Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Analytic Hierarchy Process (AHP)

Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Thomas L.


Saaty pada tahun 70 – an ketika di Warston school. Metode AHP merupakan
salah satu metode yang dapat digunakan dalam sistem pengambilan keputusan
dengan memperhatikan faktor – faktor persepsi, preferensi, pengalaman
dan intuisi. AHP menggabungkan penilaian – penilaian dan nilai – nilai pribadi
ke dalam satu cara yang logis.

Analytic Hierarchy Process (AHP) dapat menyelesaikan masalah


multikriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki. Masalah yang kompleks
dapat di artikan bahwa kriteria dari suatu masalah yang begitu banyak
(multikriteria),struktur masalah yang belum jelas, ketidakpastian pendapat dari
pengambil keputusan, pengambil keputusan lebih dari satu orang, serta
ketidakakuratan data yang tersedia. Menurut Saaty, hirarki didefinisikan
sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam
suatu struktur multi level dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti level
faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari
alternatif. Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan ke
dalam kelompok-kelompoknya yang kemudian diatur menjadi suatu bentuk
hirarki sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis.

Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan


dengan efektif atas persoalan dengan menyederhanakan dan mempercepat
proses pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut
kedalam bagian – bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu

4
susunan hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang
pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk
menetapkan variabel yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan
bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. Metode ini juga
menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang bersangkutan
pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang
beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara intuitif
sebagaimana yang dipersentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat.

Analytic Hierarchy Process (AHP) mempunyai landasan aksiomatik yang


terdiri dari :

1. Reciprocal Comparison, yang mengandung arti si


pengambil keputusan harus bisa membuat perbandingan dan
menyatakan preferensinya. Preferensinya itu sendiri harus
memenuhi syarat resiprokal yaitu kalau A lebih disukai dari B
dengan skala x, maka B lebih disukai dari A dengan skala .

2. Homogenity, yang mengandung arti preferensi seseorang harus


dapat dinyatakan dalam skala terbatas atau dengan kata lain
elemen- elemennya dapat dibandingkan satu sama lain. Kalau
aksioma ini tidak dapat dipenuhi maka elemen-elemen yang
dibandingkan tersebut tidak homogenous dan harus dibentuk
suatu’cluster’ (kelompok elemen- elemen) yang baru.

3. Independence, yang berarti preferensi dinyatakan dengan


mengasumsikan bahwa kriteria tidak dipengaruhi oleh alternatif-
alternatif yang ada melainkan oleh objektif secara keseluruhan.
Ini menunjukkan bahwa pola ketergantungan atau pengaruh
dalam model AHP adalah searah keatas, Artinya perbandingan
antara elemen-elemen dalam satu level dipengaruhi atau
tergantung oleh elemen-elemen dalam level di atasnya.

5
4. Expectations, artinya untuk tujuan pengambilan keputusan,
struktur hirarki diasumsikan lengkap. Apabila asumsi ini tidak
dipenuhi maka si pengambil keputusan tidak memakai seluruh
kriteria dan atau objektif yang tersedia atau diperlukan sehingga
keputusan yang diambil dianggap tidak lengkap.

2.2 Upaya Konservasi

Upaya konservasi SDA di KOLONG. Bangka Tengah yang bertujuan menjaga


kelangsungan, keberadaan, daya dukung, daya tampung dan fungsi sumber daya air
adalah dengan melakukan beberapa kegiatan yang dilaksanakan secara vegetatif
dan/atau melalui sipil teknis, pendekatan sosial, ekonomis dan budaya berupa :

2.2.1.Kegiatan perlindungan dan pelestarian;

Kegiatan perlindungan dan pelestarian untuk menjaga kelangsungan, keberadaan,


daya dukung, daya tampung dan fungsi sumber daya air adalah dengan melakukan:

1. Pemeliharaan kelangsungan fungsi resapan air dan daerah tangkapan air


2. Pengendalian pemanfaatan sumber air
3. Pengisian air pada sumber air
4. Pengaturan prasarana dan sarana sanitasi
5. Perlindungan sumber air dalam hubungannya dengan kegiatan pembangunan
dan pemanfaatan lahan pada sumber air
6. Pengendalian pengelolaan tanah di daerah hulu
7. Pengaturan daerah sempadan sumber air
8. Pelestarian hutan lindung, kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam.

