Anda di halaman 1dari 126

PENGARUH PEMBERIAN KITOSAN CANGKANG KERANG HIJAU (Perna viridis L.

)
TERHADAP KADAR TRIGLISERIDA DAN AKTIVITAS ENZIM KATALASE
PADA TIKUS YANG DIINDUKSI MONOSODIUM GLUTAMAT

SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi
Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi “Yayasan Pharmasi Semarang”

Ana Malia Sari


1041411012

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI “YAYASAN PHARMASI SEMARANG”
2018

1
ii
HALAMAN PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Ana Malia Sari

NIM : 1041411012

Judul Skripsi : Pengaruh Pemberian Kitosan Cangkang Kerang Hijau

(Perna viridis L.) Terhadap Kadar Trigliserida dan

Aktifitas Enzim Katalase pada Tikus yang diinduksi

Monosodium Glutamat

Tahun Pembuatan : 2017

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi saya tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi,

dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang

pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu

dalam naskah skripsi saya dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Semarang, Februari 2018

Ana Malia Sari

iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia maka wajib baginya


memiliki ilmu, dan barang siapa yang menghendaki kehidupan Akhirat,
maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa menghendaki
keduanya maka wajib baginya memiliki ilmu”.(HR.Tumudzi)

Dan janganlah kamu berputus asa daripada rahmat Allah.


Sesungguhnya tiada berputus asa daripada rahmat Allah melainkan
orang-orang yang kufur.” (Q.S. Yusuf: 87)

Kupersembahkan karya ini untuk :


Allah SWT dan Rasulluah SAW
Papah dan Mamah tercinta,
Sebagai wujud hormat dan baktiku

Adik dan Nenek tersayang ,


Sebagai ungkapan rasa sayang dan cintaku

Sahabat dan teman-teman seperjuanganku,


Sebagai ungkapan sayang dan terima kasih atas doa, semangat, dan motivasi,
Tawa dan senyum kalian adalah semangat untukku
Almamaterku yang selalu aku banggakan.

iv
PRAKATA

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan

hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis yang berjudul

“Pengaruh Pemberian Kitosan Cangkang Kerang Hijau (Perna viridis L.)

Terhadap Kadar Trigliserida dan Aktifitas Enzim Katalase pada Tikus yang

diinduksi Monosodium Glutamat” sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana

farmasi di Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi “Yayasan Pharmasi Semarang”.

Penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini dengan baik berkat dukungan

dan bantuan berbagai pihak. Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih

kepada :

1. Dr. Endang Diyah Ikasari, M.Si., Apt., Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi

“Yayasan Pharmasi Semarang”.

2. Ika Puspitaningrum, M.Sc., Apt., Ketua Prodi S1 Farmasi Sekolah Tinggi

Ilmu Farmasi “Yayasan Pharmasi Semarang”.

3. Dra. Sri Haryanti, M.Si., Apt., Dosen Pembimbing I yang telah memberikan

waktu, sarahan dan nasehatnya dalam penyusunan skripsi ini.

4. Ika Puspitaningrum, M.Sc., Apt., Dosen Pembimbing II atas segala waktu,

bimbingan, dukungan, dan nasehat yang diberikan dalam menyelesaikan

skripsi ini.

5. A.A. Hesti Wulan S., M.Si., Med., Apt., Dosen penguji I atas saran dan

masukan dalam memperbaiki penyusunan skripsi.

6. Bekti Nugraheni, M.Sc., Apt., Dosen penguji II atas saran dan masukan

dalam memperbaiki penyusunan skripsi.

v
7. A.A. Hesti Wulan S., M.Si., Med., Apt., Dosen wali yang telah banyak

memberikan bimbingan dan arahan selama masa perkuliahan.

8. Kepada seluruh dosen, staf, dan laboran Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi

“Yayasan Pharmasi Semarang” atas bantuan yang diberikan semasa

perkuliahan dan selama penelitian berlangsung.

9. Papah, Mamah, Aris, Nenek dan segenap keluargaku tercinta yang tak pernah

lelah memberikan dukungan dan semangat diiringi dengan doa tulus pada

setiap langkahku.

10. KARJO squad (Agnes Rosalia, Annisa Agustyasti dan Arsilanil Karimah),

dan LEGOWOku tercinta (Ariyani,Anita,Angel,Bunda Novita, Desy,Dewi),

terimakasih atas dukungan, perhatian, semangat, kebahagiaan dan waktu

untuk menemani selama ini.

11. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah

memberikan bantuan dan kerja samanya untuk penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dengan keterbatasan kemampuan masih banyak

kekurangan dalam penyusunan karya tulis ini, sehingga kritik dan saran yang

membangun sangat diharapkan penulis untuk kesempurnaan karya tulis ini.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Semarang, Februari 2018

Penulis

vi
SARI

Peningkatan kadar trigliserida dalam plasma berhubungan erat dengan


timbulnya penyakit jantung koroner. Peningkatan kadar trigliserida dapat terjadi
karena adanya radikal bebas yang mengganggu hidrolisis trigliserida. Kerusakan
akibat radikal bebas dapat diatasi oleh antioksidan endogen salah satunya adalah
enzim katalase, namun jika jumlahnya berlebih maka tubuh memerlukan
antioksidan eksogen. Kitosan diduga mampu sebagai antioksidan dan
antihiperlipidemia yang dapat mempertahankan kadar trigliserida dan aktivitas
enzim katalase. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh dan dosis efektif
pemberian kitosan cangkang kerang hijau (Perna viridis L.) terhadap kadar
trigliserida dan aktivitas enzim katalase pada tikus yang diinduksi monosodium
glutamat.
Hewan uji tikus putih jantan galur Wistar sebanyak 30 ekor dibagi 6
kelompok yaitu kelompok I (kontrol normal), kelompok II (kontrol negatif),
kelompok III (kontrol positif), kelompok IV,V dan VI kitosan cangkang kerang
hijau dosis (250,500 dan 1000 mg/kgBB tikus). Semua hewan uji pada hari
pertama diukur kadar trigliserida dan aktivitas enzim katalase. Selanjutnya
penginduksian dengan monosodium glutamat dosis 4 g/kgBB diberikan satu jam
setelah perlakuan selama 14 hari, kecuali kelompok I (kontrol normal). Pada hari
ke-15 semua hewan uji diukur kadar trigliserida dan aktivitas enzim katalase. Data
kadar trigliserida dan aktivitas enzim katalase dianalisis secara statistika
menggunakan SPSS dengan taraf kepercayaan 95%.
Hasil uji Post-hoc LSD menunjukkan kadar trigliserida kelompok II dengan
ketiga peringkat dosis perlakuan kitosan cangkang kerang hijau berbeda signifikan
(p<0,05) dan aktivitas enzim katalase kelompok II dengan ketiga peringkat dosis
perlakuan kitosan cangkang kerang hijau berbeda signifikan (p<0,05) sehingga
kitosan cangkang kerang hijau terbukti secara statistika mampu mempertahankan
kadar trigliserida dan aktivitas enzim katalase. Pada kelompok III dengan
kelompok kitosan cangkang kerang hijau dosis 500 dan 1000 mg/kgBB tikus
berbeda tidak signifikan (p>0,05).
Hasil penelitian menunjukan bahwa kitosan cangkang kerang hijau (Perna
viridis L.) dapat berpengaruh dalam mempertahankan kadar trigliserida dan
aktivitas enzim katalase yang diinduksi monosodium glutamat. Dosis efektif
kitosan cangkang kerang hijau yang dapat mempertahankan kadar trigliserida dan
aktivitas enzim katalase sebanding dengan kontrol positif adalah 500 mg/kgBB
tikus.

Kata kunci : kitosan, cangkang kerang hijau (Perna viridis L.), hiperlipidemia,
kadar trigliserida, aktivitas enzim katalase.

vii
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................ iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................. iv
PRAKATA ...................................................................................................... v
SARI ................................................................................................................ vii
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiii
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 4
1.3 Batasan Masalah........................................................................................ 4
1.4 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS ....................................... 7
2.1 Tinjauan Pustaka ....................................................................................... 7
2.1.1 Tinjauan Tentang Kerang Hijau .................................................... 7
2.1.1.1 Klasifikasi Kerang Hijau ................................................... 7
2.1.1.2 Morfologi Kerang Hijau .................................................... 8
2.1.1.3 Kandungan Kerang Hijau.................................................. 9
2.1.1.4 Manfaat Kerang Hijau ....................................................... 9
2.1.2 Tinjauan Tentang Pembuatan Kitosan .......................................... 10
2.1.2.1 Deproteinasi ...................................................................... 10
2.1.2.2 Demineralisasi ................................................................... 11
2.1.2.3 Deasetilasi ......................................................................... 11

viii
2.1.3 Tinjauan Tentang Kitin ................................................................. 12
2.1.3.1 Struktur Kitin .................................................................... 12
2.1.3.2 Sifat-sifat Kitin .................................................................. 14
2.1.3.3 Manfaat Kitin .................................................................... 15
2.1.4 Tinjauan Tentang Kitosan ............................................................. 15
2.1.4.1 Struktur Kitosan ................................................................ 15
2.1.4.2 Sifat-sifat Kitosan.............................................................. 17
2.1.4.3 Manfaat Kitosan ................................................................ 19
2.1.5 FTIR (Spektrofotometri Fourier Transform Infrared) .................. 20
2.1.6 Derajat Deasetilasi ........................................................................ 23
2.1.7 Radikal Bebas................................................................................ 24
2.1.8 Enzim Katalase.............................................................................. 24
2.1.9 Tinjauan tentang Hiperlipidemia................................................... 25
2.1.9.1 Pengertian Hiperlipidemia ................................................ 25
2.1.9.2 Penyebab Hiperlipidemia .................................................. 26
2.1.9.3 Pola Lipoprotein pada Berbagai Tipe Hiperlipidemia ...... 27
2.1.10 Tinjauan tentang Trigliserida ........................................................ 29
2.1.10.1 Pengertian Trigliserida .................................................... 29
2.1.10.2 Metabolisme Trigliserida ................................................ 30
2.1.10.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kadar Trigliserida ... 31
2.1.11 Tinjauan tentang Gemfibrozil ....................................................... 32
2.1.12 Penginduksian Monosodium Glutamat (MSG)............................. 34
2.1.12.1 Fungsi Glutamat ............................................................. 36
2.2 Hipotesis.................................................................................................... 37
BAB III METODE PENELITIAN................................................................... 38
3.1 Obyek Penelitian ....................................................................................... 38
3.2 Sampel dan Teknik Sampling ................................................................... 38
3.2.1 Sampel ........................................................................................... 38
3.2.2 Teknik Sampling ........................................................................... 38

ix
3.3 Variabel Penelitian .................................................................................. 38
3.3.1 Variabel Bebas .............................................................................. 38
3.3.2 Variabel Terikat ............................................................................ 39
3.3.3 Variabel Kontrol............................................................................ 39
3.4 Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 39
3.5 Alat dan Bahan .......................................................................................... 39
3.5.1 Alat ............................................................................................... 39
3.5.2 Bahan............................................................................................. 40
3.6 Cara Kerja ................................................................................................ 41
3.6.1 Determinasi Sampel ...................................................................... 41
3.6.2 Penyiapan Simplisia ...................................................................... 41
3.6.3 Pembuatan Kitosan Cangkang Kerang Hijau ................................ 41
3.6.4 Identifikasi Kitosan ....................................................................... 43
3.6.5 Penentuan Dosis Kitosan .............................................................. 43
3.6.6 Dosis Pemberian Monosodium Glutamat ..................................... 43
3.6.7 Pembuatan Suspensi Gemfibrozil ................................................. 43
3.6.8 Perlakuan Hewan Uji .................................................................... 44
3.6.9 Cara Pengambilan Darah............................................................... 45
3.6.10 Pengukuran Kadar Trigliserida ..................................................... 45
3.6.11 Pengukuran Aktivitas Enzim Katalase .......................................... 45
3.7 Skema Kerja Penelitian ............................................................................. 46
3.8 Analisis Data ............................................................................................. 48
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................. 49
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 76
5.1 Simpulan ................................................................................................... 76
5.2 Saran .......................................................................................................... 76
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 77
LAMPIRAN ..................................................................................................... 86

x
DAFTAR TABEL

Tabel halaman
1. Karakteristik Kitin...................................................................................... 14
2. Karakteristik Kitosan ................................................................................. 17
3. Daerah Serapan Infrared Beberapa Jenis Ikatan pada Kitosan .................. 21
4. Kadar Lipid Serum Normal........................................................................ 27
5. Pola Lipoprotein Pada Berbagai Tipe Hiperlipidemia ............................... 29
6. Hasil Uji Reaksi Warna Setelah Deproteinasi ........................................... 52
7. Hasil Uji Reaksi Warna Setelah Demineralisasi ........................................ 53
8. Rendemen Kitosan Cangkang Kerang Hijau (Perna viridis)..................... 55
9. Rerata Kadar Trigliserida (mg/dL) pada hari 1 dan 15 ............................. 62
10. Hasil Uji Post Hoc LSD Rerata Kadar Trigliserida Hari Ke-15 ............... 64
11. Rerata Aktivitas Enzim Katalase (U/mL) pada hari 1 dan 15 .................... 67
12. Hasil Uji Post Hoc LSD Rerata Aktivitas Enzim Katalase Hari Ke-15 .... 69

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar halaman
1. Kerang Hijau .............................................................................................. 7
2. Morfologi Kerang Hijau ............................................................................. 8
3. Struktur Kitin (N-asetil-D-glucosamine) .................................................... 13
4. Struktur Kitosan (Poly-D-Glucosamine) .................................................... 17
5. Sistem Optik FTIR ..................................................................................... 23
6. Struktur Kimia Trigliserida ........................................................................ 30
7. Struktur Kimia Gemfibrozil ....................................................................... 32
8. Rumus Kimia MSG .................................................................................... 34
9. Skema Kerja Penelitian .............................................................................. 46
10. Skema Kerja Uji Farmakologi .................................................................... 47
11. Reaksi Kimia Deproteinasi ......................................................................... 51
12. Reaksi Kimia Demineralisasi ..................................................................... 53
13. Reaksi Kimia Deasetilasi ............................................................................ 54
14. Spektra FTIR Baku Kitosan Udang ............................................................ 56
15. Spektra FTIR Kitosan Cangkang Kerang Hijau (Perna viridis) ................ 56
16. Rerata Kadar Trigliserida Tikus Hari ke-1 dan Hari ke-15 ........................ 62
17. Rerata Aktivitas Enzim Katalase Tikus Hari ke-1 dan Hari ke-15 ............ 67

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran halaman
1. Surat Keterangan Determinasi ................................................................... 86
2. Hasil Determinasi Cangkang Kerang Hijau ............................................... 87
3. Proses Pembuatan Kitosan Cangkang Kerang Hijau (Perna viridis L.) .... 88
4. Hasil Deproteinasi, Demineralisasi dan Deasetilasi Cangkang Kerang
Hijau (Perna viridis L.) .............................................................................. 89
5. Hasil Uji Identifikasi Kualitatif.................................................................. 90
6. Perhitungan Rendemen .............................................................................. 91
7. Surat Keterangan Pengujian FTIR ............................................................. 92
8. Perhitungan Derajat Deasetilasi Kitosan Cangkang Kerang Hijau dengan
Metode Baseline ......................................................................................... 93
9. Alat Pengujian ............................................................................................ 94
10. Tabel Konversi ........................................................................................... 95
11. Volume Maksimal yang Dapat Diberikan pada Beberapa Spesies Hewan 96
12. Larutan Reagen .......................................................................................... 97
13. Bahan Uji ................................................................................................... 99
14. Perhitungan Larutan Induksi Monosodium glutamat................................. 100
15. Perhitungan Larutan Stok........................................................................... 101
16. Surat Keterangan Hewan Uji ..................................................................... 103
17. Perlakuan Hewan Uji ................................................................................. 104
18. Data Hasil Pengukuran Trigliserida ........................................................... 105
19. Pembuatan Reagen Enzim Katalase ........................................................... 109
20. Data Pengukuran Aktivitas Enzim Katalase .............................................. 110

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Hiperlipidemia adalah salah satu faktor dari penyakit kardiovaskuler yang

merupakan penyebab kematian tertinggi di Indonesia yaitu sebesar 37%,

kemudian disusul dengan golongan penyakit menular, kanker, diabetes, dan

penyakit pernapasan kronis (WHO, 2014 : 17). Penyakit ini disebabkan oleh

gangguan fungsi jantung dan pembuluh darah. Adanya gangguan fungsi jantung

dan pembuluh darah tersebut dapat menimbulkan penyakit yang lebih spesifik

seperti: Penyakit Jantung Koroner (PJK), Penyakit Gagal Jantung atau Payah

Jantung, Hipertensi dan Stroke (Kemenkes RI, 2014 : 107). Peningkatan kadar

trigliserida dalam plasma berhubungan erat dengan timbulnya Penyakit Jantung

Koroner. Kadar trigliserida yang tinggi biasanya diikuti dengan kadar

kolesterol total yang tinggi kelainan metabolik ini disebut hiperlipidemia

(Zahrawardani dkk., 2013).

Peningkatan kadar trigliserida dapat terjadi karena adanya penurunan

aktivitas enzim lipoprotein lipase (LPL) yang dipicu karena adanya radikal bebas

yang akan mengganggu hidrolisis trigliserida (Barutu, 2016). Kerusakan oksidatif

atau kerusakan akibat radikal bebas dalam tubuh pada dasarnya dapat diatasi oleh

antioksidan endogen salah satunya adalah enzim katalase, tetapi jika senyawa

radikal bebas terdapat berlebih dalam tubuh atau melebihi batas kemampuan

proteksi antioksidan seluler, maka dibutuhkan antioksidan tambahan dari luar

1
2

atau antioksidan eksogen untuk menetralkan radikal bebas yang terbentuk

(Reynertson, 2007 : 112).

Agen antihiperlipidemia meliputi resin asam empedu (cholestyramine,

colestipol dan colesevelam), niasin, HMG Co-A reduktase inhibitor (golongan

statin), asam fibrat (gemfibrozil), ezetimibe, suplemen minyak ikan (Wells dkk.,

2009 : 209). Gemfibrozil merupakan derivat asam fibrat generasi pertama turunan

klofibrat. Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan lipolisis lipoprotein

trigliserida melalui lipoprotein lipase yang berikatan dengan reseptor alfa

peroxisome proliferator–activated reseptor (PPAR-α) pada hepatosit (Katzung,

2002 : 438). Gemfibrozil menurunkan kolesterol total sebesar 10%, kolesterol

LDL sebesar 11%, meningkatkan kadar kolesterol HDL sebesar 11% dan

menurunkan trigliserida sebesar 35% (Mahley dan Bersot, 2003 : 46). Efek

samping gemfibrozil adalah gangguan saluran cerna, gangguan ruam kulit,

dermatitis, pruritus, urtikaria, impotensi, sakit kepala, pusing, pandangan kabur,

angiodema, edema larings, fibrilasi atrium, pangkreatitis, miastenia, miopati,

rabdomiolisis dan mialgia (Depkes RI, 2010 : 97).

Obat yang berasal dari alam cenderung memiliki efek samping lebih ringan

dari pada pengobatan dengan obat-obat kimia atau bahkan tidak ada sama sekali

(Rochmasari, 2011). Upaya untuk mempertahankan kadar trigliserida dan

aktivitas enzim katalase dengan menggunakan bahan alam yang berpotensi

sebagai antioksidan dan antihiperlipidemia yaitu kitosan. Menurut penelitian

sebelumnya, pemberian kitosan pada tikus SD (Sprague-Dawley) yang diinduksi

diet tinggi lemak dapat berpengaruh memperbaiki kondisi hiperlipidemia pada


3

hewan uji (Pan dkk., 2016). Kitosan juga memiliki aktivitas antioksidan dengan

mekanisme pengikatan radikal bebas oleh kitosan (Barutu, 2016). Penelitian yang

dilakukan oleh Kaya dkk (2014) menunjukkan bahwa kitosan dari Daphnia

longispina (Crustacea) memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai EC50 10,12

ppm. Berdasarkan penelitian Kaya dkk (2016) menunjukkan bahwa kitosan dari

cangkang kepiting biru (Callinectes sapidus) memiliki aktivitas antioksidan

dengan nilai EC50 sebesar 6,16 ppm. Semakin rendah nilai EC50 maka aktivitas

antioksidannya semakin kuat (Filbert dkk., 2014).

Kitosan merupakan polimer karbohidrat alami yang dapat ditemukan dalam

kerangka dari krustasea, seperti kepiting, udang dan lobster, serta dalam

eksoskeleton zooplankton laut, termasuk karang dan jelly fish (Shahidi dan

Abuzaytoun, 2005). Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai

potensi cukup besar sebagai penghasil jenis ikan dan hewan laut seperti udang,

kepiting maupun kerang.

Kerang hijau (Perna viridis L.) merupakan salah satu hasil perikanan yang

melimpah di daerah tropis dan di gemari masyarakat karena memiliki nilai

ekonomis dan kandungan gizi yang sangat baik untuk dikonsumsi. Semakin

meningkatnya konsumsi masyarakat terhadap kerang hijau maka akan

menghasilkan lebih banyak limbah cangkang kerang hijau. Untuk mengatasi

banyaknya limbah, perlu dilakukan penanganan agar bermanfaat dan mengurangi

dampak negatif tehadap kesehatan dan lingkungan (Firyanto dkk., 2016).

Kandungan kitin pada limbah kulit kerang kerang hijau sebesar 20-30% dimana

dengan kandungan kitin tersebut limbah kerang hijau memiliki potensi besar
4

untuk dimanfaatkan sebagai kitosan. Hal ini mendorong dilakukannya penelitian

pengaruh pemberian kitosan dari cangkang kerang hijau terhadap kadar

trigliserida dan aktivitas enzim katalase secara in vivo.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, rumusan masalah

penelitian ini sebagai berikut :

1. Apakah ada pengaruh pemberian kitosan cangkang kerang hijau (Perna viridis

L.) terhadap kadar trigliserida dan aktivitas enzim katalase pada tikus yang

diinduksi monosodium glutamat?

2. Berapa dosis efektif kitosan cangkang kerang hijau (Perna viridis L.) yang

berpengaruh terhadap kadar trigliserida dan aktivitas enzim katalase pada tikus

yang diinduksi monosodium glutamat?

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah dari penelitian ini sebagai berikut :

1. Sampel cangkang kerang hijau diperoleh dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI)

Tambak Lorok Semarang.

2. Metode untuk mendapatkan kitosan terdiri dari 3 tahapan yaitu deproteinasi,

demineralisasi, dan deasetilasi.

3. Proses deproteinasi menggunakan NaOH 1 M selama 60 menit pada suhu

70°C dengan kecepatan 800 rpm.

4. Proses demineralisasi menggunakan HCl 1 M selama 60 menit pada suhu

70°C dengan kecepatan 800 rpm.


5

5. Proses deasetilasi menggunakan NaOH 50% selama 120 menit pada suhu

90°C dengan kecepatan 800 rpm.

6. Metode yang digunakan pada pengujian farmakologi adalah preventif.

7. Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan galur Wistar dengan

umur 1,5-2 bulan dan berat 150-200 gram.

8. Pemberian obat antihiperlipidemia sebagai kontrol positif yaitu Gemfibrozil

dengan dosis 54 mg/kgBB tikus.

9. Dosis kitosan digunakan sebesar 250 mg/kgBB tikus, 500 mg/kgBB tikus,

dan 1000 mg/kgBB tikus secara oral (Pan dkk., 2016).

10. Bahan yang digunakan untuk induksi yaitu monosodium glutamat dengan

dosis 4 g/kgBB tikus secara oral.

11. Induksi monosodium glutamat diberikan satu jam setelah induksi perlakuan

masing-masing kelompok.

12. Data yang digunakan adalah darah yang diambil dari vena mata untuk diukur

kadar trigliserida dan aktivitas enzim katalase.

13. Dosis efektif adalah dosis terkecil yang dapat memberikan pengaruh terhadap

kadar trigliserida dan aktivitas enzim katalase yang sebanding dengan kontrol

positif.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui pengaruh pemberian kitosan cangkang kerang hijau (Perna

viridis L.) terhadap kadar trigliserida dan aktivitas enzim katalase pada tikus

yang diinduksi monosodium glutamat.


6

2. Mengetahui dosis efektif kitosan cangkang kerang hijau (Perna viridis L.)

yang berpengaruh terhadap kadar trigliserida dan aktivitas enzim katalase

pada tikus yang diinduksi monosodium glutamat.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan, dan

memberikan informasi bagi tenaga kesehatan dan masyarakat mengenai manfaat

cangkang kerang hijau (Perna viridis L.) khususnya dalam bidang kesehatan,

yaitu sebagai antioksidan dan antihiperlipidemia.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Tinjauan Tentang Kerang Hijau

2.1.1.1 Klasifikasi Kerang Hijau

Menurut Vakily (1989 : 49), kerang hijau (Perna viridis L.) diklasifikasikan

sebagai berikut:

Filum : Molusca

Kelas : Bivalvia

Sub Kelas : Lamellibranchiata

Ordo : Anisomyria

Famili : Mytilidae

Sub Famili : Mytilinae

Genus : Perna L.

