OLEH :
NI PUTU ARISTA
NIM : 209012423
Tanda dan gejala lain yang sering muncul yang bisa dilihat melalui observasi
pada klien yang mengalami resiko bunuh diri menurut Direja, (2011) yaitu :
a. Muka merah,
b. Pandangan mata tajam,
c. Otot tegang
d. Nada suara tinggi
e. Berdebat
f. Mata cekung
g. Klien cenderung tidak memperhatikan diri sendiri
h. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
i. Mengungkapkan keinginan untuk mati
j. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan
k. Impulsif
l. Menunjukkan perilaku yang mecurigakan (biasanya menjadi sangat patuh)
m. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri
n. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat
dosis mematikan)
o. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panik, marah dan
mengasingkan diri)
p. Kesehatan mental (sebagai pasien depresi, menyalahgunakan alkohol)
Berdasarkan analisis kasus diatas serta didukung oleh beberapa teori yang
menunjukkan bahwa klien mengalami gangguan resiko bunuh diri.
LAPORAN PENDAHULUAN
4. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi
dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik),
keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kuat dapat menjadi penyebab
perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang rebut, padat,
kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang
dicintai/pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain.
Interaksi sosial yang provokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku
kekerasan (Yusuf, 2015). Faktor presipitasi lain yaitu :
a. Psikososial dan klinik
1) Keputusasaan
2) Ras kulit putih
3) Jenis kelamin laki-laki
4) Usia lebih tua
5) Hidup sendiri
b. Riwayat
1) Pernah mencoba bunuh diri
2) Riwayat keluarga tentang percobaan bunuh diri
3) Riwayat keluarga tentang penyalahgunaan zat
c. Diagnostis
1) Penyakit medis umum
2) Psikosis
3) Penyalahgunaan zat
9. Penatalaksanaan
Seluruh kasus percobaan bunuh diri harus mendapat perhatian yang
serius. Pertolongan pertama dilakukan di rumah sakit, yaitu klien mendapatkan
pengobatan terhadap luka ataupun keracunan yang dialami, jika luka atau
keracunan sudah dapat diatasi maka dilakukan evaluasi psikiatri. Pasian yang
mengalami depresi bisa diberikan terapi elektrokonvulsi, obat – obatan berupa
antidepresan dan psikoterapi (Maramis, 2015).
10. Terapi
Klien dalam krisis karena kematian orang terdekat atau peristiwa lain
dengan perjalanan waktu yang terbatas akan berfungsi lebih baik setelah
menerima sedasi ringan seperlunya, terutama bila sebelum itu tidurnya
terganggu.
a. Bonzodiazepin merupakan obat terpilih dan ramuan yang khas yaitu
Lorazepam (Ativan) 1mg1-3x sehari untuk 2 minggu. Iritabilitas pasien
mungkin meningkat dengan penggunaan teratur Bonzodiazepin dan
iritabilitas ini merupakan satu resiko untuk bunuh diri, maka Bonzodiazepin
harus digunakan secara hati-hati pada pasien yang bersikap keras dan
bermusuhan. Hanya sejumlah kecil dari medikasi itu harus disediakan, dan
pasien harus di ikuti dalam beberapa hari.
b. Antidepresiva merupakan terapi yang pasti bagi semua pasien yang
menampilkan diri dengan gagasan bunuh diri, tetapi tidak biasanya untuk
mulai memberikan antidepresi6a di UGD. Bila diberi resep, harus diadakan
perjanjian untuk pemeriksaan lanjutan, sebaiknya keesokan harinya.
e. Psikososial
Menggambarkan genogram keluarga pasien, kaji konsep diri pasien
yang terdiri dari citra diri, identitas, peran, idela diri dan harga diri,
ubungan sosial dengan orang terdekat/ masyarakat serta kehidupan
spiritual. Pada pasien dengan resiko bunuh diri dengan penyebabnya
harga diri rendah, pasien akan memperlihatkan konsep diri yang buruk
misal perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhdap diri
sendiri, merendahkan martabat dengan menyatakan saya tidak bisa/ saya
tidak mampu/ saya orang bodoh/ tidak tahu apa –apa, menarik diri,
percaya diri kurang, dan mencederai diri akibat harga diri yang rendah
disertai harapan suram dan akhirnya klien ingin mengakhiri
kehidupannya.
f. Status mental
Melihat penampilan pasien, gaya bicara, aktivitas motorik, alam
perasaa, afek, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi
pikir, tingkat kesadaran diri. Pada paie dengan resiko bunuh diri
mungkin akan tampak penampilam tidak rapi, gaya bicara lambat,
aktivitas motorik lesu, alam perasaan sedih dan putus asa, interkasi
selama wawancara kurangdan lebih banyak membisu.
