Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN PADA Tn.

A DENGAN

DIAGNOSA MEDIS FRAKTUR FEMUR DI RUANG

POLI KLINIK RSAD. DR. R. ISMOYO

TANGGAL 22 DESEMBER 2020

DISUSUN OLEH:

DW. RAY YUNITA SARI

CI LAHAN CI INSTITUSI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS MANDALA WALUYA

KENDARI

2020
LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR FEMUR

A. Definisi

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau


tenaga fisik. Kekuatan dan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang
itu sendiri dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah
fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi
apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak
melibatkan seluruh ketebalan tulang (Price & Wilson,2006 Dalam Helmi
2012).

Fraktur femur atau patah tulang paha merupakan rusaknya


kontiunitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma
langsung, kelelahan otot, dan kondisi tertentu, seperti degenerasi tulang
atau osteoporosis. Fraktur tulang femur dapat terjadi mulai dari proximal
sampai distal. Untuk mematahkan batang femur pada orang dewasa,
diperlukan gaya yang besar. Secara klinis, fraktur femur terdiri atas pada
tulang paha terbuka dan pada tulang paha tertutup (Mutaqqin, 2008).

Fraktur femur tertutup adalah fraktur dimana kulit tidak ditembus


oleh fragmen tulang, sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh
lingkungan. Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan
dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak dapat
terbentuk dari dalam atau dari luar (mutaqqin,2008).
B. Etiologi
Menurut (Padila 2012), etiologi fraktur adalah sebagai berikut :
1. Trauma langsung/ direct trauma, yaitu apabila fraktur terjadi di tempat
dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa (misalnya benturan,
pukulan yang mengakibatkan patah tulang).
2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma, yaitu apabila trauma
dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur. misalnya
penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi
fraktur pada pegelangan tangan.
3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang
itu sendiri rapuh/ ada “underlying disesase” dan hal ini disebut dengan
fraktur patologis.
B. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan
gaya pegas untuk menahan tekanan. Tetapi apabila tekanan eksternal
datang lebih besar dari pada tekanan yang diserap tulang, maka terjadilah
trauma pada tulang yang dapat mengakibatkan rusaknya atau terputusnya
kontinuitas tulang (fraktur).
Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf
dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus tulang
menjadi rusak sehingga menyebabkan terjadinya perdarahan. Pada saat
perdarahan terjadi terbentuklah hematoma di rongga medulla tulang,
sehingga jaringan tulang segera berdekatan kebagian tulang yang patah.
Jaringan yang mengalami nekrosis akan menstimulasi terjadinya respon
inflamasi yang di tandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit
serta infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari
proses penyembuhan tulang nantinya (Price, 2005).
C. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala dari fraktur femur (mutaqqin,2008). Yaitu:

1. Nyeri terus menerus dan bertambah berat sampai tulang dimobilisasi.


2. Deformitas (terlihat maupun teraba).
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat di atas dan di bawah lokasi fraktur.
4. Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan yang lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
D. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang pada kasus fraktur femur yaitu:
1. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi / luasnya fraktur trauma
2. Scan tulang, tomogram, scan CT / MRI : memperlihatkan fraktur, juga
dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
4. Hitung daerah lengkap : HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi)
atau menurun (pendarahan sel darah putih adalah respon stress normal
setelah trauma).
5. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien
ginjal.
6. Profil koagulasi, perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
tranfusi atau cedera.
E. Penatalaksanaan Pada Fraktur Femur
Prinsip penatalaksaanannya pada fraktur ada dua jenis yaitu reduksi dan
imobilisasi:
1. Reduksi
Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada
kesejajarannya atau rotasi anatomis. Reduksi tertutup, mengembalikan
fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan manipulasi dan traksi manual. Alat yang digunakan biasanya
traksi, bidai dan alat yang lainnya. Reduksi terbuka, dengan
pendekatan bedah. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat,
sekrup, plat, dan paku.
2. Imobilisasi
Imobilisasi dapat digunakan dengan metode eksterna dan interna
mempertahankan dan mengembalikan fungsi status neurovaskuler
selalu dipantau meliputi peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan.
Perkiraan waktu imobilisasi yang dibutuhkan untuk penyambungan
tulang yang mengalami fraktur adalah sekitar 3 bulan.
F. Diagnosa Keperawatan yang Sering Muncul
Masalah keperawatan utama pada fraktur femur, baik fraktur
terbuka maupun tertutup adalah sebagai berikut :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik, spasme otot, gerakan
fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak,pemasangan traksi.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka
neuromuscular, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi).
3. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma,imunitas tubuh primer
menurun, prosedur invasive (pemasangan traksi).
4. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, status ekonomi, dan
perubahan fungsi peran.
G. Intervensi
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik, spasme otot, gerakan
fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak,pemasangan traksi
a. Lakukan pengkajian nyeri secara konprehensif meliputi lokasi,
karateristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor pencetus
b. Atur posisi imobilisasi pada paha
c. Bantu klien dalam mengidentifikasi factor pencetus
d. Jelaskan dan bantu klien terkait dengan tindakan pereda nyeri
nonfarmakologi
e. Ajarkan relaksasi nafas dalam : teknik-teknik mengurangi
ketegangan otot rangka yang dapat mengurangi intensitas nyeri.
f. Berikan posisi yang nyaman, misalnya waktu tidur
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka
neuromuscular, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi).
a. Kaji mobilitas yang ada dan observasi adanya peningkatan
kerusakan. Kaji secara teratur fungsi motorik.
b. Atur posisi imobilisasi pada paha.
c. Ajarkan klien melakukan latihan gerak aktif pada ekstermitas yang
tidak sakit.
d. Bantu klien melakukan latihan ROM dan perawatan diri sesuai
toleransi.
e. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
3. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma,imunitas tubuh primer
menurun, prosedur invasive (pemasangan traksi).
a. Kaji dan pantau luka operasi setiap hari.
b. Bantu perawatan diri dan keterbatasan aktivitas sesuai toleransi.
Bantu program latihan.
c. Berikan antibiotik sesuai indikasi
4. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, status ekonomi, dan
perubahan fungsi peran.
a. Kaji tanda verbal dan nonverbab ansietas, damping klien, dan
lakukan tindakan bila klien menunjukkan perilaku merusak.
b. Mulai lakukan tindakan untuk mengurangi ansietas. Beri
lingkungan yang tenang dan suasana penuh istrahat.
c. Tingkatkan control sensasi klien.
d. Orientasikan klien terhadap tahap-tahap prosedur operasi dan
aktivitas yang diharapkan.
e. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan ansietasnya.
DAFTAR PUSTAKA

Babarah, T & Jauhar, M. 2013. Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap Menjadi


Perawat Profesional Jilid I. Jakarta : Prestasi Pustaka.

Kozier.2009. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses & Praktik,


Volume 1: Edisi 7. Jakarta: EGC

Muttaqin,Arif.2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem


Muskuloskeletal. Jakarta: EGC

NANDA, 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Edisi


10. Jakarta: EGC

Nurarif, A.H., & Kusuma,H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 2.Yogyakarta : Medi
Action

Padila. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika

Potter, Patricia A., & Perry, Anne Griffin.,(Ed. 4.) 2005. Buku Ajar Fundamental
Keperawatan: Konsep, Proses, & Praktik (Vol. 2). Jakarta: EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN PADA Ny. M DENGAN

DIAGNOSA MEDIS ABSES REGIO DI RUANG

POLI KLINIK RSAD. DR. R. ISMOYO

TANGGAL 21 DESEMBER 2020

DISUSUN OLEH:

DW. RAY YUNITA SARI

CI LAHAN CI INSTITUSI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS MANDALA WALUYA

KENDARI

2020

Anda mungkin juga menyukai