Anda di halaman 1dari 17

TEKNOLOGI INDUSTRI NUKLIR

Mata Ajar Keperawatan Bencana

Dosen Pengampu: Ns. Cipto Susilo, S. Pd., M. Kep

OLEH:
KELOMPOK 8

Muhammad Thoriq Al Imani 1711011046

Firdaning Ayu Kumala Ningrum 1711011055

Tafrihatal Wildaniyah 1711011064

Jefry Sianduri 1711011089

S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
JEMBER, 2020

i
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Tuhan YME, atas segala anugerah yang selalu di
limpahkan kepada umatnya baik lahir maupun batin, sehingga pada akhirnya
penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun dalam rangka
memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan
Bencana.

Makalah Keperawatan Bencana ini berjudul ”Teknologi Industri (Bahan


Kimia)”, demikian sangat disadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, yang tak lepas dari kesalahan dan kekurangan.

Akhir kata, semoga makalah ini banyak memberikan manfaat kepada diri
penulis sendiri khususnya dan pembaca sekalian umumnya.

Jember, 23 November 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
A. Latar Belakang........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah...................................................................................... 2
C. Tujuan........................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................. 3
A. Pengertian.................................................................................................. 3
B. Pencegahan Bencana Teknologi (Bahan Kimia)....................................... 3
C. Mitigasi...................................................................................................... 4
D. Kesiapan.................................................................................................... 5
E. Peringatan Dini.......................................................................................... 6
F. Tanggap Darurat dan Bantuan Darurat...................................................... 6
G. Pemulihan Bencana................................................................................... 8
H. Rehabilitasi................................................................................................ 8
I. Rekonstruksi................................................................................................ 9
BAB III PENUTUP...................................................................................... 10
A. Simpulan.................................................................................................... 10
B. Saran.......................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 11

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Beberapa contoh bahaya teknologi termasuk polusi industri, radiasi
nuklir, limbah beracun, kegagalan bendungan, kecelakaan transportasi,
ledakan pabrik, kebakaran, dan tumpahan bahan kimia. Bahaya teknologi juga
mungkin timbul secara langsung sebagai akibat dari dampak peristiwa
bencana alam. Kecelakaan Nukir atau Kebocoran nuklir adalah dampak yang
paling ditakutkan dibalik manfaaat energi nuklir bagi manusia. Dalam catatan
sejarah manusia terdapat kejadian kecelakan nuklir tersbesar di dunia di
antaranya adalah kecelakaan Chernobyl, Three Mile Island Amerika dan
mungkin di Fukushima Jepang. (Ramli, 2010).
Kebocoran nuklir terjadi ketika sistem pembangkit tenaga nuklir atau
kegagalan komponen menyebabkan inti reaktor tidak dapat dikontrol dan
didinginkan sehingga bahan bakar nuklir yang dilindungi – yang berisi
uranium atau plutonium dan produk fisi radioaktif – mulai memanas dan
bocor. Sebuah kebocoran dianggap sangat serius karena kemungkinan bahwa
kontainmen reaktor mulai gagal, melepaskan elemen radioaktif dan beracun
ke atmosfir dan lingkungan. Dari sudut pandang pembangunan, sebuah
kebocoran dapat menyebabkan kerusakan parah terhadap reaktor, dan
kemungkinan kehancuran total. (Pribadi, 2009).
Beberapa kebocoran nuklir telah terjadi, dari kerusakan inti hingga
kehancuran total terhadap inti reaktor. Dalam beberapa kasus hal ini
membutuhkan perbaikan besar atau penutupan reaktor nuklir.Sebuah ledakan
nuklir bukanlah hasil dari kebocoran nuklir karena, menurut desain, geometri dan
komposisi inti reaktor tidak membolehkan kondisi khusus memungkinkan untuk
ledakan nuklir. Tetapi, kondisi yang menyebabkan kebocoran dapat
menyebabkan ledakan non-nuklir. Contohnya, beberapa 5 kecelakaan tenaga