g. Kebutuhan pesiapan pulang
Pengkajian kesiapan pasien pulang mecakup pengkajian status
nutrisi klien, status eliminasi meliputi BAB dan BAK, ADL, istirahat
tidur, penggunaan obat, pemeliharaan kesehatan, aktivitas dalam rumah
dan luar rumah.
h. Mekanisme koping
Pengkajian mekanisme koping pasien dengan resiko bunuh diri
biasanya memiliki koping maladaptif yakni dengan berusaha mencederai
diri atau orang lain.
i. Masalah psikososial dan lingkungan
Kaji masalah pasien terhadap pelayanan kesehatan yang didapat,
dukungan kelompok lingkungan, pendidikan, perumahan, dan ekonomi.
Mungkin pada pasuen resiko bunuh diri akan tampalk masalah dengan
dukugan kelompok serta lingkungan dimana pasien tidak percaya diri
dalam berinteraksi dengan orang lain karena selalu mnganggap dirinya
tidak bisa, tidak mampu dan lain sebagainya.
j. Kurang pengetahuan tentang penyakit jiwa/ faktor presipitasi/ koping
penyakit fisik/ obat-obatan.
Pengkajian dilakukan biasanya pasien tidak memahmi tentang
penyakitnya.
k. Aspek medik
Berisi diagnosa medik serta terapi medik yang didapatkan oleh pasien.
2. Pohon Masalah
Isolasi sosial
Cause
Harga diri rendah
3. Diagnosa Keperawatan
Resiko bunuh diri
4. Rencana Tindakan Keperawatan
Pasien Keluarga
SP I SP I
1. Identifikasi benda-benda yang 1. Diskusikan masalah yang
dapat membahayakan pasien dirasakan keluarga dalam merawat
2. Amankan benda yang dapat pasien
membahayakan pasien 2. Jelaskan pengertian tanda da
3. Ajarkan cara mengendalikan gejala risiko bunuh diri dan jenis
dorongan bunuh diri perilaku bunuh diri yang dialami
4. Latih cara mengendalikan bunuh pasien beserta proses terjadinya
diri 3. Jelaskan cara merawat pasien
5. Masukkan dalam jadwal kegiatan bunuh diri
pasien 4. RTL keluarga
SP II SP II
1. Evaluasi SP 1 1. Evaluasi SP 1
2. Identifikasi aspek positif pasien 2. Latih keluarga mempraktikkan
3. Dorong pasien berpikir positif cara merawat pasien dengan risiko
4. Dorong pasien menghargai diri bunuh diri
sendiri 3. Latih keluarga melakukan cara
5. Masukkan dalam jadwal kegiatan merawat langsung kepada pasien
pasien risiko bunuh diri
4. RTL keluarga
SP III SP III
1. Evaluasi SP 1 dan 2 1. Evaluasi Sp 1 dan 2
2. Identifikasi pola koping yang 2. Bantu keluarga membuat jadwal
dapat diterapkan aktivitas dirumah termasuk minum
3. Nilai pola koping yang dapat obat (perencanaan pulang)
dilakukan 3. Jelaskan kepada keluarga setelah
4. Identifikasi dan dorongpasien pulang
memilih pola koping yang 4. RTL keluarga
kontruktif
5. Anjurkan pasien menggunakan
pola koping yang konstruktif
6. Masukkan dalam jadwal kegiatan
pasien
SP IV SP IV
1. Evaluasi SP 1,2,3 1. Evaluasi SP 1,2,3
2. Buat rencana masa depan yang 2. Latih langsung ke pasien
realistis 3. RTL keluarga: follow up dan
3. Identifikasi cara mencapai masa rujukan
depan yang realistis
4. Beri dorongan melakukan kegiatan
dalam rangka meraih masa depan
yang realistis
5. Masukkan dalam jadwal kegiatan
pasien
6. Implementasi
Implementasi dilakukan berdasarkan intervensi yang telah dibuat.
7. Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data
subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan
keperawatan sudah dicapai atau belum, evaluasi membandingkan keadaan yang
ada pada pasien dengan kriteria hasil pada perencanaan. Evaluasi menggunakan
system SOAP (Subjektif, objektif, analisis, planning).
DAFTAR PUSTAKA
Direja, Ade. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan JiwaI. Yogyakarta:Nuha Medika.
Keliat, Budi Anna. 2015. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. EGC. Jakarta.
Maramis. 2015. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Atrlangga University Press : Surabaya.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta
Yusuf, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta Selatan: Salemba
Medika