Anda di halaman 1dari 32

PROPOSAL PENELITIAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA NY.D DENGAN GANGGUAN

HARGA DIRI RENDAH PADA SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA

CISARUA PROVINSI JAWA BARAT

Dosen Pengampu : Ns. Wirdan Fauzi Rahman, M.Kep

Disusun Oleh :

Ega Ayu Karantika

(1800001046)
AKADEMI KEPERAWATAN RS. EFARINA PURWAKARTA

2020

Jl.Raya Cibening No.01, Bungursari, Kabupaten Purwakarta

Jawa Barat 41181. Telepon (0264) 3431222


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan,jiwa, dan sosial yang

memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan

Ekonomis.Pemeliharaan Kesehatan adalah upaya penanggulangan dan

pencegahan gangguan Kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan

dan/atau perawatan termasuk Kehamilan dan Persalinan. Pendidikan Kesehatan

adalah proses membantu seseorang, dengan bertindak secara sendiri-sendiri

ataupun secara kolektif, untuk membuat keputusan berdasarkan pengetahuan

mengenai hal-hal yang memengaruhi Kesehatan pribadinya dan orang lain.

(Wikipedia, 2019 ).

Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan Kesehatan yang

signifikan di dunia, termasuk di Indonesia. Menurut data Word Health

Organization (WHO) 2016, terdapat sekitar 35% orang terkena bipolar, 21%

terkena Skizofrenia, serta 47,% terkena demensia. Di indonesia, dengan

berbagai faktor biologis, psikologis dan sosial dengan keanekaragaman

penduduk; maka jumlah kasus gangguan jiwa terus bertambah pada

penambahan beban negara dan penurunan produktivitas Manusia untuk jangka

panjang.

Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang RI No. 18 Tahun 2014, adalah

kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental,


spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri,

dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu

memberikan kontribusi untuk komunitasnya. Pada pasal 70 menjelaskan bahwa

klien dengan gangguan jiwa mendapatkan pelayanan Kesehatan Jiwa di

fasilitas pelayanan Kesehatan yang mudah dijangkau, mendapatkan pelayanan

Kesehatan jiwa sesuai dengan standar pelayanan Kesehatan Jiwa, mendapatkan

jaminan atas ketersediaan obat psikofarmaka sesuai dengan kebutuhannya.

(Kementerian Kesehatan RI, 2016).

Gangguan jiwa berat yang banyak di temukan di Masyarakat adalah

Skizofrenia. Data American Psychiatric Association (APA) tahun 2013

menyebutkan 1% dari populasi Penduduk Dunia menderita gangguan jiwa

berupa Skizofrenia. Sementara itu di Indonesia Departemen Kesehatan RI

(2013) mencatat bahwa 70% gangguan Jiwa terbesar adalah Skizofrenia.

Kelompok Skizofrenia juga menempati 90% klien di Rumah Sakit Jiwa di

seluruh Indonesia (Efri Widianti dkk, 2017).

Prevalensi gangguan jiwa berat di Indonesia sebesar 1,7 per mil. Prevalensi

gangguan Jiwa berat berdasarkan tempat tinggal dan kuintil indeks

kepemilikan dipaparkan pada buku Riskesdas 2013 dalam Angka. Angka

prevalensi seumur hidup Skizofrenia di Dunia bervariasi berkisar 4 permil

sampai dengan 1,4%. Beberapa kepustakaan menyebutkan secara umum

prevalensi Skizofrenia sebesar 1 persen penduduk. Prevalensi Psikosis tertinggi

di DI Yogyakarta dan Aceh (masing-masing 2,7%), Sulawesi Selatan ( 2,6%),

sedangkan yang terendah di Kalimantan Barat (0,7%) dengan responden


gangguan Jiwa berat 3 berdasarkan data Riskesdas 2013 adalah sebanyak 1.728

orang (Meryana, 2017).

Data Riskesdas 2013 menunjukkan pravalensi gangguan mental emosional

yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk 15 tahun

keatas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6 % dari jumlah Penduduk

Indonesia, sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti Skizofrenia

mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 % per 1.000 Penduduk.

(Depkes. 2016).

