Anda di halaman 1dari 72

UU No.

13 Tahun 2003 Tentang Rumusan dalam Draft RUU Cipta Catatan


Ketenagakerjaan (UU Kerja (Omnibus Law)
Sebelumnya)

PASAL 89

Beberapa ketentuan dalam Undang-


Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan
(Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 39,
Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia 4279) diubah:

(1)
Perubahan
Pasal 42
(1) Setiap pemberi kerja yang
mempekerjakan tenaga kerja asing
wajib memiliki pengesahan rencana
penggunaan tenaga kerja asing dari
Pemerintah Pusat. Pergantian wewenang untuk izin
Tenaga Kerja Asing (2) Pemberi kerja orang perseorangan tenaga kerja asing yang
Pasal 42 dilarang mempekerjakan tenaga kerja dilimpahkan kepada pemerintah
(1) Setiap pemberi kerja yang asing. pusat menunjukkan adanya
mempekerjakan tenaga kerja asing (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pemusatan wewenang.
wajib memiliki izin tertulis dari pada ayat (1) tidak berlaku bagi:

Menteri atau pejabat yang a. anggota direksi atau anggota dewan


komisaris dengan kepemilikan saham IMTA semestinya harus
ditunjuk.
sesuai dengan ketentuan peraturan dipertahankan, merujuk pada
(2) Pemberi kerja orang
perseorangan dilarang perundang- undangan; Pada sanksi sebagaimana tertera
mempekerjakan tenaga kerja asing. b. pegawai diplomatik dan konsuler dalam Pasal 185 UU 13/2003
(3) Kewajiban memiliki izin pada kantor perwakilan negara asing;
sebagaimana dimaksud dalam ayat atau
Ditambahnya ketentuan dalam
(1), tidak berlaku bagi perwakilan c. tenaga kerja asing yang dibutuhkan
ayat 3 menjadikan semakin
negara asing yang mempergunakan oleh Pemberi Kerja pada jenis
banyak posisi yang dapat diisi
tenaga kerja asing sebagai pegawai kegiatan pemeliharaan mesin produksi
oleh TKA tanpa harus memiliki
diplomatik dan konsuler. untuk keadaan darurat, vokasi, startup,
izin atau pengesahan rencana
(4) Tenaga kerja asing dapat Perubahan mendasar dalam
TKA.
dipekerjakan di Indonesia hanya penggunaan tenaga kerja asing yang
dalam hubungan kerja untuk jabatan dilakukan antara lain:
tertentu dan waktu tertentu. 1. Berdasarkan Peraturan Presiden Seharusnya perubahan IMTA
(5) Ketentuan mengenai jabatan Nomor 20 tahun 2018, Pasal 7 ayat (1) menjadi RPTKA untuk
tertentu dan waktu tertentu menyatakan bahwa setiap Pemberi penyederhanaan perizinan jangan
sebagaimana dimaksud dalam ayat Kerja TKA yang menggunakan TKA sampai kontradiktif terhadap
(4) ditetapkan dengan Keputusan harus memiliki RPTKA yang disahkan perlindungan pekerja dalam
Menteri. oleh Menteri atau pejabat yang negeri, utamanya terkait
(6) Tenaga kerja asing sebagaimana ditunjuk. Selain itu Pasal 17 ayat (1), ketersediaan lapangan pekerjaan
dimaksud dalam ayat (4) yang masa setiap TKA harus mempunyai VITAS. bagi tenaga kerja dalam negeri.
kerjanya habis dan tidak dapat Sehingga dalam perpres ini tidak lagi
diperpanjang dapat digantikan oleh dikenal Izin Mempekerjakan Tenaga
tenaga kerja asing lainnya. Kerja Asing (IMTA). Pemberi Kerja
TKA cukup memiliki RPTKA yang
disahkan Menteri.
2. Pengecualian RPTKA bagi: a.
direksi/komisaris dengan kepemilikan
saham tertentu karena
direksi/komisaris merupakan pemilik
perusahaan atau 1. Kepastian hukum
bagi pemberi kerja TKA. 2.
Kemudahan perizinan bagi Pemberi
Kerja TKA. 3. Mendukung
pertumbuhan dan kemudahan investasi
yang melibatkan penggunaan tenaga
kerja asing; 4. Penggunaan tenaga
kerja asing secara selektif dengan
mengutamakan penggunaan tenaga
kerja Indonesia; 5. Mendorong
investasi yang mampu menciptakan
kesempatan kerja yang
sebesarbesarnya bagi tenaga kerja
Indonesia; 6. Memberikan kemudahan
penerbitan
(6) Tenaga kerja asing sebagaimana
dimaksud dalam ayat (4) yang masa
kerjanya habis dan tidak dapat di per
panjang dapat digantikan oleh tenaga
kerja asing lainnya. kunjungan bisnis,
dan penelitian untuk jangka waktu
tertentu. (4) Tenaga kerja asing dapat
dipekerjakan di Indonesia hanya
dalam hubungan kerja untuk jabatan
tertentu dan waktu tertentu serta
memiliki kompetensi sesuai dengan
jabatan yang akan diduduki. (5)
Tenaga kerja asing dilarang
menduduki jabatan yang mengurusi
personalia. (6) Ketentuan mengenai
jabatan tertentu dan waktu tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dan ayat (5) ditetapkan dengan
Peraturan Presiden.

Pasal 43 (2) Dihapusnya pasal 43 membuat


(1) Pemberi kerja yang Pasal 43 TKA semakin leluasa dan mudah
menggunakan tenaga kerja asing Dihapus. untuk bekerja di Indonesia
harus memiliki rencana penggunaan dengan adanya pemangkasan
tenaga kerja asing yang disahkan perizinan atau rencana
oleh Menteri atau pejabat yang penggunaan tenaga kerja asing.
ditunjuk. Dengan dihapusnya pasal ini,
(2) Rencana penggunaan tenaga makan tidak ada persyaratan
kerja asing sebagaimana dimaksud khusus bagi tenaga kerja asing
dalam ayat (1) sekurang-kurangnya seperti alasan penggunaan,
memuat keterangan : kedudukan, jangka waktu, dan
a. alasan penggunaan tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai
asing; pendamping.
b. jabatan dan/atau kedudukan
tenaga kerja asing dalam struktur
organisasi perusahaan yang
bersangkutan;
c. jangka waktu penggunaan tenaga
kerja asing; dan
d. penunjukan tenaga kerja warga
negara Indonesia sebagai
pendamping tenaga kerja asing yang
dipekerjakan.
(3) Ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) tidak
berlaku bagi instansi pemerintah,
badan-badan internasional dan
perwakilan negara asing.
(4) Ketentuan mengenai tata cara
pengesahan rencana penggunaan
tenaga kerja asing diatur dengan
Keputusan Menteri.

Pasal 44 Pasal 44
Pemberi kerja tidak memiliki
(1) Pemberi kerja tenaga kerja asing Dihapus.
standar tertentu untuk
wajib menaati ketentuan mengenai
mempekerjakan tenaga kerja
jabatan dan standar kompetensi yang
asing.Persyaratan penggunaan
berlaku.
TKA harus berdasarkan
(2) Ketentuan mengenai jabatan dan
pemenuhan persyaratan
standar kompetensi sebagaimana
kompetensi yang sanksinya diatur
dimaksud dalam ayat (1) diatur
dalam Pasal 187 UU no. 13 tahun
dengan Keputusan Menteri
2003.
Pasal 45 Pasal 45 Pasal 45 ayat (1):
(1) Pemberi kerja tenaga kerja asing (1) Pemberi kerja tenaga kerja asing Penambahan poin (c) akan
wajib : wajib: memperjelas status TKA ketika
a. menunjuk tenaga kerja warga a. menunjuk tenaga kerja warga masa kerjanya sudah habis. Perlu
negara Indonesia sebagai tenaga negara Indonesia sebagai tenaga dijelaskan lebih lanjut mengenai
pendamping tenaga kerja asing yang pendamping tenaga kerja asing yang frasa “hubungan kerja berakhir”,
dipekerjakan untuk alih teknologi dipekerjakan untuk alih teknologi dan apakah merupakan bagian
dan alih keahlian dari tenaga kerja alih keahlian dari tenaga kerja asing; kontrak dari pemberi kerja dan
asing; dan b. melaksanakan pendidikan dan pekerja atau konteks yang
b. melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja lainnya.
pelatihan kerja bagi tenaga kerja Indonesia sebagaimana dimaksud pada
Indonesia sebagaimana dimaksud huruf a yang sesuai dengan kualifikasi
pada huruf a yang sesuai dengan jabatan yang diduduki oleh tenaga Pasal 45 ayat (2):
kualifikasi jabatan yang diduduki kerja asing; dan Perlu kejelasan mengenai frasa
oleh tenaga kerja asing. c. memulangkan tenaga kerja asing ke “jabatan tertentu” Sanksi
(2) Ketentuan sebagaimana negara asalnya setelah hubungan dituangkan dalam Pasal 190 RUU
dimaksud dalam ayat (1) tidak kerjanya berakhir. Cipta Kerja.
berlaku bagi tenaga kerja asing yang (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud
menduduki jabatan direksi dan/atau pada ayat (1) huruf a dan huruf b tidak
komisaris. berlaku bagi tenaga kerja asing yang
menduduki jabatan tertentu.

Pasal 46 Pasal 46 Substansi yang sebelumnya


(1) Tenaga kerja asing dilarang Dihapus. berada di Pasal 46 dipindahkan ke
menduduki jabatan yang mengurusi Pasal 42 ayat (5). Penjelasan
personalia dan/atau jabatan-jabatan mengenai “jabatan-jabatan
tertentu. tertentu” semulanya diatur
(2) Jabatan-jabatan tertentu melalui Keputusan Menteri,
sebagaimana dimaksud dalam ayat namun diganti dengan Peraturan
(1) diatur dengan Keputusan Presiden, sehingga
Menteri. memungkinkan terjadi pemusatan
wewenang. Dengan rujukan yang
bertambah pula, maka hukum
yang berlaku juga tetap berlapis.

Pasal 47 Pasal 47 Tidak bermasalah karena


(1) Pemberi kerja wajib membayar (1) Pemberi kerja wajib membayar perubahan mengarah ke peraturan
kompensasi atas setiap tenaga kerja kompensasi atas setiap tenaga kerja perundang-undangan yang
asing yang dipekerjakannya. asing yang dipekerjakannya. sebelumnya diatur dengan
(2) Kewajiban membayar (2) Kewajiban membayar kompensasi keputusan menteri dan peraturan
kompensasi sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemerintah
dalam ayat (1) tidak berlaku bagi tidak berlaku bagi instansi
instansi pemerintah, perwakilan pemerintah, perwakilan negara asing,
negara asing, badan- badan badan internasional, lembaga sosial,
internasional, lembaga sosial, lembaga keagamaan, dan jabatan
lembaga keagamaan, dan jabatan- tertentu di lembaga pendidikan.
jabatan tertentu di lembaga (3) Ketentuan mengenai besaran dan
pendidikan. penggunaan kompensasi sebagaimana
(3) Ketentuan mengenai jabatan- dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai
jabatan tertentu di lembaga ketentuan peraturan perundang-
pendidikan sebagaimana dimaksud undangan.
dalam ayat (2) diatur dengan
Keputusan Menteri.
(4) Ketentuan mengenai besarnya
kompensasi dan penggunaannya
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 48 Pasal 48 Dipindahkan ke Pasal 45 ayat (1).
Pemberi kerja yang mempekerjakan Dihapus.
tenaga kerja asing wajib
memulangkan tenaga kerja asing ke
negara asalnya setelah hubungan
kerjanya berakhir.

Pasal 49 Pasal 49 Seharusnya diatur lebih lanjut


Ketentuan mengenai penggunaan Ketentuan lebih lanjut mengenai dengan Peraturan Pemerintah.
tenaga kerja asing serta pelaksanaan penggunaan tenaga kerja asing diatur
pendidikan dan pelatihan tenaga dengan Peraturan Presiden.
kerja pendamping diatur dengan
Keputusan Presiden.