6
2.2.2. Kegiatan penatagunaan lahan;

Sedangkan Kegiatan yang dijadikan dasar dalam penatagunaan lahan adalah


dengan melakukan:

a) Menyimpan air yang berlebihan di saat hujan untuk


dapat dimanfaatkan pada waktu diperlukan air yang berlebihan di saat
hujan untuk dapat dimanfaatkan pada waktu diperlukan
b) Menghemat air dengan pemakaian yang efesien dan
efektif’
c) Mengendalikan penggunaan air tanah
d) Memperbaiki kualitas air pada sumber air dan
prasarana sumber air
e) Mencegah masuknya pencemaran air pada sumber
air dan prasarana sumber air.

Perlindungan dan pelestarian sumber daya air dapat dilakukan dengan


kegiatan fisik dan non fisik. Untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam
upaya meningkatkan kegiatan pemberdayaan dan peran serta masyarakat
dan dalam upaya menyeimbangkan fungsi sosial, lingkungan dan ekonomi
pengembangan SDA, maka kegiatan non fisik perlu diutamakan, antara lain
dengan melakukan monitoring kualitas air wilayah sungai Bangka Tengah
secara rutin untuk mengetahui adanya penurunan kualitas air yang
diakibatkan oleh pencemaran limbah.

Konservasi SDA di Wilayah Sungai Bangka Tengah diarahkan untuk dapat :

1. Mengupayakan selalu tersedianya air dengan kualitas dan


kuantitas yang memadai.
2. Melestarikan sumber-sumber air dengan memperhatikan kearifan
lokal/adat istiadat setempat.

7
3. Melindungi sumber air dengan lebih mengutamakan kegiatan
rekayasa sosial, peraturan Perundang-undangan, monitoring
kualitas air dan kegiatan vegetatif.
4. Mengembangkan budaya pemanfaatan air yang efisien.
5. Mempertahankan dan memulihkan kualitas air yang berada pada
sumber sumber air.
6. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam kegiatan konservasi
SDA.

Dalam merancang strategi konservasi di KOLONG. Bangka Tengah


dilakukan dengan mempertimbangkan hasil analisis dari data biofisik
dengan parameter biofisik mencakup :

a) Erosi aktual serta penyebarannya dalam satu kawasan DAS,


b) Kedalaman tanah,
c) Kondisi Penutupan Lahan,
d) Kondisi Lereng, terutama ditekankan pada lereng dengan
kemiringan > 15 %,
e) Lahan Kritis, baik yang terdapat di dalam kawasan hutan maupun di
luar kawasan hutan,

Adapun aspek sosial ekonomi yang dipertimbangkan dalam


menyusun Kawasan konservasi adalah:

a) Tekanan Penduduk,
b) Sistem Budidaya Pertanian,

Disamping aspek biofisik dan sosial ekonomi seperti tersebut diatas,


penyusunan strategi konservasi di KOLONG. Bangka Tengah ini juga
mengacu kepada :

8
- Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri
Kehutanan, dan Menteri Pekerjaan Umum No. 19 Tahun 1984
Tahun 1984 – No: 059/Kpts/1984 tanggal 4 April 1984, tentang
Penanganan Konservasi Tanah dalam Rangka Pengamanan
Daerah Aliran Sungai Prioritas,
- Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan
Kawasan Hutan,
- Undang-Undang Kehutanan, khususnya pasal-pasal yang terkait
dengan konservasi seperti seperti bagian keempat dan kelima UU
tersebut. Bagian keempat memuat tentang Rehabilitasi dan
Reklamasi, sedangkan bagian kelima memuat tentang
perlindungan hutan dan konservasi alam. Pasal 50 secara khusus
mengatur tentang konservasi sumber-sumber air, yakni waduk /
danau, mata air, kiri kanan tepi sungai di daerah rawa, kiri kanan
tepi sungai, kiri kanan tepi anak sungai, tepi jurang, pasang surut.