Spesies : Perna viridis L.

Gambar 1. Kerang Hijau


(Dokumentasi Pribadi)

7
8

2.1.1.2 Morfologi Kerang Hijau

Gambar 2. Morfologi Kerang Hijau


(Jeffs dkk., 2009)

Kerang hijau merupakan hewan invertebrata (tidak bertulang belakang)

yang bertubuh lunak (mollusca), mempunyai dua cangkang (bivalvia) yang

simetris satu sama lain dan berkaki kecil yang berbentuk kampak. Kerang hijau

juga memiliki insang yang berlapis-lapis yang seluruhnya dihubungkan dengan

silia (lamellibranchiata). Kerang hijau umumnya hidup di laut dengan cara

menempel pada substrat yang keras menggunakan byssus (Sa’adah, 2010 : 27).

Secara morfologi, anggota famili Mytilidae mempunyai cangkang yang

tipis, keduanya simetris dan umbonya melengkung ke depan. Persendiannya halus

dengan beberapa gigi yang sangat kecil. Perna viridis dicirikan dengan bentuk

yang agak pipih, cangkang padat, dan mempunyai umbo pada tepi vertikal. Tipe

alur cangkangnya konsentrik, bersinar, berwarna hijau, dan kadang-kadang

tepinya berwarna kebiruan. Kedua cangkangnya berukuran sama meskipun salah

satu cangkang agak sedikit lebih cembung dari pada yang lainnya. Perna viridis

juga dicirikan hanya dengan satu atau dua gigi yang berkembang pada gigi hinge
9

dan hilangnya otot aduktor interior. Pada jenis ini di cangkang bagian kiri

terdapat dua gigi kecil dan tumbuh satu gigi besar di sebelah kanan. Bagian

interior cangkang keperak-perakan dan berkilau, bekas tempat otot terlihat sangat

jelas. Otot aduktor anterior menghilang, sedangkan otot aduktor posterior

menipis dan memanjang terletak pada pertengahan bagian posterior. Pada Perna

viridis, tepi mantel berwarna hijau kekuningan, tidak memiliki tentakel dan

papillae (Suwignyo, 2005 : 50).

2.1.1.3 Kandungan Kerang Hijau

Menurut Eshmat dkk (2014), kerang hijau (Perna viridis L) merupakan

salah satu jenis kerang yang digemari masyarakat, memiliki nilai ekomomis, dan

kandungan gizi yang sangat baik untuk dikonsumsi, yaitu terdiri dari 40 % air,

21,9 % protein, 14,5 % lemak, 18,5 % karbohidrat, dan 4,3 % abu.

2.1.1.4 Manfaat Kerang Hijau

Menurut Hikmawati dan Kastawi (2015 : 26), kerang hijau dapat bermanfaat

sebagai berikut:

1. Meningkatkan kesehatan kulit

Kerang hijau mengandung banyak asam lemak omega-3 untuk menjaga

kesehatan kulit. Asam lemak omega-3 memang paling banyak ditemukan dalam

sea food, termasuk kerang hijau. Fungsinya sangat penting dalam membantu kulit

terawat awet muda, jauh dari jerawat, keriput, dan bintik-bintik hitam. Hal ini

tidak lepas dari peran zat besi yang membantu produksi sel darah merah yang

sehat sehingga mampu mengikat oksigen lebih baik dan banyak sehingga dapat

menyebarkan ke kulit yang sehat.


10

2. Meningkatkan kesehatan jantung

Kerang hijau mengandung banyak omega-3 yang juga sangat baik menjaga

kesehatan jantung dan menghindarkan tubuh dari penyakit kardiovaskuler,

sekaligus melancarkan peredaran darah dan meningkatkan fungsi otak karena

banyaknya zat besi dan beberapa mineral penting lainnya yang dibutuhkan tubuh.

3. Membantu mengatasi nyeri arthritis

Kerang hijau juga mampu meredakan nyeri peradangan pada sendi saat

arthritis karena memiliki sifat menyembuhkan dan memiliki banyak vitamin

seperti vitamin C, B12, serta mineral seperti fosfor, kalsium, mangan dan seng.

4. Membantu mengatasi penyakit asma dan bronkitis

Kerang hijau juga dapat memperkecil kemungkinan gejala asma dan

bronkitis karena memiliki kandungan asam amino, karbohidrat serta nutrisi

lengkap seperti asam lemak, omega-3, dan vitamin B12 yang mampu

menstabilkan kekebalan tubuh.

2.1.2 Tinjauan Tentang Pembuatan Kitosan

2.1.2.1 Deproteinasi

Proses deproteinasi adalah memisahkan atau melepaskan ikatan ikatan

antara protein dari kitin. Proses ini akan melepaskan protein dengan membentuk

natrium proteinat yang dapat larut dalam air. Deproteinasi dapat dilakukan dengan

menggunakan larutan NaOH bervariasi antara 0,25 N hingga 1 N dengan berbagai

variasi suhu dan lama perendaman (Roberts dan Taylor, 1992).

Penggunaan enzim untuk memisahkan protein juga dilakukan dalam

beberapa penelitian, diantaranya dengan pepsin, tripsin, enzim proteolitik seperti


11

proteinase dan papain, setelah dilakukan demineralisasi sebelumnya dengan suatu

zat. Perlakuan dengan enzim ini masih menyisakan protein sekitar 5% yang

memerlukan proses lanjutan, sehingga lebih sering menggunakan natrium

hidroksida dikarenakan lebih mudah dan efektif (Roberts dan Taylor, 1992).

2.1.2.2 Demineralisasi

Proses demineralisasi bertujuan untuk memisahkan mineral atau senyawa

anorganik dari kitin. Mineral yang terikat pada bahan dasar, yaitu CaCO3 sebagai

mineral utama dan kalium fosfat Ca3(PO4)2. Proses demineralisasi ini biasanya

dilakukan dengan penambahan HCl pada konsentrasi 0,275 hingga 1N dengan

berbagai variasi suhu dan lama perendaman. Asam klorida dalam proses

demineralisasi akan melarutkan garam-garam kalsium (Roberts dan Taylor, 1992).

Pada proses demineralisasi dengan HCl, akan terbentuk gelembung/buih

selama 5 menit. Hal ini disebabkan oleh terbentuknya gas-gas CO2 dan H2O di

permukaan larutan. Proses pemisahan mineral ditunjukkan dengan terbentuknya

gas CO2 berupa gelembung udara pada saat larutan HCl ditambahkan dalam

sampel (Hendry, 2008).

2.1.2.3 Deasetilasi

Proses deasetilasi (penghilangan gugus asetil) kitin menjadi kitosan dapat

dilakukan secara kimiawi maupun enzimatis. Secara kimiawi, deasetilasi kitin

dilakukan dengan penambahan NaOH, sedangkan secara enzimatis digunakan

enzim kitin deasetilase. Deasetilasi adalah proses pemutusan gugus asetil dari

glukosamin. Derajat deasetilasi menunjukkan banyaknya gugus asetil yang putus


12

dari gugus glukosamin dan jumlah presentase dari gugus amino pada struktur

polimer. Semakin besar derajat deasetilasi maka semakin banyak pula kitosan

yang terbentuk dari kitin, sehingga lebih mudah larut dalam asam encer.

Deasetilasi kitin akan menghilangkan gugus asetil dan menyisakan gugus

amino yang bermuatan positif, sehingga kitosan bersifat polikationik

(Shahidi dkk., 1999).

Proses deasetilasi dalam basa kuat dan panas menyebabkan hilangnya gugus

asetil pada kitin mengakibatkan kitosan bermuatan positif sehingga dapat larut

dalam asam organik seperti asam asetat ataupun asam formiat. Reaksi

pembentukan kitosan dari kitin merupakan reaksi hidrolisis suatu amida oleh

suatu basa. Kitin bertindak sebagai amida dan NaOH sebagai basanya. Mula-mula

terjadi reaksi adisi, pada proses ini gugus OH- masuk ke dalam gugus NHCOCH3

kemudian terjadi eliminasi gugus CH3COO- sehingga dihasilkan suatu amina

yaitu kitosan (Mahatmanti, 2001).

2.1.3 Tinjauan Tentang Kitin

2.1.3.1 Struktur Kitin

Kitin berasal dari bahasa Yunani, yaitu "chiton”, yang berarti baju rantai

besi. Kitin pertama kali diteliti oleh Bracanot pada tahun 1811 dalam residu

ekstrak jamur yang dinamakan ”fugine”. Pada tahun 1823, Odier mengisolasi

suatu zat dari kutikula serangga jenis elytra dan mengusulkan nama ”chitin”

(Firdaus dkk., 2009).


13

Kitin merupakan biopolimer alam paling melimpah kedua setelah selulosa.

Senyawa kitin atau (N-asetil-D-glukosamin) dapat dipertimbangkan sebagai suatu

senyawa turunan selulosa, dimana gugus hidroksil pada atom C-2 digantikan oleh

gugus asetamida (Pujiastuti, 2001).

Kitin merupakan suatu polimer linier yang sebagian besar tersusun dari unit-

unit β-(1→4)-2-asetamida-2-deoksi-β-D-glukopiranosa dan sebagian dari β-

(1→4)-2-amino 2-deoksi-β-D-glukopiranosa (Kumirska, 2010). Kitin terdistribusi

luas di lingkungan biosfer seperti pada kulit crustacea (kepiting, udang, dan

lobster), ubur -ubur, komponen struktur eksternal insekta, dinding sel fungi (22-

40%), alga, nematoda ataupun tumbuhan (Gohel dkk., 2006). Struktur dari

senyawa kitin ditunjukkan pada gambar 3.

Gambar 3. Struktur Kitin (N-asetil-D-glucosamine)


(Murray dkk., 2003 : 134)

Rantai kitin antara satu dengan yang lainnya berasosiasi melalui ikatan

hidrogen yang sangat kuat antara gugus N-H dari satu rantai dengan gugus C=O

dari rantai lain yang berdekatan. Ikatan hidrogen ini menyebabkan kitin tidak larut

dalam air dan membentuk serabut (fibril) (Suryanto dan Yurnaliza, 2005 : 89).

Karakteristik dari kitin dapat dilihat pada tabel 1.


14

Tabel 1. Karakteristik Kitin

Nama Kitin
Nama kimia Poly-N-acetyl-D-Glucosamine
Kadar abu Kurang dari 2%
Kadar air 2-10%
Ukuran partikel 2-5mm
Kadar nitrogen 6-7%
Derajat deasetilasi Kurang dari 60%
Bau Tidak berbau
Warna Putih
Massa Jenis 0,2 kg/L
(Sugita, 2009 : 32).

2.1.3.2 Sifat-sifat Kitin

Kitin (C8H13NO5) merupakan zat padat tak berbentuk (amorphous), tidak

larut dalam air, asam anorganik encer, alkali encer dan pekat, alkohol, dan pelarut

organik lainya tetapi larut dalam asam-asam mineral pekat. Kitin kurang larut

dibandingkan selulosa. Kitin bersifat mudah mengalami degradasi secara biologis,

tidak beracun, tidak larut air, asam anorganik encer dan asam-asam organik

tetapi larut dalam larutan dimetil asetamida dan litium klorida (Marganof, 2003).

Senyawa kitin mempunyai beberapa gugus fungsi, salah satunya adalah

asetamin (NHCOCH3), sehingga kitin disebut juga polimer berunit asetil

glukosamin. Biopolimer ini tidak larut dalam air, bersifat polikationik dan

penggunaannya terbatas (Kurita, 2001).

Kitin terdapat sebagai polisakarida yang dapat berikatan dengan garam

anorganik, protein dan lipida. Ekstraksi kitin dapat dilakukan melalui 2 tahap

yaitu proses pemisahan protein (deproteinasi) dan proses pemisahan mineral

(demineralisasi), sedangkan untuk mendapatkan kitosan dilanjutkan dengan

proses deasetilasi (Pujiastuti, 2001). Pada proses deasetilasi terjadi substitusi


15

gugus asetil NCOCH3 dengan hidrogen menjadi gugus amino (NH2). Besarnya

substitisi yang terjadi disebut tingkat deasetilasi atau derajat deasetilasi (DD).

Keberhasilan proses deasetilasi dipengaruhi oleh konsentrasi NaOH, suhu, dan

lamanya proses deasetilasi (Matheis dkk., 2006).

2.1.3.3 Manfaat Kitin

Kitin mempunyai kegunaan yang sangat luas, tercatat sekitar 200 jenis

penggunaanya, dari industri pangan, bioteknologi, farmasi, dan kedokteran, setra

lingkungan. Salah satu contoh diterapkan dibidang kedokteran yaitu sebagai

antimikroba dan antiamur selain itu kitin juga dapat mencegah pertumbuhan

Candida albicans dan Staphylococcus aureus. Selain itu biopolimer tersebut juga

berguna sebagai antikoagulan, antitumor, antivirus, pembuluh darah-kulit dan

ginjal sintetik, bahan pembuat lensa kontak, aditif kosmetik, membran dialis,

bahan shampoo dan kondisioner rambut, zat hemostatik, penstabil liposom, bahan

ortoprdik, pembalut luka dan benang bedah yang mudah diserap, serta

mempertinggi daya kekebalan dan antiinfeksi (Purwantiningsih, 2009 : 93).

2.1.4 Tinjauan Tentang Kitosan

2.1.4.1 Struktur Kitosan

Kitosan memiliki gugus amina (-NH2) sehingga bersifat kationik dan dapat

terkonversi menjadi polielektrolit pada media asam (Rinaudo, 2006). Sifat

polielek-trolit kationik kitosan tersebut berfungsi sebagai donor eletron serta

adanya gugus amina dan hidroksil membuat kitosan menjadi reaktif untuk

digunakan pada beberapa aplikasi (Sinardi dkk., 2013).


16

Kitosan merupakan suatu heteropolimer dari residu N-asetil-D-glukosamin

dan D-glukosamin yang dapat diperoleh dari kitin melalui proses deasetilasi

sebagian. Nama kitosan berkaitan dengan rangkaian kesatuan polimer turunan

kitin yang dapat digambarkan dan dikelompokkan berdasarkan fraksi residu

N-asetil (FA) atau derajat N-asetilasi (DA), derajat polimerisasi (DP) atau bobot

molekul dan pola N-asetilasi (PA) (Aam dkk., 2010). Kitosan juga dijumpai

secara alamiah di beberapa organisme seperti udang-udangan, kerang dan

serangga, serta penyusun dinding sel ragi dan jamur. Kitosan berbentuk serbuk

warna putih, tidak berbau, tidak beracun, tidak larut dalam air, tidak larut dalam

basa kuat dan asam sulfat, sedikit larut dalam asam hidroksida dan asam fosfat.

Proses deasetilasi kitosan dapat dilakukan dengan cara kimiawi, proses kimiawi

menggunakan basa misalnya NaOH, dan dapat menghasilkan kitosan dengan

derajat deasetilasi yang tinggi (Sugita, 2009 : 34).

Kitosan berbentuk serpihan putih kekuningan, tidak berbau dan tidak berasa.

Kadar kitin dalam cangkang bekicot, berkisar 70-80%, bila diproses menjadi

kitosan menghasilkan hasil lebih besar dari pada bahan lainnya. Karena adanya

gugus amino, kitosan merupakan polielektrolit kationik (pKa≈6,5) hal yang sangat

jarang terjadi secara alami. Sifat yang basa ini menjadikan kitosan larut dalam

media asam encer membentuk larutan yang kental sehingga dapat digunakan

dalam pembuatan gel. Beberapa variasi konfigurasi seperti butiran, membran,

pelapis kapsul, serat dan spons. Membentuk kompleks yang tidak larut dengan air

dengan polianion dapat juga digunakan untuk pembuatan butiran gel, kapsul, dan

membran. Ini merupakan struktur kitosan (Purwaningsih dan Karlina, 2009 : 67).
17

Kitosan memiliki sifat-sifat polimer biomedis seperti non-toksik,

biokompatibel, dan biodegradable sehingga kitosan memiliki banyak kegunaan

pada berbagai bidang misalnya dalam bidang makanan, pertanian, biomedis,

biokimia, pengolahan air limbah, membran, mikrokapsul, nanopartikel, bahan-

bahan kristal cair dan lain-lain (Agusnar, 2006). Struktur senyawa dan

karakteristik kitosan dapat dilihat pada gambar 4 dan tabel 2.

Gambar 4. Struktur Kitosan (Poly-D-Glucosamine)


(Murray dkk., 2003 : 136)

Tabel 2. Karakteristik Kitosan

Parameter Ciri
Ukuran Partikel Serpihan sampai serbuk
Kadar air (%) ≤ 10,0
Kadar abu (%) ≤ 2,0
Warna larutan Tidak berwarna
N-deasetilasi (%) Lebih dari 60,0
Kelas viskositas (cps)
- Rendah < 200
- Medium 200-799
- Tinggi pelarut organik 800-2000
- Sangat tinggi < 2000
(Sugita, 2009 : 46).

2.1.4.2 Sifat-sifat Kitosan

Sifat organoleptis kitosan berupa padatan amorf berwarna putih kekuningan

dengan struktur kristal tetap dari bentuk awal kitin murni, dan tidak berbau.

Kitosan kering tidak mempunyai titik lebur, bila kitosan disimpan dalam waktu

yang relatif cukup lama pada suhu sekitar 100oF maka sifat kelarutan dan

viskositasnya akan berubah (Harti dan Soebiyanto, 2017 : 90).


18

Sifat kimia kitosan yaitu sebagai polimer poliamin berbentuk linier yang

mempunyai gugus amina aktif dan kemampuan untuk mengkhelat beberapa

logam. Sedangkan sifat biologi kitosan yaitu biokompatibel artinya sebagai

polimer alami tidak mempunyai efek samping, tidak beracun, tidak dapat dicerna

(Harti dan Soebiyanto, 2017 : 90).

Kitosan tidak larut dalam air dan beberapa pelarut organik. Kelarutan

kitosan sangat dipengaruhi oleh bobot molekul, dan derajat deasetilasi. Sifat tidak

larutnya kitosan dalam air dan pelarut organik disebabkan oleh struktur kristalnya

yang tersusun oleh ikatan hidrogen intramolekulel dan intermolekuler. Kitosan

larut dalam asam encer seperti asam asetat dan asam formiat (Champagne, 2002).

Kitosan merupakan produk deasetilasi kitin, yang berbentuk polimer rantai

panjang dari glukosamin (2-amino-2-deoksiglukosa) sehingga kitosan mempunyai

rantai yang lebih pendek dari pada rantai kitin. Berat molekul kitosan tergantung

dari degradasi yang terjadi pada proses pembuatan kitosan (Kaban, 2009).

Herliana (2010) menyatakan kitosan memiliki beberapa keunggulan

diantaranya ketersediaannya di alam berkelanjutan, biaya produksi murah, sifat

biodegradibilitas, biokompatibilitas, serta modifikasi kimia yang cukup mudah.

Hirano (1989) menambahkan kelebihan kitin dan kitosan yaitu:

1. Merupakan komponen utama biomasa dari kulit udang.

2. Merupakan sumber daya yang dapat diperbaharui.

3. Merupakan senyawa biopolimer yang dapat terdegradasi dan tidak mencemari

lingkungan.

4. Tidak bersifat toksik (LD 50 16 g/kgBB tikus).


19

5. Konformasi molekulnya dapat dirubah.

6. Mempunyai fungsi biologis.

7. Dapat membentuk gel, koloid dan film.

8. Mengandung gugus amino dan gugus hidroksil yang dapat dimodifikasi.

Mengingat banyak bahan memiliki gugus negatif missal protein, anion

polisakarida, asam nukleat, dan lain-lain. Maka gugus kitosan berpengaruh kuat

dengan gugus negatif sehingga membentuk ion netral. Kekuatan ion berpengaruh

terhadap struktur kitosan, dengan kata lain peningkatan kekuatan ion

meningkatkan sifat kekakuan matriks kitosan, daya gembung dan ukuran pori-pori

matriks. Sementara porositas granula dari kitosan berpengaruh terhadap

peningkatan keaktifan grup grup amino terhadap kitosan (Suhartono, 2006).

2.1.4.3 Manfaat Kitosan

Beberapa manfaat kitosan pada bidang kesehatan dan farmasi, antara

lain:

1. Bidang kedokteran/kesehatan

Kitin dan turunannya (karboksimetil kitin, hidroksil kitin dan etil kitin)

dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan benang operasi. Benang operasi

ini mempunyai keunggulan dapat diurai dan diserap dalam jaringan tubuh, tidak

toksik, dapat disterilisasi dan dapat disimpan lama. Kitin dan kitosan dapat

digunakan sebagai bahan pemercepat penyembuhan luka bakar. Selain itu juga

sebagai penurun kolesterol serta bahan pembuatan garam glukosamin untuk

menyembuhkan influenza, radang usus dan sakit tulang (Kaban, 2009).


20

2. Industri kosmetika

Kini telah dikembangkan produk baru shampoo kering mengandung kitin

yang disuspensi dalam alkohol, pembuatan lotion dan shampo cair yang

mengandung 0,5%-0,6% kitosan. Shampo ini mempunyai kelebihan dapat

meningkatkan kekuatan dan berkilaunya rambut, karena adanya interaksi antara

polimer tersebut dengan protein rambut (Amri, 2003 : 65).

3. Penanganan limbah

Karena sifat polikationiknya, kitosan dapat dimanfaatkan sebagai agensia

penggumpal dalam penanganan limbah terutama limbah berprotein yang

kemudian dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Pada penanganan limbah cair,

kitosan sebagai chelating agent yang dapat menyerap logam beracun seperti

merkuri, timah, tembaga, pluranium dan uranium dalam perairan dan untuk

mengikat zat warna tekstil dalam air limbah (Amri, 2003 : 65).

2.1.5 FTIR (Spektrofotometri Fourier Transform Infrared)

Fungsi utama dari Spektrofotometri Fourier Transform Infrared ini adalah

untuk mengenal (elusidasi) struktur molekul khususnya gugus fungsional.

Infrared unggul untuk mengenal suatu struktur senyawa organik

(Sastrohamidjojo, 1991 : 45). Menurut Harmita (2006 : 33), spektroskopi infrared

ditujukan untuk maksud penentuan gugus-gugus fungsi molekul pada analisa

kualitatif, disamping untuk tujuan analisis kuantitatif.

Spektrofotometri Fourier Transform Infrared merupakan suatu metode

analisis untuk mengidentifikasi suatu senyawa berdasarkan spektrum yang

dihasilkan. Spektrum infrared memiliki panjang gelombang antara 0,78 – 1,000


21

μm dan bilangan gelombang sebesar 13.000 – 10 cm-1. Atom – atom dalam

molekul tidak diam melainkan bervibrasi.

Bila sinar infrared dilewatkan melalui cuplikan senyawa, maka sejumlah

frekuensi diserap oleh senyawa sedang frekuensi lain diteruskan tanpa serap. Jika

kita memperoleh antara persen absorbansi atau persen transmitansi lawan

frekuensi maka akan dihasilkan suatu spektrum infrared. Ikatan-ikatan yang

berbeda (C-C, C=C, C=O, O-H, N-H, dan lainnya) mempunyai frekuensi vibrasi

yang berbeda dan dapat dideteksi dengan mengidentifikasi frekuensi karakteristik

sebagai pita serapan dalam spektrum infrared (Sastrohamidjojo, 1991 : 46).

Daerah serapan infrared beberapa ikatan pada kitosan ditunjukan pada tabel 3.

Tabel 3. Daerah Serapan Infrared Beberapa Jenis Ikatan pada Kitosan

Bilangan gelombang cm-1 Prediksi Gugus


3500-3200 Uluran OH (tumpang tindih C-H)
3500-3100 Uluran NH (R-NH2)
3000-2850 Uluran CH alkane
2900-2800 Uluran CH aldehid
1820-1600 Uluran C=O
1465-1375 Tekukan CH alkil (-CH3, -CH2)
1300-1000 Uluran C-O (Eter)
1350-1000 Tekukan C-N
(Sastrohamidjojo, 1991 : 83).

Spektrum vibrasi yang dihasilkan berupa pita-pita. Letak pita dalam

spektrum infrared dinyatakan dengan bilangan gelombang (cm-1) dan intensitas

pita dinyatakan dengan transmitansi (T). Spektrofotometer infrared memiliki

beberapa kelemahan, untuk mengatasi masalah ini perlu adanya pengembangan

sistem optiknya. Perkembangan sistem optik spektrofotometer IR yang mutakhir

adalah Fourier Transform Infrared (FTIR) (Sastrohamidjojo, 1991 : 83).


22

Pada alat interferometer, radiasi dari sumber infrared konvensional

dibedakan ke dalam dua alur oleh suatu pemisah berkas cahaya, satu alur menuju

posisi cermin yang ditentukan, dan yang lainnya menjauhi cermin. Ketika berkas

cahaya dipantulkan, salah satu cahaya dipindahkan (keluar dari tahap) dari yang

lainnya sejak berkas cahaya menjadi lebih kecil ataupun lebih besar dengan tujuan

jaraknya untuk menjauhi cermin, dan mereka dikombinasikan kembali untuk

menghasilkan suatu rumus gangguan (semua panjang gelombang dalam berkas

cahaya) sebelum melewati sampel (Christian, 2004 : 77).