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Perlu ada penjelasan lebih lanjut
(PKWT) (PKWT) terkait pihak yang terlibat dalam
Pasal 56 Pasal 56 menentukan kesepakatan, untuk
(1) Perjanjian kerja dibuat untuk (1) Perjanjian kerja dibuat untuk mencegah adanya ketimpangan
waktu tertentu atau untuk waktu waktu tertentu atau untuk waktu tidak kekuasaan antara pemilik
tidak tertentu. tertentu. wewenang dan pekerja.
(2) Perjanjian kerja untuk waktu (2) Perjanjian kerja untuk waktu
tertentu sebagaimana dimaksud tertentu sebagaimana dimaksud Memungkinkan kerja kontrak
dalam ayat (1) didasarkan atas: pada ayat (1) didasarkan atas: yang awalnya maksimal 2+1
a. jangka waktu; atau a. jangka waktu; atau tahun bisa jadi seumur hidup
b. selesainya suatu pekerjaan b. selesainya suatu pekerjaan
tertentu. tertentu.
(3) Jangka waktu atau selesainya suatu
pekerjaan tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) ditentukan
berdasarkan
kesepakatan para pihak.

Pasal 57 Pasal 57 Tetap memerlukan adanya


(1) Perjanjian kerja untuk waktu (1) Perjanjian kerja untuk waktu peraturan terkait perjanjian kerja
tertentu dibuat secara tertulis serta tertentu dibuat secara tertulis serta yang dibuat secara tidak tertulis
harus menggunakan bahasa harus menggunakan bahasa atau lisan.
Indonesia dan huruf latin. Indonesia dan huruf latin.
(2) Perjanjian kerja untuk waktu (2) Dalam hal perjanjian kerja waktu
tertentu yang dibuat tidak tertulis tertentu dibuat dalam bahasa
bertentangan dengan ketentuan Indonesia dan bahasa asing, apabila
sebagai mana dimaksud dalam ayat kemudian terdapat perbedaan
(1) dinyatakan sebagai perjanjian penafsiran antara
kerja untuk waktu tidak tertentu. keduanya, maka yang berlaku
(3) Dalam hal perjanjian kerja dibuat perjanjian kerja waktu tertentu yang
dalam bahasa Indonesia dan bahasa dibuat dalam bahasa Indonesia.
asing, apabila kemudian terdapat
perbedaan penafsiran antara
keduanya, maka yang berlaku
perjanjian kerja yang dibuat dalam
bahasa Indonesia

Pasal 58 Pasal 58 Tidak bermasalah


(1) Perjanjian kerja untuk waktu (1) Perjanjian kerja untuk waktu
tertentu tidak dapat mensyaratkan tertentu tidak dapat
adanya masa percobaan kerja. mensyaratkan adanya masa percobaan
(2) Dalam hal disyaratkan masa kerja.
percobaan kerja dalam perjanjian (2) Dalam hal disyaratkan masa
kerja sebagaimana dimaksud dalam percobaan kerja sebagaimana
ayat (1), masa percobaan kerja yang dimaksud pada ayat (1), masa
disyaratkan batal demi hukum. percobaan kerja yang disyaratkan
tersebut batal demi hukum dan masa
kerja tetap dihitung.

Pasal 59 Pasal 59 Peraturan terkait perjanjian kerja


(1) Perjanjian kerja untuk waktu Dihapus. perlu tetap dipertahankan dalam
tertentu hanya dapat dibuat untuk rangka kepastian untuk
pekerjaan tertentu yang menurut melindungi pekerja dan kepastian
jenis dan sifat atau kegiatan hubungan kerja.
pekerjaannya akan selesai dalam
waktu tertentu, yaitu:
a. pekerjaan yang sekali selesai atau
yang sementara sifatnya;
b. pekerjaaan yang diperkirakan
penyelesaiannya dalam waktu yang
tidak terlalu lama dan paling lama 3
(tiga) tahun;
c. pekerjaan yang bersifat musiman;
atau
d. pekerjaan yang berhubungan
dengan produk baru, kegiatan baru,
atau produk tambahan yang masih
dalam percobaan atau penjajakan.
(2) Perjanjian kerja untuk waktu
tertentu tidak dapat diadakan untuk
pekerjaan yang bersifat tetap.
(3) Perjanjian kerja untuk waktu
tertentu dapat diperpanjang atau
diperbaharui.
(4) Perjanjian kerja waktu tertentu
yang didasarkan atas jangka waktu
tertentu dapat diadakan untuk paling
lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh
diperpanjang 1 (satu) kali untuk
jangka waktu paling lama 1 (satu)
tahun.
(5) Pengusaha yang bermaksud
memperpanjang perjanjian kerja
waktu tertentu tersebut, paling lama
7 (tujuh) hari sebelum perjanjian
kerja waktu tertentu berakhir telah
memberitahukan maksudnya secara
tertulis kepada pekerja/buruh yang
bersangkutan.
(6) Pembaruan perjanjian kerja
waktu tertentu hanya dapat diadakan
setelah melebihi
masa tenggang waktu 30 (tiga
puluh) hari berakhirnya perjanjian
kerja waktu tertentu yang lama,
pembaruan perjanjian kerja waktu
tertentu ini hanya boleh dilakukan 1
(satu) kali dan paling lama 2 (dua)
tahun.
(7) Perjanjian kerja untuk waktu
tertentu yang tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ayat (2), ayat (4),
ayat (5), dan ayat (6) maka demi
hukum menjadi perjanjian kerja
waktu tidak tertentu.
(8) Hal-hal lain yang belum diatur
dalam pasal ini akan diatur lebih
lanjut dengan Keputusan Menteri.

Pasal 61 Pasal 61 Perlu diperjelas peraturan terkait


(1) Perjanjian kerja berakhir apabila (1) Perjanjian kerja waktu tertentu pemutusan hubungan kerja dapat
: berakhir apabila: terjadi apabila terdapat keadaan
a. pekerja meninggal dunia; a. pekerja meninggal dunia; atau kejadian tertentu yang
b. berakhirnya jangka waktu b. berakhirnya jangka waktu limitasinya belum jelas dan dapat
perjanjian kerja; perjanjian kerja; merugikan pekerja ketika
c. adanya putusan c. selesainya suatu pekerjaan mengalami kecelakaan kerja.
pengadilan dan/atau putusan atau tertentu;
penetapan lembaga penyelesaian d. adanya putusan pengadilan dan/atau
perselisihan hubungan industrial putusan lembaga penyelesaian
yang telah mempunyai kekuatan perselisihan hubungan industrial yang
hukum tetap; atau telah
d. adanya keadaan atau kejadian mempunyai kekuatan hukum
tertentu yang dicantumkan dalam tetap; atau
perjanjian kerja, peraturan e. adanya keadaan atau kejadian
perusahaan, atau perjanjian kerja tertentu yang dicantumkan dalam
bersama yang dapat menyebabkan perjanjian kerja, peraturan perusahaan,
berakhirnya hubungan kerja. atau perjanjian kerja bersama yang
(2) Perjanjian kerja tidak berakhir dapat menyebabkan berakhirnya
karena meninggalnya pengusaha hubungan kerja.
atau beralihnya hak atas perusahaan (2) Perjanjian kerja tidak berakhir
yang disebabkan penjualan, karena meninggalnya pengusaha
pewarisan, atau hibah. atau beralihnya hak atas
(3) Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan yang disebabkan
perusahaan maka hak-hak penjualan, pewarisan, atau hibah.
pekerja/buruh menjadi tanggung (3) Dalam hal terjadi pengalihan
jawab pengusaha baru, kecuali perusahaan maka hak-hak
ditentukan lain dalam perjanjian pekerja/buruh menjadi tanggung
pengalihan yang tidak mengurangi jawab pengusaha baru, kecuali
hak-hak pekerja/buruh. ditentukan lain dalam perjanjian
(4) Dalam hal pengusaha, orang pengalihan yang tidak mengurangi
perseorangan, meninggal dunia, ahli hak-hak pekerja/buruh.
waris pengusaha dapat mengakhiri (4) Dalam hal pengusaha, orang
per-janjian kerja setelah perseorangan, meninggal dunia,
merundingkan dengan ahli waris pengusaha dapat
pekerja/buruh. mengakhiri perjanjian kerja setelah
(5) Dalam hal pekerja/buruh merundingkan dengan pekerja/buruh.
meninggal dunia, ahli waris pekerja/ (5) Dalam hal pekerja/buruh
buruh berhak mendapatkan hak meninggal dunia, ahli waris
haknya sesuai dengan peraturan pekerja/buruh berhak
perundang-undangan yang berlaku mendapatkan hak-haknya sesuai
atau hak hak yang telah diatur dalam dengan peraturan perundang-
perjanjian kerja, peraturan undangan atau hak-hak yang telah
perusahaan, atau perjanjian kerja diatur dalam perjanjian kerja,
bersama. peraturan perusahaan, atau perjanjian
kerja bersama.

Pasal 61A Tidak bermasalah tetapi perlu


(1) Dalam hal perjanjian kerja waktu diperjelas di Peraturan
tertentu berakhir sebagaimana Pemerintah.
dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1)
huruf b dan huruf c, pengusaha
wajib memberikan uang
kompensasi kepada pekerja/buruh.
(2) Uang kompensasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberikan
kepada pekerja/buruh yang
mempunyai masa kerja paling sedikit
1 tahun pada perusahaan yang
bersangkutan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
besaran uang kompensasi diatur dalam
Peraturan Pemerintah.

Pasal 62 Pasal 62 Tidak bermasalah tapi perlu


Apabila salah satu pihak mengakhiri Apabila salah satu pihak mengakhiri diperjelas di Peraturan
hubungan kerja sebelum berakhirnya hubungan kerja sebelum berakhirnya Pemerintah
jangka waktu yang ditetapkan dalam jangka waktu yang ditetapkan dalam
perjanjian kerja waktu tertentu, atau perjanjian kerja waktu tertentu atau
berakhirnya hubungan kerja bukan berakhirnya hubungan kerja bukan
karena ketentuan sebagaimana karena ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1),
pihak yang mengakhiri hubungan pihak yang mengakhiri hubungan
kerja diwajibkan membayar ganti kerja diwajibkan membayar ganti rugi
rugi kepada pihak lainnya sebesar kepada pihak lainnya sebesar upah
upah pekerja/buruh sampai batas pekerja/buruh sampai batas waktu
waktu berakhirnya jangka waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian
perjanjian kerja. kerja.

Penyerahan Sebagaian Perlindungan Pekerja/buruh pada Aturan ini menghapus pasal 64


Pelaksanaan Pekerjaan/Alih Daya Perusahaan Alih Daya dan 65 UU Ketenagakerjaan yang
Pasal 64 Pasal 64 sebelumnya mengatur tentang
Perusahaan dapat menyerahkan Dihapus. pekerja outsourcing.
sebagian pelaksanaan pekerjaan Penghapusan pasal tersebut
kepada perusahaan lainnya melalui menunjukan semakin lepasnya
perjanjian pemborongan pekerjaan hubungan hukum dan
atau penyediaan jasa pekerja/buruh perlindungan. Kepastian dan
yang dibuat secara tertulis. keamanan kerja semakin jauh dari
harapan. Hal ini membuat nasib
pekerja alih daya atau
outsourcing semakin tidak jelas.

