Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

DENGAN DIAGNOSA RESIKO BUNUH DIRI

OLEH :

NI PUTU ARISTA
NIM : 209012423

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2020
1. ANALISIS KASUS NO 1
Seorang perempuan berusia 37 tahun diantar oleh keluarganya dan dibantu
beberapa tokoh masyarakat ke UGD RSJ. Kondisi klien tersebut diikat, mata
cekung, bau badan menyengat dan kotor, ada luka lecet di pergelangan tangan, dan
benjolan dikepala. Saat ini klien berbicara kacau dan mengatakan secara berulang-
ulang kalau mau mati saja. Menurut keluarganya klien sempat membenturkan
kepalanya ke dinding sebelum dibawa ke UGD RSJ.
Tanda dan gejala dari kasus diatas yaitu kondisi klien diikat, mata cekung, bau
badan menyengat dan kotor, luka lecet dipergelangan tangan, benjolan dikepala,
berbicara kacau dan mengatakan secara berulang-ulang kalau mau mati saja. Dari
analisis tanda dan gejala kasus diatas sama dengan tanda dan gejala dari beberapa
teori yang menunjukkan bahwa klien mengalami gangguan resiko bunuh diri.
Tanda dan gejala yang muncul pada klien dengan risiko bunuh diri menurut
Solomon dalam Maramis (2015) yaitu membagi besarnya risiko bunuh diri dengan
melihat adanya gejala tertentu yaitu :
a. Keinginan mati yang sungguh-sungguh, pernyataan yang berulang-ulang
individu ingin mati
b. Adanya depresi dengan gejala rasa bersalah dan berdosa terutama terhadap
orang-orang yang sudah meninggal, rasa putus asa, ingin dihukum berat,rasa
cemas yang hebat serta adanya gangguan tidur yang berat.
c. Adanya psikosa terutama penderita psikosa impulsive serta adanya perasaan
curiga, ketakutan dan panik. Keadaan semakin berbahaya jika penderita
mendengar suara yang memerintahkan untuk membunuh dirinya.
d. Pernah melakukan percobaan bunuh diri
e. Penyakit yang menahun, penderita dengan penyakit kronis berat dapat
melakukan bunuh diri karena depresi yang disebabkan penyakitnya.
f. Ketergantungan obat dan alkohol karena mempunyai efek melemahkan kontrol
dan mengubah dorongan sehingga memudahkan bunuh diri.
g. Hipokondriasis, keluhan fisik yang konstan dan bermacam-macam tanpa sebab
organis dapat menimbukan depresi yang berbahaya.
h. Kebangkrutan, individu tanpa uang, pekerjaan, teman atau harapan masa
depan mempunyai keluarga dan dudukan sosial yang tinggi.
i. Catatan bunuh diri, seseorang yang mempunyai riwayat catatan bunuh
diridianggap sebagai tanda bahaya.

Tanda dan gejala lain yang sering muncul yang bisa dilihat melalui observasi
pada klien yang mengalami resiko bunuh diri menurut Direja, (2011) yaitu :
a. Muka merah,
b. Pandangan mata tajam,
c. Otot tegang
d. Nada suara tinggi
e. Berdebat
f. Mata cekung
g. Klien cenderung tidak memperhatikan diri sendiri
h. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
i. Mengungkapkan keinginan untuk mati
j. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan
k. Impulsif
l. Menunjukkan perilaku yang mecurigakan (biasanya menjadi sangat patuh)
m. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri
n. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat
dosis mematikan)
o. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panik, marah dan
mengasingkan diri)
p. Kesehatan mental (sebagai pasien depresi, menyalahgunakan alkohol)

Berdasarkan analisis kasus diatas serta didukung oleh beberapa teori yang
menunjukkan bahwa klien mengalami gangguan resiko bunuh diri.
LAPORAN PENDAHULUAN

RESIKO BUNUH DIRI

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi
Bunuh diri adalah segala perbuatan dengan tujuan untuk membinasakan
dirinya sendiri dan yang dengan sengaja dilakukan oleh seseorang yang tahu
akan akibatnya yang mungkin pada waktu yang singkat. Bunuh diri merupakan
keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi
(Keliat, 2015)
Bunuh diri merupakan suatu keadaan atau kondisi dimana individu
mengalami risiko untuk menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang
dapat mengancam nyawa. Dilakukan secara sadar oleh seseorang untuk
mengakhiri kehidupannya (Direja, 2011).
Resiko bunuh diri yaitu prilaku individu yang berisiko untuk melakukan
upaya menyakiti diri sendiri untuk mengakhiri kehidupan (SDKI, 2016).