4
listrik dapat menyebabkan pendinginan bertekanan tinggi, menyebabkan ledakan
uap.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertain dari teknologi industry nuklir ?
2. Bagaimana pencegahan bencana teknologi industry nuklir ?
3. Bagaimana mitigasi bencana teknologi nuklir?
4. Bagaimana kesiapan bencana teknologi industry nuklir?
5. Bagaimana peringatan dini bencana teknologi industry nuklir?
6. Bagaimana tanggap darurat dan bantuan darurat bencana teknologi industry
nuklir?
7. Bagaimana pemulihan bencana teknologi industry nuklir?
8. Bagaimana rehabilitasi bencana teknologi industry nuklir?
9. Bagaimana rekonstruksi bencana teknologi industry nuklir?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian dari teknologi industry nuklir
2. Mengetahui pencegahan bencana teknologi industry nuklir
3. Mengetahui mitigasi bencana teknologi industry nuklir
4. Mengetahui kesiapan bencana teknologi industry nuklir
5. Mengetahui peringatan dini bencana teknologi industry nuklir
6. Mengetahui tanggap darurat dan bantuan darurat bencana teknologi industry
nuklir
7. Mengetahui pemulihan bencana teknologi industry nuklir
8. Mengetahui rehabilitasi bencana teknologi industry nuklir
9. Mengetahui rekonstruksi bencana teknologi industry nuklir

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PRA BENCANA
1. Pencegahan Bencana Kecelakaan Nuklir
Penyeleggaraan penanggulangan bencana sesuai Undang-Undang No
24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana pada tahap prabencana
meliputi :
a. Dalam situasi tidak terjadi bencana
b. Dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana
Penyelenggaraan penanggulangn bencana dalam situasi tidak tejadi
bencana meliputi:
a. Perencanaan penanggulangan bencana
b. Pengurangan resiko bencana
c. Pencegahan
d. Pemanduan dalam perencanaan pembangunan
e. Persyaratan analisis reisiko benacana
f. Penegakan rencana tata ruang
g. Pendidikan dan pelatihan
h. Persyaratan standar teknis penangguangan bencana

Pencegahan dalam menghadapi bahaya kebocoran nuklir seperti yang


terjadi di Fukushima Jepang antara lain :

a. Identifikasi dan pengenalan secara pasti terhadap sumber bahaya atau


ancaman. Hal ini meliputi inventarisasi dan pemetaan lokasi bahan-
bahan berbahaya serta karakteristiknya, pemetaan rute transportasi
bahan berbahaya, peta zonasi daerah rawan bahaya pencemaran jika
terjadi kecelakaan industri, serta pemetaan jalur transportasi yang rawan
kecelakaan berdasarkan catatan kejadian pada masa lalu.
b. Kontrol terhadap kejadian alam yang mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan pemicu sumber bahaya bencana. Sebagaimana kita tahu
bahwa meledakanya reaktor nuklir di Fukushima Jepang dipicu oleh

6
adanya gempa dahsyat yang mengguncang diikuti dengan adanya
bencana tsunami yang juga turut memperparah kerusakan pembangkit
nuklir yang ada. Sehingga keadaan kejadian alam haruslah menjadi
pertimbangan serius karena berpotensi menimbulkan gangguan
mendadak pada sistem teknologi.
c. Pemantauan penggunaan teknologi yang berpotensi menjadi sumber
bahaya atau ancaman. Pemanatauan nukir yang ada dilakukan oleh
IAEA (International Atomic Energy Agency) sebuah organisasi
independen yang didirikan pada tanggal 29 Juli 1957. IAEA memiliki
kewenangan untuk melakukan safeguards dan verifikasi nuklir,
melakukan kerjasama internasional dalam mempromosikan oemanfaatan
energi nuklir dengan meningkatkan keselamatan dan penggunaan nuklir
dari risiko dan bahaya yang mungkin timbul.
d. Gejala dan peringatan dini merupakan hal yang sangat penting untuk
diketahui terkait dengan kemungkinan kebocoran radiasi nuklir yang
sangat berbahaya karena kejadian kadang kala terjadi dalam waktu yang
sangat cepat atau tiba-tiba.
e. Desain pabrik atau industri harus dilengkapi dengan sistem monitoring
dan sistem peringatan akan adanya bahaya kebakaran, kerusakan
komponen atau terjadinya kondisi bahaya yang lain.
2. Mitigasi Bencana Nuklir
a. Bila sebuah reaktor nuklir sudah dinyatakan terjadi kebocoran harus
dilakukan penanganan sesuai dengan skala kecelakaan yang terjadi sesuai
standar Internasional.
b. Semua masyarakat dalam jangkauan tertentu harus segera dievakuasi dari
resiko terkena paparan tersebut. Bagi semua orang yang telah berada
dalam erea daerah paparan harus segera dilakukan skrening tes adanya
kontaminasi radiasi dalam tubuhnya. Bila terdapat masyarakat yang
terkontaminasi harus segera diisolasi dan dilakkan perawatan dan
pemantauan kesehatannya.
c. Semua masyarakat dalam paparan bencana kebocoran reaktor nukklir
sementara belum diungsikan harus tinggal di dalam rumah dan tidak boleh
menyalakan AC untuk mencegah kontaminasi dengan udara luar.
Masyarakat juga dilarang mengkonsumsi air kran, sayuran, buah-buan
ataubahan makanan yang telah terkontaminasi dengan udara luar.
d. Pemberian garam Yodium diyakini dapat mencegah resiko terjadinya
kanker saat terjadi paparan radiasi. Menurut WHO pil potasium iodida
hanya akan diberikan jika dampak radiasi sudah dirasa membahayakan.
Karena, pil tersebut tidak bisa dikonsumsi secara sembarangan. Pil Iodium