Pasal 65 Pasal 65 Ketenagakerjaan yang


(1) Penyerahan sebagian Dihapus. sebelumnya mengatur tentang
pelaksanaan pekerjaan kepada pekerja outsourcing.
perusahaan lain dilaksanakan
melalui perjanjian pemborongan Penghapusan pasal tersebut
pekerjaan yang dibuat secara menunjukan semakin lepasnya
tertulis. hubungan hukum dan
(2) Pekerjaan yang dapat diserahkan perlindungan. Kepastian dan
kepada perusahaan lain sebagaimana keamanan kerja semakin jauh dari
dimaksud dalam ayat (1) harus harapan. Hal ini membuat nasib
memenuhi syarat-syarat sebagai pekerja alih daya atau
berikut: outsourcing semakin tidak jelas.
a. dilakukan secara terpisah dari Pasal ini
kegiatan utama;
b. dilakukan dengan perintah -Memperkecil peluang
langsung atau tidak langsung dari penyerapan tenaga kerja
pemberi pekerjaan;
c. merupakan kegiatan penunjang -Tidak adanya perlindungan
perusahaan secara keseluruhan; dan pekerja dari perusahaan
d. tidak menghambat proses outsourcing
produksi secara langsung.
(3) Perusahaan lain sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) harus
berbentuk badan hukum. -Syarat pekerja outsourcing
(4) Pelindungan kerja dan syarat- dihapus
syarat kerja bagi pekerja/buruh pada
perusahaan lain sebagaimana di -Perjanjian tertulis tidak lagi
maksud dalam ayat (2) sekurang- wajib bagi perusahaan
kurangnya sama dengan outsourcing dengan pekerja
perlindungan kerja dan syarat-syarat
kerja pada perusahaan pemberi
pekerjaan atau sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(5) Perubahan dan/atau penambahan
syarat-syarat sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) diatur lebih lanjut
dengan Keputusan Menteri.
(6) Hubungan kerja dalam
pelaksanaan pekerjaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur
dalam perjanjian kerja secara tertulis
antara perusahaan lain dan
pekerja/buruh yang
dipekerjakannya.
(7) Hubungan kerja sebagaimana
dimaksud dalam ayat (6) dapat
didasarkan atas perjanjian kerja
waktu tidak tertentu atau perjanjian
kerja waktu tertentu apabila
memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 59.
(8) Dalam hal ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2), dan ayat (3), tidak terpenuhi,
maka demi hukum status hubungan
kerja pekerja/buruh dengan
perusahaan penerima pemborongan
beralih menjadi hubungan kerja
pekerja/buruh dengan perusahaan
pemberi pekerjaan.
(9) Dalam hal hubungan kerja
beralih ke perusahaan pemberi
pekerjaan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (8), maka hubungan
kerja pekerja/buruh dengan pemberi
pekerjaan sesuai dengan hubungan
kerja sebagaimana dimaksud dalam
ayat (7).

Pasal 66 Pasal 66
(1) Pekerja/buruh dari perusahaan (1) Hubungan kerja antara Pasal ini berkaitan dengan
penyedia jasa pekerja/buruh tidak perusahaan alih daya dengan membuat batasan outsourcing
boleh digunakan oleh pemberi kerja pekerja/buruh yang yang saat ini diubah menjadi
untuk melaksanakan kegiatan pokok dipekerjakannya didasarkan pada tidak adanya pengaturan. Hal ini
atau kegiatan yang berhubungan perjanjian kerja waktu tertentu atau berarti pekerjaan yang core atau
langsung dengan proses produksi, perjanjian kerja waktu tidak tertentu. inti produksi pun bisa
kecuali untuk kegiatan jasa (2) Perlindungan upah dan dialihdayakan dan menciptakan
penunjang atau kegiatan yang tidak kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta job insecurity.
berhubungan langsung dengan perselisihan yang timbul menjadi
proses produksi. tanggung jawab perusahaan alih daya.
(2) Penyedia jasa pekerja/buruh (3) Perusahaan alih daya
untuk kegiatan jasa penunjang atau sebagaimana dimaksud pada ayat
kegiatan yang tidak berhubungan (2) berbentuk badan hukum dan wajib
langsung dengan proses produksi memenuhi Perizinan Berusaha.
harus memenuhi syarat sebagai (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai
berikut: pelindungan pekerja/buruh
a. adanya hubungan kerja antara sebagaimana dimaksud pada ayat
pekerja/buruh dan perusahaan (2) dan Perizinan Berusaha
penyedia jasa pekerja/buruh; sebagaimana dimaksud pada ayat
b. perjanjian kerja yang berlaku (3) diatur dengan Peraturan
dalam hubungan kerja sebagaimana Pemerintah.
dimaksud pada huruf a adalah
perjanjian kerja untuk waktu tertentu
yang memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
59 dan/atau perjanjian kerja waktu
tidak tertentu yang dibuat secara
tertulis dan ditandatangani oleh
kedua belah pihak;
c. perlindungan upah dan
kesejahteraan, syarat-syarat kerja,
serta perselisihan yang timbul
menjadi tanggung jawab perusahaan
penyedia jasa pekerja/buruh; dan
d. perjanjian antara perusahaan
pengguna jasa pekerja/buruh dan
perusahaan lain yang bertindak
sebagai perusahaan penyedia jasa
pekerja/buruh dibuat secara tertulis
dan wajib memuat pasal-pasal
sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang ini.
(3) Penyedia jasa pekerja/buruh
merupakan bentuk usaha yang
berbadan hukum dan memiliki izin
dari instansi yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan.
(4) Dalam hal ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), ayat (2) huruf a, huruf b, dan
huruf d serta ayat (3) tidak
terpenuhi, maka demi hukum status
hubungan kerja antara pekerja/buruh
dan perusahaan penyedia jasa
pekerja/buruh beralih menjadi
hubungan kerja antara pekerja/buruh
dan perusahaan pemberi pekerjaan.

Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Waktu Kerja dan Waktu Istirahat
Pasal 77 Pasal 77
1) Setiap pengusaha wajib (1) Setiap Pengusaha wajib
melaksanakan ketentuan waktu melaksanakan ketentuan waktu kerja. Seharusnya diatur dalam
kerja. Peraturan Pemerintah
(2) Waktu kerja sebagaimana (2) Waktu kerja sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) meliputi: dimaksud pada ayat (1) paling lama 8
a. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40
(empat puluh) jam 1 (satu) minggu (empat puluh) jam 1 (satu) minggu.
untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1
(satu) minggu; atau (3) Pelaksanaan jam kerja bagi
b. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan pekerja/buruh di perusahaan diatur
40 (empat puluh) jam 1 (satu) dalam perjanjian kerja, peraturan
minggu untuk 5 (lima) hari kerja perusahaan, atau perjanjian kerja
dalam 1 (satu) minggu. bersama.
(3) Ketentuan waktu kerja
sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) tidak berlaku bagi sektor usaha
atau pekerjaan tertentu.
(4) Ketentuan mengenai waktu kerja
pada sektor usaha atau pekerjaan
tertentu sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3) diatur dengan
Keputusan Menteri.

Pasal 77A
(1) Pengusaha dapat memberlakukan
waktu kerja yang melebihi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
77 ayat (2) untuk jenis pekerjaan atau
sektor usaha tertentu. (2) Waktu kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan berdasarkan skema
periode kerja. (3) Ketentuan lebih
lanjut mengenai jenis pekerjaan atau
sektor usaha tertentu serta skema
periode kerja diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

Pasal 78 Pasal 78
(1) Pengusaha yang mempekerjakan (1) Pengusaha yang mempekerjakan Tidak bermasalah,, dengan
pekerja/buruh melebihi waktu kerja pekerja/buruh melebihi waktu kerja catatan perlindungan kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal sebagaimana dimaksud dalam Pasal dan keselamatan pekerja tetap
77 ayat (2) harus memenuhi syarat: 77 ayat (2) harus memenuhi syarat: menjadi prioritas, sesuai konvensi
a. ada persetujuan pekerja/buruh a. ada persetujuan pekerja/buruh yang ILO.
yang bersangkutan; bersangkutan; dan
b. waktu kerja lembur hanya dapat b. waktu kerja lembur hanya
dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dapat dilakukan paling banyak 4
dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat (empat) jam dalam 1 (satu) hari dan 18
belas) jam dalam 1 (satu) minggu. (delapan belas) jam dalam 1 (satu)
(2) Pengusaha yang mempekerjakan minggu.
pekerja/buruh melebihi waktu kerja (2) Pengusaha yang mempekerjakan
sebagaimana dimaksud dalam ayat pekerja/buruh melebihi waktu
(1) wajib membayar upah kerja kerja sebagaimana dimaksud
lembur. pada ayat (1) wajib membayar upah
(3) Ketentuan waktu kerja lembur kerja lembur.
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) Ketentuan waktu kerja lembur
(1) huruf b tidak berlaku bagi sektor sebagaimana dimaksud pada ayat
usaha atau pekerjaan tertentu. (1) huruf b tidak berlaku bagi
(4) Ketentuan mengenai waktu kerja pekerjaan atau sektor usaha
lembur dan upah kerja lembur tertentu.
sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai
(2) dan ayat (3) diatur dengan waktu kerja lembur dan upah kerja
Keputusan Menteri. lembur diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 79 Pasal 79
(1) Pengusaha wajib memberi waktu (1) Pengusaha wajib memberi: a. Pasal 79 ayat (2) huruf d UU
istirahat dan cuti kepada waktu istirahat; dan b. Cuti. 13/2003 diusulkan tetap berlaku.
pekerja/buruh. (2) Waktu istirahat sebagaimana Aturan mengenai jam kerja
(2) Waktu istirahat dan cuti dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib menjadi terkesan eksploitatif.
sebagaimana dimaksud dalam ayat diberikan kepada pekerja/buruh paling
(1), meliputi: sedikit meliputi: a. istirahat antara jam Pada pasal 89 RUU Cipta
a. istirahat antara jam kerja, kerja, paling sedikit setengah jam Lapangan Kerja poin 22 berisi
sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam perubahan dari pasal 79 UU
setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat nomor 13 tahun 2003 tentang
terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja; dan Ketenagakerjaan. Isinya,
tersebut tidak termasuk jam kerja; b. istirahat mingguan 1 (satu) hari pengusaha wajib memberi waktu
b. istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 istirahat dan cuti bagi pekerja.
untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
(satu) minggu atau 2 (dua) hari (3) Cuti sebagaimana dimaksud pada Waktu istirahat wajib diberikan
untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 ayat (1) huruf b yang wajib diberikan paling sedikit selama 30 menit
(satu) minggu; kepada pekerja/buruh yaitu cuti setelah bekerja selama 4 jam, dan
c. cuti tahunan, sekurang-kurangnya tahunan, paling sedikit 12 (dua belas) “Istirahat mingguan 1 hari untuk
12 (dua belas) hari kerja setelah hari kerja setelah pekerja/buruh yang 6 hari kerja dalam 1 minggu,”
pekerja/buruh yang bersangkutan bersangkutan bekerja selama 12 (dua demikian dikutip. Sedangkan,
bekerja selama 12 (dua belas) bulan belas) bulan secara terus menerus. waktu kerja paling lama 8 jam
secara terus menerus; dan (4) Pelaksanaan cuti tahunan perhari, dan 40 jam dalam satu
d. istirahat panjang sekurang- sebagaimana dimaksud pada ayat (3) minggu.
kurangnya 2 (dua) bulan dan diatur dalam perjanjian kerja,
dilaksanakan pada tahun ketujuh dan peraturan perusahaan, atau perjanjian Pasal 79 ayat 5: Perlunya
kedelapan masing-masing 1 (satu) kerja bersama. pengaturan mengenai cuti
bulan bagi pekerja/buruh yang telah (5) Selain waktu istirahat dan cuti bersama yang pelaksanaannya
bekerja selama 6 (enam) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak mengurangi hak cuti
secara terusmenerus pada ayat (2), dan ayat (3), perusahaan tahunan.
perusahaan yang sama dengan dapat memberikan cuti panjang yang
ketentuan pekerja/buruh tersebut diatur dalam perjanjian kerja,
tidak berhak lagi atas istirahat peraturan perusahaan atau perjanjian
tahunannya dalam 2 (dua) tahun kerja bersama.
berjalan dan selanjutnya berlaku
untuk setiap kelipatan masa kerja 6
(enam) tahun.
(3) Pelaksanaan waktu istirahat
tahunan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) huruf c diatur dalam
perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama.
(4) Hak istirahat panjang
sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) huruf d hanya berlaku bagi
pekerja/buruh yang bekerja pada
perusahaan tertentu.
(5) Perusahaan tertentu sebagaimana
dimaksud dalam ayat (4) diatur
dengan Keputusan Menteri.

