FARMAKOTERAPI 2
PANDUAN PRAKTIKUM
FARMAKOTERAPI 2
4x6
NAMA :
NIM :
ANGKATAN :
SEMESTER :
DOSEN PENGAMPU :
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga selalu terbuka jalan untuk dapat
menyelesaikan Panduan Praktikum Farmakoterapi 2 ini dengan baik.
Meski dengan berbagai keterbatasan di Program Studi S1 Farmasi. Alhamdulillah,
Panduan Praktikum ini bisa disusun sebagai panduan bagi mahasiswa dalam melaksanakan
Praktikum Farmakoterapi 2. Materi dalam Buku panduan ini meliputi: Penyakit Jantung
Iskemik, Transient Ischemic Attack, Refluks Gastroesofageal, Konstipasi, Hepatitis (A,B,C),
Epilepsi, Penyakit Parkinson, Terapi Penggantian Hormon, Gangguan Tiroid, Osteoporosis,
Reumatoid Artritis Dan Malaria. Panduan ini membantu mahasiswa dalam melaksanakan
praktikum Farmakoterapi 2.
Buku panduan praktikum ini mungkin masih banyak memiliki kekurangan. Oleh karena
itu, pengarang mengharapkan kritik dansaran untuk membantu mengembangkan pendidikan yang
diberikan sehingga membantu dalam proses pendidikan.
Pangkalan Bun,
TimPenyusun
iii
TATA TERTIB PRAKTIKUM
S1 FARMASI
1. Mahasiswa datang lebih dari 15 menit setelah praktikum dimulai tidak diperkenankan
mengikuti praktikum pada hari itu dan mengulang di hari lain
2. Mahasiswa yang terlambat kurang dari 15 menit tidak diperkenankan mengikuti pretest
tertulis diawal praktikum dan nilai “nol”
3. Mahasiswa WAJIB mengenakan jas Laboratorium, mengenakan papan nama (co card),
membawa lap tangan, lap meja, peralatan praktikum pribadi sesuai mata kuliah
praktikum, masker, handscone, kartu kuning praktikum.
4. Sebelum praktikum dimulai, mahasiswa WAJIB memperlihatkan laporan sementara yang
telah disahkan oleh dosen pengampu. Apabila tidak memperlihatkan laporan sementara
maka mahasiswa mengulang dihari lain.
5. Selama praktikum mahasiswa tidak diperbolehkan makan, minum, merokok, bersenda
gurau di dalam laboratorium.
6. Selama praktikum dilarang menggunakan Hp kecuali atas permintaan dosen pengampu
dan Staf Laboratorium
7. Menggunakan dan menjaga peralatan laboratorium dengan baik. Apabila
merusak atau memecahkan peralatan maka diwajibkan mengganti dengan jenis
dan spesifikasi yang sama
8. Melaporkan hasil percobaan kepada dosen pengampu dan mencatat hasil
praktikum pada laporan Sementara
9. Menyerahkan Laporan resmi saat praktikum selanjutnya
10. Syarat mengikuti ujian praktikum kehadiran mahasiswa 100%
iv
DAFTAR ISI
Data Mahasiswa................................................................................................... ii
Kata Pengantar..................................................................................................... iii
Tata Tertib Praktikum S1 Farmasi................................................................... iv
Daftar Isi.............................................................................................................. vi
Desain Praktikum dan Penilaian....................................................................... vii
Pendahuluan......................................................................................................... 1
Penyakit Jantung Iskemik.................................................................................. 2
Refluks Gastroesofagus....................................................................................... 5
Konstipasi............................................................................................................ 7
Hepatitis (A,B,C)................................................................................................. 10
Epilepsi................................................................................................................ 12
Penyakit Parkinson.............................................................................................. 14
Terapi Penggantian Hormon................................................................................ 16
Gangguan Tiroid.................................................................................................. 18
Osteoporosis........................................................................................................ 20
Reumatoid Artritis............................................................................................... 21
Malaria................................................................................................................. 24
Daftar Pustaka...................................................................................................... 27
v
DESAIN PRAKTIKUM DAN PENILAIAN
DESAIN LAPORAN:
I. Pretes
Pretest adalah suatu test yang dilakukan sebelum acara praktikum. Pretest dilakukan
sesaat sebelum praktikum dimulai dalam bentuk tes tertulis. Soal yang diujikan
berkaitan dengan materi praktikum pada hari praktikum berlangsung. Pretest memiliki
kontribusi terhadap nilai akhir praktikum. Pretest juga dijadikan salah satu indikator untuk
menilai kesiapan peserta praktikum, dilihat dari belajar atau tidaknya mahasiswa.
II. Praktikum
Praktikum diselenggarakan dengan jadwal khusus terpisah dari kuliah. Praktikum
Farmakoterapi 2 dilaksanakan Secara Individu. Dimana yang di praktikumkan adalah resep
yang diterima dan telah dihitung dan ditulis di laporan sementara. Praktikum memiliki
kontribusi terhadap nilai akhir praktikum. Praktikum juga dijadikan salah satu indikator
untuk menilai Skill Mahasiswa dalam mempraktekkan setiap modul.