Sampel mendeteksi secara serentak semua panjang gelombang dan menukar

rumus gangguan dengan waktu seperti cermin yang terus menerus diteliti pada

percepatan linier. Hasil penyerapan radiasi oleh sampel merupakan suatu

spektrum dalam daerah waktu, yang disebut suatu interferogram, yang menyerap

intensitas sebagai fungsi dari lintasan optis yang membedakannya dengan kedua

berkas cahaya tersebut (Christian, 2004 : 78).

Sistem optik dari Spektrofotometri Fourier Transform Infrared yang

didasarkan atas bekerjanya interferometer disebut sebagai sistem optik Fourier

Transform Infrared (FTIR). Pada sistem optik FTIR dipakai radiasi LASER

(Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation) yang berguna sebagai

radiasi yang diinterferensikan dengan radiasi infra merah supaya diterima oleh

detektor secara utuh dan lebih baik (Yudhapratama, 2010 : 189).

Metode yang digunakan untuk menentukan absorbsi pada spektra infrared

adalah metode garis dasar (baseline). Dengan metode ini transmitan pada bilangan

gelombang yang diinginkan ditentukan dengan membandingkan jarak antara dasar


23

pita dan puncak pita pada bilangan gelombang yang diinginkan tersebut (Mulja

dan Suharman, 1995 : 63). System optik FTIR (Spektrofotometri Fourier

Transform Infrared) dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 5. Sistem Optik FTIR


(Christian, 2004 : 81)

2.1.6 Derajat Deasetilasi

Derajat deasetilasi merupakan suatu parameter mutu kitosan yang

menyatakan ukuran kuantitatif gugus asetil yang lepas dari molekul kitosan yang

ditentukan berdasarkan karakter spectra IR kitin-kitosan. Semakin tinggi

konsentrasi NaOH yang digunakan akan menyebabkan derajat deasetilasi kitosan

semakin tinggi, hal itu menunjukkan gugus asetil yang lepas dari struktur polimer

kitin semakin banyak (Purnawan dkk., 2009 : 79).

Proses penghilangan gugus asetil dinamakan deasetilasi. Proses deasetilasi

bertujuan untuk memutus ikatan kovalen antara gugus asetil dengan nitrogen pada

gugus asetamida kitin sehingga berubah menjadi gugus amina (-NH2). Ukuran

besarnya penghilangan gugus asetil pada gugus asetamida kitin dikenal dengan
24

istilah derajat deasetilasi (DD) (Azhar dkk., 2010). Derajat deasetilasi adalah salah

satu karakteristik kimia paling penting karena mempengaruhi performance kitosan

pada banyak aplikasinya (Khan dkk., 2002).

2.1.7 Radikal Bebas

Radikal bebas didefinisikan sebagai spesies yang secara independen

mengandung lebih dari satu elektron tidak berpasangan. Elektron tidak

berpasangan (unpaired) membuat molekul tidak stabil dan sangat reaktif. Radikal

bebas umumnya diperoleh dari oksigen dan nitrogen. Radikal bebas memiliki

waktu paruh pendek. Sebagian radikal bebas dibentuk didalam tubuh dari oksidan

superoksida (O2-), radikal hidroksil (OH-), nitrit oksida (NO2-), hidrogen

peroksida (H2O2-), radikal peroxil (ROO-), dan alkoxyl. Sumber radikal bebas

bersifat endogen maupun eksogen. Secara endogen, proses metabolisme tubuh

yang dapat membebaskan radikal bebas diantaranya pembelahan sel,

pembentukan energi tubuh, oksidasi lemak atau protein, proses sistem imun, dan

detoksifikasi di hati. Sedangkan secara eksogen, radikal bebas dapat dihasilkan

dari beberapa hal berikut, yaitu paparan sinar ultra violet atau UV dari matahari,

asap rokok, gas buangan kendaraan bermotor dan pabrik, smog (kabut campur

asap), ozon, stres mental dan fisik, paparan obat-obatan, dan sinar X (Syamsudin,

2013 : 109).

2.1.8 Enzim Katalase

Katalase adalah enzim yang mengubah hidrogen peroksida menjadi air.

Katalase berlokasi di sitoplasma eritrosit tapi terdapat dalam peroksisom pada sel
25

lain. Konsentrasi katalase tertinggi dalam hati dan eritrosit, tapi kurang terdapat

pada otak, jantung dan otot rangka. Konsentrasi katalase rendah pada saat

produksi hidrogen peroksida direduksi secara efisien dalam sel oleh glutation

peroksida dan berperan penting bila konsentrasi hidrogen peroksida tersebut tinggi

(Halliwell dan Gutteridge, 2015 : 231).

Hidrogen peroksida (H2O2) merupakan salah satu radikal bebas yang

menjadi sumber toksik berbagai macam penyakit karena dapat bereaksi

menimbulkan kerusakan jaringan. Katalase sebagai antioksidan endogen memiliki

peran utama dalam mengontrol konsentrasi H2O2 dengan mengkatalisis H2O2

menjadi oksigen dan air sehingga bersifat non toksik (Murray dkk., 2009 : 61).

2.1.9 Tinjauan tentang Hiperlipidemia

2.1.9.1 Pengertian Hiperlipidemia

Hiperlipidemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan peningkatan

kadar lipid/ lemak darah. Berdasarkan jenisnya, hiperlipidemia dibagi menjadi 2,

yaitu:

1. Hiperlipidemia Primer

Banyak disebabkan oleh karena kelainan genetik yang diwarisi atau lebih

sering, disebabkan kombinasi faktor genetik dan lingkungan.

2. Hiperlipidemia Sekunder

Pada jenis ini, peningkatan kadar lipid darah disebabkan oleh suatu penyakit

tertentu, misalnya: diabetes militus, penyakit hepar dan penyakit ginjal.

Hiperlipidemia sekunder bersifat reversibel (berulang) (Adam, 2006 : 962).


26

Klasifikasi klinis hipirlipidemia (dalam hubungannya dengan penyakit

jantung koroner), yaitu:

a. Hiperkolesterolemia yaitu: peningkatan kadar kolesterol dalam darah

b. Hipertrigliseridemia yaitu: peningkatan kadar trigliserida dalam darah

c. Hiperlipidemia yaitu : peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida dalam

darah (Adam, 2006 : 962).

2.1.9.2 Penyebab Hiperlipidemia

1. Penyebab primer, yaitu faktor keturunan (genetik)

2. Penyebab sekunder, seperti:

a. Usia

Kadar lipoprotein, terutama kolesterol LDL, meningkat sejalan dengan

bertambahnya usia.

b. Jenis kelamin

Dalam keadaan normal, pria memiliki kadar yang lebih tinggi, tetapi setelah

manopause kadarnya pada wanita mulai meningkat.

c. Menu makanan yang mengandung asam lemak jenuh seperti mentega,

margarin, es krim, keju, daging berlemak

d. Kurang melakukan olah raga

e. Obesitas/ kegemukan

f. Pengguna alkohol

Hiperlipidemia dapat meningkatkan resiko terkena aterosklerosis, penyakit

jantung koroner, pankreastitis, diabetes militus, penyakit hepar dan penyakit

ginjal. Kadar trigliserida darah diatas 250 mg/dL dianggap abnormal, kadar

trigliserida yang sangat tinggi (sampai lebih dari 800 mg/dL) bisa menyebabkan
27

pankreastitis (gangguan pada organ pankreas) (Smaolin dan Grosvenor, 1997 :

250). Kadar lipid serum normal dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Kadar Lipid Serum Normal

Profil lipid Nilai Kategori


Kolesterol total <200 Optimal
200-239 Diinginkan
≥240 Tinggi
Kolesterol LDL <100 Optimal
100-129 Mendekati optimal
130-159 Diinginkan
160-189 Tinggi
≥190 Sangat tinggi
Kolesterol HDL <40 Rendah
≥60 Tinggi
Trigliserida <150 Optimal
150-199 Diinginkan
200-499 Tinggi
≥500 Sangat tinggi
(Adam, 2006 : 963).

2.1.9.3 Pola Lipoprotein pada Berbagai Tipe Hiperlipidemia

Hiperlipoproteinemia adalah keadaan di mana kadar satu atau beberapa

kombinasi lipoprotein yang mentransport kolesterol atau trigliserida dalam plasma

meningkat. Ada 4 tipe hiperlipoproteinemia, yaitu:

1. Tipe I (hiperkilomikronemia Familial)

Tipe ini memperlihatkan adanya peningkatan kadar kilomikron pada waktu

puasa bahkan dengan diet lemak normal dan biasanya disebabkan oleh defisiensi

lipoprotein lipase yang dibutuhkan untuk metabolisme kilomikron. Trigliserida

serum meningkat.

2. Tipe IIa (hiperkolesterolemia familial)

Pada tipe ini terjadi peningkatan LDL dengan kadar VLDL normal karena

penghambatan dalam degradasi LDL, sehingga terdapat peningkatan kolesterol


28

serum tetapi triasilgliserol normal. Disebabkan karena berkurangnya reseptor LDL

normal. Dapat menyebabkan penyakit jantung iskemik. Pengobatan dapat

dilakukan dengan diet rendah kolesterol dan rendah lemak jenuh, dan pemberian

obat-obat hipolipoprotein seperti, kolestiramin atau kolestipol dan/atau lovastatin

atau mevastatin.

3. Tipe IIb (hiperlipidemia campuran familial)

Tipe ini sama dengan IIa kecuali VLDL juga meningkat, menyebabkan

trigliserida serum dan kolesterol meningkat. Disebabkan produksi VLDL oleh hati

yang berlebih sering ditemukan. Pengobatan dapat dilakukan dengan pembatasan

kolesterol dan lemak jenuh dalam diet serta alkohol. Terapi obat sama dengan IIa.

4. Tipe III (disbetalipoproteinemia familial)

Konsentrasi IDL serum meningkat menyebabkan peningkatan kadar

trigliserida dan kolesterol. Penyebabnya adalah overproduksi atau IDL kurang

digunakan, karena mutasi apolipoprotein E. Terbentuk xantoma dan terjadinya

penyakit jantung koroner dan vaskular yang dipercepat. Pengobatan dapat

dilakukan dengan menurunkan berat badan (jika perlu), pembatasan diet

kolesterol dan alkohol, terapi dengan obat termasuk niasin dan klofibrat (atau

gemfibrozil) atau lovastatin (atau mevastatin).

5. Tipe IV (hipertrigliseridemia familial)

Terjadi peningkatan kadar VLDL, sedangkan LDL normal atau berkurang,

mengakibatkan kolesterol normal atau meningkat dan peningkatan kadar

trigliserida. Disebabkan karena over produksi dan/atau berkurangnya pengeluaran

VLDL trigliserida dalam serum. Pengobatan dapat dilakukan dengan menurunkan


29

berat badan, pembatasan diet dalam karbohidrat yang terkontrol, mengganti lemak

yang dikonsumsi, konsumsi alkohol rendah.Terapi obat dengan memberikan

niasin dan/atau gemfibrozil atau lovastatin (atau mevastatin).

6. Tipe V (hipertrigliseridemia campuran familial)

Ditunjukkan dengan kadar VLDL dan kilomikron serum meningkat. LDL

normal atau meningkat, sehingga kadar kolesterol meningkat dan terjadi

peningkatan trigliserida yang sangat tinggi. Penyebabnya adalah peningkatan

produksi atau penurunan bersihan VLDL dan kilomikron. Tipe ini paling sering

terjadi pada orang dewasa yang gemuk dan/atau diabetes. Pengobatan dapat

dilakukan dengan menurunkan berat badan, rendah lemak dan karbohidrat, diet

harus mengandung protein, tidak boleh mengkonsumsi alkohol, jika perlu terapi

dengan obat termasuk niasin, gemfibrozil, atau lovastatin (atau mevastatin). Pola

Lipoprotein Pada Berbagai Tipe Hiperlipidemia dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Pola Lipoprotein Pada Berbagai Tipe Hiperlipidemia

Peningkatan utama dalam plasma


Pola lipoprotein
Lipoprotein Lipid
Type I Kilomikron Trigliserida
Type IIa LDL Kolesterol
Type IIb LDL dan VLDL Kolesterol dan Trigliserida
Type III IDL Trigliserida dan Trigliserida
Type IV VLDL Trigliserida
Type V VLDL dan kilomikron Trigliserida dan kolesterol
(Adam, 2006 : 964).

2.1.10 Tinjauan tentang Trigliserida

2.1.10.1 Pengertian Trigliserida

Trigliserida atau triasilgliserol merupakan lipid utama ditimbunan lemak

dan di dalam makanan, terutama makanan yang kaya karbohidrat. Komponen


30

dasar dari trigliserida adalah gliserol dan asam lemak. Manfaat dari trigliserida

sebagai sumber energi dan dalam membentuk membran. Sintesis trigliserida

terjadi di dalam hati dan sejumlah kecil di jaringan adiposa. Tahap biosintesis

trigliserida berawal dari molekul asil-KoA yang dibentuk dari pengaktifan asam

lemak oleh asil-KoA sintase, berikatan dengan gliserol 3-fosfat untuk membentuk

fosfatidat (1,2-diasilgliserol fosfat), yaitu prekursor dalam biosintesis

triasilgliserol. Fosfatidat ini akan diubah oleh fosfatidat fosfohidrolase dan diasil

gliserol asil transferase (DGAT) menjadi 1,2-diasilgliserol dan kemudian menjadi

triasilgliserol (Murray dkk., 2006 : 82).

Gambar 6. Struktur Kimia Trigliserida


(Linder, 1992 : 86)

2.1.10.2 Metabolisme Trigliserida

Metabolisme trigliserida dalam tubuh terutama terjadi pada hepar. Jalur

metabolisme trigliserida dibagi menjadi 2, yaitu jalur eksogen dan jalur endogen.

Pada jalur eksogen, trigliserida yang berasal dari makanan dalam usus dikemas

sebagai kilomikron. Kilomikron ini akan diangkut dalam darah melalui ductus

torasikus. Dalam jaringan lemak , trigliserid dan kilomikron mengalami hidrolisis

oleh lipoprotein lipase yang terdapat pada permukaan sel endotel. Akibat

hidrolisis ini maka akan terbentuk asam lemak dan kilomikron remnan. Asam

lemak bebas akan menembus endotel dan masuk ke dalam jaringan lemak
31

atau sel otot untuk diubah menjadi trigliserida kembali atau dioksidasi

(Sulistia, 2005 : 168).

Pada jalur endogen trigliserida yang disintesis oleh hati diangkut secara

endogen dalam bentuk Very Low Density Lipoprotein (VLDL) kaya trigliserida

dan mengalami hidrolisis dalam sirkulasi oleh lipoprotein lipase yang juga

menghidrolisis kilomikron menjadi partikel lipoprotein yang lebih kecil yaitu IDL

(Intermediate Density Lipoprotein) dan LDL (Low Density Lipoprotein). LDL

merupakan lipoprotein yang mengandung kolesterol paling banyak (60-70%)

(Sulistia, 2005 : 168).

2.1.10.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kadar Trigliserida

Kadar trigliserida dalam darah dapat dipengaruhi oleh berbagai sebab,

diantaranya: diet tinggi karbohidrat (60% dari intake energi) dapat meningkatkan

kadar trigliserida (U.S Departement of Health and Human Services, 2001); usia,

semakin bertambahnya usia seseorang maka terjadi penurunan berbagai fungsi

organ tubuh sehingga keseimbangan kadar trigliserida darah sulit tercapai

akibatnya kadar trigliserida cenderung lebih mudah meningkat; Stres

mengaktifkan system syaraf simpatis yang menyebabkan pelepasan epinefrin dan

norepinefrin yang akan meningkatkan konsentrasi asam lemak bebas dalam darah,

serta meningkatkan tekanan darah (Guyton dan Hall, 1997 : 347).

Penyakit hati, menimbulkan kelainan pada trigliserida darah karna hati

merupakan tempat sintesis trigliserida sehingga sehingga penyakit hati dapat

menurunkan kadar trigliserida; Vitamin niasin dosis tinggi, menurunkan

kolesterol LDL dan meningkatkan kolesterol HDL (Ganong, 1992 : 178). Selain
32

yang tersebut diatas, kadar trigliserida darah juga sangat dipengaruhi kadar

hormone dalam darah. Hormon-hormon yang mempengaruhi kadar trigliserida

dalam darah antara lain: hormon tiroid menginduksi peningkatan asam lemak

bebas dalam darah, namun menurunkan kadar trigliserida darah; hormon insulin

menurunkan kadar trigliserida darah, karena insulin akan mencegah hidrolisis

trigliserida (Guyton dan Hall, 1997 : 347).

2.1.11 Tinjauan tentang Gemfibrozil

Gemfibrozil adalah senyawa yang mampu mengatur lipid plasma, dengan

jalan menurunkan kadar trigliserida serum, kolesterol total, kolesterol VLDL

(Very Low Density Lipoprotein), kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein) dan

meningkatkan pembersihan apolipoprotein B sebagai pembawa VLDL sehingga

kadar VLDL berkurang dan meningkatkan kolesterol HDL dengan jalan

meningkatkan substrak HLD serta Apolipoprotein AI dan AII (Suyatna, 2007 :

384).

Gambar 7. Struktur Kimia Gemfibrozil


(Dirjen Pom, 1995 : 405)

Banyak efek senyawa fibrat terhadap lipid darah diperantarai oleh

interaksinya dengan reseptor peroksisoma yang diaktivasi proliferator

(peroxysome proliferator activated receptors, PPAR), yang mengatur transkripsi


33

gen. Tiga isotipe PPAR telah berhasil diidentifikasi (α, β, ). Fibrat berikatan pada

PPARα, yang paling banyak diekspresikan di hati dan jaringan adiposa coklat,

serta dalam jumlah lebih sedikit di ginjal, jantung, dan otot rangka. Fibrat

menurunkan trigliserida melalui stimulasi oksidasi asam lemak yang diperantarai

PPARα, meningkatkan sintesis LPL (lipoprotein lipase), dan menurunkan

ekspresi apo C-III. Peningkatan LPL akan meningkatkan bersihan lipoprotein

kaya-trigliserida. Berkurangnya produksi apo C-III di hati, yang berfungsi sebagai

inhibitor proses lipolisis dan bersihan yang diperantarai reseptor, dapat

meningkatkan bersihan VLDL. Peningkatan HDL yang diperantarai fibrat terjadi

karena stimulasi ekspresi apo A-I dan apo A-II oleh PPARα (Goodman dan

Gilman, 2007 : 966).

Derivat asam fibrat dianjurkan sebagai first-line terapi pada pasien dengan

hipertrigliseridemia. Derivat asam fibrat efektif menurunkan trigliserida 20-30%,

menurunkan LDL sekitar 15% dan meningkatkan HDL 10-20% (Herfindal dan

Gourley, 2000 : 420). Pada pasien hipertrigliserida ringan (misalnya, trigliserida <

400 mg/dL), pengobatan fibrat dapat menurunkan kadar trigliserida hingga 50%

dan meningkatkan konsentrasi HDL sekitar 15%; kadar LDL mungkin tidak

berubah atau meningkat. Pada pasien hipertrigliseridemia yang lebih nyata

(misalnya 400-1000 mg/dL), terjadi penurunan trigliserida yang serupa, tetapi

sering terlihat peningkatan LDL sebesar 10-30% (Goodman dan Gilman, 2007 :

968).

Gemfibrozil biasanya diberikan sebagai dosis 600 mg satu atau dua kali

sehari yang diberikan 30 menit sebelum sarapan dan makan malam. Dosis

Fenofibrat adalah satu sampai tiga tablet sebesar 67 mg setiap hari. Efek samping
34

utamanya meliputi gangguan saluran cerna (gastrointestinal), ruam kulit, urtikaria,

lelah, sakit kepala, impotensi dan anemia (Goodman dan Gilman, 2007 : 970).

2.1.12 Penginduksian Monosodium Glutamat (MSG)

Gambar 8. Rumus Kimia MSG


(Loliger, 2000)

MSG merupakan garam sodium dari salah satu asam amino non-esensial

asam glutamat, yang akan berfungsi sebagai penguat dan penyedap rasa jika

ditambahkan pada makanan, terutama makanan yang mengandung protein.

Komposisi senyawa MSG adalah 78% glutamat, 12% natrium dan 10% air. MSG

bila larut didalam air ataupun saliva akan berdisosiasi menjadi garam bebas dan

bentuk anion dari asam glutamat (glutamat). Efek sebagai penguat rasa dari MSG

yang ditambahkan ke berbagai produk makanan serupa dengan efek yang

ditimbulkan oleh glutamat yang terdapat secara alami dalam bahan makanan. Hal

ini memberikan tambahan terhadap cita rasa yang kelima selain rasa manis, asam,

asin dan pahit yaitu yang dikenal dengan “umami” atau yang sering disebut

dengan rasa lezat/enak (Razali, 2015 : 159).

MSG adalah garam natrium dari glutamat, air dan natrium. Di awal 1900

ilmuwan mengisolasi bahan (glutamat) dalam tumbuhan yang merupakan

komponen penting yang bertanggung jawab dalam meningkatkan rasa. MSG

diekstrak dari rumput laut dan sumber tanaman lainnya. MSG diproduksi di

banyak negara di seluruh dunia melalui proses fermentasi alami menggunakan


35

molasses dari gula tebu atau gula bit, sebagai serta pati dan gula jagung

(IFIC, 2015 : 1).

Glutamat adalah salah satu amino yang paling umum ditemukan di alam.

Glutamat adalah komponen utama protein dan peptida, dan tersimpan di sebagian

besar jaringan. Glutamat juga diproduksi dalam tubuh dan memainkan peran

penting dalam metabolisme tubuh manusia. Hampir setiap makanan mengandung

glutamat. Komponen utama yang paling banyak tersimpan dalam makanan yang

mengandung protein alami seperti daging, ikan, susu dan beberapa sayuran

(IFIC, 2015 : 1).

Monosodium glutamat (MSG), garam natrium Asam glutamat (GA),

merupakan salah satu yang paling banyak digunakan di negara maju (Pavlovic

dkk., 2009). Makanan modern memungkinkan asupan rasa yang terus menerus

bertambah, dengan kenaikan dan akumulasi Asam glutamat di darah (Walker dan

Lupien, 2000). Asam amino ini bekerja pada beberapa jenis reseptor, dibagi

menjadi dua kelompok utama : reseptor glutamat ionotropik (iGluR) dan

metatropik reseptor glutamat (mGluR) (Hinoi dkk., 2004). Selain sistem saraf

pusat (SSP), glutamat reseptor (GluR) juga ditemukan pada sel non-neuronal.

Namun, beberapa penelitian menunjukkan efek toksik MSG untuk berbagai

daerah di Indonesia ditemukan pada SSP (Park dkk., 2000), hati dan ginjal

(Farombi dan Onyema, 2006), terutama oleh generasi spesies oksigen reaktif

(ROS) dan menghasilkan stress oksidatif.

Penggunaan MSG juga berpengaruh terhadap profil lipid, hal itu dinilai dari

tingkat kenaikan lipid, trigliserida, kolesterol total dan asam lemak bebas.

Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian MSG pada tingkat dosis di atas
36

4 mg / g berat badan dapat menyebabkan hiperlipidemia (Malik dan Ahluwalia,

1994; Ahluwalia dkk., 1996).

2.1.12.1 Fungsi Glutamat

Glutamat menjalankan beberapa fungsi penting di dalam proses

metabolisme di dalam tubuh, antara lain:

1. Substansi untuk Sintesis Protein

Glutamat sebagai salah satu asam amino yang banyak terdapat di dalam

sumber alami. Diperkirakan 10-40% glutamat terkandung di dalam protein. L-

glutamic acid merupakan bahan yang penting untuk sintesis protein. Asam

glutamat memiliki karakter fisik dan kimia yang dapat menjadi struktur sekunder

dari protein yang disebut rantai α.

2. Pasangan Transaminasi dengan α-ketoglutarate

L-glutamate disintesis dari amonia dan α-ketoglutarate dalam suatu reaksi

yang dikatalisir oleh L-glutamate dehydrogenase (siklus asam sitrat). Reaksi ini

penting dalam biosintesis seluruh asam amino. Glutamat yang diserap akan

ditransaminasikan dengan piruvat dalam bentuk alanin. Alanin dari hasil

transaminasi dari piruvat oleh asam amino dekarboksilat menghasilkan

aketoglutarat atau oksaloasetat. Glutamat yang lolos dari metabolisme mukosa

dibawa melalui vena portal ke hati. Sebagian glutamat dikonversikan oleh usus

dan hati dalam bentuk glukosa dan laktat, kemudian dialirkan ke darah perifer.

3. Prekursor Glutamin

Glutamin dibentuk dari glutamat oleh glutamin sintetase. Ini juga

merupakan reaksi yang sangat penting di dalam metabolisme asam amino.

