoskopi
c. X-ray. Dilakukan pada foto torak yang mencakup saluran nafas bagian
atas. Apabila sumbatan berupa benda logam maka akan tampak gambaran
radiolusen. Pada epiglotitis didapatkan gambaran thumb like.
d. Foto polos sinus paranasal
e. CT-Scan kepala dan leher
f. Biopsi
Untuk mengatasi gangguan pernapasan bagian atas ada tiga cara, yaitu :
30
2. Membantu ventilasi
3. Memudahkan mengisap sekret dari traktus trakeobronkial
4. Mencegah aspirasi sekret yang ada di rongga mulut atau yang berasal dari
lambung
Kontraindikasi intubasi endotrakea adalah trauma jalan napas atau
obstruksi yang tidak memungkinkan untuk dilakukan intubasi seperti pada
kasus trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra
servikal.3,14
31
udara dan pipa endotrakea difiksasi dengan baik. Apabila menggunakan spatel
laringoskop yang lurus maka pasien yang tidur terlentang itu, pundaknya harus
diganjang dengan bantal pasir sehingga kepala mudah diekstensikan maksimal.
Laringoskop dengan spatel yang lurus dipegang dengan tangan kiri dan
dimasukan mengikuti dinding faring posterior dan epiglotis diangkat horizontal
ke atas bersama-sama sehingga laring jelas terlihat. 3
Pipa endotrakea dipegang dengan tangan kanan dan dimasukan melalui
celah pita suara sampai ditrakea. Kemudian balon diisi udara dan pipa
endotrakea di fiksasi dengan plester. Memasukan pipa endotrakea harus hati-hati
karena dapat menyebabkan trauma pita suara, laserasi pita suara timbul
granuloma dan stenosis laring atau trakea. 3
2.5.2. Krikotiroidotomi
Krikotiroidotomi merupakan tindakan penyelamat pada pasien dalam
keadaan gawat napas. Dengan cara membelah membran krikotiroid untuk
dipasang kanul. Membran ini terletak dekat kulit, tidak terlalu kaya darah
sehingga lebih mudah dicapai. Tindakan ini harus dikerjakan cepat walaupun
persiapannya darurat.
32
a) Klasifikasi
1. Needle cricothyroidotomy
Pada needle cricothyroidotomy, sebuah semprit dengan jarum digunakan
untuk melubangi melewati membran krikoid yang berada sepanjang trakea.
Setelah jarum menjangkau trakea, kateter dilepaskan dari jarumnya dan
dimasukkan ke tenggorokan dan dilekatkan pada sebuah kantung berkatup.
2. Surgical cricothyroidotomy
Pada surgical cricothyroidotomy, dokter dan tim medis lainnya
membuat insisi melewati membran krikoid sampai ke trakea dengan tujuan
memasukkan pipa untuk ventilasi pasien. 15
b) Teknik Krikotirodotomi
- Pasien tidur telentang dengan kepala ekstensi pada artikulasi
atlantooksipitalis.
- Puncak tulang rawan tiroid mudah diidentifikasi difiksasi dengan jari tangan
kiri.
- Dengan telunjuk jari tangan kanan tulang rawan tiroid diraba ke bawah
sampai ditemukan kartilago krikoid. Membran krikotiroid terletak di antara
kedua tulang rawan ini. Daerah ini diinfiltrasi dengan anestetikum kemudian
dibuat sayatan horizontal pada kulit.
- Jaringan di bawah sayatan dipisahkan tepat pada garis tengah.
- Setelah tepi bawah kartilago terlihat, tusukkan pisau dengan arah ke bawah.
- Kemudian masukkan kanul bila tersedia. Jika tidak, dapat dipakai pipa
plastik untuk sementara.
33
Gambar 16 . Krikotirotomi yang Dilakukan pada Obstruksi Laring Stadium IV 3
3. Trakeostomi
Trakeostomi adalah suatu tindakan dengan membuka dinding depan/anterior
trakea untuk mempertahankan jalan nafas agar udara dapat masuk ke paru-paru
dan memintas jalan nafas bagian atas. Menurut letak stoma, trakeostomi
dibedakan letak yang tinggi dan letak yang rendah dan batas letak ini adalah
cincin trakea ketiga. Sedangkan menurut waktu dilakukan tindakan maka
trakeostomi dibagi dalam 1) trakeostomi darurat (dalam waktu yang segera dan
34
persiapan sarana sangat kurang) 2) trakeostomi berencana (persiapan sarana
cukup) dan dapat dilakukan secara baik.3
a) Indikasi trakeostomi
Indikasi trakeostomi termasuk sumbatan mekanis pada jalan nafas dan
gangguan non obstruksi yang mengubah ventilasi dan pasien dengan crtical ill
yang memerlukan intubasi cukup lama (7-21 hari). Gangguan yang
mengindikasikan perlunya trakeostomi; 1,3
- Untuk mengatasi obstruksi laring yang menghambat jalan nafas.
- Mengurangi ruang rugi (dead air space) disaluran nafas atas seperti daerah
rongga mulut, sekitar lidah dan faring. Dengan adanya stoma maka seluruh
oksigen yang masuk kedalam paru, tidak ada yang tertinggal diruang rugi
itu. Hal ini berguna pada pasien dengan kerusakan paru, yang kapasitas
vitalnya berkurang.