7
meningkatkan kadar jenuh kelenjar tiroid dalam tubuh sehingga bisa
mencegah pembentukan iodin radioaktif. Pembentukan iodin radioaktif
karena paparan radiasi nuklir inilah yang bisa memicu kanker. Iodium
bukan antidot radiasi, apalagi antikanker.
e. Sosialisasi rancana-rencana penyelamatan kepada pegawai serta penduduk
sekitar haruslah dilakuakan agar memudahkan upaya mitigasi dan
mengurangi resiko korban jiwa kibat terjadinya kerusakan nuklir.
f. Meningkatkan kemampuan pertahanan sipil dan otoritas kedaruratan
sehingga kita harus melakukan kerjasama lintas sektoral untuk upaya
mitigasi kedaruratn nuklir.
g. Meningkatkan standar keselamatan di dalam lingkungan pabrik dan
standar desain peralatan.
h. Secara proaktif kita hrus melakuakn monitoring tingkat pencemaran baik
di udara, air, tanah maupun sumber bahan pangan agar tidak terlampaui
batas amannya.
i. Harus mempunyai rencana evakuasi dan peraturan yang jelas terkait
mitigasi untuk penduduk sekitar.
3. Kesiapan
Kesiapsiagaan Nuklir adalah serangkaian kegiatan sistematis dan terencana
yang dilakukan untuk mengantisipasi kedaruratan nuklir melalui penyediaan
unsur infrastruktur dan kemampuan fungsi penanggulangan untuk
melaksanakan penanggulangan kedaruratan nuklir dengan cepat, tepat, efektif,
dan efisien (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2012
Tentang Keselamatan Dan Keamanan Instalasi Nuklir), antara lain
memperkecil resiko atau mengurangi konsekuensi kecelakaan pada sumber
radiasi (lokasi kecelakaan), mencegah dampak radioaktif terhadap kesehatan
deterministik (kematian), mengurangi dampak kesehatan stokastik sekecil
mungkin (efek samping) (Simanjutak, 2008)
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2012
Tentang Keselamatan Dan Keamanan Instalasi Nuklir, kesiapsiagaan nuklir
terdiri dari :
a. Kesiapsiagaan nuklir tingkat instalasi Program kesiapsiagaan nuklir
dilaksanakan oleh pemegang izin. Pemegang izin wajib