Pengupahan Pengupahan Pada ayat (3) mengenai


Pasal 88 Pasal 88 Kebijakan pengupahan harusnya
(1) Setiap pekerja/buruh berhak (1) Setiap pekerja/buruh berhak atas tetap diatur oleh UU, bukan diatur
memperoleh penghasilan yang penghidupan yang layak bagi oleh PP karena berpotensi tidak
memenuhi penghidupan yang layak kemanusiaan. akan melibatkan partisipasi
bagi kemanusiaan. (2) Pemerintah Pusat menetapkan publik yang akan merasakan
(2) Untuk mewujudkan penghasilan kebijakan pengupahan nasional langsung dampak dari kebijakan
yang memenuhi penghidupan yang sebagai salah satu upaya mewujudkan pengupahan ini.
layak bagi kemanusiaan hak pekerja/buruh atas penghidupan
sebagaimana dimaksud dalam ayat yang layak bagi kemanusiaan. Harus ada penjelasan lebih lanjut
(1), pemerintah menetapkan (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai mengenai pengupahan nasional.
kebijakan pengupahan yang kebijakan pengupahan nasional diatur
melindungi pekerja/buruh. dalam Peraturan Pemerintah.
(3) Kebijakan pengupahan yang
melindungi pekerja/buruh
sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) meliputi:
a. upah minimum;
b. upah kerja lembur;
c. upah tidak masuk kerja karena
berhalangan;
d. upah tidak masuk kerja karena
melakukan kegiatan lain di luar
pekerjaannya;
e. upah karena menjalankan hak
waktu istirahat kerjanya;
f. bentuk dan cara pembayaran upah;
g. denda dan potongan upah;
h. hal-hal yang dapat diperhitungkan
dengan upah;
i. struktur dan skala
pengupahan yang proporsional;
j. upah untuk pembayaran pesangon;
dan
k. upah untuk perhitungan pajak
penghasilan.
(4) Pemerintah menetapkan upah
minimum sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3) huruf a berdasarkan
kebutuhan hidup layak dan dengan
memperhatikan produktivitas dan
pertumbuhan ekonomi.

Pasal 88A Tidak bermasalah


(1) Hak pekerja/buruh atas upah
timbul pada saat terjadi hubungan
kerja antara pekerja/buruh dengan
pengusaha dan berakhir pada saat
putusnya hubungan kerja.
(2) Pengusaha wajib membayar upah
kepada pekerja/buruh sesuai
kesepakatan atau sesuai ketentuan
peraturan perundangundangan.
(3) Setiap pekerja/buruh berhak
memperoleh upah yang sama untuk
pekerjaan yang sama nilainya.

Pasal 88B Dalam konsepsi ini berarti akan


Upah ditetapkan berdasarkan: meniadakan hak-hak buruh ketika
a. satuan waktu; dan/atau berhalangan bekerja.
b. satuan hasil.
Kemungkinan penghapusan upah
lembur

UMKM tidak perlu mengikuti


upah minimum selama diatas
garis kemiskinan

Seharusnya dijelaskan lebih lanjut


di PP.

Pasal 88C “Jaring pengaman” dalam pasal


(1) Gubernur menetapkan upah ini tidak jelas pengertian dan
minimum sebagai jaring pengaman. praktiknya. Ditambah, upah
(2) Upah minimum sebagaimana minimum hanya bisa ditetapkan
dimaksud pada ayat (1) merupakan oleh gubernur dalam bentuk upah
upah minimum provinsi. minimum provinsi. Hal ini dapat
mengakibatkan hilangnya upah
minimum kota/kabupaten atau
sektoral.

Pasal 88D
(1) Upah minimum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 88C ayat (2)
dihitung dengan menggunakan
formula perhitungan upah minimum
sebagai berikut:
UMt+1 = UMt + (UMt x %PEt) (2)
Untuk pertama kali setelah berlakunya
Undang-Undang ini, UMt
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan upah minimum yang
ditetapkan berdasarkan ketentuan
peraturan pelaksanaan Undang-
Undang Ketenagakerjaan terkait
pengupahan.
(3) Data yang digunakan untuk
menghitung upah minimum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan data yang bersumber dari
lembaga yang berwenang di bidang
statistik.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai
upah minimum diatur dalam Peraturan
Pemerintah.

Pasal 88E Pengaturan upah minimun


(1) Untuk menjaga keberlangsungan industri padat karya yang
usaha dan memberikan perlindungan tersendiri berpotensi membuat
kepada pekerja/buruh industri padat upah minimumnya lebih rendah
karya, pada industri padat karya dari pada upah minimum
ditetapkan upah minimum tersendiri. provinsi.
(2) Upah minimum pada industri padat
karya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib ditetapkan oleh
Gubernur.
(3) Upah minimum pada industri padat
karya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dihitung dengan
menggunakan formula tertentu.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai
upah minimum industri padat karya
dan formula tertentu diatur dalam
Peraturan Pemerintah.

Pasal 88F Tidak Bermasalah


(1) Upah minimum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 88C ayat
(2) dan Pasal 88E ayat (1)
berlaku bagi pekerja/buruh
dengan masa kerja kurang dari 1 (satu)
tahun pada perusahaan
yang bersangkutan.
(2) Pengusaha dilarang membayar
upah lebih rendah dari upah minimum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
88C ayat
(2) dan Pasal 88E ayat (1).

Pasal 88G Pasal ini memperjelas bahwa


1) Dalam hal gubernur : hanya gubernur yang diberi
a. tidak menetapkan upah wewenang. Tidak adanya
minimum dan/atau upah wewenang dari kepala daerah
minimum industri padat tingkat kabupaten/kota.
karya; atau
b. menetapkan upah minimum
dan/atau upah minimum industri padat
karya tidak sesuai dengan ketentuan,
dikenai sanksi sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan
di bidang pemerintahan daerah.
(2) Dalam hal gubernur dikenakan
sanksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), upah minimum
yang berlaku yaitu upah
minimum tahun sebelumnya.

Pasal 89 Pasal 89 Dihapusnya pasal ini membuat


(1) Upah minimum sebagaimana Dihapus. daerah otonom kab/kota tidak
dimaksud dalam Pasal 88 ayat (3) memiliki wewenang dalam
huruf a dapat terdiri atas: menetapkan upah minimum
a. upah minimum berdasarkan regional.
wilayah provinsi atau
kabupaten/kota;
b. upah minimum berdasarkan
sektor pada wilayah provinsi atau
kabupaten/kota;
(2) Upah minimum sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diarahkan
kepada pencapaian kebutuhan hidup
layak.
(3) Upah minimum sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan
oleh Gubernur dengan
memperhatikan rekomendasi dari
Dewan Pengupahan Provinsi
dan/atau Bupati/Walikota.
(4) Komponen serta pelaksanaan
tahapan pencapaian kebutuhan hidup
layak sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) diatur dengan Keputusan
Menteri.

Pasal 90 Pasal 90 Penghapusan pasal ini tidak


(1) Pengusaha dilarang membayar Dihapus. memiliki alasan yang jelas.
upah lebih rendah dari upah
minimum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 89.
(2) Bagi pengusaha yang tidak
mampu membayar upah minimum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
89 dapat dilakukan penangguhan.
(3) Tata cara penangguhan
sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) diatur dengan Keputusan
Menteri.

Pasal 90A Tidak perlu diatur lagi, karena


Upah di atas upah minimum sudah ada pada pasal 88A
ditetapkan berdasarkan kesepakatan
antara pengusaha dengan
pekerja/buruh di perusahaan.

Pasal 90B Penambahan ini menghasilkan


(1) Ketentuan upah minimum tiga jenis pengupahan, yaitu upah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal minimum provinsi, upah
88C ayat (2) dan Pasal 88E ayat (1) minimum padat karya dan upah
dikecualikan bagi usaha mikro dan minimum usaha mikro.
kecil.
(2) Upah pada usaha mikro dan usaha
kecil ditetapkan berdasarkan
kesepakatan antara pengusaha dengan
pekerja/buruh di perusahaan.
(3) Ketentuan mengenai kriteria usaha
mikro dan usaha kecil sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang
undangan.

Pasal 91 Pasal 91 Tidak bermasalah karena sudah


(1) Pengaturan pengupahan yang Dihapus. diatur dalam pasal 88
ditetapkan atas kesepakatan antara
pengusaha dan pekerja/buruh atau
serikat pekerja/serikat buruh tidak
boleh lebih rendah dari ketentuan
pengupahan yang ditetapkan
peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(2) Dalam hal kesepakatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) lebih rendah atau bertentangan
dengan peraturan perundang-
undangan, kesepakatan tersebut
batal demi hukum, dan pengusaha
wajib membayar upah pekerja/buruh
menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Pasal 92 Pasal 92 Penyederhanaan pasal ini


(1) Pengusaha menyusun struktur (1) Pengusaha menyusun struktur dan menyebabkan perusahaan dapat
dan skala upah dengan skala upah di perusahaan. menentukan upah secara semena-
memperhatikan golongan, jabatan, (2) Struktur dan skala upah mena tanpa memperhatikan
masa kerja, pendidikan, dan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) golongan, jabatan, masa kerja,
kompetensi. digunakan sebagai pedoman untuk pendidikan, dan kompetensi.
(2) Pengusaha melakukan penetapan upah berdasarkan satuan
peninjauan upah secara berkala waktu.
dengan memperhatikan kemampuan
perusahaan dan produktivitas.
(3) Ketentuan mengenai struktur dan
skala upah sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur dengan
Keputusan Menteri.
Pasal 92A Peninjauan upah perlu diatur
Pengusaha melakukan peninjauan lebih lanjut di Peraturan
upah secara berkala dengan Pemerintah.
memperhatikan kemampuan
perusahaan dan produktivitas.

Pasal 93 Pasal 93 Pasal (2) huruf b berpotensi


(1) Upah tidak dibayar apabila (1) Upah tidak dibayar apabila menciptakan ketimpangan kuasa
pekerja/buruh tidak melakukan pekerja/buruh tidak melakukan oleh pengusaha
pekerjaan. pekerjaan.
(2) Ketentuan sebagaimana (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud PP harus menjamin pembayaran
dimaksud dalam ayat (1) tidak pada ayat (1) tidak berlaku dan upah ketika buruh/pekerja karena
berlaku, dan pengusaha wajib pengusaha wajib membayar upah berhalangan.
membayar upah apabila: apabila:
a. pekerja/buruh sakit sehingga tidak a. pekerja/buruh tidak masuk kerja Pemerintah harus membangun
dapat melakukan pekerjaan; dan/atau tidak melakukan pekerjaan narasi bahwa ketika pasal
b. pekerja/buruh perempuan yang karena berhalangan; 13/2003 dihapus, bukan berarti
sakit pada hari pertama dan kedua b. pekerja/buruh tidak masuk kerja tidak ada aturan lebih lanjut,
masa haidnya sehingga tidak dapat dan/atau tidak melakukan pekerjaan melainkan diatur dalam Peraturan
melakukan pekerjaan; karena melakukan kegiatan lain diluar Pemerintah.
c. pekerja/buruh tidak masuk bekerja pekerjaannya dan telah mendapatkan
karena pekerja/buruh menikah, persetujuan pengusaha;
menikahkan, mengkhitankan, c. pekerja/buruh bersedia melakukan
membaptiskan anaknya, isteri pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi
melahirkan atau keguguran pengusaha tidak mempekerjakannya
kandungan, suami atau isteri atau karena kesalahan pengusaha sendiri
anak atau menantu atau orang tua atau halangan yang seharusnya dapat
atau mertua atau anggota keluarga dihindari pengusaha; atau
dalam satu rumah meninggal dunia; d. pekerja/buruh tidak masuk
d. pekerja/buruh tidak dapat kerja dan/atau tidak
melakukan pekerjaannya karena melakukan pekerjaan karena
sedang menjalankan kewajiban menjalankan hak waktu
terhadap negara; istirahat atau cutinya.
e. pekerja/buruh tidak dapat (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
melakukan pekerjaannya karena pembayaran upah sebagaimana
menjalankan ibadah yang dimaksud pada ayat (2) diatur dalam
diperintahkan agamanya; Peraturan Pemerintah.
f. pekerja/buruh bersedia melakukan
pekerjaan yang telah dijanjikan
tetapi pengusaha tidak
mempekerjakannya, baik karena
kesalahan sendiri maupun halangan
yang seharusnya dapat dihindari
pengusaha;
g. pekerja/buruh melaksanakan hak
istirahat;
h. pekerja/buruh melaksanakan tugas
serikat pekerja/serikat buruh atas
persetujuan pengusaha; dan
i. pekerja/buruh melaksanakan tugas
pendidikan dari perusahaan.
(3) Upah yang dibayarkan kepada
pekerja/buruh yang sakit
sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) huruf a sebagai berikut :
a. untuk 4 (empat) bulan pertama,
dibayar 100% (seratus perseratus)
dari upah;
b. untuk 4 (empat) bulan kedua,
dibayar 75% (tujuh puluh lima
perseratus) dari upah;
c. untuk 4 (empat) bulan ketiga,
dibayar 50% (lima puluh perseratus)
dari upah; dan
d. untuk bulan selanjutnya dibayar
25% (dua puluh
lima perseratus) dari upah sebelum
pemutusan hubungan kerja
dilakukan oleh pengusaha.
(4) Upah yang dibayarkan kepada
pekerja/buruh yang tidak masuk
bekerja sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) huruf c sebagai
berikut:
a. pekerja/buruh menikah, dibayar
untuk selama 3 (tiga) hari;
b. menikahkan anaknya, dibayar
untuk selama 2 (dua) hari;
c. mengkhitankan anaknya, dibayar
untuk selama 2 (dua) hari;
d. membaptiskan anaknya, dibayar
untuk selama 2 (dua) hari;
e. isteri melahirkan atau keguguran
kandungan, dibayar untuk selama 2
(dua) hari;
f. suami/isteri, orang tua/mertua atau
anak atau menantu meninggal dunia,
dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
dan
g. anggota keluarga dalam satu
rumah meninggal dunia, dibayar
untuk selama 1 (satu) hari.
(5) Pengaturan pelaksanaan
ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) ditetapkan dalam
perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama.