Presentase klien gangguan jiwa selama tahun 2012 yaitu, klien rawat inap

laki-laki sebanyak 65,3% dan 34,7 % perempuan. Sedangkan pada bulan

Januari sampai Agustus 2013 sebanyak 2294 orang, diantaranya Halusinasi

1162 orang (50,65%), Menarik Diri 462 orang (20,13%), Harga Diri Rendah

374 orang (16,30 %), Waham 130 orang (5,66 %), Perilaku Kekerasan 128

orang (5,58%), Defisit Perawatan Diri 21 orang (0,91 %), Kerusakan

Komunikasi Verbal 16 orang (0,70%), Percobaan Bunuh Diri 1 orang (0,04%).

(Pangga & Suryaka, 2014).

Harga Diri Rendah adalah perasaan negatif terhadap diri sendiri termasuk

Kehilangan rasa percaya diri, tidak berharga , tidak berguna, tidak

berdaya,pesimis, tidak ada harapan dan putus asa (Nurarif & kusuma, 2015).

Skizofrenia adalah Sindrom Heterogen kronis yang ditandai dengan pola

pikir yang tidak teratur, Delusi, Halusinasi, perubahan perilaku yang tidak tepat

serta adanya gangguan fungsi psikososial ( Nurarif & Kusuma, 2015).


Skizofrenia merupakan suatu sindrom klinis atau proses penyakit yang

mempengaruhi kognisi, persepsi, emosi, perilaku, dan fungsi sosial, tetapi

skizofrenia mempengaruhi setiap individu dengan cara yang berbeda. Salah

satu gejala utama psikosis skizofrenia ialah adanya halusinasi (Ari&Wahyu,

2013) . Gangguan jiwa skizofrenia ini juga banyak di temukan di masyarakat

gangguan jiwa seperti skizofrenia ini penderitanya tidak mampu menilai

realitas dengan baik dan pemahaman diri yang buruk (Hawari,2013)

Gejala klinis skizofrenia secara umum dibagi menjadi 5 tipe atau kelompok

diantara nya skizofrenia hiberfrenik, skizofrenia katatonik, skizofrenia

paranoid, skizofrenia residual dan tipe skizofrenia tak tergolongkan. Salah satu

dari jenis skizofrenia adalah skizofrenia hipebrenik. Respon yang terjadi pada

skizofrenia hebeprenik itu sendiri meliputi percakapan dan perilaku yang

kacau, kegagalan berpikir, klien menjadi buas, kehilangan karakter sebagai

manusia dalam kehidupan sosial, tidak memiliki motivasi sama sekali, depresi,

menunjukan perilaku menarik diri secara sosial yang ekstrimmengakibatkan

hygine dan penampilan diri, tidak memiliki kepekaan terhadap dirinya sendiri

(yosep,2013).

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan Asuhan

Keperawatan Jiwa pada klien dengan Gangguan Harga Diri Rendah pada

Skizofrenia

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka ditetapkan rumusan

masalah sebagai berikut: “Bagaimana Asuhan Keperawatan pada NY. D

dengan Gangguan Harga Diri Rendah pada Skizofrenia di RSJ Cisarua Jawa

Barat”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mampu mendapatkan pengalaman secara nyata dalam memberikan

asuhan keperawatan secara langsung pada klien gangguan konsep diri

:Harga diri Rendah pada Skizofrenia di RSJ Cisarua Jawa Barat yang

kompherensif meliputi aspek Bio Psikososial dan spiritual dengan

pendekatan proses keperawatan.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan hasil pengkajian Asuhan Keperawatan ,pada

klien dengan gangguan konsep Diri : Harga Diri Rendah pada

Skizofrenia di RSJ Cisarua Jawa Barat.

b. Mampu melakukan diagnosa keperawatan pada klien dengan

gangguan kinsep Diri ; Harga Diri Rendah pada Skizofrenia di RSJ

Cisarua Jawa Barat.

c. Mampu melakukan rencana asuhan keperawatan pada klien dengan

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah pada Skizofrenia di

RSJ cisarua Jawa Barat.


d. Mampu melakukan tindakan keperawatan pada klien dengan

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah Pada Skizofrenia.

e. Mampu melakukan evaluasi pada klien dengan Gangguan Konsep

Diri : Harga Diri Rendah pada Skizofrenia di RSJ Cisarua Jawa

Barat.

f. Mampu membandingkan antara konsep dengan kenyataan pada

Asuhan Keperawatan pada klien dengan Gngguan Konsep Diri :

Harga Diri Rendah Pada Skizofrenia di RSJ Cisarua Jawa Barat.