8
menyelenggarakan pelatihan dan gladi kedaruratan nuklir paling sedikit 1
kali dalam 1 tahun.
b. Kesiapsiagaan nuklir tingkat provinsi Program kesiapsiagaan nuklir
dilaksanakan oleh kepala BPBD provinsi. Kepala BPBD provinsi
berkoordinasi dengan pemegang izin, BAPETEN, dan instansi terkait
lainnya.
c. Kesiapsiagaan nuklir tingkat nasional Program kesiapsiagaan nuklir
dikoordinasikan oleh Kepala BNPB dan dilaksanakan bersama dengan
pemegang izin dan kementerian dan/atau lembaga nonkementerian terkait
sesuai dengan program kesiapsiagaan nuklir tingkat nasional.
B. SAAT BENCANA
1. Peringatan Dini
Upaya tanggap darurat adalah sebuah upaya dalam manajemen
bencana yang dilakukan pada saat bencana tersebut datang. Upaya tanggap
darurat tersebut dilakukan oleh Bupati / Walikota apabila bencana terjadi di
tingkat kota, Gubernur apabila bencana terjadi di tingkat provinsi dan presiden
apabila terjadi di tingkat nasional. Setiap kejadian bencana selalu direspon
oleh jajaran kesehatan dan elemen terkait, baik di tingkat desa hingga
nasional.
Kejadian bencana direspon berdasarkan kapasitas yang dimiliki oleh
wilayah setempat, baik itu dari segi sarana prasarana hingga kualitas Sumber
Daya Manusia (SDM) nya. Segala mekanisme permintaan dan pemberian
bantuan di daerah bencana dilakukan secara berjenjang. Oleh karena itu,
pendataan mengenai jumlah korban, lokasi, waktu, tenaga kesehatan, dan
tenaga non-kesehatan penting untuk dilakukan untuk menjamin kelancaran
proses pemberian logistic atau bantuan di daerah tersebut.

2. Tanggap Darurat dan Bantuan Darurat


Adapun upaya tanggap darurat yang dilakukan pada saat bencana Nuklir
PLTN Fukushima Daiichi, Jepang adalah sebagai berikut :
a. Dalam undang-undang Jepang, ada beberapa langkah yang harus diambil
pemerintah mengenai bencana energi nuklir. Seperti yang terjadi di PLTN
Fukushima Daiichi, dimana kecelakaan itu melibatkan nuklir, maka
didirikan sebuah pusat cepat tanggap untuk bencana tenaga atom tersebut.
Perdana Menteri Jepang akan bertindak selaku kepala tim tersebut.

9
b. Pemerintah Jepang bekerja sama dengan IAEA, yakni organisasi yang
mengawasi penggunaan Nuklir damai, membentuk Internasional Fact
Finding Expert Mission of The Fukushima (22 Mei – 1 Juni 2011) dalam
merespon kecelakaan yang terjadi pada beberapa PLTN di Jepang,
khususnya PLTN Fukushima Daiichi. Tim tersebut terdiri dari 18 ahli
nuklir dari 10 negara (Muhari, 2011).
c. Internasional Fact Finding Expert Mission of The Fukushima melakukan
persiapan sarana dan prasarana dalam melaksanakan misinya untuk
melakukan investigasi awal di daerah bencana. Persiapan sarana dan
prasarana tersebut berguna untuk melakukan pengecekan terhadap
kebutuhan selama melakukan investigasi bencana (23 Mei 2011).
d. Internasional Fact Finding Expert Mission of The Fukushima melakukan
investigasi awal terhadap kondisi dan situasi PLTN Fukushima (24 Mei
2011). Investigasi tersebut dilakukan untuk memastikan kondisi PLTN
bahwa lokasi tersebut masih layak untuk ditelusuri dengan memperhatikan
standar prosedur yang telah disepakati.
e. Tim tersebut melakukan pertemuan dengan Menteri-menteri Jepang yang
terkait, yakni Kementrian Luar Negeri, Kementrian Pendidikan,
Kebudayaan dan Olahraga, serta Kementrian Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (25 mei 2011). Pertemuan tersebut merupakan respon tanggap
yang dilakukan pemerintah untuk menanggulangi permasalahan yang
timbul saat bencana tersebut terjadi (Muhari, 2011).
f. Melakukan review terhadap kerusakan PLTN Fukushima dan PLTN Tokai
(26 Mei 2011). Seluruh anggota tim melakukan review terhadap
operasinalisasi PLTN untuk memastikan bahwa PLTN tersebut masih bisa
dikendalikan setelah terjadi kebocoran.
g. Penyusunan Laporan Akhir (30 Mei 2011). Melakukan penyusunan
Laporan akhir yang berisi rekomendasi, pelajaran yang bisa diambil serta
beberapa aspek teknis dalam temuan-temuan mereka (IAEA, 2011).
3. PASCA BENCANA
a. Pemulihan Bencana
Berbagai upaya pemulihan (UU RI No. 24 Tahun 2007 Pasal 58), dilakukan
melalui kegiatan:
1) Pemulihan sosial psikologis; contohnya 5 bulan setelah kejadian bencana
pembangkit tenaga nuklir Fukushima Daiichi,Japan Atomic Energy
Agency (JAEA) atau Badan Energi Atom Jepang membuat kebijakan
“Dahulukan Anak-Anak”. JAEA bekerja berdampingan dengan