Pasal 94 Pasal 94 Tidak bermasalah akan


Dalam hal komponen upah terdiri Dalam hal komponen upah terdiri atas pengubahan diksi yang ada
dari upah pokok dan tunjangan tetap upah pokok dan tunjangan tetap
maka besarnya upah pokok sedikit – besarnya upah pokok paling sedikit 75
dikitnya 75 % ( tujuh puluh lima % (tujuh puluh lima perseratus) dari
perseratus ) dari jumlah upah pokok jumlah upah pokok dan tunjangan
dan tunjangan tetap. tetap.

Pasal 95 Pasal 95 Tidak bermasalah.


(1) Pelanggaran yang dilakukan oleh (1) Dalam hal perusahaan
pekerja/buruh karena kesengajaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi
atau kelalaiannya dapat dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan
denda. perundang-undangan, upah dan hak
(2) Pengusaha yang karena lainnya yang belum diterima oleh
kesengajaan atau kelalaiannya pekerja/buruh merupakan utang yang
mengakibatkan keterlambatan didahulukan pembayarannya.
pembayaran upah, dikenakan denda (2) Upah pekerja/buruh sebagaimana
sesuai dengan persentase tertentu dimaksud pada ayat (4) didahulukan
dari upah pekerja/buruh. pembayarannya
(3) Pemerintah mengatur pengenaan sebelum pembayaran kepada para
denda kepada pengusaha dan/atau kreditur pemegang hak jaminan
pekerja/buruh, dalam pembayaran kebendaan.
upah. (3) Hak lainnya dari pekerja/buruh
(4) Dalam hal perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dinyatakan pailit atau dilikuidasi didahulukan pembayarannya setelah
berdasarkan peraturan perundang- pembayaran kepada para kreditur
undangan yang berlaku, maka upah pemegang hak jaminan kebendaan.
dan hak-hak lainnya dari
pekerja/buruh merupakan utang
yang didahulukan pembayarannya.

Pasal 96 Pasal 96 Tidak bermasalah, dengan catatan


Tuntutan pembayaran upah Dihapus. tetap diatur dalam Peraturan
pekerja/buruh dan segala Pemerintah.
pembayaran yang timbul dari
hubungan kerja menjadi
kadaluwarsa setelah melampaui
jangka waktu 2 (dua) tahun sejak
timbulnya hak.

Pasal 97 Pasal 97 Tidak bermasalah.


Ketentuan mengenai penghasilan Dihapus.
yang layak, kebijakan pengupahan,
kebutuhan hidup layak, dan
perlindungan pengupahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
88, penetapan upah minimum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
89, dan pengenaan denda
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
95 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3)
diatur dengan Peraturan Pemerintah
Pasal 98 Pasal 98 Unsur pemerintah dalam dewan
(1) Untuk memberikan saran, (1) Untuk memberikan saran dan pengupahan tidak jelas apakah
pertimbangan, dan merumuskan pertimbangan kepada Pemerintah pemerintah pusat, provinsi, atau
kebijakan pengupahan yang akan Pusat dalam rangka perumusan kab/kota. Namun, nampaknya
ditetapkan oleh pemerintah, serta kebijakan pengupahan serta akan di isi oleh unsur pemerintah
untuk pengembangan sistem pengembangan sistem pengupahan dari pusat sehinggaakan
pengupahan nasional dibentuk nasional dibentuk dewan pengupahan. menghilangkan peran pemerintah
Dewan Pengupahan Nasional, (2) Dewan pengupahan terdiri atas daerah.
Provinsi, dan Kabupaten/Kota. unsur Pemerintah, organisasi
(2) Keanggotaan Dewan pengusaha, serikat pekerja/serikat
Pengupahan sebagaimana dimaksud buruh, pakar dan akademisi.
dalam ayat (1) terdiri dari unsur (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
pemerintah, organisasi pengusaha, tata cara pembentukan, komposisi
serikat pekerja/serikat buruh, keanggotaan, tata cara pengangkatan
perguruan tinggi, dan pakar. dan pemberhentian keanggotaan, serta
(3) Keanggotaan Dewan tugas dan tata kerja dewan
Pengupahan tingkat Nasional pengupahan, diatur dengan Peraturan
diangkat dan diberhentikan oleh Pemerintah.
Presiden, sedangkan keanggotaan
Dewan Pengupahan Provinsi,
Kabupaten/Kota diangkat dan
diberhentikan oleh Gubenur/Bupati/
Walikota.
(4) Ketentuan mengenai tata cara
pembentukan, komposisi
keanggotaan, tata cara pengangkatan
dan pemberhentian keanggotaan,
serta tugas dan tata kerja Dewan
Pengupahan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2), diatur
dengan Keputusan Presiden.

Pemutusan Hubungan Kerja Pemutusan Hubungan Kerja Tidak bermasalah.


Pasal 150 Pasal 150
Ketentuan mengenai pemutusan Pemutusan hubungan kerja dalam
hubungan kerja dalam undang- undang-undang ini meliputi
undang ini meliputi pemutusan pemutusan hubungan kerja yang
hubungan kerja yang terjadi di terjadi di badan usaha yang berbadan
badan usaha yang berbadan hukum hukum atau tidak, milik orang
atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan atau
perseorangan, milik persekutuan milik badan hukum, baik milik swasta
atau milik badan hukum, baik milik maupun milik negara, maupun usaha-
swasta maupun milik negara, usaha sosial dan usaha-usaha lain yang
maupun usaha-usaha sosial dan mempunyai pengurus dan
usaha-usaha lain yang mempunyai mempekerjakan orang lain dengan
pengurus dan mempekerjakan orang membayar upah atau imbalan dalam
lain dengan membayar upah atau bentuk lain.
imbalan dalam bentuk lain.

Pasal 151 Pasal 151 Frasa “kesepakatan” dalam Pasal


(1) Pengusaha, pekerja/buruh, (1) Pemutusan hubungan kerja 151 diganti dengan “musyawarah
serikat pekerja/serikat buruh, dan dilaksanakan berdasarkan kesepakatan mufakat” yang merujuk pada UU
pemerintah, dengan segala upaya antara pengusaha dengan 2/2004.
harus mengusahakan agar jangan pekerja/buruh.
terjadi pemutusan hubungan kerja. (2) Dalam hal kesepakatan Penghapusan Pasal 151 ayat (2)
(2) Dalam hal segala upaya telah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) UU 13/2003, dikhawatirkan
dilakukan, tetapi pemutusan tidak tercapai, penyelesaian membawa dampak
hubungan kerja tidak dapat pemutusan hubungan kerja dilakukan menghilangkan/mengurangi peran
dihindari, maka maksud pemutusan melalui prosedur penyelesaian serikat pekerja dalam menjaga
hubungan kerja wajib dirundingkan perselisihan hubungan industrial fungsinya dalam melindungi
oleh pengusaha dan serikat sesuai dengan ketentuan peraturan kepentingan anggotanya,
pekerja/serikat buruh atau dengan perundang-undangan. utamanya terkait penyelesaian
pekerja/buruh apabila pekerja/buruh pemutusan hubungan kerja
yang bersangkutan tidak menjadi (PHK).
anggota serikat pekerja/serikat
buruh. Perlu penjelasan lebih lanjut
(3) Dalam hal perundingan mengenai mekanisme
sebagaimana dimaksud dalam ayat pelaksanaan PHK.
(2) benar-benar tidak menghasilkan
persetujuan, pengusaha hanya dapat Masukan kepada pemerintah
memutuskan hubungan kerja dengan untuk memperhatikan strategi dan
pekerja/buruh setelah memperoleh narasi komunikasi publik untuk
penetapan dari lembaga sosialisasi RUU Cipta Kerja,
penyelesaian perselisihan hubungan utamanya terkait penghapusan
industrial. beberapa ketentuan UU 13/2003.
Hal ini menimbulkan kesan
seolah-seolah perlindungan
pekerja yang terkena PHK tidak
ada lagi. Padahal sejatinya hal
tersebut akan diatur lebih lanjut
dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 151A
Kesepakatan dalam pemutusan Pasal 151 huruf c perlu dijelaskan
hubungan kerja sebagaimana lebih lanjut tentang kompensasi
dimaksud dalam Pasal 151 ayat (1) apabila pekerja/buruh
tidak diperlukan dalam hal: mengundurkan diri sesuai dengan
a. pekerja/buruh masih dalam masa kemauannya sendiri.
percobaan ke rja;
b. pekerja/buruh melakukan
pelanggaran ketentuan yang diatur TAMBAHAN Revin:
dalam perjanjian kerja, peraturan Pasal 151A mempermudah PHK
perusahan, atau perjanjian kerja sepihak dengan memasukan
bersama dan telah diberikan surat kriteria seperti perusahaan pailit,
peringatan pertama, kedua dan ketiga melangar ketentuan kerja, PKWT,
secara berturut-turut; Dan perusahaan tutup
c. pekerja/buruh mengundurkan diri
atas kemauan sendiri;
d. pekerja/buruh dan pengusaha
berakhir hubungan kerjanya
sesuai perjanjian kerja waktu
tertentu;
e. pekerja/buruh mencapai usia
pensiun sesuai dengan perjanjian
kerja, peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama;
f. pekerja/buruh meninggal dunia;
g. perusahaan tutup yang
disebabkan karena keadaan
memaksa (force majeur); atau
h. perusahaan dinyatakan pailit
berdasarkan putusan pengadilan niaga.

Pasal 152 Pasal 152 Dihapusnya pasal ini dapat


(1) Permohonan penetapan Dihapus. berimplikasi pada ketidak jelasan
pemutusan hubungan kerja diajukan mekanisme permohonan
secara tertulis kepada lembaga pemutusan hubungan kerja dan
penyelesaian perselisihan hubungan peran dari lembaga penyelesaian
industrial disertai alasan yang hubungan industrial.
menjadi dasarnya.
(2) Permohonan penetapan
sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dapat diterima oleh lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan
industrial apabila telah dirundingkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
151 ayat (2).
(3) Penetapan atas permohonan
pemutusan hubungan kerja hanya
dapat diberikan oleh lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan
industrial jika ternyata maksud
untuk memutuskan hubungan kerja
telah dirundingkan, tetapi
perundingan tersebut tidak
menghasilkan kesepakatan.