Keputusan Menteri Kehutanan No. 353/Kpts-II/1986 tentang


Penetapan Radius/Jarak Larangan Penebangan

- Pohon dari Mata Air, Tepi Jurang, Waduk/Danau, Sungai dan Anak
Sungai, Hutan Cadangan dan Hutan Lainnya,
- Keputusan-Keputusan Dirjen RLPS yang terkait dengan
Konservasi lahan kritis.
-
2.3. Kawasan Konservasi SDA

Kawasan Konservasi SDA KOLONG. Bangka Tengah diarahkan untuk


dapat :

1. Menetapkan dan mengelola daerah resapan air dalam rangka


penyediaan air bagi kemanfatan umum secara berkelanjutan dan
pengurangan daya rusak air.

9
2. meningkatkan, memulihkan dan mempertahankan daya dukung,
daya tampung dan fungsi DAS untuk ketersediaan air guna
memenuhi kebutuhan yang berkelanjutan.
3. memulihkan dan mempertahankan kualitas air guna memenuhi
kebutuhan yang berkelanjutan.

Dari Kawasan tersebut, bebrapa kegiatan di KOLONG Bangka Tengah


dapat diuraikan berupa :

a) Perlindungan dan Pelestarian Sumber Daya Air


(1) Rehabilitasi, Reboisasi dan Perlindungan hutan.
(2) Pola rehabilitasi hutan.
(3) Penghijauan lahan kritis dan penutupan lahan
terbuka/semak belukar.
(4) Pembangunan hutan rakyat dengan jenis tanaman keras
produktif pada lahan kurang produktif.
(5) Menetapkan kawasan di wilayah sungai yang perlu
dikonservasikan dan dipelihara kelestariannya.
(6) Tidak memberi ijin usaha HTI, IUPHH, Perkebunaan dan
indsutri di hulu sungai, sub basin atau sub DAS.
(7) Mensinkronkan implementasi UU, PP, KPTS menteri Perda,
SK Gub, SK Bupati, dalam pemberian ijin HTI, perkebunan,
IUPHH, Pertambangan dan Konservasi.
(8) Pengendalian dan pengawasan perlindungan sempadan
sungai, waduk , kolong-kolong dan mata air.
(9) Penataan bangunan dan lingkungan pada kawasan
sepanjang sungai yang pertumbuhannya cepat.
(10) Perlu penyuluhan bagi masyarakat yang berada di dalam
maupun di luar kawasan hutan, tetapi masih termasuk

10
daerah tangkapan Wilayah Sungai Kepulauan Bangka
Tengah

b) Pengawetan Air
(1) Peningkatan Pemanfaatan air permukaan dengan cara
antara lain:

Pengendalian aliran permukaan untuk memeperpanjang waktu air


tertahan di atas permukaan air tanah dan meningkatkan jumlah air
yang masuk ke dalam tanah melalui pengolahan tanah untuk setiap
aktivitas budidaya pertanian, penanaman tanaman menurut garis
kontur (contour cultivation), penanaman dalam strip (sistem
penanaman berselang seling antara tanaman yang tumbuh rapat
;misalnya rumput atau leguminosa) dan strip tanaman semusim,
pembuatan teras yang

 dapat menyimpan air, misalnya teras bangku


konservasi, pembangunan waduk dan embung.
 Penyadapan air (water harvesting)
 Meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah dengan cara
memperbaiki struktur tanah, hal ini dapat dilakukan
dengan pemberian tanaman penutup tanah (mulsa)
atau bahan organik.
 Pengolahan tanah minimum (minimum tillage)
(2) Pengelolaan air tanah, dilakukan antara lain dengan
perbaikan drainase yang akan meningkatkan efesiensi
penggunaan air oleh tanaman melalui fasilitas drainase
permukaan, drainase dalam, atau kombinasi keduanya.