D. Manfaat Penelitian

Studi kasus ini, diharapkan memberikan manfaat bagi :

1. Manfaat Praktis

Hasil penulisan ini diharapkan dapat menjadi pengetahuan dan

informasi dalam bidang keperawatan jiwa tentang asuhan keperawatan

jiwa dengan gangguan konsep diri : harga diri rendah pada skizofrenia.

2. Manfaat Teoritis

a. Bagi peneliti

Hasil penelitian ini untuk menambah pengetahuan peneliti tentang

asuhan keperawatan gangguan jiwa pada pasien harga diri rendah

pada skizofrenia.

b. Bagi pasien dan keluarga

Membentuk mekanisme koping yang adaptif sehingga dapat

mengontrol perilaku harga diri rendah yang dilakukan serta


manfaatnya bagi keluarga adalah upaya dalam memberikan aspek

positif pada pasien dengan harga diri rendah pada skizofrenia.

c. Bagi Rumah Sakit

Dapat dimanfaatkan oleh perawat atau pihak terkait dalam menangani

dan memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan harga diri

rendah pada skizofrenia.

d. Bagi institusi

Menambah wawasan dan keilmuan keperwatan jiwa tentang pemberian

asuhan keperawatan pada pasien gangguan jiwa dengan masalah

keperawatan harga diri rendah pada skizofrenia.

E. Sitematika Penulisan

Dalam pembuatan sistematika penulisan proposal penelitian ini, terdiri

dari isi Bab I s/d Bab II antara lain : Bab I : Pendahuluan, bagian ini

menguraikan secara singkat dan jelas mengenai latar belakang, tujuan, manfaat,

dan sistematika penulisan. Bab II : Tinjauan teori, bagian ini menguraikan

tentang konsep dasar asuhan keperawatan dan konsep dasar keperawatan jiwa.

Konsep dasar terdiri dari pengertian, manifestasi klinis, rentang respon,

patofisiologi, pohon masalah, strategi pelaksanaan, data fokus,

psikofarmakologi, dan asuhan keperawatan yang terdiri dari pengkajian,

diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelakasanaan keperawatan,

dan evaluasi keperawatan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Harga Diri Rendah

Harga Diri Rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan

rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negative terhadap

diri sendiri atau kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan

diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal

diri (Yosep & Sutini, 2014).

Harga Diri Rendah adalah perasaan negatif terhadap diri sendiri termasuk

kehilangan rasa percaya diri, tidak berharga , tidak berguna, tidak

berdaya,psimis, tidak ada harapan dan putus asa (Nurarif & kusuma, 2015).

2. Tanda dan Gejala

1. Perasaan malu terhadap diri sendiri individu mempunyai perasaan

kurang percaya diri.

2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri, individu yang selalu gagal dalam

meraih sesuatu.

3. Merendahkan martabat diri sendiri, menganggap dirinya berada

dibawah orang lain.


4. Gangguan berhubungan social seperti menarik diri, lebih suka

menyendiri, dan tidak ingin bertemu orang lain.

5. Rasa percaya diri kurang, merasa tidak percaya dengan kemampuan

yang dimiliki.

6. Sukar mengambil keputusan, cenderung bingung dan ragu – ragu

dalam memilih sesuatu.

7. Menciderai diri sendiri sebagai akibat harga diri yang rendah disertai

harapan yang suram sehingga memungkinkan untuk mengakhiri

kehidupan.

8. Mudah tersinggung atau marah yang berlebihan.

9. Perasaan negative mengenai tubuhnya sendiri.

10. Kurang memperhatikan perawatan diri, berpakaian tidak rapi, selera

makan menurun, tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak

menunduk, dan berbicara dengan nada lemah.

11. Pelahgunaan zat. ( Keliat, 2015).


3. Rentang Respon Konsep Diri

Respon adaftif Respon maladaftif

Akualisasi Konsep diri Harga diri Keracunan Defersonalisasi


diri positif rendah identitas

Respon individu terhadap konsep dirinya sepanjang rentang respon konsep

diri yaitu adaftif dan maladaftif (Fajariyah, 2012)

a. Akualisasi diri adalah pernyataan diri positif daAkualisasi diri adalah

pernyataan diri positif tentang latar belakang pengalaman nyata yang

sukses diterima

b. Konsep diri positif adalah mempunyai pengalaman yang positif dalam

beraktualisasi diri

c. Harga diri rendah adalah transisi antara respon diri adaftif dengan

konsep diri maladaftif

d. Keracunan identitas adalah kegagalan individu dalam kemalangan

aspek psikososial dan kepribadian dewasa yang harmonis

e. Defersonalisasi adalah perasaaan yang tidak realistis terhadap diri

sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak

dapat membedakan dirinya dengan oranglain.