10
Kementerian Pendidikan, Kebudayaa, Olahraga, Ilmu Pengetahuan, dan
Teknologi untuk melaksanakan upaya dekontaminasi di sekolah-sekolah
dan fasilitas-fasilitas lain yang digunakan oleh anak-anak, dan untuk
memberikan informasi penting kepada para guru, orang tua, dan anak-
anak.
2) Pemulihan sosial ekonomi budaya;contohnya Japan’s Self Defense Force
(JSDF) atau Pasukan Bela Diri Jepang mendirikan markas penanggapan
bencana pada Kementerian Pertahanan negara ini, dan dalam waktu
beberapa hari, JSDF telah mengerahkan sekitar 107.000 personel, 540
pesawat terbang, dan 59 kapal, menurut laporan Kementerian Pertahanan.
Selain membantu evakuasi, membersihkan jalur-jalur utama perhubungan,
dan menyediakan bahan pangan, produk kesehatan, dan pelayanan medis,
JSDF memainkan peranan penting dalam upaya pembatasan dan
pembersihan pada pembangkit tenaga nuklir dan di daerah-daerah yang.
3) Pemulihan fungsi pemerintahan; contohnya dalm menanggapi kejadian
bencana pembangkit tenaga nuklir Fukushima Daiichi, otoritas nuklir
Pemerintah Jepang membuat kriteria keamanan baru untuk menghadapi
gempa bumi dan tsunami, termasuk memperketat peraturan-peraturan
dalam penempatan pembangkit di dekat garis-garis patahan geologis.
Setelah ditetapkan, peraturan-peraturan Jepang akan mengikuti standar di
Amerika Serikat, yang memperketat peraturan-peraturan nuklirnya setelah
seranganserangan teror 11 September 2001.
4) Pemulihan fungsi pelayanan publik; contohnya Japan Atomic Energy
Agency (JAEA) melakukan dekontaminasi kolam renang yang
terkontaminasi pada Pusat Penitipan Anak Kotamadya Okeuri di Ikawa
City, sekitar 60 kilometer dari situs kerusakan reaktor Unit 1. Tim JAEA
menggunakan pipa semprot air bertekanan tinggi dan peralatan penghisap
bersama dengan peralatan dekontaminasi untuk melenyapkan unsur-unsur
radioaktif dari air dan permukaan kolam pada pusat penitipan anak
tersebut. Hasilnya menunjukkan bahwa sementara kontaminasi radioaktif

11
permukaan sebelum dekontaminasi antara 444 dan 1.049 kali per menit
[cpm], berkurang hingga antara 45 dan 116 cpm setelah dekontaminasi.
b. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan
publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca
bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara
wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah
pasca bencana.
Di tingkat industri atau perusahaan, fase rehabilitasi dilakukan untuk
mengembalikan jalannya operasi perusahaan seperti sebelum bencana terjadi.
Upaya rehabilitasi misalnya memperbaiki peralatan yang rusak dan
memulihkan jalannya perusahaan seperti semula.

c. Rekonstruksi
Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan
sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat
pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan
berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum
dan ketertiban, 23 dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek
kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana. Adapun kegiatan
rekonstruksi yang dilakukan pasca bencana antara lain:
1) Mengurangi perekonomiannya agar secara cepat mengganti
sumber energi listriknya.
2) Mengimpor LNG secara besar-besaran karena membutuhkan
alternatif pengganti energi membutuhan kerja sama dengan
Kementerian Koordinasi Perekonomian
3) Sektor industri, perbankan, dan keuangan, memfokuskan
operasi pada rekonstruksi pascabencana dikarenakan, hal ini