- Mempermudah pengisapan sekret dari bronkus pada pasien yang tidak
dapat mengeluarkan sekret secara fisiologik, misalnya pada pasien dalam
keadaan koma.
- Untuk mengambil benda asing dari subglotik, apabila tidak mempunyai
fasilitas untuk bronkoskopi.
- Penyakit inflamasi yang menyumbat jalan nafas ( misal angina ludwig),
epiglotitis dan lesi vaskuler, neoplastik atau traumatik yang timbul melalui
mekanisme serupa.
- Cedera parah pada wajah dan leher
- Setelah pembedahan wajah dan leher
- Hilangnya refleks laring dan ketidakmampuan untuk menelan
sehinggamengakibatkan resiko tinggi terjadinya aspirasi
35
b) Teknik Trakeostomi
Penderita tidur telentang dengan kaki lebih rendah 30˚ untuk menurunkan
tekanan vena di daerah leher. Punggung diberi ganjalan sehingga terjadi
ekstensi. Leher harus lurus, tidak boleh laterofleksi atau rotasi. Dilakukan
desinfektan daerah operasi dengan betadin atau alkohol. Anestesi lokal
subkutan, prokain 2% atau silokain dicampur dengan epinefrin atau adrenalin
1/100.000. Anestesi lokal atau infiltrasi ini tetap diberikan meskipun
trakeostomi dilakukan secara anestesi umum.
Selanjutnya dilakukan insisi, insisi vertikal dimulai dari batas bawah
krikoid sampai fossa suprasternum, insisi ini lebih mudah dan alir sekret lebih
mudah. Insisi horizontal dilakukan setinggi pertengahan krikoid dan fossa
sternum, membentang antara kedua tepi depan dan medial
m.sternokleidomastoid, panjang irisan 4-5 cm. Irisan mulai dari kulit, subkutis,
platisma sampai fasia colli superfisial secara tumpul. Bila tampak ismus, maka
ismus disisikan ke atas atau ke bawah. Bila mengalami kesukaran dan tidak
memungkinkan, potong saja.
Bila sudah tampak trakea maka difiksasi dengan kain tajam. Kemudian
suntikkan anestesi lokal kedalam trakea sehingga tidak timbul batuk pada
waktu memasang kanul. Stoma dibuat pada cincin trakea 2-3 bagian depan,
setelah dipastikan trakea yaitu dengan menusukkan jarum suntik dan letakkan
benang kapas tersebut. Kemudian kanul dimasukkan dengan bantuan dilator.
Kanul difksasi dengan pita melingkar leher, jahitan kulit sebaiknya jahitan
longgar agar udara ekspirasi tidak masuk ke jaringan dibawah kulit.
36
Gambar 17. Trakeostomi yang dilakukan pada obstruksi laring
stadium II dan III3
37
- Rontgen dada untuk menilai posisi tuba dan melihat timbul atau tidaknya
komplikasi
- Antibiotik untuk menurunkan risiko timbulnya infeksi
- Mengajari pihak keluarga dan penderita sendiri cara merawat pipa
trakeostomi
Perawatan pasca trakeostomi sangat penting karena sekret dapat menyumbat
dan menimbulkan asfiksia. Oleh karena itu, sekret di trakea dan kanul harus sering
diisap ke luar dan kanul dalam dicuci sekurang-kurangnya dua kali sehari lalu
segera dimasukkan lagi ke dalam kanul luar. Bila kanul harus dipasang dalam
jangka waktu lama, maka kanul harus dibersihkan dua minggu sekali. Kain basah
di bawah kanul harus diganti untuk menghindari timbulnya dermatitis. Gunakan
kompres hangat untuk mengurangi rasa nyeri pada daerah insisi.3
38
- Pada pasien yang tidak sadar atau terbaring, dapat dilakukan dengan cara
penolong berlutut dengan kedua kaki pada kedua sisi pasien. Kepalan tangan
diletakkan di bawah tangan kiri di daerah epigastrium.
- Dengan hentakan tangan kiri ke bawah dan ke atas beberapa kali udara dalam
paru akan mendorong benda asing keluar.3
39
BAB III
PENUTUP
40
DAFTAR PUSTAKA
2. Yataco JC, Mehta AC. Upper airway obstruction. In: Raoof S, George L,
Saleh A, Sung A, editors. Manual of critical care. New York: McGraw
Hill Medical; 2009:388-397.
6. Yilmaz AS, Nacleiro RM. Anatomy and Physiology of the Upper Airway.
Proc Am Thorac Soc. 2011. Vol 8. p 31–39.
10. Chung, C. H. Case and literature review: Adult acute epiglotitis – Rising
http//www.hkcem.com/html/publications/journal/2001-3/227-231.pdf
41
11. Snow, J. B. Ballenger, J. J. Ballenger’s otorhinolaryngology head and
EGC.2005
13. Ballenger JJ. Penyakit telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. Edisi
13. Penerbit Binarupa Aksara. Jakarta. 1994.
14. Mc Person K, Stephen CM. Managing Airway Obstruction. British
Journal of Hospital Medicine, October 2012, Vol 73, No 10.
15. Fagan J. Open Access Atlas Of Otolaryngology, Head & Neck Operative
Surgery. Cricothyroidotomy & Needle Cricothyrotomy. University of
Cape Town. South Africa. 2010: 1-10
42