2. Proses Terjadinya Prilaku Bunuh Diri

Motivasi Niat Penjabaran Krisis Tindakan


gagasan bunuh diri bunuh diri

Hidup atau Konsep  Jeritan minta tolong


mati bunuh diri  Catatan bunuh diri

Upaya percobaan bunuh diri selalu diawali dengan adanya motivasi


untuk bunuh diri dengan berbagai alasan, berniat melaksanakan bunuh diri,
mengembangkan gagasan sampai akhirnya melakukan bunuh diri. Oleh
karena itu, adanya percobaan bunuh diri merupakan masalah keperawatan
yang harus mendapatkan perhatian serius. Sekali pasien berhasil mencoba
bunuh diri, maka selesai riwayat pasien. Untuk itu, perlu diperhatikan
beberapa mitos (pendapat yang salah) tentang bunuh diri (Yusuf, 2015)
3. Faktor Predisposisi
a. Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian
dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak
menyenagkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau saksi
penganiayaan.
b. Perilaku
Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering
mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini
menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
c. Sosial budaya
Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol
sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan
seolah-olah perilaku kekerasan diterima.
d. Bioneurologis
Banyak pendapat bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus
temporal, dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam
terjadinya perilaku kekerasan (Yusuf, 2015)

4. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi
dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik),
keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kuat dapat menjadi penyebab
perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang rebut, padat,
kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang
dicintai/pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain.
Interaksi sosial yang provokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku
kekerasan (Yusuf, 2015). Faktor presipitasi lain yaitu :
a. Psikososial dan klinik
1) Keputusasaan
2) Ras kulit putih
3) Jenis kelamin laki-laki
4) Usia lebih tua
5) Hidup sendiri
b. Riwayat
1) Pernah mencoba bunuh diri
2) Riwayat keluarga tentang percobaan bunuh diri
3) Riwayat keluarga tentang penyalahgunaan zat
c. Diagnostis
1) Penyakit medis umum
2) Psikosis
3) Penyalahgunaan zat

5. Mekanisme dan Strategi Koping


Mekanisme koping dan strategi koping pada pasien dengan risiko
bunuh diri menurut Mahrudin (2015) yaitu :
a. Mekanisme koping orientasi tugas ego
1) Orientasi ego
Mekanisme koping orientasi tugas dan ego adalah proyeksi, supresi,
formasi reaksi, denial/ penyangkalan, depresi dan displacement/
pengalihan.
2) Orientasi tugas
Mekanisme koping berorientasi tugas pada subyek penelitian adalah
menghadapi masalah secara frontal dan kompromi.
b. Strategi koping
1) Jangka panjang
Strategi koping jangka panjang adalah berbicara (mencurahkan
perasaan), berdoa, beribadah, membuat alternatif tindakan (mencari
bantuan tetangga) dan melakukan aktivitas baru (menyibukkan diri
degan bekerja).
2) Jangka pendek
Strateri koping jangka pendek adalah jalan-jalan, tidur, marah-marah,
melamun, mendengarkan music, menyendiri dan menagis.

6. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala yang muncul pada pasien dengan risiko bunuh diri
menurut Solomon dalam Maramis (2015) yaitu membagi besarnya risiko
bunuh diri dengan melihat adanya gejala tertentu yaitu :
a. Keinginan mati yang sungguh-sungguh, pernyataan yang berulang-ulang
individu ingin mati
b. Adanya depresi dengan gejala rasa bersalah dan berdosa terutama
terhadap orang-orang yang sudah meninggal, rasa putus asa, ingin
dihukum berat,rasa cemas yang hebat serta adanya gangguan tidur yang
berat.
c. Adanya psikosa terutama penderita psikosa impulsive serta adanya
perasaan curiga, ketakutan dan panik. Keadaan semakin berbahaya jika
penderita mendengar suara yang memerintahkan untuk membunuh
dirinya.
d. Pernah melakukan percobaan bunuh diri
e. Penyakit yang menahun, penderita dengan penyakit kronis berat dapat
melakukan bunuh diri karena depresi yang disebabkan penyakitnya.
f. Ketergantungan obat dan alkohol karena mempunyai efek melemahkan
kontrol dan mengubah dorongan sehingga memudahkan bunuh diri.
g. Hipokondriasis, keluhan fisik yang konstan dan bermacam-macam tanpa
sebab organis dapat menimbukan depresi yang berbahaya.
h. Kebangkrutan, individu tanpa uang, pekerjaan, teman atau harapan masa
depan mempunyai keluarga dan dudukan sosial yang tinggi.
i. Catatan bunuh diri, seseorang yang mempunyai riwayat catatan bunuh
diridianggap sebagai tanda bahaya.
7. Rentang Respon
Respon Adaftif Respon Maladaptif