11
(3) Peningkatan efesiensi penggunaan air irigasi antara lain
dengan pengurangan tinggi penggenangan atau pemberian
air, mengurangi kebocoran saluran irigasi dan galengan,
pergiliran pemberian air, dan pemberian air secara terputus.
Dua aktivitas terakhir ini harus disertai dengan peraturan
pengawasan yang kletat dan tegas.
c) Pengelolaan Kualitas dan Pengendalian
Pencemaran Air
(1) Pengelolaan kali bersih dengan kontrol yang ketat terhadap
pembuangan limbah domestik secara individu atau
terpusat.
(2) Pengendalian / Pengawasan limbah industri
(3) Pembuatan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) untuk
industri
(4) Pengelolaan limbah industri secara terpadu.
(5) Pengelolaan sampah domestik secara terpadu.
(6) Pengelolaan limbah cair domestik secara terpadu.
(7) Sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat sepanjang
bantaran sungai.
(8) Pelaksanaan audit lingkungan,

2.4 Rencana Kawasan Konservasi SDA KOLONG. Bangka Tengah

Tabel 2.1. Berikut ini memuat rencana Kawasani konservasi SDA di KOLONG.
Bangka Tengah

No Kawasan Konservasi Persyaratan Lokasi

1 Reboisasi - Dalam Kawasan hutan


- Persentase penutuapan lahan kecil
- Semak Belukar
2 Penghijauan - Di luar kawasan hutan
- Lahan kritis/tidak produktif
- Lahan milik

12
3 Pertanaman campuran, termasuk - Di luar kawasan hutan / lahan
pergiliran tanaman , tumpang gilir pertanian
dan tumpang sari - Lereng 0 – 15 %
- Kedalaman tanah minimum 30 - > 60 %
- Fungsi lahan : Budidaya tahunan /
semusim
4 Penanaman menurut kontur, Strip, - Di luar kawasan hutan / lahan
dan penanaman lorong pertanian
- Lereng kecil dari 40 %
- Kedalaman tanah minimum > 15 cm
- Fungsi lahan : Budidaya tahunan /
semusim
5 Manajemen bahan organik - Di luar kawasan hutan / lahan
termasuk mulsa, pencampuran pertanian
kompos, pupuk kandang, pupuk - Lereng kecil dari 60 %
hijau dan sisa tanaman - Kedalaman tanah minimum 15 cm
- Fungsi lahan : Budidaya tahunan /
semusim

6 Hutan produksi, termasuk hutan - Di luar kawasan hutan


produksi terbatas dan hutan rakyat - Lahan tidak produktif
- Lereng kecil dari 60 %
- Kedalaman tanah minimum 15 cm
- Fungsi lahan : Budidaya
- Status lahan jelas
7 Agroforesty kebun campuran, - Di luar kawasan hutan
termasuk kebun rumah - Lereng kecil dari 80 %
- Kedalaman tanah minimum 15 cm
- Fungsi lahan : Budidaya
- Lahan Masyarakat
8 Suksesi Alami - Dalam kawasan hutan
- Dapat dilakukan pada semua kondisi
lereng
- Kedalaman tanah minimum 15 cm
- Potensi kawasan masih baik
- Fungsi lahan : Lindung dan Budidaya
8 Suksesi Alami - Dalam kawasan hutan
- Dapat dilakukan pada semua kondisi
lereng
- Kedalaman tanah minimum 15 cm
- Potensi kawasan masih baik
- Fungsi lahan : Lindung dan Budidaya
9 Vegetasi permanen, termasuk - Di dalam/ luar kawasan hutan

13
tanaman industri, perkebunan dan - Lereng kecil 60 %
kebun - Kedalaman tanah minimum 15 cm
- Fungsi lahan : Budidaya
10 Teras gulud, termasuk Pematang - Di lahan pertanian/kawasan budidaya
Kontur - Lereng 15 - 60 %
- Kedalaman tanah minimum > 30 %
- Fungsi lahan : lindung dan budidaya
tahunan / semusim
11 Teras Bangku, termasuk teras - Di lahan pertanian/kawasan budidaya
bangku datar, teras bangku miring - Lereng 10 - 60 %
dan teras kebun - Kedalaman tanah minimum > 30 %
- Fungsi lahan : lindung dan budidaya
tahunan / semusim

2.5 Pendayagunaan Sumber Daya Air

Pendayagunaan Sumber Daya Air merupakan upaya penatagunaan, penyediaan,


penggunaan, pengembangan dan pengusahaan Sumber Daya Air secara optimal
agar berhasil guna dan berdaya guna.