Amonia akan dikonversikan menjadi glutamin sebelum masuk ke dalam sirkulasi.


37

Glutamat dan Glutamin merupakan mata rantai karbon dan nitrogen di dalam

proses metabolisme karbohidrat dan protein. Prekursor dari N-acetylglutamate.

N-acetylglutamate merupakan allosterik yang penting untuk mengaktifkan

carbamyl, phosphate synthetase I, suatu enzim yang berperan penting di dalam

siklus urea.

4. Neurotransmitter

Glutamat adalah transmitter mayor di otak yang berfungsi sebagi mediator

untuk menyampaikan transmisi post-sinaptik. Selain itu, glutamat berfungsi

sebagai prekursor dari neurotransmiter Gamma Ammino Butiric Acid (GABA)

(Iswara dan Yonata, 2016 : 101).

2.2 Hipotesis

1. Pemberian kitosan cangkang kerang hijau (Perna viridis L.) dapat

berpengaruh mempertahankan kadar trigliserida dan aktivitas enzim katalase

tikus yang diinduksi monosodium glutamat.

2. Dosis efektif pemberian kitosan cangkang kerang hijau (Perna viridis L.) yang

dapat mempertahankan kadar trigliserida dan aktivitas enzim katalase tikus

yang diinduksi monosodium glutamat adalah dosis terkecil yang sebanding

dengan kontrol positif.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Obyek Penelitian

Obyek dalam penelitian ini adalah kadar trigliserida dan aktivitas enzim

katalase tikus yang diinduksi monosodium glutamat.

3.2 Sampel dan Teknik Sampling

3.2.1 Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah kitosan dari cangkang

kerang hijau (Perna viridis L.) yang diperoleh dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI)

Tambak Lorok Semarang.

3.2.2 Teknik Sampling

Teknik sampling dalam penelitian ini adalah random sampling (acak), setiap

sampel mempunyai peluang yang sama untuk diuji.

3.3 Variabel Penelitian

3.3.1 Variabel Bebas

Variabel bebas merupakan variabel yang memberi pengaruh terhadap

variabel terikat, dapat dimanipulasi, diubah atau diganti, dan diatur sesuai

keinginan peneliti. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah dosis kitosan

cangkang kerang hijau (Perna viridis L.) sebagai antioksidan dan

antihiperlipidemia sebesar 250 mg/kgBB tikus, 500 mg/kgBB tikus, dan

1000 mg/kgBB tikus.

38
39

3.3.2 Variabel Terikat

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas,

karakteristik subyek yang diukur setelah mendapat perlakuan. Variabel terikat

dalam penelitian ini adalah kadar trigliserida (mg/dL) dan aktivitas enzim katalase

(U/mL).

3.3.3 Variabel Kontrol

Variabel kontrol merupakan variabel yang tidak diberi perlakuan tetapi

selalu diikutsertakan dalam proses penelitian, turut diukur atau diambil datanya

sebelum maupun sesudah penelitian. Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah

suhu, waktu, dan pH saat pembuatan kitosan, hewan uji tikus putih jantan galur

Wistar, umur 1,5 – 2 bulan, berat badan 150 – 200 g, jenis makanan, tempat

pemeliharaan, waktu pemeliharaan, cara perlakuan, dosis monosodium glutamat

(MSG) yaitu 4 g/kgBB tikus.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang diperoleh pada penelitian ini adalah

menggunakan metode eksperimental dengan cara melakukan penelitian di

laboratorium secara langsung.

3.5 Alat dan Bahan

3.5.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah blender, ayakan no 50/80,

pompa vakum, corong buchner, magnetic stirer, hotplate, termometer, neraca

digital, timbangan Ohauss, sonde oral, spuit, sentrifudge, tabung sentrifudge, rak
40

tabung, hematokrit, mikropipet, eppendrof, kandang hewan, spuit injeksi untuk

pemberian oral 1 mL, 3 mL dan 5 mL, blood tube, Spektrofotometer UV-VIS,

Spektrofotometer FTIR, Microlab 300 & 300 LX.

3.5.2 Bahan

Sampel : kitosan cangkang kerang hijau (Perna viridis L.)

Hewan uji : tikus putih jantan galur Wistar, usia 1,5-2 bulan dengan berat badan

150-200 g.

Bahan pembanding : gemfibrozil dan CMC-Na 0,5%

Bahan kimia : NaOH, HCl, dapar phospat pH 7,4, H2O2 30%, ammonium

molibdat 32,4 mMolar, AgNO3, HNO3, CuSO4, aquadest dan aqua demineralisata.

Bahan penginduksi : monosodium glutamat (MSG).

Bahan Reagen :

Reagen TRIGLISERIDES MONO SL NEW :

Good’s buffer 50 mmol/L

4-Chlorophenol 4 mmol/L

ATP 2 mmol/L

Mg 15 mmol/L

Glycerokinase ≥ 0,4 kU/L

Peroxidase ≥ 2 kU/L

Lipoprotein Lipase ≥ 0,4 kU/L

4-Aminoantipyrine 0,5 mmol/L

Glycerol-3-phosphate-oxidase ≥ 0,5 kU/L

Larutan Triglycerides FS standar (DiaSys) 200 mg/dL (2,3 mmol/L).


41

Reagen Enzim Katalase :

6 mL substrat (Pengenceran 1,5 mL H2O2 30% menjadi

100 mL menggunakan dapar fosfat pH 7,4).

1,0 mL amonium molibdat [(NH4)6 Mo7O24.4H2O)] 32,4 mM.

3.6 Cara Kerja

3.6.1 Determinasi Sampel

Determinasi cangkang kerang hijau (Perna viridis L.) bertujuan untuk

memperoleh kepastian bahwa sampel yang digunakan pada penelitian berasal dari

sampel yang dimaksud, sehingga kesalahan dalam pengumpulan bahan penelitian

dapat dihindari. Determinasi dilakukan di Laboratorium Biologi Fakultas MIPA

Universitas Dipenogoro Semarang.

3.6.2 Penyiapan Simplisia

Pengumpulan cangkang kerang hijau dilakukan dan diambil dari pedagang

ikan di area TPI Tambak Lorok Semarang. Cangkang kerang hijau dibersihkan

dari kotoran-kotoran pada permukaannya menggunakan air detergen kemudian

dikeringkan dalam lemari pengering. Setelah itu diblender dan diayak dengan

ayakan nomor mesh 50/80 sehingga diperoleh serbuk cangkang kerang hijau.

3.6.3 Pembuatan Kitosan Cangkang Kerang Hijau

3.6.3.1 Proses Deproteinasi

Tahap deproteinasi menggunakan larutan NaOH 1M dengan perbandingan

1:10 (sampel : pelarut) dipanaskan pada suhu 70°C selama 60 menit, diaduk

dengan kecepatan 800 rpm. Setelah itu larutan disaring dengan penyaring
42

buchner, padatan yang tersaring dicuci dengan aquademineralisata sampai pH-nya

netral, selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 80°C selama 2 jam

(Danarto dan Distantina, 2016).

3.6.3.2 Identifikasi Deproteinasi

Filtrat yang didapat dari hasil proses deproteinasi diuji dengan pereaksi

biuret, dan xanthoptoteat. Filtrat tidak berwarna ungu dan kuning dapat

dinyatakan bebas protein (Pantjita, 2004 : 41).

3.6.3.3 Proses Demineralisasi

Tahap demineralisasi menggunakan larutan HCl 1M dengan perbandingan

1:10 (sampel : pelarut) dipanaskan pada suhu 70°C selama 60 menit, diaduk

dengan kecepatan 800 rpm. Setelah itu larutan disaring dengan penyaring

buchner, padatan yang tersaring dicuci dengan aquademineralisata sampai pH-nya

netral, selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 80°C selama 2 jam untuk

mendapatkan kitin (Danarto dan Distantina, 2016).

3.6.3.4 Identifikasi Demineralisasi

Filtrat yang didapat dari hasil proses demineralisasi diuji dengan AgNO3,

bila tidak terbentuk endapan putih maka mineral yang terkandung sudah hilang

(Pantjita, 2004 : 46).

3.6.3.5 Proses Deasetilasi

Tahap deasetilasi, kitin kering dihilangkan gugus asetilnya dengan larutan

NaOH 50% perbandingan 1:10 (sampel : pelarut) dipanaskan pada suhu 90°C

selama 120 menit, diaduk dengan kecepatan 800 rpm. Setelah itu larutan disaring

dan dicuci dengan aqua demineralisata sampai pH netral, lalu padatan dikeringkan
43

dalam oven pada suhu 80°C selama 2 jam, hasil proses ini disebut kitosan

(Danarto dan Distantina, 2016).

3.6.4 Identifikasi Kitosan

Serbuk kitosan yang diperoleh diidentifikasi dengan Spektrofotometer Infra

Merah Transformasi Fourier (FTIR) dan dihitung derajat deasetilasinya (DD).

Pengujian dilakukan di Laboratorium Fisika Fakultas MIPA Universitas Negeri

Semarang.

3.6.5 Penentuan Dosis Kitosan

Menurut Pan dkk (2016) dosis kitosan sebagai antihiperlipidemia yaitu

250 mg/kgBB tikus, 500 mg/kgBB tikus, dan 1000 mg/kgBB tikus. Dosis kitosan

yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 250 mg/kgBB tikus, 500 mg/kgBB

tikus, dan 1000 mg/kgBB tikus.

3.6.6 Dosis Pemberian Monosodium Glutamat

Dosis monosodium glutamat yang diberikan yaitu 4 g/kgBB tikus secara

oral (Soliman, 2011).

3.6.7 Pembuatan Suspensi Gemfibrozil

Larutan stock suspensi gemfibrozil dibuat dengan konsentrasi 3,747 mg/mL.

CMC-Na ditimbang sebanyak 125 mg direndam dengan air panas 2,5 mL,

didiamkan selama 10 menit sampai mengembang. Tablet gemfibrozil (@300 mg)

digerus kemudian larutan CMC-Na dicampur dengan serbuk gemfibrozil

sampai homogen, diencerkan dengan air 20 mL, dan dimasukkan ke dalam labu

takar 25,0 mL, ditambahkan air sampai tanda.


44

3.6.8 Perlakuan Hewan Uji

Sebanyak 30 ekor tikus putih jantan galur Wistar, umur 1,5 – 2 bulan, berat

badan 150 – 200 gram, diadaptasi selama 7 hari dan dibagi menjadi 6 kelompok,

tiap kelompok terdiri dari 5 ekor.

1. Pada hari ke-1, semua tikus diambil sampel darahnya melalui vena mata untuk

diukur kadar trigliserida dan aktivitas enzim katalase.

2. Diberikan perlakuan sesuai dengan kelompok masing-masing selama 14 hari

dan perlakuan diberikan secara oral.

a. Kelompok I (Kontrol Normal) : diberi CMC-Na 0,5%.

b. Kelompok II (Kontrol Negatif) : diberi CMC-Na 0,5%; satu jam kemudian

diberikan induksi monosodium glutamat 4 g/kgBB tikus.

c. Kelompok III (Kontrol Positif) : diberi gemfibrozil dosis 54 mg/kgBB

tikus; satu jam kemudian diberikan induksi monosodium glutamat

4 g/kgBB tikus.

d. Kelompok IV (Kitosan 250 mg/kgBB tikus) : diberi kitosan dosis 250

mg/kgBB tikus; satu jam kemudian diberikan induksi monosodium

glutamat 4 g/kgBB tikus.

e. Kelompok V (Kitosan 500 mg/kgBB tikus) : diberi kitosan dosis 500

mg/kgBB tikus; satu jam kemudian diberikan induksi monosodium

glutamat 4 g/kgBB tikus.

f. Kelompok VI (Kitosan 1000 mg/kgBB tikus) : diberi kitosan dosis 1000

mg/kgBB tikus; satu jam kemudian diberikan induksi monosodium

glutamat 4 g/kgBB tikus.

3. Pada hari ke-15, semua tikus diambil sampel darahnya melalui vena mata

untuk diukur kadar trigliserida dan aktivitas enzim katalase.


45

3.6.9 Cara Pengambilan Darah

Pengambilan darah dilakukan melalui vena orbitalis tikus. Pada mata tikus,

mikrohematokrit dimasukkan kepangkal sudut bola mata sambil diputar halus

kearah belakang bola mata hingga darah mengalir melalui hematokrit. Darah yang

mengalir ditampung dalam tabung sentrifuge.

3.6.10 Pengukuran Kadar Trigliserida

Pengukuran kadar trigliserida dilakukan pada tikus yang telah dipuasakan

12 jam. Darah hewan uji tikus putih jantan diambil melalui vena mata dengan

jarum hematokrit. Darah hewan uji tikus disentrifuse dengan 3000 rpm selama

10 menit. Hasil dari sentrifuse yaitu serum diukur sebanyak 10 µl, ditambahkan

1000 µl reagen trigliserida. Kemudian dihomogenkan dan diinkubasi suhu 37oC

selama 10 menit. Diukur kadar trigliserida dengan Microlab 300 & 300 LX. Hasil

yang terbaca berupa kadar trigliserida dengan satuan (mg/dL).

3.6.11 Pengukuran Aktivitas Enzim Katalase

Pengujian aktivitas enzim katalase dilakukan pada tikus yang telah

dipuasakan 12 jam. Darah tikus diambil melalui vena mata, kemudian disentrifuge

dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit dan dipisahkan serumnya. Serum

sebanyak 200 µl ditambah 6 mL substrat (pengenceran 1,5 mL H2O2 30%

menjadi 100 mL menggunakan dapar fosfat pH 7,4), diinkubasi pada suhu 37°C

selama 1 menit. Reaksi enzimatik dihentikan dengan penambahan 1,0 mL

amonium molibdat [(NH4)6 Mo7O24.4H2O)] 32,4 mM. Absorbansi dibaca dengan

menggunakan spektrofotometer UV-Visible (mini-1240) pada panjang gelombang

485 nm. Hasil yang terbaca berupa kadar enzim katalase dalam satuan (U/mL).
46

3.7 Skema Kerja Penelitian

Determinasi cangkang kerang hijau (Perna viridis L.)

Penyiapan Sampel

Serbuk cangkang kerang hijau (Perna viridis L.)

Proses deproteinasi

Identifikasi deproteinasi
Proses demineralisasi

Identifikasi demineralisasi
Proses deasetilasi

Kitosan

Uji FTIR

Gugus fungsi dan Derajat Deasetilasi

Uji Farmakologi

Penetapan aktivitas enzim katalase Penetapan kadar trigliserida

Gambar 9. Skema Kerja Penelitian


47

30 ekor tikus putih jantan galur Wistar, umur 1,5-2 bulan,


berat 150-200 gram diadaptasi selama 7 hari

Dibagi menjadi 6 kelompok, tiap kelompok terdiri dari dari 5 ekor

Diambil darah melalui vena mata pada hari ke-1, diukur kadar trigliserida
dan enzim katalase

Satu jam setelah pengambilan darah, dilakukan perlakuan sebagai berikut

Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok


I II III IV V VI
(Normal) (Kontrol (Kontrol kitosan kitosan kitosan
CMC-Na negatif) positif) dosis 250 dosis 500 dosis 1000
0,5% CMC-Na Gemfibrozi mg/kgBB mg/kgBB mg/kgBB
selama 14 0,5% l dosis 54 tikus tikus tikus
hari mg/kgBB
tikus

Satu jam kemudian diberikan induksi monosodium


glutamat 4 g/kgBB tikus dari hari ke-1
sampai hari ke-14

Diambil darah melalui vena mata pada hari ke-15, diukur kadar kadar
trigliserida dengan Microlab 300 & 300LX dan enzim katalase dengan
spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 485 nm

Analisis data menggunakan


dengan Microlab statistika
300 & 300LX

Gambar 10. Skema Kerja Uji Farmakologi


48

3.7 Analisis Data

Analisis data yang diperoleh dari pengujian dilakukan untuk mengetahui

adanya pengaruh pemberian kitosan dari cangkang kerang hijau terhadap kadar

trigliserida dan aktivitas enzim katalase secara statistika dengan SPSS 23.0.

Langkah awal dilakukan uji normalitas dan homogenitas. Jika data berdistribusi

normal dan homogen (p>0,05) maka dilakukan uji parametrik dengan uji Anava

dan bila terdapat perbedaan (p<0,05) maka dilakukan uji Pasca Anava.
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kitosan

cangkang kerang hijau (Perna viridis L.) terhadap kadar trigliserida dan aktivitas

enzim katalase, serta untuk mengetahui dosis efektif kitosan cangkang kerang

hijau yang dapat berpengaruh terhadap kadar trigliserida dan aktivitas enzim

katalase. Sampel dalam penelitian ini adalah kitosan dari cangkang kerang hijau

yang diperoleh dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Tambak Lorok Semarang.

Langkah awal, cangkang kerang hijau terlebih dahulu dideterminasi untuk

memastikan bahwa sampel yang digunakan benar dari jenis Perna viridis L.

Determinasi dilakukan di Laboratorium Ekologi dan Biosistematik Jurusan

Biologi Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro, Semarang. Hasil

menunjukkan bahwa sampel benar dari jenis Perna viridis L. (lampiran 1).

Cangkang kerang hijau yang diperoleh dibersihkan dengan air mengalir.

Tujuanya untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang masih menempel, sehingga

tidak ikut terbawa dalam bahan. Selanjutnya cangkang kerang hijau dikeringkan

dalam lemari pengering sampai kering (cangkang kerang hijau mudah

dipatahkan). Tujuanya untuk mengurangi kandungan air dalam cangkang kerang

hijau, sehingga tidak mudah ditumbuhi oleh mikroorganisme.

Cangkang kerang hijau tersebut kemudian ditumbuk lalu diblender hingga

menjadi serbuk dan diayak menggunakan ayakan 50 mesh dan 80 mesh untuk

49
50

memperoleh ukuran serbuk yang seragam dan memiliki permukaan yang lebih

luas. Semakin halus ukuran partikel serbuk cangkang kerang hijau maka luas

permukaan semakin besar sehingga kontak dengan bahan pereaksi juga semakin

besar. Proses pengayakan dilakukan untuk menyeragamkan ukuran partikel serbuk

cangkang kerang hijau (Perna viridis L.).

Proses pembuatan kitosan dari cangkang kerang hijau (Perna viridis L.)

terdiri dari 3 tahapan. Tahap pertama yaitu proses deproteinasi. Sebanyak 200

gram serbuk cangkang kerang hijau direaksikan dengan larutan NaOH 1 M

dengan perbandingan 1:10. Proses ini dilakukan dengan pemanasan pada suhu

70°C dan diaduk dengan kecepatan 800 rpm selama 60 menit kemudian

dinetralkan menggunakan aqua demineralisata dan dikeringkan menggunakan

oven suhu 80°C selama 2 jam (Danarto dan Distantina, 2016).

Tujuan dari proses deproteinasi adalah untuk pemutusan ikatan protein yang

terkandung dalam cangkang kerang hijau. Pengadukan secara kontinyu akan

mengakibatkan terjadinya tumbukan partikel serbuk dengan pereaksi NaOH

sehingga reaksi antara keduanya berlangsung maksimal, serta pemanasan dapat

membantu pemutusan ikatan protein dan mempercepat reaksi. Protein terdiri dari

asam-asam amino akan bereaksi dengan NaOH menghasilkan Na-Proteinat. Na+

akan mengikat ujung rantai protein yang bermuatan negatif sehingga akan larut

dalam pelarut natrium hidroksida (Rochima dkk., 2007). Reaksi kimia pada proses

deproteinasi disajikan pada gambar 11.


51

Gambar 11. Reaksi Kimia Deproteinasi


(Sakai dkk., 2002)

Netralisasi menggunakan aquademineralisata bertujuan untuk

memaksimalkan proses demineralisasi. Pencampuran NaOH dengan serbuk

kitosan pada proses deproteinasi akan menyebabkan suasana basa. Apabila masih

dalam kondisi basa maka kandungan NaOH sisa akan berikatan dengan HCl

sebagai pereaksi pada proses demineralisasi sehingga membentuk garam NaCl

serta akan mengakibatkan protein dan mineral dapat melekat kembali pada

permukaan molekul kitin (Hendri, 2008). Kondisi netral dapat ditunjukkan dengan

menggunakan indikator universal, dikatakan netral apabila pada kertas indikator

universal menunjukkan angka tujuh. Hasil filtrat terakhir dilakukan identifikasi

kualitatif untuk memastikan bahwa protein yang terkandung dalam serbuk sudah

hilang dengan uji biuret. Hasil yang diperoleh filtrat yang diuji dengan metode

biuret berubah menjadi warna biru dan uji xantoproteat menunjukkan larutan

jernih, sehingga dinyatakan telah bebas protein. Hasil uji identifikasi deproteinasi

dapat dilihat pada tabel 6 dan lampiran 3.


52

Tabel 6. Hasil Uji Reaksi Warna Setelah Deproteinasi

Sampel Uji Kualitatif Hasil Keterangan


Uji Biuret Warna biru Tidak mengandung
Kitosan cangkang protein
kerang hijau Uji Xantoproteat Jernih Tidak mengandung
protein
Uji Biuret Warna biru Tidak mengandung
Kontrol negatif protein
Uji Xantoproteat Jernih Tidak mengandung
protein
Uji Biuret Warna ungu Mengandung protein
Kontrol positif Uji Xantoproteat Terbentuk endapan Mengandung protein

Tahap kedua yaitu proses demineralisasi yang bertujuan untuk

menghilangkan mineral yang terkandung dalam cangkang kerang hijau.

Kandungan mineral dalam cangkang kerang hijau sebisa mungkin harus

dikurangi. Apabila kandungan mineral masih cukup besar, akan berdampak buruk

pada kualitas kitosan yang dihasilkan. Hal tersebut disebabkan oleh kandungan

mineral yang tersisa akan berikatan dengan ion-ion OH- pada proses deasetilasi,

yang pada akhirnya akan mengganggu proses pelepasan gugus asetil (Adelina,

2009). Tahap demineralisasi secara umum dilakukan dengan larutan HCl atau

asam lain seperti H2SO4 pada kondisi tertentu. Keefektifan HCl dalam melarutkan

mineral 10% lebih tinggi daripada H2SO4 (Sinardi dkk., 2013). Proses ini, serbuk

hasil deproteinasi direaksikan dengan HCl 1 M dengan perbandingan 1:10 yang

dipanaskan pada suhu 70°C dan diaduk dengan kecepatan 800 rpm selama 60

menit kemudian dinetralkan menggunakan aqua demineralisata dan dikeringkan

menggunakan oven suhu 80°C selama 2 jam (Danarto dan Distantina, 2016).

Penambahan larutan HCl akan bereaksi dengan mineral yang terkandung

dalam cangkang kerang hijau sehingga terbentuk garam yang dapat larut dalam
53

pelarut sehingga mudah dihilangkan. Ketika proses demineralisasi, gelembung-

gelembung CO2 yang dihasilkan merupakan indikator adanya reaksi antara HCl

dengan garam mineral CaCO3 dan Ca3(PO4)2 (Sinardi dkk., 2013). Reaksi kimia

pada proses demineralisasi disajikan pada gambar 12.

CaCO3(s) + 2HCl(aq) CaCl2(aq) + CO2 + H2O2(g)

Ca3(PO4)2(s) + 6HCl(aq) 3CaCl2(aq) + 2H3PO4(aq)

Gambar 12. Reaksi Kimia Demineralisasi


(Purwitasari, 2013)

Filtrat terakhir yang diperoleh diuji dengan larutan perak nitrat (AgNO3),

bila sudah tidak terbentuk endapan putih maka ion Cl- dalam larutan sudah tidak

ada lagi, hasil dari proses demineralisasi adalah kitin (Marganof, 2003). Hasil

yang diperoleh menunjukkan filtrat yang diuji tidak terbentuk endapan putih,

sehingga dinyatakan bebas dari mineral. Hasil uji identifikasi demineralisasi dapat

dilihat pada tabel 7 dan lampiran 3.

Tabel 7. Hasil Uji Reaksi Warna Setelah Demineralisasi

Sampel Hasil Pengamatan Kesimpulan


Kontrol negatif Jernih Tidak mengandung mineral
Kontrol positif Endapan putih Mengandung mineral
Kitosan kerang hijau Jernih Tidak mengandung mineral

Tahap ketiga yaitu proses deasetilasi. Serbuk hasil demineralisasi

direaksikan dengan NaOH 50% perbandingan 1:10 dipanaskan pada suhu 90°C

dan diaduk dengan kecepatan 800 rpm selama 2 jam kemudian dinetralkan

menggunakan aqua demineralisata dan dikeringkan menggunakan oven suhu 80°C

selama 2 jam (Danarto dan Distantina, 2016). Serbuk hasil proses deasetilasi

disebut kitosan. Tujuan dilakukan proses deasetilasi adalah untuk menghilangkan


54

gugus asetil yang ada pada kitin. Deasetilasi adalah proses pengubahan gugus

asetil (-NHCOCH3) menjadi gugus amina (-NH2) (Hastuti dan Tulus, 2015).

