Dari uraian tentang perawat profesional serta sistem kesehatan sebagaimana dikemukakan
diatas, jelaslah peran perawat profesional dalam sistem kesehatan tidak lain adalah berupaya
mewujudkan sistem kesehatan yang baik, sedemikian rupa sehingga di satu pihak penyelenggaraan
pelayanan kesehatan (health services) sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan kesehatan (health needs
and demands) masyarakat, serta di pihak lain biaya pelayanan kesehatan (health cost) sesuai dengan
kemampuan ekonomi masyarakat (ability to pay).
Di sinilah letak masalahnya, karena dalam praktek sehari-hari menyelenggarakan pelayanan
kesehatan, termasuk pelayanan keperawatan, yang sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan kesehatan
masyarakat, tidaklah mudah. Hal yang sama ditemukan pula pada biaya kesehatan. Tidak mengherankan
jika pada saat ini banyak ditemukan keluhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan/atau
Untuk dapat terselenggaranya sistem kesehatan yang baik, yang perawat profesional serta
pelayanan keperawatan merupakan salah satu dari kunci pokoknya, semua elemen peran perawat
profesional, sebagaimana yang dikemukakan oleh Doheny, Cook dan Stopper (1982), yakni (1)
pemberiasuhan keperawatan, (2) advokat, (3) konselor, (4) pendidik, (5) koordinator, (6) kolaborator, (7)
konsultan, serta (8) pembawa perubahan, harus dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Tentu saja
aplikasinya tidak terbatas hanya pada waktu berhadapan dengan klien dikamar praktek saja (sehat atau
sakit), tetapi yang terpenting lagi adalah pada waktu menyelenggarakan sub-sistem pelayanan kesehatan
serta sub-sistem pembiayaan kesehatan secara keseluruhan.
Untuk terselenggaranya sub-sistem pelayanan kesehatan yang baik, kedelapan elemen peran
perawat profesional sebagaimana dikemukakan diatas, harus dapat diarahkan sedemikian rupa sehingga
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang dalam hal ini adalah pelayanan keperawatan, dapat
memenuhi kedelapan syarat sub-sistem pelayanan kesehatan yang baik, yakni tersedia (available),
menyeluruh (comprehensive), terpadu (integrated), berkesinambungan (countinue), wajar (appropriate),
dapat diterima (acceptable), tercapai (accesible), serta bermutu (quality)
Hal yang sama juga berlaku pula untuk sub-sistem pembiayaan kesehatan. Untuk
terselenggaranya sub-sistem pembiayaan kesehatan yang baik, kedelapan elemen peran perawat
profesional sebagaimana dikemukakan diatas, harus dapat diarahkan pula sedemikian rupa sehingga
biaya pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang dalam hal ini adalah biaya pelayanan
keperawatan, dapat memenuhi keempat syarat sub-sistem pembiayaan kesehatan yang baik, yakni
tersedia (available), terjangkau (affordable), efektif (effective) dan efisien (efficient). Secara singkat peran
perawat profesional dalam sistem kesehatan dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut:
keperawatan
Menyeluruh
Terjangkau
8. Pembawa
perubahan
Jika diperhatikan sistem kesehatan sebagaimana yang ditemukan di Indonesia saat ini, secara
jujur haruslah diakui bahwa peran perawat profesional dalam turut menyempurnakan sub-sistem
pelayanan kesehatan dan sub-sistem pembiayaaan kesehatan belumlah begitu menggembirakan.
Penerapan peran perawat profesional dalam sistem kesehatan masih terbatas hanya pada waktu
berhadapan dengan klien saja. Inipun masih dalam lingkup bangsal-bangsal rumah sakit.
Banyak faktor yang berperan sebagai penyebab masih rendahnya peran perawat tersebut.
Beberapa diantaranya yang dipandang penting adalah:
Untuk Indonesia pengakuan tersebut baru terjadi pada tahun 1985, yakni ketika Program Studi Ilmu
Keperawatan untuk pertama kali dibuka di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Padahal di banyak
negara maju pengakuan body of knowledge tersebut telah lama ditemukan. Setidak-tidaknya sejak tahun
1869, yakni ketika Florence Nightingale untuk pertama kali memperkenalkan teori keperawatan yang
menekankan pentingnya faktor lingkungan. Dalam keadaan ini tidak mengherankan jika peran perawat
dalam sistem kesehatan tampak belum menonjol.
Benar bahwa untuk Indonesia pendidikan keperawatan dalam bentuk Sekolah Perawat Kesehatan
dan/ataupun Akademi Perawat telah lama dikenal. Tetapi pendidikan keperawatan yang selama ini
dilakukan tidak didasarkan pada body of knowledge profesi keperawatan. Pendidikan keperawatan yang
dilaksanakan pada waktu itu, karena desakan kebutuhan akan tenaga medis, ternyata lebih diarahkan
pada pendidikan asisten dokter. Dalam keadaan ini tidak mengherankan jika peran perawat dalam sistem
kesehatan tampak belum optimal.