Peningkatan Berisiko Perilaku Pencederaan Bunuh diri


diri destruktif destruktif diri diri

a. Peningkatan diri. Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan


diri secara wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri.
b. Beresiko destruktif. Seseorang memiliki kecendrungan atau berisiko
mengalami perilaku destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi
yang seharusnya dapat mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah
semangt bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan
padahal sudaj melakukan pekerjaan secara optimal.
c. Destruktif diri tak langsung. Seseorang telah mengambil sikap yang kurang
tepat (maladaptif) terhadap situasi yang membutuhkan dirinya untuk
mempertahankan dirinya.
d. Pencederaan diri. Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau
pencederaan diri akibat hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
e. Bunuh diri. Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan
nyawanya hilang (Yosep, 2014).

8. Klasifikasi Jenis Dan Sifat Masalah


Menurut Yosep (2014) mengklarifikasikan terdapat tiga jenis pembagian
bunuh diri dan percobaan bunuh diri yaitu :
a. Bunuh diri Egoistik
Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat. Hal ini disebabkan
oleh kondisi kebudayaan atau karena masyrakat yang menjadikan individu itu
seolah-olah tidak berkepribadian.

b. Bunuh diri altruistik


Individu cenderung bunuh diri karena identifikasi yang terlalu kuat dengan
suatu kelompok, individu merasa bahwa kelompok tersebut sangat
mengharapkannya.
c. Bunuh diri anomik
Hal ini terjadi apabila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara
individu dengan masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan
norma-norma kelakuan yang biasa. Individu kehilangan pegangan dan tujuan,
masyarakat dan kelompoknya tidak dapat memberikan kepuasan kepadanya
karena tidak ada pengaturan dan pengawasan terhadap kebutuhannya.

9. Penatalaksanaan
Seluruh kasus percobaan bunuh diri harus mendapat perhatian yang
serius. Pertolongan pertama dilakukan di rumah sakit, yaitu klien mendapatkan
pengobatan terhadap luka ataupun keracunan yang dialami, jika luka atau
keracunan sudah dapat diatasi maka dilakukan evaluasi psikiatri. Pasian yang
mengalami depresi bisa diberikan terapi elektrokonvulsi, obat – obatan berupa
antidepresan dan psikoterapi (Maramis, 2015).

10. Terapi
Klien dalam krisis karena kematian orang terdekat atau peristiwa lain
dengan perjalanan waktu yang terbatas akan berfungsi lebih baik setelah
menerima sedasi ringan seperlunya, terutama bila sebelum itu tidurnya
terganggu.
a. Bonzodiazepin merupakan obat terpilih dan ramuan yang khas yaitu
Lorazepam (Ativan) 1mg1-3x sehari untuk 2 minggu. Iritabilitas pasien
mungkin meningkat dengan penggunaan teratur Bonzodiazepin dan
iritabilitas ini merupakan satu resiko untuk bunuh diri, maka Bonzodiazepin
harus digunakan secara hati-hati pada pasien yang bersikap keras dan
bermusuhan. Hanya sejumlah kecil dari medikasi itu harus disediakan, dan
pasien harus di ikuti dalam beberapa hari.
b. Antidepresiva merupakan terapi yang pasti bagi semua pasien yang
menampilkan diri dengan gagasan bunuh diri, tetapi tidak biasanya untuk
mulai memberikan antidepresi6a di UGD. Bila diberi resep, harus diadakan
perjanjian untuk pemeriksaan lanjutan, sebaiknya keesokan harinya.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN JIWA