Reaksi kimia pada proses deasetilasi dapat dilihat pada gambar 13.

Gambar 13. Reaksi Kimia Deasetilasi


(Majekodunmi, 2016)

Reaksi pembentukan kitosan dari kitin merupakan reaksi hidrolisis suatu

amida oleh suatu basa. Kitin bertindak sebagai amida dan NaOH sebagai basanya.

Mula-mula terjadi reaksi adisi, pada proses ini gugus OH- masuk ke dalam gugus

NHCOCH3 kemudian terjadi eliminasi gugus CH3COO- sehingga dihasilkan suatu

amina yaitu kitosan (Mahatmanti, 2001). Kandungan kitin pada limbah kulit

kerang hijau 20-30% dimana dengan kandungan kitin tersebut limbah kerang

memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan sebagai kitosan (Danarto dan

Distantina, 2016).

Tujuan dari penghilangan gugus asetil adalah untuk mengurangi halangan

ruang (sterik) sehingga dihasilkan produk yang molekulnya lebih sederhana. Oleh

karena itu, kitosan lebih reaktif dibandingkan kitin serta memudahkan kelarutan
55

kitosan karena bentuk kitosan masih memiliki banyak gugus asetil (-COCH3)

tidak larut dalam sebagian besar pelarut kimiawi. Proses deasetilasi akan

meningkatkan gugus amina (-NH2) yang terdapat di dalamnya sehingga lebih

mudah larut dalam pelarut asam encer. Kereaktifan kitosan dipengaruhi oleh

gugus amina (-NH2) kitosan yang berpengaruh terhadap derajat deasetilasinya.

Rendemen diperoleh dari perbandingan antara berat kering kitosan cangkang

kerang hijau yang dihasilkan dengan berat bahan baku cangkang kerang hijau

(Zahiruddin dkk., 2008). Rendemen kitosan cangkang kerang hijau dapat dilihat

pada tabel 8.

Tabel 8. Rendemen Kitosan Cangkang Kerang Hijau (Perna viridis)

Setelah Setelah Setelah


Penimbangan Rendemen
No deproteinasi demineralisasi deasetilasi
awal (gram)
(gram) (gram) (gram)
1. 200 g 175,225 g 87,572 g 45,820 g 22,91 %

Rendemen diperoleh dari perbandingan antara berat kering kitosan

cangkang kerang hijau yang dihasilkan dengan berat bahan baku cangkang kerang

hijau (Zahiruddin dkk., 2008). Rendemen kitosan yang diperoleh sebesar 22,91 %.

Kitosan yang terbentuk diidentifikasi dengan Spektrofotometer FTIR (Fourier

Transform Infra Red). Uji FTIR dilakukan di Laboratorium Fisika Fakultas MIPA

Universitas Negeri Semarang (Lampiran 6). Uji FTIR berguna untuk mengetahui

gugus fungsi utama yang terdapat pada kitosan. Gugus hidroksil (OH) dan gugus

amina (NH2) menjadi titik yang perlu diperhatikan karena kedua gugus tersebut

mengindikasikan hilangnya gugus asetil atau menunjukkan adanya kitosan. Hasil

analisis kuantitatif spektrum FTIR yang didapat digunakan untuk menghitung

derajat deasetilasi (DD). Penentuan derajat deasetilasi dilakukan dengan analisis


56

FTIR, dalam analisisnya FTIR akan mendeteksi gugus-gugus fungsi yang terdapat

dalam kitosan (Suptijah, 2006). Spektrum FTIR untuk kitosan baku dan kitosan

sampel dapat dilihat pada gambar 14 dan 15.

24 1320.02cm-1, 19.50%T
24 1262.27cm-1, 21.25%T

23
C-O
22 C-H ulur
21
3446.62cm-1, 13.78%T
20

%T 19 2343.02cm-1, 22.57%T
C=O
18

17

16 N-H amina
15 2875.69cm-1, 16.89%T
617.11cm-1, 21.20%T
14
14
4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500450
cm-1 1031.05cm-1, 15.05%T
1076.12cm-1, 14.53%T

897.57cm-1, 20.96%T

1424.03cm-1, 19.05%T

1155.88cm-1,
1670.74cm-1, 17.11%T 16.08%T

Gambar 14. Spektra FTIR Baku Kitosan Udang

C-H ulur

C-O

C=O

N-H amina

Gambar 15. Spektra FTIR Kitosan Cangkang Kerang Hijau (Perna viridis)
57

Hasil analisis kuantitatif spektrum FTIR yang didapat digunakan untuk

menghitung derajat deasetilasi (DD). Derajat deasetilasi kitosan dapat diukur

dengan berbagai metode dan yang paling lazim digunakan adalah metode garis

dasar (base line) spektroskopi IR oleh Sabins dan Block (1997) yang merupakan

metode garis dasar terbaru. Transmitan pada bilangan gelombang yang diinginkan

ditentukan dengan memperbandingkan jarak antara dasar pita dan puncak pita

pada bilangan gelombang yang diinginkan tersebut.

Absorbansi dihitung pada panjang gelombang 3450 cm-1 (serapan gugus

hidroksil) dan 1655 cm-1 (serapan pita amida-I), maka derajat deasetilasi (DD)

dapat dihitung dengan rumus.

DD = 100 - [(A1655 /A3450) X 100 / 1.33] x 100%

A 1655 dan A 3450 adalah absorbansi pada 1655 cm-1 dari pita amida-I sebagai

ukuran kandungan gugus N-asetil dan 3450 cm-1 dari pita hidroksil sebagai

standar internal untuk memperbaiki ketebalan film atau untuk Perbedaan

komposisi bubuk kitosan. Faktor `1.33 ' melambangkan nilai rasio A 1655 / A

3450 untuk kitosan N-asetilasi sepenuhnya. Diasumsikan bahwa nilai rasio ini

adalah nol untuk kitosan deasetilasi sepenuhnya dan ada hubungan linier antara

kandungan gugus N-asetil dan absorbansi pita amida-I (Khan dkk., 2002).

Pada hasil spektra FTIR kitosan cangkang kerang hijau (Perna viridis L.)

gambar 15 terlihat adanya pita serapan khas untuk kitosan yang terdapat pada

bilangan gelombang 3444,00 cm-1 yang menunjukkan adanya ikatan hidrogen dari

gugus –OH yang tumpang tindih dengan rentangan -NH. Pita serapan pada

2978,39 cm-1 merupakan vibrasi ulur dari gugus C-H alkana menunjukkan bahwa

masih ada gugus asetamida (NH-COCH3), serapan C=O pada bilangan gelombang
58

1795,87 dan serapan C-O pada bilangan gelombang 1082,45. Pita-pita serapan

kitosan sampel (gambar 15) agak berbeda dari baku kitosan (gambar 14)

dikarenakan sampel yang digunakan adalah kerang hijau sedangkan baku adalah

udang.

Berdasarkan hasil perhitungan FTIR didapatkan derajat deasetilasi kitosan

sebesar 76,67%. Hal tersebut menunjukkan bahwa gugus asetil yang terdapat pada

rantai polimernya masih cukup besar. Semakin tinggi derajat deasetilasi kitosan

maka jumlah gugus amina (NH2) pada rantai molekul kitosan juga tinggi sehingga

kitosan dikatakan semakin murni. Hasil perhitungan derajat deasetilasi kitosan

sebesar 76,67%, artinya bahwa hanya sekitar 76,67% residu kitin yang telah

terdeasetilasi menjadi kitosan. Kitosan dapat digunakan sebagai bahan farmasi

jika memiliki derajat deasetilasi hingga lebih dari 70% (Astanto, 2012).

Berdasarkan teori tersebut, kitosan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai

bahan farmasi.

Hasil FTIR yang diperoleh menunjukkan bahwa cangkang kerang hijau

positif mengandung senyawa kitosan. Tahap selanjutnya adalah uji efek

pemberian kitosan cangkang kerang hijau terhadap kadar trigliserida dan aktivitas

enzim katalase pada hewan uji. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini

adalah tikus putih jantan galur Wistar usia 1,5-2 bulan berat badan 150-200 g.

Hewan uji ini dipilih karena tikus mempunyai respon biologis yang hampir mirip

dengan manusia, faktor stress lebih kecil dibanding kelinci, ukuran tikus lebih

besar dari pada mencit, selain itu juga faktor kematian tikus pada saat

pengambilan darah juga lebih jarang terjadi dibandingkan mencit.


59

Tikus yang digunakan berkelamin jantan karena tikus jantan tidak

mengalami siklus hormonal yang berhubungan dengan metabolisme di dalam

tubuh hewan uji sehingga tidak mempengaruhi penelitian, seperti masa esterus

dan masa bunting (Pribadi, 2008). Tikus yang digunakan berusia 1,5-2 bulan dan

berat badan 150-200 g karena pada kondisi ini tikus masih dalam taraf

pertumbuhan yang optimal. Apabila tikus terlalu muda fungsi organ belum

berkerja secara sempurna sedangkan apabila tikus terlalu tua terjadi penurunan

fungsi organ (Kusumawati, 2004 : 84).

Tikus diadaptasikan terlebih dahulu selama selama 7 hari dengan

pemberian pakan standart dan minum ad libitum. Adaptasi dilakukan agar hewan

uji tidak liar ketika akan dilakukan perlakuan dan membiasakan hewan uji pada

lingkungan yang baru. Proses adaptasi ini juga dapat mengurangi stres dari tikus

putih yang dapat mempengaruhi hasil dari penelitian (Juheini, 2002).

Dalam pengukuran kadar trigliserida dan aktivitas enzim katalase digunakan

darah tikus diambil melalui vena mata karena cara ini hanya membutuhkan sedikit

peralatan. Selain itu sampel darah yang didapat lebih besar dan kemungkinan

terjadinya hemolisis kecil dibandingkan melalui vena ekor. Sebelum pengambilan

darah, tikus dipuasakan selama 12 jam untuk menjaga agar kadar trigliserida

darah dan aktivitas enzim katalase darah stabil. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Plownan (1987 : 91), bahwa sebelum pengambilan darah, tikus perlu dipuasakan

selama 10-14 jam. Tindakan ini dilakukan agar tidak terdapat perubahan kadar

trigliserida darah dan aktivitas enzim katalase darah karena asupan makanan.
60

Perlakuan hewan uji diawali dengan orientasi dosis monosodium glutamat

sebagai senyawa penginduksi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Soliman

(2011), MSG dengan dosis 4 mg/gBB tikus secara oral dapat meningkatkan kadar

trigliserida dan menurunkan aktivitas enzim katalase. Dosis monosodium

glutamat yang digunakan sebagai orientasi induksi adalah 2 g/kgBB, 4 g/kgBB,

dan 6 g/kgBB secara oral. Hasil orientasi menunjukkan bahwa induksi

monosodium glutamat dosis 4 g/kgBB selama 14 hari dapat menyebabkan

peningkatan kadar trigliserida dan penurunan aktivitas enzim katalase.

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian sebanyak 30 ekor tikus yang

dibagi menjadi 6 kelompok, yang masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor

tikus yang terdiri dari kelompok I (kontrol normal CMC-Na 0,5%), kelompok II

(kontrol negatif monosodium glutamat 4 g/kgBB), kelompok III (kontrol positif

gemfibrozil 54 mg/kgBB tikus), dan 3 kelompok perlakuan dengan menggunakan

kitosan cangkang kerang hijau (Perna viridis L.) dengan dosis 250 mg/kgBB

tikus, 500 mg/kgBB tikus, dan 1000 mg/kgBB tikus secara oral. Semua kelompok

mendapatkan perlakuan yang sama dalam hal makan, minum dan tempat

pemeliharaan.

Penelitian ini dilakukan selama 15 hari, dimana 14 hari semua kelompok

mendapatkan perlakuan induksi sesuai pembagian kelompoknya, serta dilakukan

pengambilan darah dan pengukuran kadar trigliserida dan aktivitas enzim katalase

pada hari ke-1, ke-11 dan ke-15. Hari ke-15 menunjukkan hasil bahwa dosis

kitosan dan kontrol positif gemfibrozil telah mampu mempertahankan kadar

trigliserida dan aktivitas enzim katalase pada tikus yang diinduksi monosodium

glutamat sebanding dengan kelompok normal.


61

CMC-Na digunakan sebagai suspending agent karena untuk melarutkan

gemfibrozil maupun kitosan yang tidak dapat larut dalam air. Konsentrasi CMC-

Na sebagai suspending agent adalah sebesar 0,1-1%, dalam penelitian ini

menggunakan konsentrasi CMC-Na 0,5%. Penggunaan kontrol normal bertujuan

untuk mengetahui kadar normal trigliserida dan aktivitas enzim katalase sebelum

dilakuakan perlakuan dan membandingkanya dengan kelompok perlakuan kitosan

cangkang kerang hijau (Perna viridis L.). Selain itu kontrol normal juga

digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh lingkungan dan kondisi

pemeliharaan terhadap peningkatan atau penurunan kadar trigliserida dan aktivitas

enzim katalase.

Dalam penelitian ini menggunakan varian dosis kitosan cangkang kerang

hijau (Perna viridis L.) 250 mg/kgBB tikus, 500 mg/kgBB tikus, dan 1000

mg/kgBB. Karena pada penelitian sebelumnya dosis tersebut dapat digunakan

sebagai antihiperlipidemia (Pan dkk., 2016). Sehingga hal tersebut yang menjadi

alasan mengunakan dosis 250 mg/kgBB tikus, 500 mg/kgBB tikus, dan 1000

mg/kgBB tikus untuk uji kitosan cangkang kerang hijau (Perna viridis L.).

Semua hewan uji pada hari pertama diukur kadar trigliserida dan aktivitas

enzim katalase. Selanjutnya penginduksian dengan monosodium glutamat serta

perlakuan penginduksian sesuai kelompok mulai dilakukan dari hari ke-1 sampai

dengan hari ke-14, kecuali pada kelompok kontrol normal. Pada hari ke-15 semua

hewan uji diukur kadar trigliserida dan aktivitas enzim katalase. Hasil rerata

pengukuran kadar trigliserida pada semua kelompok hewan uji dapat dilihat pada

tabel 9 dan gambar 16.


62

Tabel 9. Rerata Kadar Trigliserida (mg/dL) pada hari 1 dan 15


Hari ke-1 Hari ke-15
Kelompok
X ± SD X ± SD
Kelompok I 69,40 ± 11,80 75,40 ± 8,50
Kelompok II 59,40 ± 17,13 187,80 ± 10,28
Kelompok III 61,20 ± 6,76 78,60 ± 6,88
Kelompok IV 59,20 ± 12,46 131,20 ± 10,76
Kelompok V 69,80 ± 10,04 82,40 ± 6,91
Kelompok VI 67,60 ± 11,01 73,40 ± 10,55
Keterangan :
Kelompok I : Kontrol Normal diberi CMC Na 0,5%.
Kelompok II : Kontrol Negatif diberi CMC Na 0,5% dan diinduksi monosodium glutamat
4g/kg BB tikus.
Kelompok III : Kontrol Positif diberi Gemfibrozil 54 mg/kgBB tikus dan diinduksi monosodium
glutamat 4g/kg BB tikus.
Kelompok IV : Diberi kitosan cangkang kerang hijau 250 mg/kgBB tikus dan diinduksi
monosodium glutamat 4g/kg BB tikus.
Kelompok V : Diberi kitosan cangkang kerang hijau 500 mg/kgBB tikus dan diinduksi
monosodium glutamat 4g/kg BB tikus.
Kelompok VI : Diberi kitosan cangkang kerang hijau 1000 mg/kgBB tikus dan diinduksi
monosodium glutamat 4g/kg BB tikus.
Hari ke- 1 : Kadar trigliserida awal sebelum perlakuan
Hari ke-15 : Kadar trigliserida setelah perlakuan selama 14 hari

Gambar 16. Rerata Kadar Trigliserida Tikus Hari ke-1 dan Hari ke-15
Keterangan :
Kelompok I : Kontrol Normal diberi CMC Na 0,5%.
Kelompok II : Kontrol Negatif diberi CMC Na 0,5% dan diinduksi monosodium glutamat
4g/kg BB tikus.
Kelompok III : Kontrol Positif diberi Gemfibrozil 54 mg/kgBB tikus dan diinduksi monosodium
glutamat 4g/kg BB tikus.
Kelompok IV : Diberi kitosan cangkang kerang hijau 250 mg/kgBB tikus dan diinduksi
monosodium glutamat 4g/kg BB tikus.
Kelompok V : Diberi kitosan cangkang kerang hijau 500 mg/kgBB tikus dan diinduksi
monosodium glutamat 4g/kg BB tikus.
Kelompok VI : Diberi kitosan cangkang kerang hijau 1000 mg/kgBB tikus dan diinduksi
monosodium glutamat 4g/kg BB tikus.
Hari ke- 1 : Kadar trigliserida awal sebelum perlakuan
Hari ke-15 : Kadar trigliserida setelah perlakuan selama 14 hari
63

Berdasarkan tabel 9 dan gambar 16, rerata kadar trigliserida pada hari ke-1

memperlihatkan hasil antara 42-84 mg/dL. Hasil tersebut menunjukkan nilai

normal kadar trigliserida tikus sesuai literatur (Giknis dan Clifford, 2008 : 8) yaitu

20-114 mg/dL. Pengukuran kadar trigliserida pada hari ke-15 memperlihatkan

adanya kenaikan pada kelompok kontrol negatif. Rerata kadar trigliserida paling

tinggi terdapat pada kelompok kontrol negatif. Kadar trigliserida kelompok

kontrol negatif terbukti meningkat sebesar 187,80 mg/dL. Hal tersebut dapat

membuktikan bahwa monosodium glutamat 4 g/kgBB tikus dapat meningkatkan

kadar trigliserida. Kelompok kontrol positif dan ketiga varian dosis kitosan

cangkang kerang hijau (Perna viridis L.) pada hari ke-15 juga menunjukkan

adanya peningkatan kadar trigliserida, tetapi lebih rendah dari pada kelompok

kontrol negatif. Kelompok perlakuan yang diberikan kitosan cangkang kerang

hijau (Perna viridis L.) selama 14 hari dengan dosis 250, 500 dan 1000 mg/kgBB

tikus menunjukkan adanya penurunan kadar trigliserida dan kelompok dosis 1000

mg/kgBB tikus menunjukan hasil penurunan kadar trigliserida terendah

dibandingkan semua kelompok perlakuan.

Kelompok normal terdapat sedikit peningkatan antara hari ke-1 dengan hari

ke-15. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengaruh lingkungan eksternal tidak

mempengaruhi kadar trigliserida tikus. Faktor eksternal tersebut meliputi

stressing, makanan, minuman dan suspensi CMC-Na yang digunakan.

Kadar trigliserida yang telah diperoleh selanjutnya diuji secara statistika

dengan SPSS 23. Langkah awal dilakukan uji normalitas dan homogenitas. Uji

normalitas, diketahui bahwa data kadar trigliserida berdistribusi normal (p>0,05)

dan pada uji homogenitas menunjukkan bahwa varian data bersifat homogen

(p>0,05). Selanjutnya dilakukan uji One-Way Anova dengan taraf kepercayaan


64

95%. Uji One-Way Anova bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya

perbedaan kadar trigliserida antar kelompok perlakuan. Hasil uji One-Way Anova

kadar trigliserida pada hari ke-1 (sebelum perlakuan) menunjukkan adanya

perbedaan yang tidak signifikan dengan nilai p=0,504. Hal ini menunjukkan

bahwa sebelum mendapatkan perlakuan, tikus memiliki kondisi yang sama.

Hasil uji One-Way Anova kadar trigliserida pada hari ke-15 (setelah

perlakuan) menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan dengan nilai p=0,000

yang berarti bahwa terdapat perbedaan kadar trigliserida yang bermakna diantara

semua kelompok penelitian. Selanjutnya dilakukan Pasca Anova yaitu uji Post-

hoc LSD untuk mengetahui perbedaan kadar trigliserida antara kelompok

penelitian. Hasil uji post-hoc LSD dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10. Hasil Uji Post Hoc LSD Rerata Kadar Trigliserida Hari Ke-15

Pengujian antar Kelompok Sig. Keterangan


Kelompok I vs Kelompok II 0,000 Berbeda signifikan
Kelompok I vs Kelompok III 0,585 Berbeda tidak signifikan
Kelompok I vs Kelompok IV 0,000 Berbeda signifikan
Kelompok I vs Kelompok V 0,237 Berbeda tidak signifikan
Kelompok I vs Kelompok VI 0,732 Berbeda tidak signifikan
Kelompok II vs Kelompok III 0,000 Berbeda signifikan
Kelompok II vs Kelompok IV 0,000 Berbeda signifikan
Kelompok II vs Kelompok V 0,000 Berbeda signifikan
Kelompok II vs Kelompok VI 0,000 Berbeda signifikan
Kelompok III vs Kelompok IV 0,000 Berbeda signifikan
Kelompok III vs Kelompok V 0,517 Berbeda tidak signifikan
Kelompok III vs Kelompok VI 0,377 Berbeda tidak signifikan
Kelompok IV vs Kelompok V 0,000 Berbeda signifikan
Kelompok IV vs Kelompok VI 0,000 Berbeda signifikan
Kelompok V vs Kelompok VI 0,132 Berbeda tidak signifikan
Keterangan :
Kelompok I : Kontrol Normal diberi CMC Na 0,5%.
Kelompok II : Kontrol Negatif diberi CMC Na 0,5% dan diinduksi monosodium glutamat
4g/kg BB tikus.
Kelompok III : Kontrol Positif diberi Gemfibrozil 54 mg/kgBB tikus dan diinduksi monosodium
glutamat 4g/kg BB tikus.
Kelompok IV : Diberi kitosan cangkang kerang hijau 250 mg/kgBB tikus dan diinduksi
monosodium glutamat 4g/kg BB tikus.
Kelompok V : Diberi kitosan cangkang kerang hijau 500 mg/kgBB tikus dan diinduksi
monosodium glutamat 4g/kg BB tikus.
Kelompok VI : Diberi kitosan cangkang kerang hijau 1000 mg/kgBB tikus dan diinduksi
monosodium glutamat 4g/kg BB tikus.
65

Hasil uji Post-hoc LSD pada tabel 10 memperlihatkan pada kelompok

kontrol normal jika dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif menunjukkan

hasil berbeda signifikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa induksi monosodium

glutamat berhasil, karena dapat meningkatkan kadar trigliserida. Kelompok

kontrol normal jika dibandingkan dengan kelompok kontrol positif, kelompok

kitosan dosis 500 dan 1000 mg/kgBB tikus menunjukkan hasil yang berbeda tidak

signifikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kelompok kontrol positif, kelompok

kitosan 500 dan 1000 mg/kgBB tikus dapat mempertahankan kadar trigliserida

sesuai dengan kadar trigliserida kelompok kontrol normal.

Perbandingan antar kelompok kontrol negatif dan kelompok kontrol positif

menunjukkan hasil yang berbeda signifikan. Hal tersebut membuktikan bahwa

gemfibrozil dosis 54 mg/kgBB tikus dapat mempertahankan kadar trigliserida.

Sedangkan jika kelompok kontrol negatif dibandingkan dengan kelompok kitosan

dosis 250, 500 dan 1000 mg/kgBB menunjukkan hasil yang berbeda signifikan.

Hal tersebut membuktikan bahwa kitosan dosis 250, 500 dan 1000 mg/kgBB

dapat berpengaruh mempertahankan kadar trigliserida pada tikus yang diinduksi

monosodium glutamat. Perbandingan kelompok kontrol positif dengan kelompok

kitosan dosis 250 mg/kgBB tikus menunjukkan hasil berbeda signifikan. Hal

tersebut menjelaskan bahwa kitosan dosis 250 mg/kgBB tikus dalam

mempertahankan kadar trigliserida tidak lebih baik dibandingkan dengan

kelompok kontrol positif gemfibrozil dosis 54 mg/kgBB tikus. Sedangkan

kelompok kontrol positif jika dibandingkan dengan kelompok kitosan dosis 500

dan 1000 mg/kgBB tikus menunjukkan hasil berbeda tidak signifikan. Hal

tersebut menjelaskan bahwa kitosan dosis 500 dan 1000 mg/kgBB tikus dalam

mempertahankan kadar trigliserida sebanding dengan kelompok kontrol positif


66

gemfibrozil dosis 54 mg/kgBB tikus. Hal ini menjadi dasar dalam pemilihan dosis

efektif kitosan pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kitosan dengan dosis

500 mg/kgBB tikus merupakan dosis efektif yang dapat mempertahankan kadar

trigliserida sebanding dengan kelompok positif.

Pengujian selanjutnya adalah pengukuran aktivitas enzim katalase pada

tikus yang diinduksi monosodium glutamat. Pemberian monosodium glutamat

secara terus-menerus dan dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan

munculnya radikal bebas. Radikal bebas dalam tubuh diredam oleh antioksidan

endogen, salah satunya adalah enzim katalase. Enzim katalase memiliki peran

utama dalam mengontrol konsentrasi H2O2 dengan menangkap dan menguraikan

H2O2 menjadi H2O dan O2, sehingga H2O2 sebagai radikal bebas di dalam sel

dapat menjadi zat yang kurang reaktif dan bersifat non toksik (Zainuri dan

Wanandi, 2012).