Sumber air mengandung arti tempat atau wadah air alami dan atau buatan yang
terdapat pada, diatas, ataupun dibawah permukaan tanah. Sumber air memiliki
fungsi sosial, lingkungan dan ekonomi bagi kehidupan manusia yang perlu
dipelihara keselarasannya. Pengelolaan sumber daya air sampai saat ini belum
memberikan kejelasan dalam hal proporsi antar fungsi sumber daya air,
sehingga pendayagunaan lebih lanjut dari sumberdaya air dapat mengakibatkan
ketidakseimbangan fungsi yang menjurus pada kerusakan atau menjadi
bencana dikemudian hari dari sumber air.

Didalam penyelarasan fungsi-fungsi tersebut, akan diperlukan sistem


pengkajian, pemantauan dan evaluasi yang dapat memberikan data dan
informasi yang transparan yang diperlukan didalam pengembangan
pengelolaan sumber air lebih lanjut secara berkesinambungan. Transparansi dan
akuntabilitas dari suatu pengelolaan sumber air akan menjamin keberlanjutan
dari penyelengaraan pengelolaan sumber air. Salah satu kunci di dalam upaya

14
meningkatkan transparasi dan akuntabilitas dari suatu pengelolaan sumber air
adalah dengan merumuskan, menentukan dan menetapkan ”Zona pemanfaatan
sumber air” sebagai suatu unit terkecil didalam pengelolaan sumber air.

Bupati wilayah terkait, sesuai dengan kewenangannya bekerjasama


merumuskan rencana Zona pemanfatan sumber air. Penetapan Zona
pemanfaatan sumber air di koordinasikan melalui wadah Tim Koordinasi
Pengelolaan Sumber Daya Air (TKPSDA) pada wilayah sungai Bangka Tengah.
Penetapan rencana Zona pemanfaatan pengelolaan SDA.

Kebutuhan masyarakat terhadap air semakin meningkat mendorong lebih


meningkatnya nilai ekonomi air dibanding fungsi sosial. Kondisi tersebut
berpotensi menimbulkan konflik kepentingan antar sektor, antar wilayah dan
berbagai pihak yang terkait dengan sumber daya air.

Di sisi lain, pengelolaan sumber daya air lebih bersandar pada nilai ekonomi akan
cenderung lebih memihak kepada pemilik modal serta dapat mengabaikan fungsi
sosial sumber daya air. Untuk mengantisipati terjadinya hal tersebut akan
diperlukan penetapan peruntukan air pada sumber air.

Pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib menyelenggarakan berbagai


upaya untuk menjamin ketersediaan air bagi setiap orang yang tinggal di
wilayahnya. Jaminan tersebut menjadi tanggungjawab bersama antara
pemerintah, pemerintah daerah, termasuk didalamnya menjamin akses setiap
orang ke sumber air untuk mendapatkan air. Jaminan penataan sumber air
secara layak akan mendorong peningkatan aktifitas ekonomi masyarakat.

Pendayagunaan sumberdaya air mencakup kegiatan – kegiatan:

1. Penatagunaan sumber daya air ditujukan untuk menetapkan


zona pemanfaatan sumber air dan peruntukan air pada sumber air,
2. Penyediaan sumber daya air

15
3. Penggunaan sumber daya air
4. Pengembangan Sumber daya air
5. Pengusahaan Sumber daya air

Penetapan Zona Pemanfaatan Sumber Air


- Penentuan zona pemanfaatan sumber air ditujukan untuk
mendayagunakan fungsi / potensi yang terdapat pada sumber air yang
bersangkutan secara berkelanjutan.
Penetapan Zona Pemanfaatan Sumber Air didasarkan pada
pertimbangan :