12
akan meningkatkan permintaan bahan-bahan listrik, alat-alat
konstruksi, dan kebutuhan material lainnya.
4) Bekerja sama dengan Industri Internasional untuk
mengoptimalkan industrinya di luar negeri.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pelaksanaan penanganan bencana nuklir meliputi tiga siklus utama. Yang
pertama adalah kegiatan pra bencana, saat bencana, dan pasca bencana. Kegiatan
Pra Bencana meliputi pencegahan, mitigasi, dan kesiapsiagaan bencana untuk
mengurangi dampak yang mungkin timbul akibat dari bencana nuklir tersebut.
Selanjutnya adalah respon saat bencana yang membutuhkan gerak cepat dan
efektif dai berbagai pihak. Kejadian bencana direspon berdasarkan kapasitas
yang dimiliki oleh wilayah setempat, baik itu dari segi sarana prasarana hingga
kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) nya. Segala mekanisme permintaan dan
pemberian bantuan di daerah bencana dilakukan secara berjenjang. Oleh karena
itu, pendataan mengenai jumlah korban, lokasi, waktu, tenaga kesehatan, dan
tenaga non-kesehatan penting untuk dilakukan untuk menjamin kelancaran
proses pemberian logistic atau bantuan di daerah tersebut.
Siiklus yang terakhir adalah tahap atau kegiatn pasca bencana yang
merupakan tahapan paling penting. Meliputi dua kegiatan besar antara lain
recovey dan rekonstruksi. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, pemulihan atau recovery
adalah serangkaian kegiatan untuk mengembalikan kondisi masyarakat dan
lingkungan hidup yang terkena bencana dengan memfungsikan kembali
kelembagaan, prasarana, dan sarana dengan melakukan upaya rehabilitasi.
Sedangkan rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan
sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat
pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan
berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan
ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan
bermasyarakat pada wilayah pascabencana.

14
B. Saran
Dalam penanggulangan dan pencegahan bencana dibutuhkan sinergi antara pihak
pemerintah, masyarakat dan juga pihak swasta agar tercapainya pencegahan
bencana. Tindakkan atau kegiatan penanggulangan hatus di tingkatkan lagi agar
dapat meminimalisir dari bencana itu lagi, tahap rehabilitasi dan rekontruksi
harus di laksanakan sebaik mungkin supaya bisa menggembalikan keadaan
seperti semula.

15
DAFTAR PUSTAKA

http://www.bpbd.jabarprov.go.id/index.php/en/component/k2/item/32-
menatakehidupan-baru-melalui-jitu-kajian-kebutuhan-pasca-bencana
[diakses pada 01/12/2020 20.50 WIB].

http://internasional.kompas.com/read/2011/03/22/13340838/Meneropong.Eko
nomi.Jepa ng.Pascatsunami [diakses pada 04/12/2020 17.00 WIB].

IAEA. 2011. Japan Mission. Didapat dari : (http://www.iaea.org/


newscenter/news/2011/japanmission.html).

Muhari, Abdul, dkk. 2011. Belajar dari Bencana Jepang 11.03.2011 Gempa
Bumi, Tsunami, Radiasi Nuklir. Edisi Perdana dalam acara AMSTEC.
Institute for Science and Technology Studies (ISTECS).

Pelaksana Harian Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana. 2007.


Pengenalan Karakteristik Bencana Dan Upaya Mitigasinya di
Indonesia. Jakarta: Direktorat Mitigasi.

Peraturan Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional Nomor: 184/KA/IX/2012


Tentang Program Kesiapsiagaan Nuklir Kawasan Nuklir Serpong
Badan Tenaga Nuklir Nasional.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2012 Tentang


Keselamatan Dan Keamanan Instalasi Nuklir.

Sidik Permana dkk., .2011. Belajar dari Bencana Jepang. Institute for Science
and Technology Studies (ISTECS).

Simanjutak, A (2008) Upaya Pengenalan Program Kesiapsiagaan Pada Desa


Siaga. SEMINAR NASIONAL IV SDM TEKNOLOGI NUKLIR
YOGYAKARTA, 25-26 AGUSTUS 2008. Sekolah Tinggi Teknologi
Nuklir – BATAN

16
Sunardi dan Sudi Ariyanto (2011) KONSEP DOKUMEN KESIAPSIAGAAN
DAN KEDARURTAN NUKLIR PLTN MURIA. Prosiding Seminar
Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, Pusat Pengembangan
Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional.

17

Anda mungkin juga menyukai