Jika ditinjau pelbagai masalah profesi keperawatan yang ditemukan pada saat ini, terlambatnya
mengembangkan sistem pelayanan keperawatan dipandang merupakan masalah yang amat pokok.
Karena sampai saat ini harus diakui, kejelasan pelayanan keperawatan memang belum dimiliki. Tidak
hanya yang menyangkut bentuk praktek keperawatan, tetapi juga kewenangan para penyelenggaranya.
Akibatnya tidak mengherankan jika sampai saat ini, peran perawat profesional dalam sistem kesehatan
tampak belum begitu berarti.
Menjadari rendahnya peran perawat dalam sistem kesehatan akan berdampak negatif tidak
hanya bagi peningkatan mutu pelayanan keperawatan, tetapi juga bagi tercapainya tujuan sistem
kesehatan secara keseluruhan, maka pelbagai upaya untuk meningkatkan peran tersebut harus dapat
dilakukan. Untuk ini ada beberapa saran yang dapat diajukan. Untuk tingkat nasional saran yang
dimaksud adalah:
Pada saat ini pelbagai upaya untuk lebih mengembangkan pendidikan keperawatan profesional memang
sedang dilakukan. Untuk lebih meningkatkan mutu lulusan pendidikan keperawatan, sedang diupayakan
mengkonversi Sekolah Perawat Kesehatan menjadi Akademi Perawat. Kecuali itu sedang diupayakan
pula peningkatan mutu pendidikan Akademi Perawat. Untuk ini, pemerintah telah menetapkan peraturan
yang mewajibkan setiap Akademi Perawat mempunyai sekurang-kurangnya enam staf pengajar dengan
latar belakang pendidikan Sarjana Keperawatan. Disamping itu, dalam rangka menambah jumlah lulusan
perawat profesional tingkat sarjana, sedang dilakukan pula upaya untuk menambah jumlah Fakultas Ilmu
Keperawatan. Diharapkan pada tahun akademik 1998/1999 yang akan datang telah dapat didirikan
sekurang-kurangnya enam sampai tujuh Fakultas Ilmu Keperawatan yang baru.
Selanjutnya, untuk lebih menyempurnakan jenjang pendidikan S-1, sedang dilakukan pula
penyempurnaan dan pengembangan sistem pendidikan yang selama ini dilaksanakan. Dalam waktu
dekat pendidikan S-1 keperawatan akan dilaksakan dalam dua tahap. Pertama, tahap pendidikan
akademik yang ditempuh selama empat tahun. Lulusan program pendidikan akademik ini akan
memperoleh gelar akademik SARJANA KEPERAWATAN (SKp). Kedua, tahap pendidikan profesi yang
akan ditempuh selama satu tahun. Lulusan program pendidikan profesi ini akan mendapat sebutan
profesi NERS. Untuk terselenggaranya pendidikan profesi tersebut, program pendidikan magang
(mastery learning), yang pelaksanaannya dilakukan secara rotasi menurut percabangan ilmu
keperawatan klinik, akan segera dilaksanakan.
Untuk hasil yang optimal dari kedua tahap pendidikan ini, sedang disusun pula rencana pengembangan
program pendidikan pascasarjana keperawatan. Untuk menjamin perkembangan ilmu keperawatan, akan
segera dibuka program pendidikan magister dan doktor ilmu keperawatan. Sedangkan untuk menjamin
terpenuhinya tenaga perawat profesional yang lebih spesialistik, akan segera dibuka program pendidikan
spesialisasi 1 dan spesialis 2 keperawatan.
2. Segera lebih menantapkan sistem pelayanan keperawatan profesional
Pada saat ini upaya untuk lebih memantapkan sistem pelayanan keperawatan profesional sedang
dilakukan. Untuk itu Departemen Kesehatan RI, dengan bantuan Bank Dunia, sedang menyusun
pelbagai ketentuan tentang registrasi, lisensi, serta sertifikasi praktek keperawatan. Bersamaan dengan
itu, Konsorsium Ilmu-Ilmu Kesehatan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, dengan bantuan
BAPPENAS, juga sedang mengkaji pelbagai model praktek keperawatan. Dalam kaitan lebih
memantapkan sistem pelayanan keperawatan profesional ini, maka uji coba pelbagai model praktek
keperawatan yang telah berhasil didentifikasi harus dapat segera dilaksanakan. Disamping dipandang
perlu pula untuk segera menyusun pelbagai standar pelayanan keperawatan.