 Terakomodasinya semua jenis pemanfaatan secara layak,


 Dampak negatif terhadap kelestarian sumber daya air
minimal,
 Potensi konflik antar jenis penggunaan minimal,
 Fungsi lindung dan budidaya,
 Fungsi kawasan
2. Merumuskan Rencana Zona Pemanfaatan Sumber air dan
melakukan Kegiatan :
 Penelitian dan pengukuran parameter fisik dan karakter
sumber air, kimia dan biologi pada sumber air,
 Inventarisasi jenis-jenis pemanfaatan yang sudah
dilakukan di seluruh bagian sumber air.
3. Penetapan rencana zona pemanfaatan sumber daya air,
dikoordinasikan melalui wadah koordinasi sumberdaya air
pada wilayah sungai yang bersangkutan,
4. Perlindungan sumber air, dan mata air dalam rangka
penyediaan air baku untuk keperluan air bersih.
5. Pengelolaan sungai, waduk, mata air dan sumber daya air.

16
B. Peruntukan Air pada Sumber Air
1. Peruntukan air pada sumber air ditentukan berdasarkan
klasifikasi atau penggolongan mutu air yang dietapkan,
2. dalam menetapkan rencana peruntukan air pada sumber air
perlu melakukan pengumpulan data dan informasi
mengenai :
 Daya dukung sumber air
 Perhitungan dan proyeksi kebutuhan air
 Rencana tata ruang wilayah
 Pemanfaatan air yang sudah ada,
3. Penetapan rencana peruntukan air pada sumber air,
dikoordinasikan melalui wadah koordinasi sumber daya air
pada wilayah sungai yang bersangkutan
4. Pedoman dan petunjuk teknis penetapan peruntukan air
ditetapkan oleh menteri

C. Penyediaan Sumber Daya Air


1. Penyediaan sumber daya air dilakukan berdasarkan prinsip-
prinsip:
 Mengutamakan penyediaan air untuk kebutuhan pokok
sehari-hari dan pertanian rakyat pada seistem irigasi yang
sudah ada;
- Penyediaan air baku untuk keperluan rumah tangga
perkotaan dan industri bagi kabupaten dan kota di
wilayah sungai Bangka Tengah berasal dari air sungai,
kolong-kolong, mata air, sumur dalam atau
kombinasinya;
- Penyediaan air Irigasi di Kabupaten Bangka Tengah
didalam pelayanannya perlu peningkatan karena

17
infrastruktur / irigasi yang ada masih bersifat semi
teknis
 Menjaga kelangsungan penyediaan air untuk pemakai air
lainnya yang sudah ada;
 Memperhatikan penyediaan air untuk kebutuhan pokok
sehari-hari penduduk yang berdomisili dekat dengan
sumber air dan / atau di sekitar jaringan pembawa air.
2. Peyediaan air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari
dan irigasi bagi pertanian rakyat dan sistem irigasi yang
sudah ada merupakan priotitas utama penyediaan sumber
daya air di atas semua kebutuhan,
3. dalam hal terjadinya situasi kekeringan yang ekstrim sehingga
timbul konflik kepentingan antara pemenuhan kebutuhan
pokok sehari-hari dan pemenuhan kebutuhan air irigasi untuk
pertanian rakyat, prioritas penyediaan air ditempatkan pada
pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari.
4. Prioritas penyediaan sumber daya air untuk kebutuhan air
lainnya ditetapkan berdasarkan hasil penetapan zona
pemanfaatan sumber air, peruntukan air, kebutuhan air pada
wilayah sungai yang bersangkutan dan disesuaikan kondisi
setempat.
5. Rencana penyediaan sumber daya air yang berasal dari
cekungan air tanah disesuaikan dengan kapasitas cekungan
air tanah yang bersangkutan.
6. Rencana penyediaan sumber daya air yang terdiri dari air
tahunan dan rencana penyediaan sumber daya air rinci,
Rencana penyediaan sumber daya air tahunan dissusun
sesuai dengan:

18
 Urutan prioritas penyediaan sumber daya air pada DAS
yang bersangkutan,

Kolong eks tambang di Kabupaten Bangka Tengah keberadaannya


terindentifikasi 150 buah kolong dan tersebar hampir disetiap kecamatan.