1. Pengkajian
Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan. Tahap
pengkajian terdiri dari pengumpulan data, dan perumusan kebutuhan atau
maalah klien. Data yang dikumpulkan melalui data biologis, psikologis,
sosial dan spiritual.
a. Identitas klien
Melakukan pengkajian klien untuk mengetahui : nama klien, meliputi
ruangan rawat, inisial pasien, umur, pekerjaan, pendidikan, tanggal rawat,
tanggal pengkajian, nomer RM, status dan informasi.
b. Alasan masuk Rumah sakit jiwa
Observasi dan wawancara untuk melihat kondisi pasien. Pasien yang
mengalami resiko bunuh diri masuk rumah sakit jiwa dengan hasil
wawancara yaitu sering kali mengungkapkan perasaan sedih, marah,
putus asa, tidak berdaya dan memberikan isyarat verbal maupun non
verbal, mengenai keinginannya untuk bunuh diri.
c. Faktor predisposisi
Pasien dengan resiko bunuh diri mungkin memiliki riwayat keluarga
yang mengalami gangguan jiwa di masa lalu dengan pengobatan yang
kurang berhasil, pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan, dan
lain sebagainya.
d. Fisik
Pemeriksaan tanda-tanda vital pasien, pengukuran tinggi badan,
berat badan, keluhan fisik yang mungkin terjadi seperti tidak nafsu
makan, merasa lemas.

e. Psikososial
Menggambarkan genogram keluarga pasien, kaji konsep diri pasien
yang terdiri dari citra diri, identitas, peran, idela diri dan harga diri,
ubungan sosial dengan orang terdekat/ masyarakat serta kehidupan
spiritual. Pada pasien dengan resiko bunuh diri dengan penyebabnya
harga diri rendah, pasien akan memperlihatkan konsep diri yang buruk
misal perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhdap diri
sendiri, merendahkan martabat dengan menyatakan saya tidak bisa/ saya
tidak mampu/ saya orang bodoh/ tidak tahu apa –apa, menarik diri,
percaya diri kurang, dan mencederai diri akibat harga diri yang rendah
disertai harapan suram dan akhirnya klien ingin mengakhiri
kehidupannya.
f. Status mental
Melihat penampilan pasien, gaya bicara, aktivitas motorik, alam
perasaa, afek, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi
pikir, tingkat kesadaran diri. Pada paie dengan resiko bunuh diri
mungkin akan tampak penampilam tidak rapi, gaya bicara lambat,
aktivitas motorik lesu, alam perasaan sedih dan putus asa, interkasi
selama wawancara kurangdan lebih banyak membisu.
g. Kebutuhan pesiapan pulang
Pengkajian kesiapan pasien pulang mecakup pengkajian status
nutrisi klien, status eliminasi meliputi BAB dan BAK, ADL, istirahat
tidur, penggunaan obat, pemeliharaan kesehatan, aktivitas dalam rumah
dan luar rumah.
h. Mekanisme koping
Pengkajian mekanisme koping pasien dengan resiko bunuh diri
biasanya memiliki koping maladaptif yakni dengan berusaha mencederai
diri atau orang lain.
i. Masalah psikososial dan lingkungan
Kaji masalah pasien terhadap pelayanan kesehatan yang didapat,
dukungan kelompok lingkungan, pendidikan, perumahan, dan ekonomi.
Mungkin pada pasuen resiko bunuh diri akan tampalk masalah dengan
dukugan kelompok serta lingkungan dimana pasien tidak percaya diri
dalam berinteraksi dengan orang lain karena selalu mnganggap dirinya
tidak bisa, tidak mampu dan lain sebagainya.
j. Kurang pengetahuan tentang penyakit jiwa/ faktor presipitasi/ koping
penyakit fisik/ obat-obatan.
Pengkajian dilakukan biasanya pasien tidak memahmi tentang
penyakitnya.
k. Aspek medik
Berisi diagnosa medik serta terapi medik yang didapatkan oleh pasien.

2. Pohon Masalah

Bunuh diri Effect

Risiko bunuh diri Core Problem

Isolasi sosial

Cause
Harga diri rendah

a. Masalah keperawatan yang perlu dikaji:


1) Risiko bunuh diri
Data subjektif: Mempunyai ide untuk bunuh diri, mengungkapkan
keinginan untuk mati, mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
Data objektif: Muka merah, pandagan tajam, otot tegag, nada suara yang
tinggi, berdebat.
2) Isolasi sosial
Data subjektif: merasa ingin sendiri, merasa tidak aman di tempat umum
Data objektif: menarik diri, pasien tidak mau bicara, pasien menghindar,
dan pasien menunduk tidak ada kontak mata, afek datar, afek sedih

3) Harga diri rendah


Data subjektif: mengatakan kesepian, mengatakan tidak mempunyai
teman, mengatakan lebih sering di rumah sendiri, dan tidak dapat
berhubungan sosial
Data objektif: menyendiri, ekspresi murung, dan sulit berlarut dalam
pikiran sendiri.