3. Segera lebih menyempurnakan organisasi profesi keperawatan
Menyadari bahwa peranan organisasi profesi sangat menentukan dalam menetapkan pelbagai peraturan
dan kebijakan profesi, maka dipandang perlu untuk dilakukan penyempurnaan organisasi profesi
keperawatan. Untuk tertipnya hidup dan kehidupan profesi, memang sangat diperlukan peran aktif
organisasi profesi dalam menetapkan pelbagai standar pendidikan dan pelatihan profesi, pelbagai
standar pelayanan profesi, serta pelbagai mekanisme pengawasan praktek profesi. Atau jika sekiranya
upaya menyempurnakan organisasi profesi keperawatan yang ada saat ini, karena satu dan lain hal, sulit
dilakukan, patut dipertimbangkan mendirikan organisasi profesi keperawatan baru yang lebih sesuai.
Sedangkan untuk tingkat institusi pelayanan kesehatan, khususnya rumah sakit, saran yang
dapat diajukan antara lain:
1. Segera meningkatkan kemampuan perawat rumah sakit
Jika pendidikan tenaga perawat yang saat dimiliki baru sampai pada tingkat Sekolah Perawat Kesehatan
dianjurkan untuk lebih ditingkatkan menjadi tingkat Akademi Perawat. Sedangkan jika pendidikan
tersebut telah sampai tingkat Akademi Perawat dianjurkan untuk dapat lebih ditingkatkan menjadi tingkat
Universitas.
2. Segera menyempurnakan sistem pelayanan keperawatan rumah sakit
Untuk lebih meningkatkan peran perawat dalam sistem kesehatan, disarankan pengelolaan pelayanan
keperawatan dapat dilakukan secara terpisah dari pelayanan medis. Untuk ini dibentuknya satuan
organisasi khusus yang bertanggungjawab mengelola pelayanan keperawatan dipandang amat penting.
Disamping, untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan keperawatan, terutama dalam menerapkan
pelbagai standar pelayanan keperawatan, dipandang perlu pula membentuk Komite Keperawatan Rumah
Sakit.
3. Segera memantapkan sistem pengembangan karier perawat rumah sakit
Untuk lebih meningkatkan peran perawat dalam sistem kesehatan, dipandang perlu pula untuk segera
mengembangkan sistem pengembangan karier tenaga keperawatan. Pelbagai jenjang jabatan struktural
keperawatan di rumah sakit harus segera dapat diciptakan.
4. Segera mengembangkan sistem imbal jasa pelayanan keperawatan di rumah sakit
Betapapun terdididiknya tenaga keperawatan, dan/atau baiknya sistem pelayanan keperawatan yang
berlaku, tetapi jika tenaga perawat tersebut tidak mendapatkan imbal jasa yang layak, tentu saja perawat
tidak dapat memainkan perannya dengan baik, Untuk ini disarankan besarnya gaji yang diterima perawat
perlu ditinjau kembali. Atau jika mungkin dapat diberlakukan pula sistem imbal jasa pelayanan,
sebagaimana yang telah diberlakukan pada tenaga medis.
Diakui untuk dapat terlaksananya pelbagai saran ini, terutama saran untuk tingkat nasional,
tidaklah mudah. Diperlukan dukungan dari pelbagai pihak, terutama dari pemerintah dalam bentuk
dukungan politik dan peraturan perundang-undangan.
Sesungguhnyalah pada saat ini profesi keperawatan masih merupakan profesi yang baru di
Indonesia. Untuk keberhasilan pelayanan kesehatan di Indonesia, terutama dalam menghadapi makin
ketatnya persaingan dalam era globalisasi, tidak ada pilihan lain yang dapat dilakukan, kecuali segera
meningkatkan peran perawat tersebut
Sebut satu saja pekerjaan yang sangat mulia, jawaban yang mungkin paling banyak muncul adalah perawat. Betapa tidak, merawat pasien
yang sedang sakit adalah pekerjaan yang sangat sulit. Tak semua orang bisa memiliki kesabaran dalam melayani orang yang tengah
menderita penyakit.
Namun, perawat sebagai profesi dan bagian integral dari pelayanan kesehatan tidak saja membutuhkan kesabaran. Kemampuannya untuk
ikut mengatasi masalah-masalah kesehatan tentu harus juga bisa diandalkan.
Demikian dikemukakan pakar Keperawatan Murni Suliantoro dalam simposium bertema ”Upaya Memajukan Profesionalisme dan Praktik
Keperawatan” yang berlangsung di Rumah Sakit Husada, pekan lalu.