4. Patofisiologi

Proses terjadinya Skizofrenia menurut Yosep & Sutini (2014) didalam

otak terdapat milyaran sambungan sel. Setiap sambungan sel menjadi

tempat untuk meneruskan maupun menerima pesan dari sambungan sel

yang lain. Sambungan sel tersebut melepaskan zat kimia yang disebut

neurotransmitters yang membawa pesan di ujung sambungan sel yang satu

ku ujung sambungan sel yang lain. Di dalam otak yang terserang

Skizofrenia, terdapat kesalahan atau kerusakan pada sistem komunikasi

tersebut. Bagi keluarga dengan penderita Schizophrenia di dalamnya,

akan mengerti dengan jelas apa yang dialami Klien Schizophrenia dengan

membandingkan otak dengan telepon. Pada orang yang normal, sistem

switch pada otak bekerja dengan normal. Sinyalsinyal persepsi yang

datang dikirim kembali dengan sempurna tanpa ada gangguan sehingga

menghasilkan perasaan, pemekiran, dan akhirnya melakukan tindakan

sesuai kebutuhan saat itu.

Klien Schizophrenia, sinyal-sinyal yang dikirim mengalami gangguan

sehingga tidak berhasil mencapai sambungan sel yang dituju.

Skizofrenia terbentuk secara bertahap dimana keluarga maupun Klien

tidak menyadari ada sesuatu yang tidak beres dalam otaknya dalam kurun

waktu yang lama. Kerusakan yang perlahan lahan ini yang akhirnya

menjadi Skizofrenia yang tersembunyi dan berbahaya.


Gejala yang timbul secara perlahan-lahan ini bisa saja menjadi

Skizofrenia acute. Periode Skizofrenia akut adalah gangguan yang singkat

dan kuat, yang meliputi Halusinasi, penyesatan pikiran (Delusi), dan

kegagalan berpikir.

5. Pohon masalah

Perubahan persepsi
sensoori : Halusinasi
Effect

Gangguan konsep diri :


Harga Diri Rendah Core problem

Isolasi sosial : Menarik


diri Cause

6. Penatalaksanaan

a. Pengobatan

Penggunaan obat antipsikosis Obat-obatan yang digunakan untuk

mengobati Skizofrenia disebut antipsikotik. Antipsikotik bekerja

mengontrol Halusinasi, Delusi dan perubahan pola pikir yang terjadi

pada Skizofrenia. Klien mungkin dapat mencoba beberapa jenis

antipsikotik sebelum mendapatkan obat atau kombinasi obat


antipsikotik yang benar-benar cocok bagi Klien, terdapat 3 kategori

obat antipsikotik yang dikenal saat itu, yaitu:

1) Antipsikotik konvensional

Obat antipsikotik yang paling lama penggunaannya disebut

antipsikotik konvensional. Walaupun sangat efektif, antipsikotik

konvensional sering menimbulkan efek samping yang serius.

Contoh obat antipsikotik konventional antara lain:

a) Haldol (haloperidol) sediaan haloperidol tablet 0,5 mg, 5 mg dan

injeksi 5mg/ml, dosis 5-15 mg/ hari.

b) Stelazine (trifluoperazine) Sediaan trifluoperazine tablet 1 mg dan

5 mg,dosis 10-15 mg/hari.

c) Mellaril (thioridazine) Sediaan triodazin tablet 50 dan 100 mg,

dosis 150600 mg/hari.

d) Thorazine (chlorpromazine) Sediaan klorpromazine tablet 25 dan

100 mg dan injeksi 25 mg/ml, dosis 150-600 mg/hari.

e) Trilafon Sediaan perfenazin tablet 2,4,8 m , dosis 12-24 mg/hari.

f) Prolixin (fluphenazine) Sediaan flufenazin tablet 2,5 mg, 5 mg,

dosis 10-15 mg/hari. Sediaan flufenazin dekanoat injeksi 25

mg/ml, dosis 25 mg/24 minggu.

Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh

antipsikotik konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan


penggunaan newer atypical antipshyhcotic, ada 2 pengecualian

(harus dengan antipsikotik konventional). Pertama, pada Klien

yang sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat

menggunakan antipsikotik konventional tanpa efek samping yang

berarti. Kedua, bila Klien mengalami kesulitan minum pil secara

reguler.

2) Newer atypical antipsycotics

Obat-obat yang tergolong kelompok ini tersebut atipikal

karena prinsip kerjanya berbeda, serta sedikit menimbulkan efek

samping bila dibandingkan dengan antipsikotik konvensional.

Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara

lain:

a) Risperdal (risperidone)

b) Seroquel (quetiapine)

c) Zyprexa (olanzopine)

d) Clozaril (clozapine)

Clozaril memiliki efek samping yang jarang tapi sangat serius

dimana pada kasus-kasus yang jarang (1%), clozaril dapat

menurunkan jumlah sel darah putih yang berguna untuk melawan

infeksi. Ini artinya, Klien yang mendapatkan clozaril harus

memeriksakan kadar sel darah putihnya secara reguler. Para ahli


merenkomendasikan penggunaan clozaril bila paling sedikit 2 dari

obat antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil.

b. Terapi Elektrokonvulsif (ECT)

c. Pembedahan Bagian Otak

d. Perawatan di Rumah Sakit

e. Psikoterapi

1) Terapi Psikoanalisa

Metode terapi ini berdasarkan konsep freud yang bertujuan

menyadaran individu akan konflik yang tidak disadarinya serta

mekanisame pertahanan yang digunakan untuk pengendalian

kecemasannya.

2) Terapi Prilaku

Terapi ini menekankan prinsip pengkondisian klasik dan operan,

karena terapi ini berkaitan dengan prilaku yang nyata.

3) Terapi Humanistik

Terapi kelompok dan terapi keluarga

7. Data Fokus

Fokus studi diarahkan kepada Klien Skizofrenia dengan masalah

Keperawatan Harga Diri Rendah, disertai dengan kriteria inklusi/eksklusi.

Adapun kriteria inklusi dan eksklusi yaitu diataranya sebagai berikut:


1. Kriteria inklusi

a. Klien yang mengalami skizofrenia

b. Mengalami Harga Diri Rendah

c. Bersedia menjadi responden

d. Dirawat di Rumah Sakit Jiwa Cisarua Provinsi Jawa Barat.

2. Kriteria eksklusi

a. Klien yang meninggal dunia

b. Klien tidak bersedia menjadi responden

c. Klien yang mengalami Skizofrenia dengan masalah Keperawatan

lain selain Harga Diri Rendah

8. Psikofarmakologi

1. Medikasi psikotropik (psikoaktif) mengeluarkan efeknya didalam otak,

mengubah emosi dan mempengaruhi perilaku.

2. Neurotransmitter adalah pembawa pesan kimiawi yang membawa

penghambat atau penstimulasi dari satu neuron ke neuron lain melintasi

ruang (sinaps) diantara mereka.

3. Terapi Elektrokonvulsif Tmescopy (ECT)

Penatalaksanaan medis :

g. Chlorpromazine (CPZ)
Indikasi : untuk syndrome psikosis yaitu berdaya berat dalam

kemampuan menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya nilai

norma sosial dan titik diri tergangggu, berdaya berat dalam

fungsi-fungsi mental: waham, halusinasi, gangguan perasaan, dan

perilaku yang aneh atau tidak terkendali, berdaya berat dalam

kehidupan sehari-hari, tidak mampu kerja, hubungan sosial, dan

melakukan kegiatan rutin.

Kontra indikasi : penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan

jantung, dan ketergantungan obat.

Mekanisme kerja : memblokade dopamine pada reseptor pasca

sinaps di otak khususnya system ekstra pyramidal.

Efek samping : sedasi, gangguan otonomik (hipotensi,

antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, mata kabur, kesulitan

dalam buang air kecil.

h. Haloperidol (HR/resperidone)

Indikasi : berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam

fungsi kehidupan sehari-hari.

Kontra indikasi : penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan

jantung, dan ketergantungan obat.

Mekanisme kerja : memblokade dopamine pada reseptor pasca

sinaps di otak khususnya system ekstra pyramidal.