Pasal 153 Pasal 153 Perubahan pada poin f tidak


(1) Pengusaha dilarang melakukan (1) Pengusaha dilarang melakukan bermasalah.
pemutusan hubungan kerja dengan pemutusan hubungan kerja dengan
alasan: alasan:
a. pekerja/buruh berhalangan masuk a. pekerja/buruh berhalangan masuk
kerja karena sakit menurut kerja karena sakit menurut keterangan
keterangan dokter selama waktu dokter selama waktu tidak melampaui
tidak melampaui 12 (dua belas) 12 (dua belas) bulan secara terus-
bulan secara terus-menerus; menerus; b. pekerja/buruh
b. pekerja/buruh berhalangan berhalangan menjalankan
menjalankan pekerjaannya karena pekerjaannya karena memenuhi
memenuhi kewajiban terhadap kewajiban terhadap negara sesuai
negara sesuai dengan ketentuan dengan ketentuan peraturan
peraturan perundang-undangan yang perundang-undangan yang berlaku;
berlaku; c. pekerja/buruh menjalankan ibadah
c. pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
yang diperintahkan agamanya; d. pekerja/buruh menikah;
d. pekerja/buruh menikah; e. pekerja/buruh perempuan hamil,
e. pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau
melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya;
menyusui bayinya; f. Pekerja/buruh mempunyai pertalian
f. pekerja/buruh mempunyai darah dan/atau ikat an perkawinan
pertalian darah dan/atau ikatan dengan pekerja/buruh lainnya di
perkawinan dengan pekerja/buruh dalam satu perusahaan;
lainnya di dalam satu perusahaan, g. pekerja/buruh mendirikan, menjadi
kecuali telah diatur dalam perjanjian anggota dan/atau pengurus serikat
kerja, peraturan perusahan, atau pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh
perjanjian kerja bersama; melakukan kegiatan serikat
g. pekerja/buruh mendirikan, pekerja/serikat buruh di luar jam kerja,
menjadi anggota dan/atau pengurus atau di dalam jam kerja atas
serikat pekerja/serikat buruh, kesepakatan pengusaha, atau
pekerja/buruh melakukan kegiatan berdasarkan ketentuan yang
serikat pekerja/serikat buruh di luar diatur dalam perjanjian kerja,
jam kerja, atau di dalam jam kerja peraturan perusahaan, atau perjanjian
atas kesepakatan pengusaha, atau kerja bersama;
berdasarkan ketentuan yang diatur h. pekerja/buruh mengadukan
dalam perjanjian kerja, peraturan pengusaha kepada pihak yang
perusahaan, atau perjanjian kerja berwajib mengenai perbuatan
bersama; pengusaha yang melakukan tindak
h. pekerja/buruh yang mengadukan pidana kejahatan;
pengusaha kepada yang berwajib i. pekerja/buruh berbeda paham,
mengenai perbuatan pengusaha yang agama, aliran politik, suku, warna
melakukan tindak pidana kejahatan; kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi
i. karena perbedaan paham, agama, fisik, atau status perkawinan;
aliran politik, suku, warna kulit, j. pekerja/buruh dalam keadaan cacat
golongan, jenis kelamin, kondisi tetap, sakit akibat kecelakaan kerja,
fisik, atau status perkawinan; atau sakit karena hubungan kerja yang
j. pekerja/buruh dalam keadaan cacat menurut surat keterangan dokter yang
tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, jangka waktu penyembuhannya belum
atau sakit karena hubungan kerja dapat dipastikan.
yang menurut surat keterangan (2) Pemutusan hubungan kerja yang
dokter yang jangka waktu dilakukan dengan alasan sebagaimana
penyembuhannya belum dapat dimaksud pada ayat (1) batal demi
dipastikan. hukum dan pengusaha wajib
(2) Pemutusan hubungan kerja yang mempekerjakan kembali
dilakukan dengan alasan pekerja/buruh yang bersangkutan.
sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) batal demi hukum dan pengusaha
wajib mempekerjakan kembali
pekerja/buruh yang bersangkutan.
Pasal 154 Pasal 154 Tidak bermasalah.
Penetapan sebagaimana dimaksud Dihapus.
dalam Pasal 151 ayat (3) tidak
diperlukan dalam hal:
a. pekerja/buruh masih dalam masa
percobaan kerja, bilamana telah
dipersyaratkan secara tertulis
sebelumnya;
b. pekerja/buruh mengajukan
permintaan pengunduran diri, secara
tertulis atas kemauan sendiri tanpa
ada indikasi adanya
tekanan/intimidasi dari pengusaha,
berakhirnya hubungan kerja sesuai
dengan perjanjian kerja waktu
tertentu untuk pertama kali;
c. pekerja/buruh mencapai usia
pensiun sesuai dengan ketetapan
dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, perjanjian kerja
bersama, atau peraturan
perundangundangan; atau
d. pekerja/buruh meninggal dunia.
Pasal 154A
(1) Pemutusan hubungan kerja dapat Pasal 154A ayat (1) huruf b perlu
terjadi karena alasan: penjelasan lebih lanjut mengenai
a.perusahaan melakukan kriteria efisiensi.
penggabungan, peleburan,
pengambilalihan, atau pemisahan Pasal 154A ayat (1) poin b dan
perusahaan; poin g dapat mempermudah
b.perusahaan melakukan efisiensi; perusahaan melakukan PHK
c. perusahaan tutup yang disebabkan dengan alasan efisiensi
perusahaan mengalami kerugian perusahaan.
secara terus menerus selama 2 (dua)
tahun; •Penekanan dalam pasal 154
d.perusahaan tutup yang disebabkan adalah membahas alasan PHK.
karena keadaan memaksa (force • Dalam PP tetap diatur besaran
majeur) kompensasi PHK sesuai jenis
e. perusahaan dalam keadaan PHK.
penundaan kewajiban pembayaran
utang; •rumusan 154A ayat (1) huruf g.
f. perusahaan dinyatakan pailit Pekerja/buruh yang dirugikan
berdasarkan putusan pengadilan niaga; akibat perbuatan perusahaan.
g. perusahaan melakukan perbuatan • Pasal 154A ayat (1) huruf k
yang merugikan pekerja/buruh; harus merujuk pada putusan MK
h.pekerja/buruh mengundurkan diri No. 012/PUU-1/2003.
atas kemauan sendiri; Terdapat pandangan lain:
i. pekerja/buruh mangkir selama 5 Pada Pasal 154A ayat (1)
(lima) hari kerja atau lebih berturut- langsung disebutkan besaran
turut tanpa keterangan secara tertulis; pesangon yang didapat pekerja,
j. pekerja/buruh melakukan yaitu:
pelanggaran ketentuan yang diatur 2 x pesangon pada Pasal 154A
dalam perjanjian kerja, peraturan ayat (1) huruf a, huruf b, huruf g
perusahaan atau perjanjian kerja 1 x pesangon pada Pasal 154A
bersama; k.pekerja/buruh ditahan ayat (1) huruf c, huruf d, huruf
pihak yang berwajib; e, huruf f, huruf j
l. pekerja/buruh mengalami sakit Tidak mendapat pesangon pada
berkepanjangan atau cacat akibat Pasal 154A ayat (1) huruf h
kecelakaan kerja dan tidak dapat dan huruf i
melakukan pekerjaannya setelah Pasal 154A huruf k ditambahkan
melampaui batas 12 (dua belas) bulan; apabila pekerja dibuktikan tidak
m. pekerja/buruh memasuki usia bersalah berdasarkan putusan
pensiun; atau n.pekerja/buruh pengadilan maka perusahaan
meninggal dunia. (2) Ketentuan harus mempekerjakan
mengenai tata cara pemutusan pekerja/buruh kembali.
hubungan kerja diatur dalam Peraturan
Pemerintah.

Pasal 155 Pasal 155 Dihapusnya pasal ini dapat


(1) Pemutusan hubungan kerja tanpa Dihapus. mengurangi hak-hak buruh dalam
penetapan sebagaimana dimaksud proses atau penetapan pemutusan
dalam Pasal 151 ayat (3) batal demi hubungan kerja.
hukum.
(2) Selama putusan lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan
industrial belum ditetapkan, baik
pengusaha maupun pekerja/buruh
harus tetap melaksanakan segala
kewajibannya.
(3) Pengusaha dapat melakukan
penyimpangan terhadap ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) berupa tindakan skorsing kepada
pekerja/buruh yang sedang dalam
proses pemutusan hubungan kerja
dengan tetap wajib membayar upah
beserta hak-hak lainnya yang biasa
diterima pekerja/buruh.

Pasal 156 Pasal 156 Pasal 156 ayat (4) berpotensi


(1) Dalam hal terjadi pemutusan 1) Dalam hal terjadi pemutusan menimbulkan moral hazard bagi
hubungan kerja, pengusaha hubungan kerja, pengusaha wajib pengusaha untuk tidak
diwajibkan membayar uang membayar uang pesangon dan/atau membayarkan uang penggantian
pesangon dan atau uang uang penghargaan masa kerja. hak.
penghargaan masa kerja dan uang (2) Perhitungan uang pesangon
penggantian hak yang seharusnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Usulan ketentuan Uang
diterima. paling sedikit ditentukan berdasarkan: Penggantian Hak sebaiknya tetap
(2) Perhitungan uang pesangon a. masa kerja kurang dari 1 (satu) mengacu pada UU 13/2003
sebagaimana dimaksud dalam ayat tahun, 1 (satu) bulan upah; dengan pengecualian bagi
(1) paling sedikit sebagai berikut: b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih kelompok UMKM.
a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2
tahun, 1 (satu) bulan upah; (dua) bulan upah; Kelipatan pemberian kompensasi
b. masa kerja 1 (satu) tahun c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih PHK berdasarkan jenis PHK tetap
atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 menyesuaikan dengan jenis PHK
tahun, 2 (dua) bulan upah; (tiga) bulan upah; dan angka pengalinya tetap sesuai
c. masa kerja 2 (dua) tahun atau d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih dengan UU 13/2003.
lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 Terdapat pandangan lain agar
tahun, 3 (tiga) bulan upah; (empat) bulan upah; Pasal 156 tetap mengacu pada
d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau e. masa kerja 4 (empat) tahun atau ketentuan semula UU 13/2003.
lebih tetapi kurang dari 4 (empat) lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun,
tahun, 4 (empat) bulan upah; 5 (lima) bulan upah;
e. masa kerja 4 (empat) tahun atau f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih,
lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6
tahun, 5 (lima) bulan upah; (enam) bulan upah;
f. masa kerja 5 (lima) tahun atau g. masa kerja 6 (enam) tahun atau
lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh)
tahun, 6 (enam) bulan upah; tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
g. masa kerja 6 (enam) tahun atau h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau
lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) lebih tetapi kurang dari 8 (delapan)
tahun, 7 (tujuh) bulan upah. tahun, 8 (delapan) bulan upah;
h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau
lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) lebih, 9 (sembilan) bulan upah.
tahun, 8 (delapan) bulan upah; (3) Perhitungan uang penghargaan
i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau masa kerja sebagaimana dimaksud
lebih, 9 (sembilan) bulan upah. pada ayat (1) ditetapkan sebagai
(3) Perhitungan uang penghargaan berikut:
masa kerja sebagaimana dimaksud a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih
dalam ayat (1) ditetapkan sebagai tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2
berikut: (dua) bulan upah;
atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) b. masa kerja 6 (enam) tahun atau
tahun, 2 (dua) bulan upah; lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan)
c. masa kerja 2 (dua) tahun atau tahun, 3 (tiga) bulan upah;
lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau
tahun, 3 (tiga) bulan upah; lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas)
d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau tahun, 4 (empat) bulan upah; d. masa
lebih tetapi kurang dari 4 (empat) kerja 12 (duabelas) tahun atau lebih
tahun, 4 (empat) bulan upah; tetapi kurang dari 15 (lima belas)
e. masa kerja 4 (empat) tahun atau tahun, 5 (lima) bulan upah;
lebih tetapi kurang dari 5 (lima) e. masa kerja 15 (lima belas) tahun
tahun, 5 (lima) bulan upah; atau lebih tetapi kurang dari 18
f. masa kerja 5 (lima) tahun atau (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan
lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) upah;
tahun, 6 (enam) bulan upah; f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun
g. masa kerja 6 (enam) tahun atau atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua
lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan
tahun, 7 (tujuh) bulan upah. upah;
h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau g. masa kerja 21 (dua puluh satu)
lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun atau lebih, 8 (delapan) bulan
tahun, 8 (delapan) bulan upah; upah.
i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau (4) Pengusaha dapat memberikan uang
lebih, 9 (sembilan) bulan upah. penggantian hak yang diatur dalam
(3) Perhitungan uang penghargaan perjanjian kerja, peraturan perusahaan
masa kerja sebagaimana dimaksud atau perjanjian kerja bersama.
dalam ayat (1) ditetapkan sebagai (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai
berikut: besaran uang pesangon serta uang
10 (sepuluh) bulan upah. penghargaan masa kerja dalam hal
(4) Uang penggantian hak yang terjadi pemutusan hubungan kerja
seharusnya diterima sebagaimana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
dimaksud dalam ayat (1) meliputi: 154A ayat (1) diatur dengan Peraturan
a. cuti tahunan yang belum diambil Pemerintah.
dan belum gugur;
b. biaya atau ongkos pulang untuk
pekerja/buruh dan keluarganya
ketempat dimana pekerja/buruh
diterima bekerja;
c. penggantian perumahan serta
pengobatan dan perawatan
ditetapkan 15% (lima belas
perseratus) dari uang pesangon
dan/atau uang penghargaan masa
kerja bagi yang memenuhi syarat;
d. hal-hal lain yang ditetapkan dalam
perjanjian kerja, peraturan
perusahaan atau perjanjian kerja
bersama.
(5) Perubahan perhitungan uang
pesangon, perhitungan uang
penghargaan masa kerja, dan uang
penggantian hak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), ayat (3),
dan ayat (4) ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.