Aktivitas enzim katalase diuji pada serum hasil sentrifugasi darah tikus yang

juga diukur kadar trigliseridanya. Pengujian aktivitas katalase dilakukan dengan

menambahkan H2O2 pada dapar fosfat yang ditambahkan serum dengan

diinkubasi dalam suhu 37°C selama 1 menit. Hidrogen peroksida diasumsikan

sebagai radikal bebas dan dapar fosfat adalah cairan dalam tubuh, dan dilakukan

inkubasi pada suhu 37°C selama satu menit yang diasumsikan sebagai suhu tubuh

dimana enzim katalase mengalami aktivitas optimal untuk menguraikan hidrogen

peroksida menjadi air pada pendiaman selama satu menit. Serum akan bereaksi

dengan H2O2 di mana reaksi akan berlangsung secara berantai sehingga

ditambahkan ammonium molibdat untuk menghentikan reaksi (Goth, 1991). Hasil

rerata pengukuran kadar enzim katalase sesuai perlakuan disajikan pada tabel 11

dan gambar 17.


67

Tabel 11. Rerata Aktivitas Enzim Katalase (U/mL) pada hari 1 dan 15
Hari ke-1 Hari ke-15
Kelompok
X ± SD X ± SD
Kelompok I 20,72 ± 3,20 19,87 ± 2,86
Kelompok II 20,86 ± 3,74 8,78 ±1,95
Kelompok III 17,78 ± 2,29 18,29 ±1,01
Kelompok IV 20,99 ± 3,14 11,61 ± 1,56
Kelompok V 19,49 ± 0,98 18,23 ±1,37
Kelompok VI 19,92 ± 2,34 19,28 ± 1,92
Keterangan :
Kelompok I : Kontrol Normal diberi CMC Na 0,5%.
Kelompok II : Kontrol Negatif diberi CMC Na 0,5% dan diinduksi monosodium glutamat
4g/kg BB tikus.
Kelompok III : Kontrol Positif diberi Gemfibrozil 54 mg/kgBB tikus dan diinduksi monosodium
glutamat 4g/kg BB tikus.
Kelompok IV : Diberi kitosan cangkang kerang hijau 250 mg/kgBB tikus dan diinduksi
monosodium glutamat 4g/kg BB tikus.
Kelompok V : Diberi kitosan cangkang kerang hijau 500 mg/kgBB tikus dan diinduksi
monosodium glutamat 4g/kg BB tikus.
Kelompok VI : Diberi kitosan cangkang kerang hijau 1000 mg/kgBB tikus dan diinduksi
monosodium glutamat 4g/kg BB tikus.
Hari ke- 1 : Aktivitas enzim katalase awal sebelum perlakuan
Hari ke-15 : Aktivitas enzim katalase setelah perlakuan selama 14 hari

Gambar 17. Rerata Aktivitas Enzim Katalase Tikus Hari ke-1 dan Hari ke-15
Keterangan :
Kelompok I : Kontrol Normal diberi CMC Na 0,5%.
Kelompok II : Kontrol Negatif diberi CMC Na 0,5% dan diinduksi monosodium glutamat
4g/kg BB tikus.
Kelompok III : Kontrol Positif diberi Gemfibrozil 54 mg/kgBB tikus dan diinduksi monosodium
glutamat 4g/kg BB tikus.
Kelompok IV : Diberi kitosan cangkang kerang hijau 250 mg/kgBB tikus dan diinduksi
monosodium glutamat 4g/kg BB tikus.
Kelompok V : Diberi kitosan cangkang kerang hijau 500 mg/kgBB tikus dan diinduksi
monosodium glutamat 4g/kg BB tikus.
Kelompok VI : Diberi kitosan cangkang kerang hijau 1000 mg/kgBB tikus dan diinduksi
monosodium glutamat 4g/kg BB tikus.
Hari ke- 1 : Aktivitas enzim katalase awal sebelum perlakuan
Hari ke-15 : Aktivitas enzim katalase setelah perlakuan selama 14 hari
68

Berdasarkan tabel 11 dan gambar 17, rerata aktivitas enzim katalase pada

hari ke-1 memperlihatkan hasil antara 17-21 U/mL. Pengukuran aktivitas enzim

katalase pada hari ke-15 memperlihatkan adanya penurunan pada kelompok

kontrol negatif. Rerata aktivitas enzim katalase paling rendah terdapat pada

kelompok kontrol negatif. Aktivitas enzim katalase terbukti menurun sebesar 8,78

U/mL. Hal tersebut membuktikan bahwa monosodium glutamat dosis 4 g/kgBB

tikus dapat menurunkan aktivitas enzim katalase. Kelompok kontrol positif dan

ketiga varian dosis kitosan cangkang kerang hijau (Perna viridis L.) pada hari ke-

15 juga menunjukkan adanya penurunan aktivitas enzim katalase, tetapi tidak

setinggi kelompok kontrol negatif. Kelompok perlakuan yang diberikan kitosan

selama 14 hari dengan dosis 250, 500 dan 1000 mg/kgBB tikus menunjukkan

adanya peningkatan aktivitas enzim katalase dan kelompok dosis 1000 mg/kgBB

tikus menunjukan hasil peningkatan enzim katalase tertinggi dibandingkan semua

kelompok perlakuan.

Pada kelompok normal terdapat sedikit penurunan antara hari ke-1 dengan

hari ke-15. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengaruh lingkungan eksternal tidak

mempengaruhi aktivitas enzim katalase tikus. Faktor eksternal tersebut meliputi

stressing, makanan, minuman dan suspensi CMC-Na yang digunakan.

Aktivitas enzim katalase yang telah diperoleh selanjutnya diuji secara

statistika dengan SPSS 23. Langkah awal dilakukan uji normalitas dan

homogenitas. Pada uji normalitas, diketahui bahwa data aktivitas enzim katalase

berdistribusi normal (p>0,05) dan pada uji homogenitas menunjukkan bahwa

varian data bersifat homogen (p>0,05). Selanjutnya dilakukan uji One-Way Anova

dengan taraf kepercayaan 95%. Uji One-Way Anova bertujuan untuk mengetahui

ada atau tidaknya perbedaan aktivitas enzim katalase antar kelompok perlakuan.
69

Hasil uji One-Way Anova aktivitas enzim katalase pada hari ke-1 (sebelum

perlakuan) menunjukkan adanya perbedaan yang tidak signifikan dengan nilai

p=0,578. Hal ini menunjukkan bahwa sebelum mendapatkan perlakuan, tikus

memiliki kondisi yang sama. Hasil uji One-Way Anova aktivitas enzim katalase

pada hari ke-15 (setelah perlakuan) menunjukkan adanya perbedaan yang

signifikan dengan nilai p=0,000 yang berarti bahwa terdapat perbedaan kadar

trigliserida yang bermakna diantara semua kelompok penelitian. Selanjutnya

dilakukan Pasca Anova yaitu uji Post-hoc LSD untuk mengetahui perbedaan

aktivitas enzim katalase antara kelompok penelitian. Hasil uji post-hoc LSD dapat

dilihat pada tabel 12.

Tabel 12. Hasil Uji Post Hoc LSD Rerata Aktivitas Enzim Katalase Hari Ke-15

Kelompok Sig. Hasil


Kelompok I vs Kelompok II 0,000 Berbeda signifikan
Kelompok I vs Kelompok III 0,197 Berbeda tidak signifikan
Kelompok I vs Kelompok IV 0,000 Berbeda signifikan
Kelompok I vs Kelompok V 0,180 Berbeda tidak signifikan
Kelompok I vs Kelompok VI 0,622 Berbeda tidak signifikan
Kelompok II vs Kelompok III 0,000 Berbeda signifikan
Kelompok II vs Kelompok IV 0,025 Berbeda signifikan
Kelompok II vs Kelompok V 0,000 Berbeda signifikan
Kelompok II vs Kelompok VI 0,000 Berbeda signifikan
Kelompok III vs Kelompok IV 0,000 Berbeda signifikan
Kelompok III vs Kelompok V 0,959 Berbeda tidak signifikan
Kelompok III vs Kelompok VI 0,416 Berbeda tidak signifikan
Kelompok IV vs Kelompok V 0,000 Berbeda signifikan
Kelompok IV vs Kelompok VI 0,000 Berbeda signifikan
Kelompok V vs Kelompok VI 0,387 Berbeda tidak signifikan
Keterangan :
Kelompok I : Kontrol Normal diberi CMC Na 0,5%.
Kelompok II : Kontrol Negatif diberi CMC Na 0,5% dan diinduksi monosodium glutamat
4g/kg BB tikus.
Kelompok III : Kontrol Positif diberi Gemfibrozil 54 mg/kgBB tikus dan diinduksi monosodium
glutamat 4g/kg BB tikus.
Kelompok IV : Diberi kitosan cangkang kerang hijau 250 mg/kgBB tikus dan diinduksi
monosodium glutamat 4g/kg BB tikus.
Kelompok V : Diberi kitosan cangkang kerang hijau 500 mg/kgBB tikus dan diinduksi
monosodium glutamat 4g/kg BB tikus.
Kelompok VI : Diberi kitosan cangkang kerang hijau 1000 mg/kgBB tikus dan diinduksi
monosodium glutamat 4g/kg BB tikus.
70

Hasil uji Post-hoc LSD pada tabel 12 memperlihatkan pada kelompok

kontrol normal jika dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif menunjukkan

hasil berbeda signifikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa induksi monosodium

glutamat berhasil, karena dapat menurunkan aktivitas enzim katalase. Kelompok

kontrol normal jika dibandingkan dengan kelompok kontrol positif, kelompok

kitosan dosis 500 dan 1000 mg/kgBB tikus menunjukkan hasil yang berbeda tidak

signifikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kelompok kontrol positif, kitosan

500 dan 1000 mg/kgBB tikus dapat mempertahankan aktivitas enzim katalase

sesuai dengan aktivitas enzim katalase kelompok kontrol normal.

Perbandingan antar kelompok kontrol negatif dan kelompok kontrol positif

menunjukkan hasil yang berbeda signifikan. Hal tersebut membuktikan bahwa

gemfibrozil dosis 54 mg/kgBB dapat mempertahankan aktivitas enzim katalase.

Sedangkan jika kelompok kontrol negatif dibandingkan dengan kelompok kitosan

dosis 250, 500 dan 1000 mg/kgBB menunjukkan hasil yang berbeda signifikan,

hal ini membuktikan bahwa kitosan dosis 250, 500 dan 1000 mg/kgBB dapat

berpengaruh mempertahankan aktivitas enzim katalase pada tikus yang diinduksi

monosodium glutamat.

Perbandingan kelompok kontrol positif dengan kelompok kitosan dosis 250

mg/kgBB tikus menunjukkan hasil berbeda signifikan. Hal tersebut menjelaskan

bahwa kitosan dosis 250 mg/kgBB tikus dalam mempertahankan aktivitas enzim

katalase tidak lebih baik dibandingkan dengan kelompok kontrol positif

gemfibrozil dosis 54 mg/kgBB tikus. Sedangkan kelompok kontrol positif jika

dibandingkan dengan kelompok kitosan dosis 500 dan 1000 mg/kgBB tikus
71

menunjukkan hasil berbeda tidak signifikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa

kitosan dosis 500 dan 1000 mg/kgBB tikus dalam mempertahankan aktivitas

enzim katalase sebanding dengan kelompok kontrol positif gemfibrozil dosis

54 mg/kgBB tikus. Hal ini menjadi dasar dalam pemilihan dosis efektif kitosan

pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kitosan dengan dosis 500 mg/kgBB

tikus merupakan dosis efektif yang dapat mempertahankan aktivitas enzim

katalase sebanding dengan kelompok kontrol positif.

Pada penelitian ini kelompok kontrol positif mendapatkan perlakuan

induksi suspensi Gemfibrozil 54 mg/kgBB. Pemilihan dosis gemfibrozil ini

berdasarkan penelitian sebelumnya yang memperlihatkan bahwa dosis gemfibrozil

54 mg/kgBB tikus dapat menurunkan kadat trigliserida dan HDL tikus yang

diinduksi diet tinggi lemak (Wulandari dkk, 2015). Gemfibrozil merupakan salah

satu obat golongan turunan asam fibrat. Fibrat menurunkan trigliserida melalui

stimulasi oksidasi asam lemak yang diperantarai PPARα, meningkatkan sintesis

LPL, dan menurunkan ekspresi apo C-III. Peningkatan LPL akan meningkatkan

bersihan lipoprotein kaya-trigliserida. Berkurangnya produksi apo C-III di hati,

yang berfungsi sebagai inhibitor proses lipolisis dan bersihan yang diperantarai

reseptor, dapat meningkatkan bersihan VLDL. Peningkatan HDL yang

diperantarai fibrat terjadi karena stimulasi ekspresi apo A-I dan apo A-II oleh

PPARα (Goodman dan Gilman, 2007 : 966). Selain dapat menurunkan kadar

trigliserida, gemfibrozil juga memiliki aktivitas antioksidan dan antiinflamasi

(Mohammadi dkk., 2017). Efek tersebut dapat terjadi dikarenakan gemfibrozil


72

dapat mengaktivasi PPARα (peroxisome proliferator activated receptor alpha).

Aktivasi PPARα tersebut berpotensi sebagai antioksidan dan antiinflamasi

didalam tubuh (Olukman dkk., 2010).

Peningkatan kadar trigliserida dan penurunan aktivitas enzim katalase

diakibatkan oleh monosodium glutamat. Kadar MSG yang berlebihan akan

menyebabkan jumlah asam glutamat di dalam tubuh meningkat. Jumlah asam

glutamat yang berlebih di dalam tubuh menyebabkan asam glutamat tidak dapat

digunakan dalam proses sintesis protein, melainkan akan menjadi radikal bebas di

dalam tubuh (Tawfik dan Al Badr, 2012).

Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pemberian MSG yang

berlebihan memperlihatkan adanya disfungsi metabolik berupa peningkatan kadar

glukosa darah, trigliserida, insulin dan leptin. Keadaan tersebut disebabkan karena

terjadinya stres oksidatif dalam tubuh berupa peningkatan kadar hiperperoksidasi

lipid dan penurunan bahan-bahan antioksidan (Diniz dkk., 2005).

Radikal bebas adalah suatu atom yang memiliki sebuah elektron yang tidak

berpasangan di orbital sebelah luar. Zat ini sangat reaktif dan dapat mencetuskan

reaksi berantai dengan mengekstraksi sebuah elektron dari molekul di dekatnya

untuk melengkapi orbitalnya sendiri. Radikal bebas adalah oksidan yang sangat

reaktif, karena radikal bebas merupakan senyawa yang memiliki satu atau lebih

elektron tidak berpasangan pada orbital luarnya. Senyawa tersebut selalu berusaha

untuk menyerang komponen seluler seperti lipid, lipoprotein, protein, karbohidrat,

RNA dan DNA (Dawn dkk., 2000 : 45).


73

Kerusakan oksidatif atau kerusakan akibat radikal bebas dalam tubuh pada

dasarnya dapat diatasi oleh antioksidan endogen diantaranya adalah enzim

katalase, glutathione peroxidase, glutathione s-transferase dan superoxide

dismutase (Reynertson, 2007 : 112). Jenis radikal bebas yang berasal dari senyawa

oksigen, sering disebut Radical Oxygen Species (ROS). ROS yang umum

terbentuk meliputi anion superoksida (O2ˉ), hidrogen peroksida (H2O2), radikal

peroksil (ROOˉ), dan radikal hidroksil yang sangat reaktif (OHˉ) (Khaira, 2010).

Adanya radikal bebas dalam jumlah yang berlebih didalam tubuh akan

memperberat kerja enzim antioksidan untuk mengkatalis radikal bebas sehingga

menekan aktivitas enzim antioksidan salah satunya enzim katalase. Sehingga

dibutuhkan antioksidan tambahan dari luar atau antioksidan eksogen untuk

menetralkan radikal bebas yang terbentuk (Winarsi, 2012).

Pemberian kitosan cangkang kerang hijau (Perna viridis L.) dapat

mempertahankan kadar trigliserida dan aktivitas enzim katalase pada tikus karena

kitosan tersebut berperan sebagai antioksidan. Peningkatan kadar trigliserida dapat

terjadi karena adanya penurunan aktivitas enzim lipoprotein lipase (LPL) yang

dipicu oleh karena adanya radikal bebas yang akan mengganggu hidrolisis

trigliserida (Barutu, 2016). Kitosan dapat meningkatkan aktivitas enzim LPL

dengan cara menangkap radikal bebas, sehingga tidak mengganggu aktivitas

enzim LPL, dimana enzim tersebut berfungsi untuk proses hidrolisis trigliserida.

Kondisi tersebut disebabkan karena kitosan dapat memperbaiki metabolisme lipid

hati dengan cara menormalkan reseptor PPARα (Pan dkk., 2016). Hal tersebut
74

membuktikan bahwa mekanisme kitosan cangkang kerang hijau (Perna viridis L.)

dalam mempertahankan kadar trigliserida dan aktivitas enzim katalase mirip

dengan gemfibrozil. Kitosan juga memiliki aktivitas antioksidan yang juga

dimiliki oleh obat Gemfibrozil.

Kitosan memiliki aktivitas antioksidan dengan mekanisme pengikatan

radikal bebas oleh kitosan. Proses penangkapan radikal bebas oleh kitosan

memiliki mekanisme menangkap radikal bebas dan mendonorkan elektron

sehingga radikal bebas menjadi bentuk senyawa yang lebih stabil (Barutu, 2016).

Berdasarkan struktur kimianya, kitosan memiliki gugus amina (NH2) pada

C-2, hidroksil (OH) primer pada C-6 dan gugus hidroksil sekunder pada C-3.

Kitosan berperan sebagai scavenger radikal bebas yang memiliki gugus hidroksil

(OH-) pada cincin aromatik. Kitosan akan berperan sebagai penyumbang elektron

dengan mengikat radikal bebas menjadi radikal stabil dan tidak mengambil

elektron-elektron yang ada di sekitar membran sel (Amic dan Beslo, 2003).

Selain memiliki mekanisme sebagai antioksidan, kitosan juga memiliki

mekanisme sebagai serat dalam tubuh. Peningkatan kadar trigliserida dalam tubuh

dapat dicegah dengan penambahan serat pada bahan makanan sehari-hari (Diniz

dkk., 2005). Kitosan merupakan biopolimer yang bersifat biodegradable dan tidak

diserap tubuh. Dalam dunia kesehatan kitosan dikenal sebagai absorben dalam

menurunkan kadar lemak (Pagala dan Nur, 2010). Bahan pangan yang tidak

terserap (contoh serat) dapat berpengaruh menurunkan kadar trigliserida dalam

darah (Winarno, 2008 : 81).


75

Kitosan dapat mengikat lemak dalam tubuh menjadi massa yang besar,

sehingga tubuh tidak dapat menyerap dan meningkatkan ekskresinya bersama

feses (Lamiaa dan Barakat, 2011). Terikatnya molekul lipid diharapkan mampu

mengurangi masuknya lipid berlebih dalam peredaran darah. Selain dapat

mengendalikan kadar lipid dalam darah, kitosan juga mampu mencegah terjadinya

aterosklerosis atau pengapuran pembuluh darah. Kemampuan kitosan sebagai

antioksidan dapat dimanfaatkan dalam mencegah terjadinya pengapuran

pembuluh darah yang disebabkan oleh lipid yang teroksidasi oleh radikal bebas

dan kerusakan jaringan oleh radikal bebas (Wei dan Wenshui, 2015).
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka simpulan yang

dapat diambil sebagai berikut :

1. Pemberian kitosan cangkang kerang hijau (Perna viridis L.) dapat

mempertahankan kadar trigliserida dan aktivitas enzim katalase pada tikus

yang diinduksi monosodium glutamat.

2. Dosis efektif kitosan cangkang kerang hijau (Perna viridis L.) yang dapat

mempertahankan kadar trigliserida dan aktivitas enzim katalase pada tikus

yang diinduksi monosodium glutamat adalah dosis 500 mg/kgBB tikus.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka peneliti menyarankan :

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efek toksik akut, sub kronis

dan kronis kitosan dari cangkang kerang hijau (Perna viridis L.) jika

digunakan dalam jangka waktu yang lama.

2. Perlu dilakukan lebih lanjut mengenai uji cemaran logam berat serta uji

karakteristik kitosan dari cangkang kerang hijau (Perna viridis L.).

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pemanfaatan kitosan dari

cangkang kerang hijau (Perna viridis L.) dalam bentuk sediaan farmasi

sehingga mempermudah dalam penggunaanya.

76
DAFTAR PUSTAKA

Aam, B.B., Ellinor, B.H., Anne, L.N., Morten, S., Kjell, M.V., and Vincent,
G.H.E. 2010. Production of Chitooligosaccharides and Their Potential
Applications in Medicine. Review Marine Drug. 8 : 1482 – 1517.

Adam, J. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarat : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Adelina, P. 2009. Pemanfaatan Kitosan dari Cangkang Rajungan Pada Proses


Adsorbsi Logam NiSO4. Skripsi. Depok : Fakultas Teknik Program Pasca
Sarjana Teknik Kimia UI.

Agusnar, H. 2006. Pemanfaatan Kulit Udang (Penaues monodon) Sebagai Kitosan


dan Turunannya Untuk Menurunkan Konsentrasi Ion Logam Ni dan Cr
dengan Ekstraksi Fase Padat sebagai Sumber Air Bersih. Disertasi.
Sumatera Utara : Universitas Sumatera Utara.

Ahluwalia, P., Tewari, K., and Choudhary, P. 1996. Studies On the Effect of
Monosodium Glutamate (MSG) on Oxidative Stress in Erythrocyte of Adult
Male Mice. Toxicol Lett. 84 : 161 – 165.

Amic, D., and Beslo, D. 2003. Structure-Radical Scavenging Activity


Relationships of Flavonoids. CCACCA. 76. (1) : 55 – 61.

Amri, K. 2003. Budi Daya Udang Windu. Jakarta : PT Agro Media Pustaka.

Astanto, A.T.H. 2012. Perbandingan Aktivitas Penurunan Kadar Asam Urat Dari
Kitosan Kulit Udang Windu (Penaeus monodon) dan Cangkang Keong Mas
(Pomacea canaliculat) Secara In Vitro. Skripsi. Semarang : STIFAR
Yayasan Pharmasi Semarang.

Azhar, M., Efendi, J., Syofyeni, E., Lesi, M.R., dan Novalina, S. 2010. Pengaruh
Konsentrasi NaOH dan KOH Terhadap Derajat Deasetilasi Kitin dari
Limbah Kulit Udang. Eksakta. (1).

Barutu, A.L. 2016. Efek Suplementasi Kitosan dan Tepung Kunyit (Curcuma
Domestica Val.) sebagai Aditif Pakan terhadap Kadar Trigliserida dan
Malondialdehyde (MDA) Darah Ayam Broiler. Tesis. Sumedang : Fakultas
Peternakan Universitas Padjadjaran.

Champagne, L.M. 2002. The Synthesis of Water Soluble N-acyl Chitosan


Derivates for Characterization as Antibacterial Agents. Disertasi. Lousiana :
B.S. Xavier University of Lousiana.

77
78

Christian, G.D. 2004. Analytical Chemistry Sixth. New York : John Wiley and
Sons.

Danarto, Y.C., and Distantina, S. 2016. Optimizing Deacetylation Process for


Chitosan Production from Green Mussel (Perna viridis) Shell. American
Institute of Physics. 1710. (030028) : 1-7.

Dawn, M.B., Marks, A.D., dan Smith, C.M. 2000. Biokimia Kedokteran dasar :
sebuah pendekatan klinis. Edisi 1. Jakarta : EGC.

Depkes RI. 2010. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta : Depkes RI.

Diniz, Y.S., Faine, L.A., Galhardi, C.M., Rodrigues, H.G., Ebaid, G.X., Burneiko,
R.C., et al. 2005. Monosodium Glutamate In Standard And High-fiber Diets
Metabolic Syndrome And Oxidative Sterss In Rats. Nutrition. 21 : 49 – 55.

Dirjen POM Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope


Indonesia. Edisi 4. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Eshmat, M.E., Mahasri, G., dan Rahardja, B.S. 2014. Analisis Kandungan Logam
Berat Timbal (Pb) dan Cadmium (Cd) pada Kerang Hijau (Perna viridis L.)
di Perairan Ngemoh Kabupaten Gresik Jawa. Jurnal Ilmiah Perikanan dan
Kelautan. 6. (1).

Farombi, E.O., and Onyema, O.O. 2006. Monosodium Glutamate Induced


Oxidative Damage and Genotoxicity in the Rat : Modulatory Role of
Vitamin C and Vitamin E. Food and Nutrition Sciences. 3 : 651 – 659.

Filbert. Koleangan, H.S.J., Runtuwene, M.R.J., Kamu, S.V. 2014. Penentuan


Aktivitas Antioksidan Berdasarkan Nilai IC50 Ekstrak Metanol dan Fraksi
Hasil Partisinya pada Kulit Biji Pinang Yaki (Areca vestiaria Giseke).
Jurnal MIPA UNSRAT. 3. (2) : 149-154.