3. Diagnosa Keperawatan
Resiko bunuh diri
4. Rencana Tindakan Keperawatan

Tujuan Kriteria Evaluasi Rencana Tindakan Rasional


Dx
Keperawatan
TUM: Setelah diberikan askep selama 1. BHSP dengan menggunakan Pembinaan hubungan saling
Klien tidak …x… menit diharapkan: prinsip komunikasi terapiutik: percaya merupakan dasar
melakukan ekspresi wajah bersehabat, a. Sapa klien dengan nama baik terjadinya komunikasi
percobaan bunuh menunjukkan rasa senang, ada verbal maupun non verbal terbuka sehingga
diri kontak mata, mau berjabat b. Perkenalkan diri dengan sopan mempermudah dalam
TUK 1: tangan, mau menyebutkan c. Tanyakan nama lengkap klien menggali masalah klien.
Klien dapat nama, mau menjawab salam, dan nama panggilan yang
membina hubungan mau duduk berdampingan disukai
saling percaya dengan perawat, mau d. Jelaskan tujuan pertemuan
mengutarakan masalah yang e. Jujur dan menepati janji
dihadapi. f. Tunjukkan sikap empati dan
menerima klien apa adanya
g. Berikan perhatian dan
perhatikan kebutuhan dasar
klien
TUK 2: Setelah diberikan askep selama 1. Jauhkan klien dari benda-benda Benda-benda yang
…x…menit diharapkan: yang dapat membahayakan (pisau, membahayakan seperti
Klien dapat
Tidak terdapat benda-benda silet, gunting, tali, kaca, dan lain piring, gunting, dll dapat
terlindung dari
tajam disekitar klien, klien lain). digunakan klien sebagai alat
perilaku bunuh diri
nyaman dengan ruangannya, 2. Tempatkan klien di ruangan yang untuk bunuh diri,
klien terawasi tenang dan selalu terlihat oleh menjauhkan klien dari benda
perawat. tersebut dapat melindungi
3. Awasi klien secara ketat setiap klien dari resiko numuh diri
saat.
TUK 3: Setelah diberikan askep selama 1. Dengarkan keluhan yang Dengan mendengarkan
Klien dapat …x… menit diharapkan: Klien dirasakan. keluhan klien, klien dapat
mengekspresikan mampu mengatakan 2. Bersikap empati untuk merasa tenang, dapat
perasaannya perasaannya atau keluhannya, meningkatkan ungkapan keraguan, mengekspresikan
mengungkapkan harapannya, ketakutan dan keputusasaan. perasaannya sehingga resiko
mampu menceritakan arti 3. Beri dorongan untuk bunuh diriklien menurun
penderitaan, kematian dan lain mengungkapkan mengapa dan
sebagainya, dan bagaimana harapannya
mengungkapkan keinginan 4. Beri waktu dan kesempatan untuk
untuk hidup. menceritakan arti penderitaan,
kematian, dan lain sebagainya
5. Beri dukungan pada tindakan
atau ucapan klien yang
menunjukkan keinginan untuk
hidup.
TUK 4: Setelah diberikan askep selama 1. Bantu untuk memahami bahwa Memahami klien merupakan
…x…menit diharapkan: klien dapat mengatasi salah satu cara untuk
Klien dapat
Klien menyadari bahwa dapat keputusasaannya membantu klien
meningkatkan harga
mengatasi keputusasaannya, 2. Kaji dan kerahkan sumber sumber mengingkatkan harga
diri
menyadari kemampuan internal internal individu. dirinya, membantu klien
yang dimiliki, dan mampu 3. Bantu mengidentifikasi sumber dalam mengatasi
mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal: hubungan keputusannya dan mampu
sumber harapan antar sesama,    keyakinan, hal hal mengatasi sumber harapan
untuk diselesaikan) klien sehingga keinginan
bunuh diri tidak terjadi
TUK 5: Setelah diberikan askep selama 1. Ajarkan untuk mengidentifikasi Dengan mengidentifikasi
…x… menit diharapkan: pengalaman pengalaman yang pengalaman yang
Klien dapat
Klien mampu menyampaikan menyenangkan setiap hari (misal : menyenangkan, dan
menggunaka
pengalaman pengalaman yang berjalan-jalan, membaca buku sesuatu yang membuat
n koping
menyenangkan setiap hari dan favorit, menulis surat dll.) klien bahagia, klien dapat
yang adaptif
kemudian melaksanakan saat 2. Bantu untuk mengenali hal hal menggunakan hal
punya masalah, klien mengenal yang klien cintai dan yang klien tersebut sebagai koping
hal-hal yang dicintai, disayangi sayang, dan pentingnya terhadap adaptif untuk membantu
dan pentingnya kehidupan kehidupan orang lain, mengatasi resiko bunuh
sosial mengesampingkan tentang diri
kegagalan dalam kesehatan.
3. Beri dorongan untuk berbagi
keprihatinan pada orang lain yang
mempunyai suatu masalah dan atau
penyakit yang sama dan telah
mempunyai pengalaman positif
dalam mengatasi masalah tersebut
dengan koping yang efektif
5. Intervensi Berdasarkan SP