Efek samping : sedasi, gangguan otonomik (hipotensi,

antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, mata kabur, kesulitan

dalam buang air kecil

1 Macam-macam terapi

1) Psikoterapi

Terapi kerja baik sekali untuk mendorong Klien bergaul lagi

dengan orang lain, Klien lain, Perawat dan Dokter.

Maksudnya supaya ia tidak mengasingkan diri lagi karena

bila ia Menarik Diri ia dapat membentuk kebiasaan yang

kurang baik. Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau

latihan bersama. (Nurarif & Kusuma, 2015)

Therapy aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu teraphy

aktivitas kelompok sosialisasi. Dari empat jenis therapy

aktivitas kelompok diatas yang paling relevan dilakukan

pada individu dengan gangguan konsep diri Harga Diri

Rendah adalah therapy aktivitas kelompok stimulasi

persepsi. Therapy aktivitas kelompok stimulasi persepsi

adalah therapy yang menggunakan aktivitas sebagai

stimulasi terkait dengan pengalaman atau kehidupan untuk

didiskusikan dalam kelompok, hasil diskusi kelompok dapat

berupa kesepakatan persepsi atau alternatif penyelesaian

masalah. (Nurarif & Kusuma, 2015)


9. Rencana Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian adalah proses untuk tahap awal dan dasar utama dari proses

keperawatan terdiri dari pengumpulan data dan perumusan kebutuhan

atau masalah klien.

a. Identitas

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, tanggal pengkajian, tanggal

dirawat, nomor rekam medis

b. Alasan masuk

Alasan klien datang ke RSJ biasanya klien sering berbicara sendiri,

mendengar atau melihat sesuatu, suka berjalan tanpa tujuan,

membanting peralatan dirumah, menarik diri

c. Faktor Predisposisi

Biasanya klien pernah mengalami gangguan jiwa dan kurang

berhasil dalam pengobatan

a. Pernah mengalami aniaya fisik, penolakan dan

kekerasan dalam keluarga

b. Klien dengan gangguan orientasi bersifat heriditer

c. Pernah mengalami trauma masa lalu yang sangat

mengganggu.

d. Pemeriksaan Fisik
Tidak mengalami keluhan fisik

e. Psikososisal

a. Genogram

Pada genogram biasanya terlihat ada anggota keluarga

yang mengalami kelainan jiwa, pola komunikasi klien

terganggu begitupun dengan pengambilan keputusan dan

pola asuh.

b. Konsep diri

a. Gambaran diri

Klien biasanya mengeluh dengan keadaan tubuhnya,

ada bagian tubuh yang disukai dan tidak disukai

b. Identitas diri

Klien biasanya mampu menilai identitasnya

c. Peran diri

Klien menyadari peran sebelum sakit saat dirawat

peran klien terganggu

d. Ideal diri

Tidak menilai diri

e. Harga diri

Klien memiliki harga diri yang rendah sehubungan

dengan sakitnya.

c. Hubungan Sosial

Klien kurang dihargai di lingkungan dan keluarga


d. Spiritual

1. Nilai dan keyakinan

Biasanya klien dengan sakit jiwa dipandan tidak

sesuai dengan norma agama dan budaya

2. Kegiatan ibadah

Klien biasanya mnjalankan ibadah di rumah

sebelumnya, saat sakit ibadah terganggu atau sangat

berlebihan.

f. Status Mental

a. Penampilan Biasanya penampilan diri yang tidak rapi,

tidak serasi atau cocok dan berubah dari biasanya.

b. Pembicaraan Tidak terorganisisr dan bentuk yang

maladaptif seperti kehilangan, tidak logis, berbelit-belit

c. Aktivitas motorik Meningkat atau menurun, impulsif,

katatonik, dan beberapa gerakan yang abnormnal

d. Alam perasaan Berubah suasana emosi yang memanjang

akibat dari faktor presipitasi, misalnya sedih dan putus asa

disertai apatis

e. Afek Afek sering tumpul, datar, tidak sesuai dan ambivalen

f. Interaksi selama wawancara Selama berinteraksi dapat

dideteksi sikap klien yang tampak komat-kamit, tertawa

sendiri, tidak terkait dengan pembicaraan

g. Persepsi Halusinasi
a. Halusinasi apa yang terjadi dengan klien

b. Data yang terkait tentang halusinasi lainnya yaitu

berbicara sendiri dan tertawa sendiri, menarik diri dan

menghindar dari orang lain, tidak dapat membedakan

nyata atau tidak nyata, tidak dapat memusatkan

perhatian, curiga,bermusuhan, merusak, takut, ekspresi

muka tegang, dan mudah tersinggung.