Dalam kajian Kriteria diambil berdasarkan :

a. Kondisi kolong berupa Luas, Umur kolong, kedalaman, volume tampungan,


Status kolong dan Sumber Air
b. Dana (pembiayaan) berdasarkan Dana Pemerintah (APBN/APBD), Swasta, dan
Iuran Pelanggan
c. Pemanfaatan Kolong : Untuk kebutuhan Penduduk yaitu Air minum klas 1 dan
Klas 2 Municipal (perkotaan) dan domestik, pariKolongata, irigasi, dan industri
d. Perlindungan/pelestarian Sumber Daya Air yaitu pengendalian banjir,
perlindungan kekeringan dan luas tutupan lahan
e. Kualitas Air yaitu : Tingkat keasaman, Tingkat pencemaran, Tingkat sedimentasi
f. Kuantitas Air yaitu jumlah ketersediaan air, kebutuhan air dan Alokasi air untuk
pengguna/distribusi
g. Aksesibilitas yaitu jarak dari pusat kota, jarak dari desa dan akses jalan masuk

Pemilihan sampel tersebut sebelumnya telah didiskusikan dengan tim


pengarah/direksi pekerjaan. Dari jumlah sampel tersebut nantinya untuk diambil
alternatif Untuk memilihnya maka digunakan Analitic Hyrarci Proces (AHP) Expert
Choist 11.5 beberapa kriteria dan sub criteria .

1. Umur/usia Kolong
Indikasi kolong terpilih hendaknya kolong yang berumur lebih dari 20 tahun.
Kondisi biogeofisik kolong ini sudah semakin normal seperti layaknya sebuah
danau atau kolam tua. Keanekaragaman hayati kolong ini (plankton, ikan, dan

19
organisme akuatik lainnya) sudah menyerupai perairan tergenang alami. Air di
kolong ini sudah dapat dimanfaatkan masyarakat bagi kehidupan sehari-hari.

2. Cakupan / Luasan Kolong

Kolong eks tambang yang akan dikembangkan / ditata lingkungannya menjadi


kawasan wisata hendaknya memiliki luasan antara 0 – 60 Ha ( merujuk pada
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/M/2007 Tanggal 16 Maret
2007 Tentang Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan )

3. Status Operasional Kolong

Kolong yang terpilih hendaknya kolong yang secara operasional sudah tidak ada
ada aktifitas penambangan atau dengan kata lain status operasionalnya sudah
tidak aktif. Ini menjadi penting mengingat sangatlah tidak mungkin melakukan
pengembangan wisata apabila status operasionalnya masih aktif.

4. Kemudahan Akses (Tingkat Pencapaian)

Aksesibilitas atau tingkat pencapaian dengan pusat pelayanan (ibu kota


kecamatan dan ibu kota kabupaten) merupakan faktor yang sangat penting.
Pengembangan kolong sebagai objek wisata sangat bergantung pada
kemudahan pencapaiannya. Suatu objek wisata tidak mempunyai daya tarik
efektif jika tidak ditunjang oleh kemudahan untuk mencapainya. Kemudahan
untuk mencapai objek wisata diasumsikan bahwa faktor jarak suatu objek wisata
dari pusat pelayanan (ibu kota kecamatan dan ibu kota kabupaten) berpengaruh
langsung terhadap pengembangan wisata

1. Perlindungan Kekeringan

20
Kolong terpilih hendakmya memiliki kondisi air yang tidak mudah kering
walaupun dalam kondisi kemarau panjang.

6. Perlindungan/Peleestarian

Kolong yang terpilih hendaknya tidak berada dalam kawasan Hutan Lindung
Kabupaten Bangka Tengah. Batas dan luasan kawasan Hutan Lindung Kabupaten
Bangka Tengah didasarkan pada SK. Menhut No. 357/Menhut-II/2004. Ini menjadi
penting untuk dipahami mengingat dalam arahan pengendalian ruang RTRW
Kabupaten Bangka Tengah ( 2011 – 2031) jelas disebutkan bahwa dalam hutan
lindung tidak diperkenankan melakukan kegiatan yang berpotensi mengurangi
luas kawasan hutan dan tutupan vegetasi

21

Anda mungkin juga menyukai