Firdaus, U.A., Khoriyah, W., dan Alziyah, N.A.K. 2009. Pemanfaatan CaCO3
dalam Kulit Udang sebagai Absorben Limbah Logam Berat pada Perairan.
Makalah. Malang : Jurusan Kimia Program Studi Pendidikan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri
Malang.

Firyanto, R., Soebiyono, dan Rif’an, M. 2016. Pemanfaatan Kitosan dari Limbah
Cangkang Kerang Hijau (Perna viridis) sebagai Adsorban Logam Cu.
Jurnal Fakultas Teknik UNTAG Semarang. 23. (1) : 1 – 6.

Ganong, W.F. 1992. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 14. Jakarta : ECG.

Giknis, M.L.A., and Clifford, C.B. 2008. Clinical Laboratory Parameters for Crl
: WI (Han). Wilmington : Charles River Laboratories.
79

Goodman dan Gilman. 2007. Dasar Farmakologi Terapi. Edisi 10. Jakarta : EGC.

Gohel, V., Vyas, P., and Chhatpar, H.S. 2006. Activity Staining Method of
Chitinase on Chitin Agar Platethrough Polyacrylamide Gel Electrophoresis.
African Journal of Biotechnology. (4) : 87 – 90.

Goth, L. 1991. A Simple Method for Determination of Serum Catalase Activity


and Revision of Reference Range. Clinica Cemica Acta. (196) : 143 – 152.

Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.
Jakarta : ECC.

Halliwell, B., and Gutteridge, J.M.C. 2015. Free Radicals in Biology and
Medicine. Edisi 5. New York : Oxford University Press.

Harmita. 2006. Analisis Fisika Kimia. Jakarta : Departemen Farmasi FMIPA-UI.

Harti, A.S., dan Soebiyanto. 2017. Biokimia Kesehatan, Biokimia Dasar untuk
Profesi Kesehatan. Jakarta : CV Trans Info Media.

Hastuti, B., dan Tulus, N. 2015. Sintesis Kitosan Dari Cangkang Kerang Bulu
(Anadara inflata) Sebagai Adsorben Ion Cu2+. Dalam Risalah Seminar
Nasional Kimia Dan Pendidikan Kimia VII. Surakarta : Fakultas Kimia
Universitas Negeri Surakarta.

Hendri, J. 2008. Tehnik Deproteinasi Kulit Rajungan (Portubus pelagious) secara


Enzimatik dengan Menggunakan Bakteri Pseudomonas aeruginosa untuk
Pembuatan Polimer Kitin dan Deasetilasinya. Skripsi. Lampung :
Universitas Lampung.

Herfindal, E.T., and Gourley, D.R. 2000. Textbook of Therapeutics : Drugs and
Disease Management. USA : Williams & Wilkins.

Herliana, P. 2010. Potensi Khitosan Sebagai Anti Bakteri Penyebab Periodontitis.


Jurnal UI Untuk Bangsa Seri Kesehatan, Sains, dan Teknologi. (1) : 12 –
24.

Hikmawati dan Kastawi. 2015. Pengetahuan Tentang Avertebrata. Malang : Jica.

Hinoi, E., Takarada, T., Ueshima, T., Tsuchihashi, Y., and Yoneda, Y. 2004.
Glutamate Signaling in Peripheral Tissues. Eur. J. Biochem. 271 : 1 – 13.

Hirano, S. 1986. Chitin and Chitosan Ulmann’s Encyclopedia of Industrial


Chemistry. Republickaof Germany. 6 : 231 – 232.

IFIC, 2015. Glutamate and Monosodium Glutamate : Examining the Myths.


Washington DC : International Food Information Council Foundation.
80

Iswara, I., dan Yonata, A. 2016. Efek Toksik Konsumsi Monosodium Glutamate.
Jurnal Majority. 5. (3).

Jeffs, A.G., Holland, R.C., Hooker, S.H., and Hayden, B.J. 2009. Overview and
Bibliography of Research on the Greenshell Mussel, Perna canaliculus,
From New Zealand Waters. Journal of Shellfish Research. 18. (2) : 347 –
360.

Juheini. 2002. Pemanfaatan Herba Seledri (Apium graveolens L.) Untuk


Menurunkan Kolesterol dan Lipid Dalam Darah Tikus Putih Yang Diet
Tinggi Kolesterol Dan Lemak. Makara Sains. 6. (2) : 65 – 69.

Kaban, J. 2009. Modifikasi Kimia dari Kitosan dan Aplikasi Produk yang
Dihasilkan. Pidato Pengukuhan Guru Besar. Kimia FMIPA USU Medan.

Kaya, M., Cakman, S.Y., Baran, T., Ozusaglam, A.M., Mentes, A., and Tozak,
O.K. 2014. New Chitin, Chitosan, and O-Carboxymethyl Chitosan Sources
fromResting Eggs of Daphnia longispina (Crustacea); with Physicochemical
Characterization, and Antimicrobial and Antioxidant Activities.
Biotechnology and Bioprocess Engineering. 19 : 58-69.

Kaya, M., Dudakli, F., Ozusaglam, A.M., Yavuz, S.C., Baran, T., and Mentes,
A.,S. 2016. Porous and nanofiber α-chitosan obtained from blue crab
(Callinectes sapidus) tested for antimicrobial and antioxidant activities.
LWT - Food Science and Technology. (65) : 1109-1117.

Katzung, B.G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta : Medika.

Kemenkes RI. 2014. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta : Kemenkes RI.

Khaira, K. 2010. Menangkal Radikal Bebas dengan Anti Oksidan. Jurnal Saintek.
2. (2) : 183-187.

Khan, T.A., Peh, K.K. and Chang, H.S. 2002. Reporting Degree of Deacetylation
Vales of Chitosan : The Influence of Analitycal Methods. J.Pharm. Sci. 5.
(3) : 205 – 212.

Kumirska, J. 2010. Application of Spectroscopic Methods for Structural Analysis


of Chitin and Chitosan. Mar. Drugs. 8 : 1567 – 1636.

Kurita, K. 2001. Controlled functionalization of the polysaccharide chitin.


Progress in Polimer Science. 26 : 1921-1971.

Kusumawati, D. 2004. Bersahabat dengan Hewan Coba. Yogyakarta : UGM


Press.
81

Lamiaa., and Barakat, A.A. 2011. Hypolipidemic and Antiatherogenic Effects


Dietary Chitosan and Wheatbran in High Fat – High Cholestrol Fed Rats.
Australian Journal of Basic and Applied Sciences. 5. (10) : 30-37.

Linder, M.C. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Jakarta : UI Press.

Loliger, J. 2000. Function and Importance of Glutamate for Savory of Foods. The
Journal of Nutrition. 30. (9) : 15 – 20.

Mahatmanti, F.W. 2001. Study Adsorben Logam Seng (II) dan Timbal (II) pada
Kitosan dan Kitosan Sulfat dari Kulit Udang Windu (Phenaus monodon).
Tesis. Yogyakarta : UGM.

Mahley, R.W., dan Bersot, T.P. 2003. Terapi Obat untuk Hiperkolesterolemia dan
Dislipidemia. Dalam Goodman dan Gilman, A. (Ed.). Farmakologi Terapi.
Jakarta : ITB.

Majekodunmi, S. O. 2016. Current Development of Extraction, Characterization


and Evaluation of Properties Chitosan and Its Use in Medicine and
Pharmaceutical Industry. American Journal of Polymer Science. 6. (3): 86-
91.

Malik, V.B.T., and Ahluwalia, P. 1994. Studies on the Effect of Monosodium


Glutamate (MSG) on Various Fractions of Lipids and Carbohydrate
Metabolic Enzyme in Liver and Blood of Adult Male Mice. Toxicol Lett.
74 : 69 – 77.

Marganof. 2003. Potensi Limbah Udang Sebagai Penyerap Logam Berat (Timbal,
Cadmium, dan Tembaga) di Perairan. Tesis. Bogor : Fakultas Pasca Sarjana
Institut Pertanian Bogor.

Matheis, T., Amos, K., dan Meny, S., 2006. Khitosan dari Limbah Kulit Udang
Windu (Panacus monodon) sebagai Adsorben Fenol. Journal Alchemy. 5.
(1) : 23-30.

Mohammadi, Y., Khodayar, J.M., Hemmati, A., and Mansouri, E. 2017. The
Preventive Role of Gemfibrozil on Bleomycin-Induced Lung Injury and
Fibrosis in Rats. Jundishapur J Nat Pharm Prod. 12. (3).

Mulja, M. dan Suharman. 1995. Analisis Instrumental. Surabaya : Airlangga


Press.

Murray, R.K., Granner, D.K., dan Rodwell, V.W. 2003. Biokimia Harper. Edisi
25. Jakarta : EGC.

_________________________________________. 2006. Biokimia Harper. Edisi


26. Jakarta : EGC.
82

Murray, R.K., Daryl, K.G., dan Victor, W.R. 2009. Biokimia Harper. Edisi 27.
Jakarta : EGC.

Olukman, M., Sezer, D.E., Ulker, S., Sozmen, E.Y., and Cınar, M.G. 2010.
Fenofibrate Treatment Enhances Antioxidant Status and Attenuates
Endothelial Dysfunction in Streptozotocin-Induced Diabetic Rats.
Experimental Diabetes Research. 2010. (10).

Pagala, M.A., dan Nur, I. 2010. Pengaruh kitosan asal cangkang udang terhadap
kadar lemak dan kolesterol darah itik. Jurnal Warta Wiptek. 18. (1) : 26 –
31.

Pan, H., Yang, Q., Huang, G., Ding, C., Cao, P., Huang, L., et al. 2016.
Hypolipidemic Effects of Chitosan and its Derivatives in Hyperlipidemic
Rats Induced by a High Fat Diet. Food and Nutrition Research. 60. (3) : 1 –
12.

Pantjita, H. 2004. Ikhtisar Biokimia Dasar. Jakarta : Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia.

Pavlovic, V., Pavlovic, D., Kocic, G., Sokolovic, D., Sarac, M., and Jovic, Z.
2009. Ascorbic Acid Modulates Monosodium Glutamate Induced
Cytotoxicityin Rat Thymus. Bratisl. Lek. Listy. 110. (4) : 205 – 209.

Park, C.H., Choi, S.H., and Piao, Y. 2000. Glutamate and Aspartate Impaire
Memory Retention and Damage Hypothalamic Neurons in Adultmice.
Toxicol. Lett. 115 : 117 – 125.

Plownan, P.N. 1987. Endocrynology and Metabolic Disease. Toronto : John


Wiley and Sons.

Pribadi, G.A. 2008. Penggunaan Mencit dan Tikus sebagai Hewan Model
Penelitian Nikotin. Skripsi. Bogor : Fakultas Peternakan ITB.

Pujiastuti. 2001. Adsorben Limbah Zat Warna Tekstil Jenis Procion Rex MX 8b
Oleh Kitosan dan Kitosan Sulfat Hasil Deasetilasi Kitin Cangkang Bekicot
(Achatina fullica). Skripsi. Solo : Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret.

Purnawan, C., Aprilita, N. H., Kartini, I., dan Sugiharto, E. 2009. Kajian
Parameter Deasetilasi Kitin Dari Cangkang Udang Berdasarkan Karakter
Spektra Infra Merah (IR). Surakarta : Universitas Sebelas Maret.

Purwaningsih, W., dan Karlina, I. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta :


Nuha Medika Press.

Purwantiningsih, S. 2009. Kitosan Sumber Biomaterial Masa Depan. Bogor : IPB


Press.
83

Purwitasari, B. 2013. Perbandingan Kitosan Cangkang Kerang Kepah (Meretrix


meretrix) dan Cangkang Bekicot (Achanita fulica) Terhadap Penurunan
Kadar asam urat Secara In Vitro. Skripsi. Semarang : STIFAR Yayasan
Pharmasi Semarang.

Razali, R. 2015. Monosodium Glutamat (MSG) dan Efek Neurotoksisitasnya Pada


Sistem Saraf Pusat. Banda Aceh : Fakultas Kedokteran Universitas Syiah
Kuala.

Reynertson, K.A. 2007. Phytochemical Analysis of Bioactive Constituens from


Edible Myrtaceae Fruit. New York : The City University of New York.

Rinaudo, M. 2006. Chitin and Chitosan : Properties and Applications. Progress in


Polymer Science. 31 : 603 – 632.

Roberts, A.M., and Taylor, G.A. 1992. Improveved Method for IR Determination
of The Degree of N-Acetylation of Chitosan. J. Biol Macromol. 2 : 166-169.

Rochima, E., Maggy T.S., Dahrul S., dan Sugiyono. 2007. Viskositas dan Berat
Molekul Kitosan Hasil Reaksi Enzimatis Kitin Deasetilase Isolat Bacillus
Papandayan. Dalam Risalah Seminar Nasional dan Kongres Perhimpunan
Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI). Bandung : Teknologi Pangan
Indonesia.

Rochmasari, Y. 2011. Studi Isolasi dan Penentuan Struktur Molekul Senyawa


Kimia dalam Fraksi Netral Daun Jambu Biji Australia (Psidium guajava L.).
Skripsi. Depok : Universitas Indonesia.

Roy, A., and Pahan, K,. 2009. Gemfibrozil Stretching Arms Beyond Lipid
Lowering. Immunopharmacol Immunotoxical. 31. (3) : 339 – 351.

Sa’adah, S. 2010. Materi Pokok Zoolologi Invertebrata. Bandung : Universitas


Islam Sunan gunung Djati Bandung.

Sabins, S., and Block, L.H. 1997. Improved Infrared Spectroscopic Method for
The Analysis of Degree of n-Deacetylation of Chitosan. Polymer Bulletin.
39 : 67-71.

Sakai, Y., Hayano, K., Yoshioka, H., Fujieda, T., and Saito, K. 2002. Chitosan
Coating of Cellulosic Materials Using an Aqueous Chitosan CO2 Solution.
Polym Journal. 34 : 144 – 148.

Sastrohamidjojo, H. 1991. Spektroskopi. Yogyakarta : Liberty.

Shahidi, F., Arachchi, J. K. V., and Jeon. Y. J. 1999. Food Appplications of Chitin
and Chitosans. Trends in Food Science and Technoogy. 10 : 37-51.
84

Shahidi, F and Abuzaytoun, R. 2005. Chitin, Chitosan, And Co-Products :


Chemistry, Production, Applications, And Health Effects. Advances In
Food And Nutrition Research. (49).

Sinardi., Soewondo, P., dan Notodarmojo, S. 2013. Pembuatan, Karakterisasi, dan


Aplikasi Kitosan dari Cangkang Kerang Hijau (Mytulus virdis inneaus)
sebagai Koagulan Penjer-nih Air. Konferensi Nasional. 7 : 33 - 38.

Smaolin, L.A., and Grosvenor, M.B. 1997. Nutrition Science and Applications.
Edisi 2. New York : Saunders College Publishing.

Soliman, A.M. 2011. Extract of Coelatura Aegyptiaca, a Freshwater Clam,


Ameliorates Hepatic Oxidative Stress Induced by Monosodium Glutamate
in Rats. African Journal of Pharmacy and Pharmacology. 5. (3) : 398 - 408.

Sugita, P. 2009. Kitosan Sumber Biomaterial Masa Depan. Bogor : IPB Press.

Suhartono, M.T. 2006. Pemanfaatan Kitin, Kitosan, Kitooligosakarida.


Foodreview. 1. (6) : 30 - 33.

Sulistia, G.G,. 2005. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta : Gaya Baru.

Suptijah, P. 2006. Dekskriptif Karakterisik dan Aplikasi Kitin-Khitosan.


Prosiding Seminar Nasional Kitin Kitosan. Bogor : Departemen Hasil
Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Suryanto, D. dan Yurnaliza. 2005. Eksplorasi Bakteri Kitinolitik : Keragaman


Genetik Gen Penyandi Kitinase Pada Berbagai Jenis Bakteri dan
Pemanfaatannya. Medan : USU.

Suwignyo, S. 2005. Avertebrata Air. Edisi 1. Jakarta : Penebar Swadaya.

Suyatna, F.D. 2007. Hipolipidemik. Dalam Gunawan, S.G., Setiabudy, R., dan
Naafrialdi, E. (Ed.). (2007). Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta :
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

Syamsudin. 2013. Nutrasetikal. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Tawfik, M.S., and Al-Badr, N. 2012. Adverse Effect of Monosodium glutamat on


Liver and Kidney Function in Adult Rats and Potential Protective Effect of
Vitamin C and E. Food and Nutrition Sciences. (3) : 651-659.

U.S Departement of Health and Human Services. 2001. Third Report of the
National Cholesterol Education Program (NCEP) Expert Panel on
Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Cholesterol in Adult
(Adult Teratment Panel III). USA : Department of Health and Human
Services.
85

Vakily, J.M. 1989. The Biology and Culture of Genus Perna. ICLARM : Studies
and Reviews.

Walker, R., and Lupien, J.R. 2000. The Safety Evaluation of Monosodium
Glutamate. Journal Nutr. 130 : 1049 –1052.

Wei, Z., and Wenshui, X. 2015. Effect on Lipid Lowering and Antioksidant
Activities of Chitosan. International Journal of Biological Macromolecul.
(73) : 1402-1405.

Wells, B.G., Dipiro, J.T., Schwinghammer, C.D. 2009. Pharmacotherapy


Handbook Seventh Edition. US : The Mc Graw- Hill Componies.

Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Edisi 1. Bogor : M-Brio Press.

Winarsi, H., Wijayanti, S.P.M., dan Purwanto, A. 2012. Aktivitas Enzim


Superoksida Dismutase, Katalase, dan Glutation Peroksidase Wanita
Penderita Sindrom Metabolik. MKB. 44. (1) : 7-12.

World Health Organization. 2014. Commission on Ending Childhood Obesity.


Geneva : Departement of Noncommunicable Disease Surveillance.

Wulandari, L.R., Susilowati,S., dan Amelya, S. 2015. Pengaruh Kombinasi


Ekstrak Etanol Daun Sirsak dan Gemfibrozil Terhadap Kadar Trigliserida
dan HDL Tikus yang Diinduksi Pakan Tinggi Lemak. Prosiding Seminar
Nasional Peluang Herbal Sebagai Alternatif Medicine. Semarang :Fakultas
Farmasi Universitas Wahid Hasyim.

Yonata, A., dan Iswara, I. 2016. Efek Toksik Konsumsi Monosodium Glutamate.
Majority. 5. (3) : 100.

Yudhapratama, E. 2010. Penentuan Keberadaan Zat Aditif pada Plastik Kemasan


Melalui Perlakuan Pemanasan pada Spektrometer IR. Bandung : UPI.

Zahiruddin, W., Ariesta, A., dan Salamah, E. 2008. Karakteristik Mutu dan
Kelarutan Kitosan dari Ampas Silase Kepala Udang Windu (Penaeus
monodon). Buletin Teknologi Hasil Perikanan. 11. (2) : 25 – 29.

Zahrawardani, D., Herlambang, S.K., dan Anggraheny, D.H. 2013. Analisis


Faktor Risiko Kejadian Penyakit Jantung Koroner di RSUP Dr.Kariadi
Semarang. Jurnal Kedokteran Muhammadiyah. 2. (1) 18-19.

Zainuri, M., dan Wanandi, S.I. 2012. Aktivitas Spesifik Manganese Superoxide
Dismutase (MnSOD) dan Katalase pada Hati Tikus yang Diinduksi
Hipoksia Sistemik : Hubungannya dengan Kerusakan Oksidatif. Media
Litbang Kesehatan. 22. (2).
Lampiran 1. Surat Keterangan Determinasi

86
Lampiran 2. Hasil Determinasi Cangkang Kerang Hijau

87
Lampiran 3. Proses Pembuatan Kitosan Cangkang Kerang Hijau (Perna
viridis L.)

Serbuk cangkang kerang hijau Deproteinasi Demineralisasi

Proses Netralisasi Deasetilasi

pH Netral Pengeringan dengan Oven Serbuk Kitosan

88
Lampiran 4. Hasil Deproteinasi, Demineralisasi dan Deasetilasi Cangkang
Kerang Hijau (Perna viridis L.)

Serbuk Kering Hasil Deproteinasi

Serbuk Kering Hasil Demineralisasi (kitin)

Serbuk Kering Hasil Deasetilssi (kitosan)

89
Lampiran 5. Hasil Uji Identifikasi Kualitatif

Kontrol Kontrol
Identifikasi Perlakuan Kitosan Ket.
Negatif Positif
Deproteinasi Biuret : Filtrat Aquadest Kuning Filtrat hasil
+ NaOH 10% telur deproteinasi
+ CuSO4 ayam negatif
 Warna ungu mengandung
artinya positif protein.
protein.
(Pantjita, 2004 :
41)

Biru Biru Ungu

Xanthoproteat: Filtrat Aquadest Kuning Filtrat hasil


+ HNO3(p) telur deproteinasi
 Endapan ayam negatif
putih artinya mengandung
positif protein. protein.
(Pantjita, 2004 :
41)

Jernih Jernih Endapan


Putih

Demineralisasi + AgNO3 Filtrat Aqua Air Filtrat hasil


 Endapan demineralisata mineral demineralisasi
putih, artinya negatif
ion Cl- yang mengandung
berikatan mineral.
dengan Ca+
membentuk
garam CaCl
belum hilang.
(Pantjita, 2004 :
46) Jernih Jernih Endapan
putih

90
Lampiran 6. Perhitungan Rendemen

Bobot cangkang kerang hijau kering = 3,4 kg

Bobot serbuk kasar cangkang kerang hijau = 2,8 kg

Bobot serbuk halus cangkang kerang hijau = 2,5 kg

Bobot penimbangan awal = 200 g

Bobot serbuk hasil deasetilasi (kitosan) = 45,820 g

Bobot kitosan
% Rendemen = x 100%
Bobot serbuk cangkang kerang hijau

45,820 g
% Rendemen hasil deasetilasi = x 100% = 22,91 %
200 g

91
Lampiran 7. Surat Keterangan Pengujian FTIR

92
Lampiran 8. Perhitungan Derajat Deasetilasi Kitosan Cangkang Kerang
Hijau dengan Metode Baseline

A1655 100
%DD = [100 – ( x )] %
A3450 1,33

DF 20,96
A1655 = log = log = 0,09
DE 16,9

AC 31,81
A3450 = log = log = 0,29
AB 16,26

0,09 100
%DD = [100 – ( x )] %
0,29 1,33

= 100 – 23,33

= 76,67 %

93
Lampiran 9. Alat Pengujian

Spektrofotometer Fourier Transform Infrared (FTIR)

Microlab LX & LX300

Spektrofotometer UV-VIS

94
Lampiran 10. Tabel Konversi

Mencit Tikus Marmot Kelinci Kera Anjing Manusia


20 g 200 g 400 g 1,5 g 4 kg 12 kg 70 Kg
Mencit
1,0 7,0 7,0 27,8 64,1 124,2 387,9
20 g
Tikus
0,14 1,0 1,74 3,9 9,2 17,8 56,0
200 g
Marmot
0,08 0,57 1,0 2,25 5,2 10,2 31,5
400 g
Kelinci
0,04 0,25 0,44 1,0 2,4 4,5 14,2
1,5 g
Kera
0,016 0,11 0,19 0,42 1,0 1,9 6,1
4 kg
Anjing
0,008 0,06 0,10 0,22 0,52 1,0 3,1
12 kg
Manusia
0,0026 0,018 0,31 0,07 0,16 0,32 1,0
70 Kg
Konversi Perhitungan Dosis Antar Jenis Hewan (Kusumawati, 2004 : 86).

95
Lampiran 11. Volume Maksimal yang Dapat Diberikan pada Beberapa
Spesies Hewan

Volume Pemberian (mL)


No. Binatang Cara Pemberian
iv Im ip Sc po
Mencit
1. 0,5 0,05 1,0 0,5-1,0 1,0
(20-30 g)
Tikus
2. 1,0 0,1 2,0-5,0 2,0-5,0 5,0
(100 g)
Hamster
3. - 0,1 1,0-5,0 1,0-5,0 2,5
(50 g)
Marmot
4. - 0,25 2,0-5,0 2,0-5,0 10,0
(250 g)
Merpati
5. 2,0 0,5 2,0 2,0 10,0
(300 g)
Kelinci
6. 5,0-10,0 0,5 10,0-20,0 10,0-20,0 20,0
(2,5 kg)
Kucing
7. 5,0-10,0 1,0 10,0-20,0 10,0-20,0 50,0
(3 kg)
Anjing
8. 10,0-20,0 5,0 20,0-50,0 20,0-50,0 100,0
(5 kg)
(Kusumawati, 2004 : 88).

96
Lampiran 12. Larutan Reagen

Reagen Trigliserida

Reagen TRIGLISERIDES MONO SL NEW

Reagen Enzim Katalase

Ammonium heptamolybdate

97
98

Substrat

H2 O2

KH2PO4

NaOH
Lampiran 13. Bahan Uji

Serbuk Kitosan Cangkang


Kerang Hijau (Perna viridis L.)