h. Proses pikir Biasanya klien tidak mampu mengorganisir

dan menyusun pembicaraan logis dan koheren, tidak

berhubungan, berbelit. Ketidakmampuan klien ini sering

membuat lingkungan takut dan merasa aneh terhadap klien.

i. Isi pikir Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat

intelektual dan latar belakang budaya klien. Ketidak

mampuan memproses stimulus internal dan eksternal

melalui proses informasi dapat menimbulkan waham.

j. Tingkat kesadaran Biasanya klien akan mengalami

disorientasi terhadap orang, tempat dan waktu.

k. Memori Terjadi gangguan daya ingat jangka panjang

maupun jangka pendek. Mudah lupa, klien kurang mampu

menjalani peraturan yang telah disepakati, tidak mudah

tertarik.Klien berulang kali menanyakan waktu,

menanyakan apakah tugasnya sudah dikerjakan dengan

baik, permisi untuk satu hal.


l. Tingkat konsentrasi dan berhitung Kemampuan

mengorganisasi dan konsentrasi terhadap realitas eksternal,

sukar menyelesaikan tugas, sukar berkonsentrasi pada

kegiatan atau pekerjaan yang mudah mengalihkan

perhatian, mengalami masalah dalam memberikan

perhatian.

m. Kemampuan penilaian Klien mengalami ketidakmampuan

dalam mengambil keputusan, menilai dan mengevaluasi

diri sendiri dan juga tidak mampu melaksanakan keputusan

yang telah disepakati

n. Daya tilik diri Klien mengalami ketidakmampuan dalam

mengambil keputusan.Menilai dan mengevaluasi diri

sendiri, penilaian terhadap lingkungan dan stimulus,

membuat rencana termasuk memutuskan, melaksanakan

keputusan, merasakan kehidupan sangat sulit, situasi ini

sering mempengaruhi motivasi dan inisiatif klien.

g. Kebutuhan persiapan pulang

a. Makan Klien sibuk dengan halusinasi dan cenderung tidak

memperhatikan diri termasuk tidak peduli makanan karena

tidak memiliki minat kepedulian

b. BAK atau BAB Observasi kemampuan klien untuk BAK

atau BAB serta kemampuan klien untuk membersihkan diri


c. Mandi Biasanya klien mandi berulang-ulang atau tidak

mandi sama sekali

d. Berpakaian

Biasanya tidak rapi, tidak sesuai dan tidak diganti

e. Istirahat

Observasi tentang lama dan waktu tidur siang dan malam.

Biasanya istirahat klien terganggu bila halusinasinya

datang

f. Pemeliharaan kesehatan

Pemeliharaan kesehatan klien selanjutnya, peran keluarga

dan sistem pendukung sangat menentukan

g. Aktivitas dalam rumah

Klien tidak mampu melakukan aktivitas didalam rumah

seperti menyapu.

h. Diagnosa keperawatan

a. Gangguan pesepsi snsori :halusinasi

b. isolasi sosial

c. Harga diri rendah

(Keliet, 2010 dikutip dalam Satrio, 2015)

i. Rencana Asuhan Keperawatan

Gangguan persepsi sensori : halusinasi penglihatan

Strategi Pelaksanaan 1 (SP1) untuk Klien


1. Mengidentifikasi jenis halusinasi
2. Mengidentifikasi isi halusinasi
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi
4. Mengidentifikas frekwensi halusinasi
5. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
6. Mengidentifikasi respon klien terhadap halusinasi
7. Mengajarkan klien menghardik halusinasi
8. Menganjurkan klien memasukkan cara menghardik

halusinasi dalam jadwal kegiatan harian


Strategi Pelaksanaan 2 (SP 2) untuk Klien
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
2. Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan cara

bercakap-cakap dengan orang lain


3. Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal

kegiatan harian
Strategi Pelaksanaan 3 (SP 3) untuk Klien
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
2. Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan

melakukan kegiatan (kegiatan yang biasa dilakukan

klien di rumah)
3. Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal

kegiatan harian
Strategi Pelaksanaan 4 (SP 4) untuk Klien
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
2. Memberikan pendidikan kesehatan tentang