Pasal 157 Pasal 157 Ketentaun di ayat 3 tidak jelas


(1) Komponen upah yang digunakan (1) Komponen upah yang digunakan upah minimum yang dimaksud.
sebagai dasar perhitungan uang sebagai dasar perhitungan uang
pesangon, uang penghargaan masa pesangon dan uang penghargaan masa
kerja, dan uang pengganti hak yang kerja, terdiri atas:
seharusnya diterima yang tertunda, a. upah pokok;
terdiri atas: b. tunjangan tetap yang diberikan
a. upah pokok; kepada pekerja/buruh dan
b. segala macam bentuk tunjangan keluarganya.
yang bersifat tetap yang diberikan (2) Dalam hal penghasilan
kepada pekerja/buruh dan pekerja/buruh dibayarkan atas dasar
keluarganya, termasuk harga perhitungan harian, upah sebulan sama
pembelian dari catu yang diberikan dengan 30 kali penghasilan sehari.
kepada pekerja/buruh secara cuma- (3) Dalam hal upah pekerja/buruh
cuma, yang apabila catu harus dibayarkan atas dasar perhitungan
dibayar pekerja/buruh dengan satuan hasil, upah sebulan sama
subsidi, maka sebagai upah dengan penghasilan rata-rata selama
dianggap selisih antara harga 12 (dua belas) bulan terakhir, dengan
pembelian dengan harga yang harus ketentuan tidak boleh kurang dari
dibayar oleh pekerja/buruh. ketentuan upah minimum.
(2) Dalam hal penghasilan
pekerja/buruh dibayarkan atas dasar
perhitungan harian, maka
penghasilan sebulan adalah sama
dengan 30 kali penghasilan sehari.
(3) Dalam hal upah pekerja/buruh
dibayarkan atas dasar perhitungan
satuan hasil, potongan/borongan
atau komisi, maka penghasilan
sehari adalah sama dengan
pendapatan rata-rata per hari selama
12 (dua belas) bulan terakhir,
dengan ketentuan tidak boleh kurang
dari ketentuan upah minimum
provinsi atau kabupaten/kota.
(4) Dalam hal pekerjaan tergantung
pada keadaan cuaca dan upahnya
didasarkan pada upah borongan,
maka perhitungan upah sebulan
dihitung dari upah rata-rata 12 (dua
belas) bulan terakhir.

Pasal 157A
(1) Selama proses penyelesaian Perlu ada batasan mengenai
perselisihan hubungan industrial, penyelesaian perselisihan
pengusaha dan pekerja/buruh harus hubungan industrial, baik didalam
tetap melaksanakan kewajibannya. (2) maupun di luar pengadilan
Pengusaha dapat melakukan tindakan dengan memperhatikan
skorsing kepada pekerja/buruh yang mekanisme dalam UU 2/2004.
sedang dalam proses penyelesaian
perselisihan hubungan industrial
dengan tetap membayar upah beserta
hak lainnya yang biasa diterima
pekerja/buruh.
Pasal 158 Pasal 158 Tidak bermasalah karena
(1) Pengusaha dapat memutuskan Dihapus. memiliki alasan logis yang telah
hubungan kerja terhadap dipaparkan dalam naskah
pekerja/buruh dengan alasan akademik.
pekerja/buruh telah melakukan
kesalahan berat sebagai berikut:
a. melakukan penipuan, pencurian,
atau penggelapan barang dan/atau
uang milik perusahaan;
b. memberikan keterangan palsu
atau yang dipalsukan sehingga
merugikan perusahaan;
c. mabuk, meminum minuman keras
yang memabukkan, memakai
dan/atau mengedarkan narkotika,
psikotropika, dan zat adiktif lainnya
di lingkungan kerja;
d. melakukan perbuatan asusila atau
perjudian di lingkungan kerja;
e. menyerang, menganiaya,
mengancam, atau mengintimidasi
teman sekerja atau pengusaha di
lingkungan kerja;
f. membujuk teman sekerja atau
pengusaha untuk melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan;
g. dengan ceroboh atau sengaja
merusak atau membiarkan dalam
keadaan bahaya barang milik
perusahaan yang menimbulkan
kerugian bagi perusahaan;
h. dengan ceroboh atau sengaja
membiarkan teman sekerja atau
pengusaha dalam keadaan bahaya di
tempat kerja;
i. membongkar atau membocorkan
rahasia perusahaan yang seharusnya
dirahasiakan kecuali untuk
kepentingan negara; atau
j. melakukan perbuatan lainnya di
lingkungan perusahaan yang
diancam pidana penjara 5 (lima)
tahun atau lebih.
(2) Kesalahan berat sebagaimana
dimaksud pelaksanaannya diatur
dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama

Pasal 159 Pasal 159 Penghapusan pasal ini dapat


Apabila pekerja/buruh tidak Dihapus. berimplikasi pada buruh
menerima pemutusan hubungan mengganggu yang tidak lagi bisa
kerja sebagaimana dimaksud dalam mengajukan gugatan atas
Pasal 158 ayat (1), pekerja/buruh pemutusan hubungan kerja
yang bersangkutan dapat sepihak.
mengajukan gugatan ke lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan
industrial.

Pasal 160 Pasal 160


(1) Dalam hal pekerja/buruh ditahan (1) Dalam hal pekerja/buruh ditahan Usulan agar Pasal 160 ayat (1)
pihak yang berwajib karena diduga pihak yang berwajib karena diduga tetap merujuk pada ketentuan UU
melakukan tindak pidana bukan atas melakukan tindak pidana, maka 13/2003.
pengaduan pengusaha, maka pengusaha tidak wajib membayar Menimbulkan celah hukum bagi
pengusaha tidak wajib membayar upah tetapi wajib memberikan bantuan pengusaha tidak membayar upah
upah tetapi wajib memberikan kepada keluarga pekerja/buruh yang dalam hal pekerja ditahan pihak
bantuan kepada keluarga menjadi tanggungannya dengan berwajib.
pekerja/buruh yang menjadi ketentuan sebagai berikut:
tanggungannya dengan ketentuan a. untuk 1 (satu) orang tanggungan, Usulan agar frasa tidak wajib
sebagai berikut: 25% (dua puluh lima perseratus) dari diganti menjadi dapat.
a. untuk 1 (satu) orang tanggungan : upah; Usulan agar frasa ‘sebelum masa
25% (dua puluh lima perseratus) b. untuk 2 (dua) orang tanggungan, 6 (enam) bulan” dalam Pasal 160
dari upah; 35% (tiga puluh lima perseratus) dari ayat (4) dihilangkan.
b. untuk 2 (dua) orang tanggungan: upah;
35% (tiga puluh lima perseratus) c. untuk 3 (tiga) orang tanggungan,
dari upah; 45% (empat puluh lima perseratus)
c. untuk 3 (tiga) orang tanggungan: dari upah;
45% (empat puluh lima perseratus) d. untuk 4 (empat) orang tanggungan
dari upah; atau lebih, 50% (lima puluh
d. untuk 4 (empat) orang tanggungan perseratus) dari upah.
atau lebih: 50% (lima puluh (2) Bantuan sebagaimana dimaksud
perseratus) dari upah. pada ayat (1) diberikan untuk paling
(2) Bantuan sebagaimana dimaksud lama 6 (enam) bulan terhitung sejak
dalam ayat (1) diberikan untuk hari pertama pekerja/buruh ditahan
paling lama 6 (enam) bulan takwin oleh pihak yang berwajib.
terhitung sejak hari pertama (3) Pengusaha dapat melakukan
pekerja/buruh ditahan oleh pihak pemutusan hubungan kerja terhadap
yang berwajib. pekerja/buruh yang setelah 6 (enam)
(3) Pengusaha dapat melakukan bulan tidak dapat melakukan
pemutusan hubungan kerja terhadap pekerjaan sebagaimana mestinya
pekerja/buruh yang setelah 6 (enam) karena dalam proses perkara pidana
bulan tidak dapat melakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
pekerjaan sebagaimana mestinya (4) Dalam hal pengadilan memutuskan
karena dalam proses perkara pidana perkara pidana sebelum masa 6
sebagaimana dimaksud dalam ayat (enam) bulan sebagaimana dimaksud
(1). pada ayat (3) berakhir dan
(4) Dalam hal pengadilan pekerja/buruh dinyatakan tidak
memutuskan perkara pidana bersalah, maka pengusaha wajib
sebelum masa 6 (enam) bulan mempekerjakan pekerja/buruh
sebagaimana dimaksud dalam ayat kembali.
(3) (5) Dalam hal pengadilan memutuskan
berakhir dan pekerja/buruh perkara pidana sebelum masa 6
dinyatakan tidak bersalah, maka (enam) bulan berakhir dan
pengusaha wajib mempekerjakan pekerja/buruh dinyatakan bersalah,
pekerja/buruh kembali. pengusaha
(5) Dalam hal pengadilan
memutuskan perkara pidana
sebelum masa 6 (enam) bulan
berakhir dan pekerja/buruh
dinyatakan bersalah, maka
pengusaha dapat melakukan
pemutusan hubungan kerja kepada
pekerja/buruh yang bersangkutan.
(6) Pemutusan hubungan kerja
sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3) dan ayat (5) dilakukan tanpa
penetapan lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial.
(7) Pengusaha wajib membayar
kepada pekerja/buruh yang
mengalami pemutusan hubungan
kerja sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3) dan ayat (5), uang
penghargaan masa kerja 1 (satu) kali
ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan
uang penggantian hak sesuai
ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4).