Untuk mewujudkan keperawatan sebagai profesi yang utuh, menurut Murni, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Setiap perawat harus
mempunyai ”body of knowledge” yang spesifik, memberikan pelayanan kepada masyarakat melalui praktik keprofesian yang didasari
motivasi altruistik, mempunyai standar kompetensi dan kode etik profesi. Para praktisi dipersiapkan melalui pendidikan khusus pada jenjang
pendidikan tinggi.
Simposium yang menampilkan para pakar di bidang keperawatan dan kesehatan ini membahas juga pelaksanaan keperawatan profesional
terkini, isu etik dan spiritual dalam asuhan keperawatan, pemahaman profesionalisme dalam keperawatan dan pemeliharaan kualitas rekam
medis dalam menunjang peningkatan mutu pelayanan kesehatan.
Kerangka Kerja
International Council of Nurses (ICN) mengeluarkan kerangka kerja kompetensi bagi perawat yang mencakup tiga bidang, yaitu bidang
Professional, Ethical and Legal Practice, bidang Care Provision and Management dan bidang Professional Development. Kerangka kerja ini
menurut Murni kini menjadi acuan dalam menyusun standar kompetensi perawat di Indonesia.
Budi Sampurna, Pakar Hukum Kesehatan dari Universitas di Indonesia, mengemukakan bahwa setiap profesi pada dasarnya memiliki tiga
syarat utama, yaitu kompetensi yang diperoleh melalui pelatihan yang ekstensif, komponen intelektual yang bermakna dalam melakukan
tugasnya, dan memberikan pelayanan yang penting kepada masyarakat.
Sikap yang terlihat pada profesionalisme adalah profesional yang bertanggung jawab dalam arti sikap dan pelaku yang akuntabel kepada
masyarakat, baik masyarakat profesi maupun masyarakat luas. Beberapa ciri profesionalisme tersebut merupakan ciri profesi itu sendiri,
seperti kompetensi dan kewenangan yang selalu sesuai dengan tempat dan waktu, sikap yang etis sesuai dengan standar yang ditetapkan
oleh profesinya dan khusus untuk profesi kesehatan ditambah dengan sikap altruis (rela berkorban).
Kemampuan atau kompetensi, menurut Budi, diperoleh seorang profesional dari pendidikan atau pelatihannya, sedangkan kewenangan
diperoleh dari penguasa atau pemegang otoritas di bidang tersebut melalui pemberian izin.
Kewenangan itu, ungkap Budi, memang hanya diberikan kepada mereka yang memiliki kemampuan. Namun, memiliki kemampuan tidak
berarti memiliki kewenangan. Seperti juga kemampuan yang didapat secara berjenjang, kewenangan yang diberikan juga berjenjang.
Dalam profesi kesehatan hanya kewenangan yang bersifat umum saja yang diatur oleh Departemen Kesehatan sebagai penguasa segala
keprofesian di bidang kesehatan dan kedokteran. Sementara itu, kewenangan yang bersifat khusus dalam arti tindakan kedokteran atau
kesehatan tertentu diserahkan kepada profesi masing-masing.
Dijelaskan Budi, kompetensi dalam keperawatan berarti kemampuan khusus perawat dalam bidang tertentu yang memiliki tingkat minimal
yang harus dilampaui.
Kewenangan berkaitan dengan izin melaksanakan praktik profesi. Kewenangan memiliki dua aspek, yakni kewenangan material dan
kewenangan formal. Kewenangan material diperoleh sejak seseorang memiliki kompetensi dan kemudian teregistrasi (registered nurse)
yang disebut Surat Ijin Perawat atau SIP.
Sedangkan kewenangan formal adalah izin yang memberikan kewenangan kepada penerimanya untuk melakukan praktik profesi perawat
yaitu Surat Ijin Kerja (SIK) bila bekerja di dalam suatu institusi dan Surat Ijin Praktik Perawat (SIPP) bila bekerja secara perorangan atau
berkelompok.
Murni mengatakan profesi keperawatan di Indonesia mempunyai peluang sekaligus tantangan dalam menunjukkan profesionalismenya.
Cepat atau lamban pengakuan dan penghargaan terhadap profesi keperawatan tergantung pada kemampuan dan kemampuan setiap
perawat dalam menghadapi masalah-masalah keperawatan baik dalam skala mikro maupun makro.
Hal yang tidak kalah penting, kata Murni, adalah penyelenggaraan pendidikan yang bertanggung jawab. Dalam pengabdiannya, perawat
dituntut bekerja secara profesional, memiliki sifat ”caring”, bertanggung jawab dan bertanggung gugat. Setiap perawat harus berusaha selalu
meningkatkan kemampuannya baik dari segi keterampilan di mana era globalisasi diharapkan kemampuan profesionalisme perawat dengan
basis kompetensi seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan. (tom)
PENDIDIKAN KEPERAWATAN