penggunaaan obat secara teratur


3. Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
Strategi Pelaksanaan 1(SP 1) untuk Keluarga
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam

merawat klien
2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala halusinasi

yang dialami klien beserta proses terjadinya


3. Menjelaskan cara-cara merawat klien halusinasi
Strategi Pelaksanaan 2 (SP 2) untuk Keluarga
1. Melatih keluarga mempraktikan cara merawat klien

halusinasi
2. Melatih keluarga melakukan cara merawat klien

halusinasi

j. Implementasi

Implementasi adalah pelaksanaan keperawatan oleh klien, Hal

yang harus diperhatikan ketika melakukan implementasi

adalah tindakan keperawatan yang akan dilakukan

implementasi pada klien dengan gangguan persepsi sensori :

halusinasi dilakukan secara interaksi dalam melaksanakan

tindakan keperawatan, perawat harus lebih dulu melakukan :

a. Bina hubungan saling percaya (BHSP)

b. Identifikasi, waktu, frekuensi, situasi,respon klien terhadap

halusinasi

c. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara

menghardik
d. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-

cakap

e. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara

melaksanakan kegiatan terjadwal

f. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara patuh

minum obat.

k. Evaluasi

Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari

tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan dengan

tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat

dibagi dua yaitu evaluasi proses dan evaluasi formatif,

dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan evaluasi hasil

atau sumatif dilakukan dengan membandingkan respon klien

pada tujuan yang telah ditentukan.

Diagnose keperawatan Tujuan Intervensi


Gangguan Konsep Diri: Tujuan umum : Bina hubungan saling

Harga Diri Rendah percaya:


Klien tidak terjadi

gangguan konsep diri : 1. Bina hubungan saling

harga diri rendah atau percaya

klien akan meningkatkan


2. Sapa klien dengan
harga dirinya setelah
ramah, baik verbal maupun
dilakukan 6 kali
pertemuan. non verbal

Tujuan khusus 1: 3. Perkenalkan diri dengan

sopan
1. Klien dapat membina

hubungan saling percaya 4. Tanyakan nama lengkap

klien dan nama panggilan


Tujuan khusus 2:
yang disukai klien
1. Klien dapat
5. Jelaskan tujuan
mengidentifikasi
pertemuan
kemampuan dan aspek

positif yang dimiliki 6. Tunjukkan sikap empati

dan menerima klien apa


2. Klien dapat menilai
adanya
kemampuan yang dapat

digunakan. 7. berikan perhatian

kepada klien
3. Klien dapat

menetapkan atau SP1P

merencanakan kegiatan
1. Diskusikan kemampuan
sesuai dengan
dan aspek positif yang
kemampuan yang dimiliki
dimiliki Klien

2. Bantu Klien menilai

TUK 3 : kemampuan yang masih

dapat digunakan
1. Klien dapat melakukan

kegiatan sesuai kondisi 3. Bantu Klien


dan kemampuan memilih/menetapkan

2. Klien dapat 4. kemampuan yang akan

memanfaatkan sistem dilatih

pendukung yang ada.


5. Latih kemampuan yang

sudah dipilih dan

menyusun jadwal
TUK 4 :
pelaksanaan kemampuan
1. Keluarga mampu
yang telah dilatih dalam
menjelaskan tanda dan
rencana harian
gejala harga diri rendah

serta

SP2P
2. mendemonstrasik an

cara merawat klien Harga 1. Latih Klien melakukan

Diri Rendah kegiatan lain yang sesuai

dengan kemampuan klien

TUK 5 : 1. keluarga

mampu mempraktikan SP1K

cara merawat dengan


1. Diskusikan masalah
harga diri rendah
yang dihadapi keluarga
langsung kepada klien
dalam merawat klien di

rumah

2 Jelaskan tentang
TUK 6 : 1. keluarga pengertian, tanda, dan

mampu membuat gejala harga diri rendah

perencanaan pulang
3. Jelaskan cara merawat

klien dengan harga diri

rendah

4. Demonstrasikan cara

merawat Klien dengan

harga diri rendah dan beri

kesempatan kepada

keluarga untuk

mempraktikkan cara

merawat.

SP2K 1. Latih keluarga

mempraktikkan cara

merawat klien dengan

masa harga diri rendah

langsung kepada keluarga.

SP3K 1. Buat perencanaan

pulang bersama keluarga

Anda mungkin juga menyukai