Pasal 161 Pasal 161 Tidak bermasalah jika dihapus,


(1) Dalam hal pekerja/buruh Dihapus namun harus diatur kembali
melakukan pelanggaran ketentuan dalam Peraturan Pemerintah.
yang diatur dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan atau perjanjian
kerja bersama, pengusaha dapat
melakukan pemutusan hubungan
kerja, setelah kepada pekerja/buruh
yang bersangkutan diberikan surat
peringatan pertama, kedua, dan
ketiga secara berturut-turut.
(2) Surat peringatan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) masing-
masing berlaku untuk paling lama 6
(enam) bulan, kecuali ditetapkan
lain dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan atau perjanjian
kerja bersama.
(3) Pekerja/buruh yang mengalami
pemutusan hubungan kerja dengan
alasan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) memperoleh uang pesangon
sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal
156 ayat (2), uang penghargaan
masa kerja sebesar 1 (satu) kali
ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan
uang penggantian hak sesuai
ketentuan Pasal 156 ayat (4).
Pasal 162 Pasal 162 Perlu dijelaskan lebih lanjut di
(1) Pekerja/buruh yang Dihapus. Peraturan Pemerintah.
mengundurkan diri atas kemauan
sendiri, memperoleh uang
penggantian hak sesuai ketentuan
Pasal 156 ayat (4).
(2) Bagi pekerja/buruh yang
mengundurkan diri atas kemauan
sendiri, yang tugas dan fungsinya
tidak mewakili kepentingan
pengusaha secara langsung, selain
menerima uang penggantian hak
sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4)
diberikan uang pisah yang besarnya
dan pelaksanaannya diatur dalam
perjanjian kerja, peraturan
perusahaan atau perjanjian kerja
bersama.
(3) Pekerja/buruh yang
mengundurkan diri sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) harus
memenuhi syarat:
a. mengajukan permohonan
pengunduran diri secara tertulis
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh)
hari sebelum tanggal mulai
pengunduran diri;
b. tidak terikat dalam ikatan dinas;
dan
c. tetap melaksanakan kewajibannya
sampai tanggal mulai pengunduran
diri.
(4) Pemutusan hubungan kerja
dengan alasan pengunduran diri atas
kemauan sendiri dilakukan tanpa
penetapan lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial.
Pasal 163 Pasal 163
(1) Pengusaha dapat melakukan Dihapus. Ketentuan pesangon dalam Pasal
pemutusan hubungan kerja terhadap 163 UU 13/2003 dihapus, dengan
pekerja/buruh dalam hal terjadi demikian, pekerja yang di PHK
perubahan status, penggabungan, karena terjadi perubahan status,
peleburan, atau perubahan penggabungan, peleburan, atau
kepemilikan perusahaan dan perubahan kepemilikan
pekerja/buruh tidak bersedia perusahaan tidak lagi
melanjutkan hubungan kerja, maka mendapatkan pesangon.
pekerja/buruh berhak atas uang
pesangon sebesar 1 (satu) kali sesuai
ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang
perhargaan masa kerja 1 (satu) kali
ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan
uang penggantian hak sesuai
ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4).
(2) Pengusaha dapat melakukan
pemutusan hubungan kerja terhadap
pekerja/buruh karena perubahan
status, penggabungan, atau
peleburan perusahaan, dan
pengusaha tidak bersedia menerima
pekerja/buruh di perusahaannya,
maka pekerja/buruh berhak atas
uang pesangon sebesar 2 (dua) kali
ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang
penghargaan masa kerja 1 (satu) kali
ketentuan dalam Pasal 156 ayat (3),
dan uang penggantian hak sesuai
ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4).
Pasal 164 Pasal 164
(1) Pengusaha dapat melakukan Dihapus. Perubahan pasal ini dapat
pemutusan hubungan kerja terhadap menghapuskan hak pekerja/buruh
pekerja/buruh karena perusahaan untuk mendapat pesangon apabila
tutup yang disebabkan perusahaan di PHK di perusahaan yang tutup.
mengalami kerugian secara terus
menerus selama 2 (dua) tahun, atau
keadaan memaksa (force majeur),
dengan ketentuan pekerja/buruh
berhak atas uang pesangon sebesar 1
(satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat
(2) uang penghargaan masa kerja
sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal
156 ayat (3) dan uang penggantian
hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat
(4).
(2) Kerugian perusahaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) harus dibuktikan dengan laporan
keuangan 2 (dua) tahun terakhir
yang telah diaudit oleh akuntan
publik.
(3) Pengusaha dapat melakukan
pemutusan hubungan kerja terhadap
pekerja/buruh karena perusahaan
tutup bukan karena mengalami
kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut
atau bukan karena keadaan memaksa
(force majeur) tetapi perusahaan
melakukan efisiensi, dengan
ketentuan pekerja/buruh berhak atas
uang pesangon sebesar 2 (dua) kali
ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang
penghargaan masa kerja sebesar 1
(satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat
(3) dan uang penggantian hak sesuai
sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).

Pasal 165 Pasal 165


Pengusaha dapat melakukan Dihapus. Tidak bermasalah jika dihapus,
pemutusan hubungan kerja terhadap namun harus diatur kembali
pekerja/buruh karena perusahaan dalam Peraturan Pemerintah.
pailit, dengan ketentuan
pekerja/buruh berhak atas uang
pesangon sebesar 1 (satu) kali
ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang
penghargaan masa kerja sebesar 1
(satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat
(3) dan uang penggantian hak sesuai
ketentuan Pasal 156 ayat (4).

Pasal 166 Pasal 166 Penghapusan pasal ini berpotensi


Dalam hal hubungan kerja berakhir Dihapus. menghilangkan hak keluarga
karena pekerja/buruh meninggal pekerja yang meninggal untuk
dunia, kepada ahli warisnya mendapatkan pesangon.
diberikan sejumlah uang yang besar
perhitungannya sama dengan
perhitungan 2 (dua) kali uang
pesangon sesuai ketentuan Pasal 156
ayat (2), 1 (satu) kali uang
penghargaan masa kerja sesuai
ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan
uang penggantian hak sesuai
ketentuan Pasal 156 ayat (4).

Pasal 167 Pasal 167 Program pensiun yang terdapat


(1) Pengusaha dapat melakukan Dihapus. pada UU 13 2003 seharusnya
pemutusan hubungan kerja terhadap tetapi dipertahankan.
pekerja/buruh karena memasuki usia
pensiun dan apabila pengusaha telah
mengikutkan pekerja/buruh pada
program pensiun yang iurannya
dibayar penuh oleh pengusaha, maka
pekerja/buruh tidak berhak
mendapatkan uang pesangon sesuai
ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang
penghargaan masa kerja sesuai
ketentuan Pasal 156 ayat (3), tetapi
tetap berhak atas uang penggantian
hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat
(4).
(2) Dalam hal besarnya jaminan atau
manfaat pensiun yang diterima
sekaligus dalam program pensiun
sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) ternyata lebih kecil daripada
jumlah uang pesangon 2 (dua) kali
ketentuan Pasal 156 ayat (2) dan
uang penghargaan masa kerja 1
(satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat
(3), dan uang penggantian hak sesuai
ketentuan Pasal 156 ayat (4), maka
selisihnya dibayar oleh pengusaha.
(3) Dalam hal pengusaha telah
mengikutsertakan pekerja/buruh
dalam program pensiun yang
iurannya/preminya dibayar oleh
pengusaha dan pekerja/buruh, maka
yang diperhitungkan dengan uang
pesangon yaitu uang pensiun yang
premi/iurannya dibayar oleh
pengusaha.
(4) Ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) dapat diatur lain dalam
perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama.
(5) Dalam hal pengusaha tidak
mengikutsertakan pekerja/buruh
yang mengalami pemutusan
hubungan kerja karena usia pensiun
pada program pensiun maka
pengusaha wajib memberikan
kepada pekerja/buruh uang
pesangon sebesar 2 (dua) kali
ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang
penghargaan masa kerja 1 (satu) kali
ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan
uang penggantian hak sesuai
ketentuan Pasal 156 ayat (4).
(6) Hak atas manfaat pensiun
sebagaimana yang dimaksud dalam
ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat
(4) tidak menghilangkan hak
pekerja/buruh atas jaminan hari tua
yang bersifat wajib sesuai dengan
peraturan perundangundangan yang
berlaku.

Pasal 168 Pasal 168 Tidak bermasalah.


(1) Pekerja/buruh yang mangkir Dihapus.
selama 5 (lima) hari kerja atau lebih
berturut-turut tanpa keterangan
secara tertulis yang dilengkapi
dengan bukti yang sah dan telah
dipanggil oleh pengusaha 2 (dua)
kali secara patut dan tertulis dapat
diputus hubungan kerjanya karena
dikualifikasikan mengundurkan diri.
(2) Keterangan tertulis dengan bukti
yang sah sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) harus diserahkan
paling lambat pada hari pertama
pekerja/buruh masuk bekerja.
(3) Pemutusan hubungan kerja
sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) pekerja/buruh yang bersangkutan
berhak menerima uang penggantian
hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat
(4) dan diberikan uang pisah yang
besarnya dan pelaksanaannya diatur
dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama.

Pasal 169 Pasal 169 Dengan dihapusnya pasal ini,


(1) Pekerja/buruh dapat mengajukan Dihapus. mengakibatkan berkurangnya hak
permohonan pemutusan hubungan pekerja/buruh dalam menentukan
kerja kepada lembaga penyelesaian keputusannya.
perselisihan hubungan industrial
dalam hal pengusaha melakukan
perbuatan sebagai berikut:
a. menganiaya, menghina secara
kasar atau mengancam
pekerja/buruh;
b. membujuk dan/atau menyuruh
pekerja/buruh untuk melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan;
c. tidak membayar upah tepat pada
waktu yang telah ditentukan selama
3 (tiga) bulan berturut-turut atau
lebih;
d. tidak melakukan kewajiban yang
telah dijanjikan kepada
pekerja/buruh;
e. memerintahkan pekerja/buruh
untuk melaksanakan pekerjaan di
luar yang diperjanjikan; atau
f. memberikan pekerjaan yang
membahayakan jiwa, keselamatan,
kesehatan, dan kesusilaan
pekerja/buruh sedangkan pekerjaan
tersebut tidak dicantumkan pada
perjanjian kerja.
(2) Pemutusan hubungan kerja
dengan alasan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
pekerja/buruh berhak mendapat
uang pesangon 2 (dua) kali
ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang
penghargaan masa kerja 1 (satu) kali
ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan
uang penggantian hak sesuai
ketentuan Pasal 156 ayat (4).
(3) Dalam hal pengusaha dinyatakan
tidak melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) oleh lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial
maka pengusaha dapat melakukan
pemutusan hubungan kerja tanpa
penetapan lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial dan
pekerja/buruh yang bersangkutan
tidak berhak atas uang pesangon
sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2),
dan uang penghargaan masa kerja
sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3).

Pasal 170 Pasal 170 Penghapusan pasal ini akan


Pemutusan hubungan kerja yang Dihapus. menghilangkan hak pekerja untuk
dilakukan tidak memenuhi ketentuan mendapatkan kembali pekerjaan
Pasal 151 ayat (3) dan Pasal 168, dan upah serta hak yang
kecuali Pasal 158 ayat (1), Pasal 160 seharusnya diterima.
ayat (3), Pasal 162, dan Pasal 169
batal demi hukum dan pengusaha
wajib mempekerjakan pekerja/buruh
yang bersangkutan serta membayar
seluruh upah dan hak yang
seharusnya diterima.

Pasal 171 Pasal 171 Penghapusan pasal ini akan


Pekerja/buruh yang mengalami Dihapus. membuat perusahaan dapat
pemutusan hubungan kerja tanpa melakukan pemutusan hubungan
penetapan lembaga penyelesaian kerja dengan sewenang-wenang
perselisihan hubungan industrial
yang berwenang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 158 ayat (1),
Pasal 160 ayat (3), dan Pasal 162,
dan pekerja/buruh yang
bersangkutan tidak dapat menerima
pemutusan hubungan kerja tersebut,
maka pekerja/buruh dapat
mengajukan gugatan ke lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan
industrial dalam waktu paling lama
1 (satu) tahun sejak tanggal
dilakukan pemutusan hubungan
kerjanya.

Pasal 172 Pasal 172 Penghapusan pasal ini


Pekerja/buruh yang mengalami sakit Dihapus. mengakibatkan buruh kehilangan
berkepanjangan, mengalami cacat haknya untuk mendapat pesangon
akibat kecelakaan kerja dan tidak akibat hal-hal yang telah
dapat melakukan pekerjaannya tercantum di Pasal 172 UU No.13
setelah melampaui batas 12 (dua Tahun 2003.
belas) bulan dapat mengajukan
pemutusan hubungan kerja dan
diberikan uang pesangon 2 (dua)
kali ketentuan Pasal 156 ayat (2),
uang penghargaan masa kerja 2
(dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat
(3), dan uang pengganti hak 1 (satu)
kali ketentuan Pasal 156 ayat (4).

Anda mungkin juga menyukai