Pasien Keluarga
SP I SP I
1. Identifikasi benda-benda yang 1. Diskusikan masalah yang
dapat membahayakan pasien dirasakan keluarga dalam merawat
2. Amankan benda yang dapat pasien
membahayakan pasien 2. Jelaskan pengertian tanda da
3. Ajarkan cara mengendalikan gejala risiko bunuh diri dan jenis
dorongan bunuh diri perilaku bunuh diri yang dialami
4. Latih cara mengendalikan bunuh pasien beserta proses terjadinya
diri 3. Jelaskan cara merawat pasien
5. Masukkan dalam jadwal kegiatan bunuh diri
pasien 4. RTL keluarga
SP II SP II
1. Evaluasi SP 1 1. Evaluasi SP 1
2. Identifikasi aspek positif pasien 2. Latih keluarga mempraktikkan
3. Dorong pasien berpikir positif cara merawat pasien dengan risiko
4. Dorong pasien menghargai diri bunuh diri
sendiri 3. Latih keluarga melakukan cara
5. Masukkan dalam jadwal kegiatan merawat langsung kepada pasien
pasien risiko bunuh diri
4. RTL keluarga
SP III SP III
1. Evaluasi SP 1 dan 2 1. Evaluasi Sp 1 dan 2
2. Identifikasi pola koping yang 2. Bantu keluarga membuat jadwal
dapat diterapkan aktivitas dirumah termasuk minum
3. Nilai pola koping yang dapat obat (perencanaan pulang)
dilakukan 3. Jelaskan kepada keluarga setelah
4. Identifikasi dan dorongpasien pulang
memilih pola koping yang 4. RTL keluarga
kontruktif
5. Anjurkan pasien menggunakan
pola koping yang konstruktif
6. Masukkan dalam jadwal kegiatan
pasien
SP IV SP IV
1. Evaluasi SP 1,2,3 1. Evaluasi SP 1,2,3
2. Buat rencana masa depan yang 2. Latih langsung ke pasien
realistis 3. RTL keluarga: follow up dan
3. Identifikasi cara mencapai masa rujukan
depan yang realistis
4. Beri dorongan melakukan kegiatan
dalam rangka meraih masa depan
yang realistis
5. Masukkan dalam jadwal kegiatan
pasien

6. Implementasi
Implementasi dilakukan berdasarkan intervensi yang telah dibuat.

7. Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data
subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan
keperawatan sudah dicapai atau belum, evaluasi membandingkan keadaan yang
ada pada pasien dengan kriteria hasil pada perencanaan. Evaluasi menggunakan
system SOAP (Subjektif, objektif, analisis, planning).
DAFTAR PUSTAKA

Direja, Ade. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan JiwaI. Yogyakarta:Nuha Medika.

Keliat, Budi Anna. 2015. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. EGC. Jakarta.

Maramis. 2015. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Atrlangga University Press : Surabaya.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta

Selatan: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Yosep, I. 2014. Keperawatan Jiwa. PT Refika Aditama : Bandung.

Yusuf, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta Selatan: Salemba

Medika

Anda mungkin juga menyukai