Kapsul gemfibrozil

Monosodium Glutamat

99
Lampiran 14. Perhitungan Larutan Induksi Monosodium glutamat

Cstok MSG

4g
Dosis tikus terbesar = x 198 g
1000 g

= 0,792 g ~ 792 mg

792 mg
Cstok = = 316,8 mg/mL
1/2 x 5,0 mL

MSG yang ditimbang = 316,8 mg/mL x 50 mL

= 15840 mg ± 5%

= 15048 mg ~ 16632 mg

Data penimbangan = kertas + zat = 16,6366 g

kertas + sisa = 0,4903 g _

zat = 16,1463 g ~ 16146,3 mg

16146,3 mg
Cstok sebenarnya = = 322,926 mg/mL
50 mL

Dosis dan Volume Pemberian

4g
Dosis MSG 4 g/kgBB = x 198 g = 0,792 g ~ 792 mg
1000 g

dosis 792 mg
Volume pemberian = = = 2,40 mL
Cstok 322,926 mg/mL

100
Lampiran 15. Perhitungan Larutan Stok

Dosis gemfibrozil 600 mg/70KgBB Manusia


Dosis yang digunakan untuk pembuatan larutan stok 600 mg/70KgBB Manusia
Dosis yang digunakan = 600 mg x 0,018 = 10,8 mg/200gBB tikus
1000 g
= 10,8 mg x = 54 mg/kgBB tikus.
200 g
Perhitungan Cstok Gemfibrozil
10,8 mg
Dosis tikus terbesar = x 170 g = 9,18 mg
200 g
9,18 g
Cstok = = 3,672 mg/mL
1 x 5,0 mL
2
Gemfibrozil yang dibutuhkan = 3,672 mg/mL x 25 mL = 91,8 mg
Penimbangan kapsul gemfibrozil

Bobot kapsul + zat Bobot cangkang kapsul Bobot zat


0,5085 g 0,0976 g 0,4109 g
0,4931 g 0,0978 g 0,3953 g
0,5303 g 0,0957 g 0,4346 g
0,4890 g 0,0959 g 0,3931 g
0,4881 g 0,0954 g 0,3927 g
0,4768 g 0,0969 g 0,3799 g
0,4889 g 0,0985 g 0,3904 g
0,5296 g 0,0973 g 0,4325 g
0,5093 g 0,0959 g 0,4134 g
0,5234 g 0,0991 g 0,4243 g
Rata-rata = 0,4067 ~ 406,7 mg

91,8 g
Serbuk gemfibrozil yang ditimbang = x 406,71 mg
300 mg
= 124,45 mg ± 5%
= 118,23 mg ~ 130,68 mg
Data penimbangan = kertas + zat = 0,6109 g
kertas + sisa = 0,4839 g _
zat = 0,1270 g ~ 127,0 mg
127 mg 300 mg
Cstok sebenarnya = x = 3,747 mg/mL
406,71 mg 25 mL

101
102

Dosis dan Volume Pemberian gemfibrozil


10,8 mg
1. x 170 g = 9,18 mg
200 g
dosis 9,18 mg
Volume Pemberian = = = 2,40 mL
Cstok 3,747 mg/mL
Cstok Kitosan
1000 mg
Dosis dan berat tikus terbesar = x 197 g = 197 mg
1000 g
197 g
Cstok = = 78,8 mg/mL
1 x 5,0 mL
2
Kitosan yang ditimbang = 78,8 mg/mL x 25 mL
= 1970 mg ± 5%
= 1871,5 mg ~ 2068,5 mg
Data penimbangan = kertas + zat = 2,5479 g
kertas + sisa = 0,5088 g _
zat = 2,0391 g ~ 2039,1 mg
2039,1 mg
Cstok sebenarnya = = 81,564 mg/mL
25 mL
Dosis dan Volume Pemberian
250 mg
2. Dosis 250 mg/kgBB = x 163 g = 40,75 mg
1000 g
dosis 40,75 mg
Volume Pemberian = = = 0,50 mL
Cstok 81,564 mg/mL
500 mg
3. Dosis 500 mg/kgBB = x 161 g = 80,5 mg
1000 g
dosis 80,5 mg
Volume Pemberian = = = 1,00 mL
Cstok 81,564 mg/mL
1000 mg
4. Dosis 1000 mg/kgBB = x 197 g = 197 mg
1000 g
dosis 197 mg
Volume Pemberian = = = 2,40 mL
Cstok 81,564 mg/mL
Lampiran 16. Surat Keterangan Hewan Uji

103
Lampiran 17. Perlakuan Hewan Uji

Pemberian Induksi Secara Oral

Pengambilan Darah Melalui Vena Mata

104
Lampiran 18. Data Hasil Pengukuran Trigliserida

Trigliserida (mg/dL)
Kelompok Tikus
H-0 H-14
1 50 62
2 69 77
NORMAL 3 71 74
4 81 85
5 76 79
Rata-rata ± SD 69,40 ± 11,80 75,40 ± 8,50
1 77 181
2 79 200
3 44 174
(-) NEGATIF
4 50 193
5 47 191
Rata-rata ± SD 59,40 ± 17,13 187,80 ± 10,28
1 54 82
2 61 79
(+) GEMFIBROZIL 3 56 71
4 71 88
5 64 73
Rata-rata 61,20 ± 6,76 78,60 ± 6,88
1 61 123
2 57 130
KITOSAN 250 mg/ kg BB 3 59 134
4 77 148
5 42 121
Rata-rata ± SD 59,20 ± 12,46 131,20 ± 10,76
1 56 79
2 73 85
KITOSAN 500mg/ kg BB 3 63 72
4 77 89
5 80 87
Rata-rata ± SD 69,80 ± 10,035 82,40 ± 6,91
1 58 65
2 71 79
KITOSAN 1000mg/ kg BB 3 84 88
4 57 62
5 68 73
Rata-rata ± SD 67,60 ± 11,01 73,40 ± 10,55

105
106

Uji normalitas dan homogenitas :


Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
KELOMPOK Statistic df Sig. Statistic df Sig.
*
KADAR TRIGLISERIDA KELOMPOK 1 .286 5 .200 .892 5 .367
HARI KE-1 KELOMPOK2 .308 5 .135 .793 5 .071
*
KELOMPOK 3 .179 5 .200 .957 5 .790
*
KELOMPOK 4 .243 5 .200 .946 5 .705
*
KELOMPOK 5 .225 5 .200 .928 5 .581
*
KELOMPOK 6 .208 5 .200 .916 5 .505
*
KADAR TRIGLISERIDA KELOMPOK 1 .235 5 .200 .941 5 .671
HARI KE-15 *
KELOMPOK2 .222 5 .200 .963 5 .828
*
KELOMPOK 3 .192 5 .200 .959 5 .802
*
KELOMPOK 4 .197 5 .200 .917 5 .511
*
KELOMPOK 5 .247 5 .200 .915 5 .501
*
KELOMPOK 6 .187 5 .200 .959 5 .799
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction

Test of Homogeneity of Variance


Levene
Statistic df1 df2 Sig.
KADAR TRIGLISERIDA Based on Mean 1.426 5 24 .251
HARI KE-1 Based on Median .467 5 24 .797
Based on Median and with
.467 5 14.871 .795
adjusted df
Based on trimmed mean 1.394 5 24 .262
KADAR TRIGLISERIDA Based on Mean .408 5 24 .839
HARI KE-15 Based on Median .285 5 24 .917
Based on Median and with
.285 5 21.449 .916
adjusted df
Based on trimmed mean .390 5 24 .851

ANOVA
Sum of Mean
Squares df Square F Sig.
KADAR Between Groups 633.367 5 126.673 .888 .504
TRIGLISERIDA HARI Within Groups 3422.000 24 142.583
KE-1
Total 4055.367 29
KADAR Between Groups 53122.400 5 10624.480 127.468 .000
TRIGLISERIDA HARI Within Groups 2000.400 24 83.350
KE-15
Total 55122.800 29
107

Uji One Way Anava :

Multiple Comparisons
LSD
95% Confidence
Mean Interval
Dependent Difference Lower Upper
Variable (I) KELOMPOK (J) KELOMPOK (I-J) Std. Error Sig. Bound Bound
KADAR KELOMPOK 1 KELOMPOK2 10.000 7.552 .198 -5.59 25.59
TRIGLISE KELOMPOK 3 8.200 7.552 .288 -7.39 23.79
RIDA HARI KELOMPOK 4 10.200 7.552 .189 -5.39 25.79
KE-1
KELOMPOK 5 -.400 7.552 .958 -15.99 15.19
KELOMPOK 6 1.800 7.552 .814 -13.79 17.39
KELOMPOK2 KELOMPOK 1 -10.000 7.552 .198 -25.59 5.59
KELOMPOK 3 -1.800 7.552 .814 -17.39 13.79
KELOMPOK 4 .200 7.552 .979 -15.39 15.79
KELOMPOK 5 -10.400 7.552 .181 -25.99 5.19
KELOMPOK 6 -8.200 7.552 .288 -23.79 7.39
KELOMPOK 3 KELOMPOK 1 -8.200 7.552 .288 -23.79 7.39
KELOMPOK2 1.800 7.552 .814 -13.79 17.39
KELOMPOK 4
2.000 7.552 .793 -13.59 17.59
KELOMPOK 5 -8.600 7.552 .266 -24.19 6.99
KELOMPOK 6 -6.400 7.552 .405 -21.99 9.19
KELOMPOK 4 KELOMPOK 1 -10.200 7.552 .189 -25.79 5.39
KELOMPOK2 -.200 7.552 .979 -15.79 15.39
KELOMPOK 3 -2.000 7.552 .793 -17.59 13.59
KELOMPOK 5 -10.600 7.552 .173 -26.19 4.99
KELOMPOK 6 -8.400 7.552 .277 -23.99 7.19
KELOMPOK 5 KELOMPOK 1 .400 7.552 .958 -15.19 15.99
KELOMPOK2 10.400 7.552 .181 -5.19 25.99
KELOMPOK 3 8.600 7.552 .266 -6.99 24.19
KELOMPOK 4 10.600 7.552 .173 -4.99 26.19
KELOMPOK 6 2.200 7.552 .773 -13.39 17.79
KELOMPOK 6 KELOMPOK 1 -1.800 7.552 .814 -17.39 13.79
KELOMPOK2 8.200 7.552 .288 -7.39 23.79
KELOMPOK 3 6.400 7.552 .405 -9.19 21.99
KELOMPOK 4 8.400 7.552 .277 -7.19 23.99
KELOMPOK 5 -2.200 7.552 .773 -17.79 13.39
*
KADAR KELOMPOK 1 KELOMPOK2 -112.400 5.774 .000 -124.32 -100.48
TRIGLISE KELOMPOK 3 -3.200 5.774 .585 -15.12 8.72
RIDA HARI *
KELOMPOK 4 -55.800 5.774 .000 -67.72 -43.88
KE-15
KELOMPOK 5 -7.000 5.774 .237 -18.92 4.92
KELOMPOK 6 2.000 5.774 .732 -9.92 13.92
*
KELOMPOK2 KELOMPOK 1 112.400 5.774 .000 100.48 124.32
*
KELOMPOK 3 109.200 5.774 .000 97.28 121.12
*
KELOMPOK 4 56.600 5.774 .000 44.68 68.52
*
KELOMPOK 5 105.400 5.774 .000 93.48 117.32
*
KELOMPOK 6 114.400 5.774 .000 102.48 126.32
KELOMPOK 3 KELOMPOK 1 3.200 5.774 .585 -8.72 15.12
*
KELOMPOK2 -109.200 5.774 .000 -121.12 -97.28
*
KELOMPOK 4 -52.600 5.774 .000 -64.52 -40.68
108

KELOMPOK 5 -3.800 5.774 .517 -15.72 8.12


KELOMPOK 6 5.200 5.774 .377 -6.72 17.12
*
KELOMPOK 4 KELOMPOK 1 55.800 5.774 .000 43.88 67.72
*
KELOMPOK2 -56.600 5.774 .000 -68.52 -44.68
*
KELOMPOK 3 52.600 5.774 .000 40.68 64.52
*
KELOMPOK 5 48.800 5.774 .000 36.88 60.72
*
KELOMPOK 6 57.800 5.774 .000 45.88 69.72
KELOMPOK 5 KELOMPOK 1 7.000 5.774 .237 -4.92 18.92
*
KELOMPOK2 -105.400 5.774 .000 -117.32 -93.48
KELOMPOK 3 3.800 5.774 .517 -8.12 15.72
*
KELOMPOK 4 -48.800 5.774 .000 -60.72 -36.88
KELOMPOK 6 9.000 5.774 .132 -2.92 20.92
KELOMPOK 6 KELOMPOK 1 -2.000 5.774 .732 -13.92 9.92
*
KELOMPOK2 -114.400 5.774 .000 -126.32 -102.48
KELOMPOK 3 -5.200 5.774 .377 -17.12 6.72
*
KELOMPOK 4 -57.800 5.774 .000 -69.72 -45.88
KELOMPOK 5 -9.000 5.774 .132 -20.92 2.92
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 19. Pembuatan Reagen Enzim Katalase

Substrat = 6 mL x 18 pengukuran = 108 mL ~ 100 mL

Molibdat = 1 mL x 18 pengukuran = 18 mL ~ 25 mL

1. Substrat
H2O2 30% = 1,5 mL
Dapar fosfat = 100 mL

Pengenceran H2O2 50% menjadi 30%

V1 x C1 = V2 x C2

1,5 mL x 30% = V2 x 50%

V2 = 0,9 mL ad 1,5 mL dengan aqua bebas CO2 lalu di


ad 100 mL dengan dapar fosfat

Dapar fosfat pH 7,4


125 mL KH2PO4 0,2 M x 150/500 mL = 37,5 mL

NaOH 0,2N 97,75 x 150/500 mL = 29,325 mL

Aqua bebas CO2 ad 500 mL x 150/500 mL = 150 mL

g 1000 mL
KH2PO4 0,2 M = x = 1,02 g ad 37,5 mL
136,09 37,5 mL
g 1000 mL
NaOH 0,2 N = x = 0,4 g ad 50 mL
40 50 mL
2. Molibdat

g 1000 mL
0,0324 M = x = 1,001 g ad 25 mL dengan aqua bebas CO2
1235,86 25 mL

109
Lampiran 20. Data Pengukuran Aktivitas Enzim Katalase

Absorbansi sampel - Absorbansi blanko


Rumus : aktivitas katalase =
(molaritas H 2 O 2 ) x (volume sampel yang diukur)

Molaritas H2O2 = 0,065 ; Absorbansi blanko = 0,021 ; Volume sampel = 0,2 mL


Aktivitas Enzim Katalase (U/mL)
Kelompok Tikus
Absorbansi H-1 Absorbansi H-15
1 0,234 16,38 0,226 15,77
2 0,315 22,62 0,288 20,54
NORMAL 3 0,338 24,38 0,319 22,92
4 0,302 21,62 0,305 21,84
5 0,263 18,62 0,259 18,31
Rata-rata ± SD 20,72 ± 3,20 19,87 ± 2,86
1 0,310 22,23 0,168 11,30
2 0,351 25,28 0,144 9,50
3 0,244 17,15 0,123 7,85
(-) NEGATIF
4 0,239 16,77 0,100 6,08
5 0,318 22,85 0,140 9,15
Rata-rata ± SD 20,86 ± 3,74 8,78 ± 1,95
1 0,221 15,38 0,246 17,31
2 0,258 18,23 0,269 19,08
(+) GEMFIBROZIL 3 0,236 16,54 0,241 16,92
4 0,274 19,46 0,266 18,85
5 0,272 19,31 0,272 19,31
Rata-rata 17,78 ± 2,29 18,29 ± 1,01
1 0,268 19,00 0,154 10,23
2 0,340 24,54 0,195 13,38
KITOSAN 250 mg/ kg BB 3 0,285 20,31 0,188 12,84
4 0,331 23,85 0,174 11,77
5 0,245 17,23 0,149 9,85
Rata-rata ± SD 20,99 ± 3,14 11,61 ± 1,56
1 0,259 18,31 0,241 16,92
2 0,282 20,08 0,272 19,31
KITOSAN 500mg/ kg BB 3 0,270 19,15 0,253 17,85
4 0,292 20,85 0,281 20,00
5 0,269 19,08 0,243 17,08
Rata-rata ± SD 19,49 ± 0,98 18,23 ± 1,37
1 0,278 20,54 0,267 18,92
2 0,232 16,23 0,240 16,85
KITOSAN 1000mg/ kg
3 0,296 21,15 0,272 19,31
BB
4 0,272 19,31 0,269 19,08
5 0,312 22,38 0,310 22,23
Rata-rata ± SD 19,92 ± 2,24 19,28 ± 1,92

110
111

Perhitungan Aktivitas Enzim Katalase

Absorbansi sampel - Absorbansi blanko


Rumus : aktivitas katalase =
(molaritas H 2 O 2 ) x (volume sampel yang diukur)

Molaritas H2O2 = 0,065 ; Absorbansi blanko = 0,021 ; Volume sampel = 0,2 mL

Aktivitas katalase kelompok normal hari ke-1

0,234 - 0,021
Tikus 1 =  16,38U / mL
0,065 x 0,2 mL

0,315 - 0,021
Tikus 2 =  22,62U / mL
0,065 x 0,2 mL

0,338 - 0,021
Tikus 3 =  24,38U / mL
0,065 x 0,2 mL

0,302 - 0,021
Tikus 4 =  21,62U / mL
0,065 x 0,2 mL

0,263 - 0,021
Tikus 5 =  18,62U / mL
0,065 x 0,2 mL

Uji normalitas dan homogenitas :

Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
KELOMPOK Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
*
AKTIVITAS ENZIM KELOMPOK I .210 5 .200 .961 5 .817
KATALASE HARI KE-1 *
KELOMPOK II .243 5 .200 .885 5 .333
*
KELOMPOK III .159 5 .200 .982 5 .945
*
KELOMPOK IV .219 5 .200 .924 5 .556
*
KELOMPOK V .237 5 .200 .961 5 .816
*
KELOMPOK VI .204 5 .200 .936 5 .639
*
AKTIVITAS ENZIM KELOMPOK I .192 5 .200 .956 5 .780
KATALASE HARI KE-15 KELOMPOK II *
.176 5 .200 .987 5 .967
KELOMPOK III .294 5 .183 .844 5 .176
*
KELOMPOK IV .213 5 .200 .916 5 .502
*
KELOMPOK V .210 5 .200 .893 5 .374
KELOMPOK VI .293 5 .184 .911 5 .476
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
112

Test of Homogeneity of Variance


Levene
Statistic df1 df2 Sig.
AKTIVITAS ENZIM Based on Mean 2.392 5 24 .068
KATALASE HARI KE-1 Based on Median .978 5 24 .451
Based on Median and
.978 5 17.483 .458
with adjusted df
Based on trimmed mean 2.385 5 24 .068
AKTIVITAS ENZIM Based on Mean 1.156 5 24 .359
KATALASE HARI KE-15 Based on Median .690 5 24 .636
Based on Median and
.690 5 17.155 .638
with adjusted df
Based on trimmed mean 1.118 5 24 .377

ANOVA
Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
AKTIVITAS ENZIM Between
29.517 5 5.903 .774 .578
KATALASE HARI KE-1 Groups
Within Groups 183.067 24 7.628
Total 212.584 29
AKTIVITAS ENZIM Between
537.022 5 107.404 30.431 .000
KATALASE HARI KE-15 Groups
Within Groups 84.707 24 3.529
Total 621.729 29

Uji One Way Anava :


Multiple Comparisons
LSD
95% Confidence
Mean Interval
Dependent Difference Lower Upper
Variable (I) KELOMPOK (J) KELOMPOK (I-J) Std. Error Sig. Bound Bound
AKTIVITAS KELOMPOK I KELOMPOK II -.13200 1.74674 .940 -3.7371 3.4731
ENZIM KELOMPOK III 2.57200 1.74674 .154 -1.0331 6.1771
KATALASE KELOMPOK IV -.26200 1.74674 .882 -3.8671 3.3431
HARI KE-1
KELOMPOK V 1.23000 1.74674 .488 -2.3751 4.8351
KELOMPOK VI .80200 1.74674 .650 -2.8031 4.4071
KELOMPOK II KELOMPOK I .13200 1.74674 .940 -3.4731 3.7371
KELOMPOK III 2.70400 1.74674 .135 -.9011 6.3091
KELOMPOK IV -.13000 1.74674 .941 -3.7351 3.4751
KELOMPOK V 1.36200 1.74674 .443 -2.2431 4.9671
KELOMPOK VI .93400 1.74674 .598 -2.6711 4.5391
KELOMPOK III KELOMPOK I -2.57200 1.74674 .154 -6.1771 1.0331
KELOMPOK II -2.70400 1.74674 .135 -6.3091 .9011
KELOMPOK IV -2.83400 1.74674 .118 -6.4391 .7711
113

KELOMPOK V -1.34200 1.74674 .450 -4.9471 2.2631


KELOMPOK VI -1.77000 1.74674 .321 -5.3751 1.8351
KELOMPOK IV KELOMPOK I .26200 1.74674 .882 -3.3431 3.8671
KELOMPOK II .13000 1.74674 .941 -3.4751 3.7351
KELOMPOK III 2.83400 1.74674 .118 -.7711 6.4391
KELOMPOK V 1.49200 1.74674 .401 -2.1131 5.0971
KELOMPOK VI 1.06400 1.74674 .548 -2.5411 4.6691
KELOMPOK V KELOMPOK I -1.23000 1.74674 .488 -4.8351 2.3751
KELOMPOK II -1.36200 1.74674 .443 -4.9671 2.2431
KELOMPOK III 1.34200 1.74674 .450 -2.2631 4.9471
KELOMPOK IV -1.49200 1.74674 .401 -5.0971 2.1131
KELOMPOK VI -.42800 1.74674 .809 -4.0331 3.1771
KELOMPOK VI KELOMPOK I -.80200 1.74674 .650 -4.4071 2.8031
KELOMPOK II -.93400 1.74674 .598 -4.5391 2.6711
KELOMPOK III 1.77000 1.74674 .321 -1.8351 5.3751
KELOMPOK IV -1.06400 1.74674 .548 -4.6691 2.5411
KELOMPOK V .42800 1.74674 .809 -3.1771 4.0331
*
AKTIVITAS KELOMPOK I KELOMPOK II 11.09600 1.18818 .000 8.6437 13.5483
ENZIM KELOMPOK III 1.57800 1.18818 .197 -.8743 4.0303
KATALASE *
KELOMPOK IV 8.25800 1.18818 .000 5.8057 10.7103
HARI KE-15
KELOMPOK V 1.64000 1.18818 .180 -.8123 4.0923
KELOMPOK VI .59400 1.18818 .622 -1.8583 3.0463
*
KELOMPOK II KELOMPOK I -11.09600 1.18818 .000 -13.5483 -8.6437
*
KELOMPOK III -9.51800 1.18818 .000 -11.9703 -7.0657
*
KELOMPOK IV -2.83800 1.18818 .025 -5.2903 -.3857
*
KELOMPOK V -9.45600 1.18818 .000 -11.9083 -7.0037
*
KELOMPOK VI -10.50200 1.18818 .000 -12.9543 -8.0497
KELOMPOK III KELOMPOK I -1.57800 1.18818 .197 -4.0303 .8743
*
KELOMPOK II 9.51800 1.18818 .000 7.0657 11.9703
*
KELOMPOK IV 6.68000 1.18818 .000 4.2277 9.1323
KELOMPOK V .06200 1.18818 .959 -2.3903 2.5143
KELOMPOK VI -.98400 1.18818 .416 -3.4363 1.4683
*
KELOMPOK IV KELOMPOK I -8.25800 1.18818 .000 -10.7103 -5.8057
*
KELOMPOK II 2.83800 1.18818 .025 .3857 5.2903
*
KELOMPOK III -6.68000 1.18818 .000 -9.1323 -4.2277
*
KELOMPOK V -6.61800 1.18818 .000 -9.0703 -4.1657
*
KELOMPOK VI -7.66400 1.18818 .000 -10.1163 -5.2117
KELOMPOK V KELOMPOK I -1.64000 1.18818 .180 -4.0923 .8123
*
KELOMPOK II 9.45600 1.18818 .000 7.0037 11.9083
KELOMPOK III -.06200 1.18818 .959 -2.5143 2.3903
*
KELOMPOK IV 6.61800 1.18818 .000 4.1657 9.0703
KELOMPOK VI -1.04600 1.18818 .387 -3.4983 1.4063
KELOMPOK VI KELOMPOK I -.59400 1.18818 .622 -3.0463 1.8583
*
KELOMPOK II 10.50200 1.18818 .000 8.0497 12.9543
KELOMPOK III .98400 1.18818 .416 -1.4683 3.4363
*
KELOMPOK IV 7.66400 1.18818 .000 5.2117 10.1163
KELOMPOK V 1.04600 1.18818 .387 -1.4063 3.4983
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Anda mungkin juga menyukai