III. Laporan
Laporan praktikum terdiri dari laporan sementara dan laporan hasil praktikum (Laporan
Resmi). Laporan sementara sebelumnya harus mendapatkan ACC dari Dosen
Pengampu S1 Farmasi:
1. Laporan Sementara
Format : Judul, Tujuan, Definisi, Patofisiologi, Etiologi, Faktor Resiko
2. Laporan Resmi
Format Laporan resmi:
I. Judul
II. Tujuan
III. Definisi
IV. Patofisiologi
V. Etiologi
VI. Faktor Resiko
VII. Diagnosis
VIII. Tatalaksana :Farmakologi dan Non Farmakologi
IX. Kasus
vi
X. Subjek
XI. Objek: Riwayat Penyakit dan Riwayat Pengobatan
XII. Diagnosis Pasien
XIII. Assasment
XIV. Daftar Pustaka
vii
PENDAHULUAN
1
MODUL 1
PENYAKIT JANTUNG ISKEMIK
I. TUJUAN
Mahasiswa mampu melakukan seleksi terapi obat rasional berdasarkan kondisi pasien
pada penyakit jantung iskemik serta monitoring terapi dan konselingnya sesuai
perkembangan bidang kesehatan dan kefarmasian terkini.
2
Obat golongan ini diberikan untuk penderita angina, untuk mencegah serangan
jatung lebih lanjut, obat berkerja untuk mengencerkan darah dan sebagai anti
platelet, sehingga mencegah terjadinya bekuan darah yang dapat memblok aliran
darah di pembuluh darah koroner.
c. Golongan penyekat beta (beta bloker)
Beta bloker diberikan pada penderita angina, karena cara kerjanya menghanbat
efek adrenalin pada reseptor beta yang terdapat di jantung, paru-paru dan
pembuluh darah. Efek obat golangan ini untuk memperlambat denyut jantung dan
menurunkan tekanan darah terutama pada waktu melakukan kegiatan fisik.
Pemberian beta bloker, dapat minngkatkan aktivitas fisik dan dapat dihindari.
d. Golongan antagonis kalsium
Golongan obat ini menimbulkan perbaikan penyediaan darah koronariake rasio
kebutuhan miokardium. Penghambatan masuknya kalsium sangat bermafaat
sebagai terapi awal masuknya kalsium sangat bermafaat sebagai terapi awal bila
diduga ada spasme koronaria, sebagai terapi tambahan pada angina pektoris stabil
yang parah atau bila obat penghambat beta-adregenik atau tidak dapat di tolerir.
e. Diuretik
Diuretik menambah ekskresi garam dan air ke dalam urine, jadi mengurangi
jumlah cairan dalam sirkulasi dan dengan demikian menurunkantekanan darah.
Diuretik efektif dalam perawatan kegagalan jantung. Sebagian besar diuretik
menyebabkan pertambahan ekskresi kalsium tubuh. Kehilangan kalsium dapat
dinetralkan dengan makan makanan yang kaya kalsium, atau dengan makan
tambahan kalsium.
f. Digitalis
Obat-obat digitalis menambahkan kekuatan kontraksi otot jantung, sehingga
dapat memperbaiki kemampuan jantung yang melemah. Obat-obat tersebut juga
digunakan sebagai obat antiaritmia karena memperlambat transmisi impuls
elekris. Obat-obat digitalis dipakai dalam perawatan kegagalan jantung, sering
dikombinasikan diuretika.
g. Obat antiaritmia
Obat-obat antiaritmia dipakai pada perawatan dan pencegahan aritmia jantung.
Beta blockers bekerja dengan menghambat oksi andrenalin terhadap reseptor beta
(penerima, ujung syaraf atau indera penerima rangsang) pada jantung. Ini
mengakibatkan perlambatan denyutan jantung.
3
h. Obat anti-hipertensi
1) Centrally acting drugs
Obat-obat yang bekerja secara sentral bekerja dengan menghambat
transmisi impuls didalam sistem syaraf otonomik. Dengan demikian
menyebabkan pelebaran arteri sekeliling, sehingga menurunkan tekanan
darah. Contoh buatan komersial ialah Aldomet, Catapres, Ismelin dan
serpasil.
2) Vasodilator
Vasodilator menurunkan tekanan darah dengan merelaksasikan otot-otot
halus sekeliling, yang menyebabkan mereka untuk melebar, menghasilkan
reduksi tekanan terhadap aliran darah sehingga menurunkan tekanan darah,
contoh buatan komersial Apresoline dan minipress.
3) Penghambat ACE
Angiostension II adalah zat yang terjadi secara alami yang menyebabkan
naiknya tekanan darah melalui dua mekanisme konstriksi (penyempitan)
arteri sekeliling dan retensi (penyimpangan) garam dan air. Penghambatan
ACE menurunkan tekanan darah dengan menghambat produksi
angiotension II.
i. Antikoagulan
Antikoagulan (pengencer darah) bekerja mencegah pembentukangumpalan darah
di dalam sistem sirkulasi yaitu untuk pencegahan pembentukangumpalan darah di
dalam jantung dan pembuluh darah. Contoh buatan komersialialah warfarin.
j. Obat untuk menurunkan kolesterol
Obat-obat untuk menurunkan kolesterol dibuat untuk mengurangi
tingkatkolesterol darah dianggap terlalu tinggi dan yang berhubungan dengan
naiknyaresiko penyakit jantung koroner.
k. Obat antiplatelet
Obat-obat antiplatelet mengurangi kelengketan platelet (sel-sel darah yangkecil
sekali yang mempunyai fungsi penting dalam mekanisme pengumpalandarah) dan
oleh sebab itu mengurangi kecenderungan untuk pembentukangumpalan darah
4
MODUL 2
TRANSIENT ISCHEMIC ATTACK
I. TUJUAN
Mahasiswa mampu mengerjakan dan mengidentifikasikan tatalaksana terapi Transient
ischemic attack
Stroke iskemik merupakan sindrom yang terdiri dari gejala hilangnya fungsi sistem
saraf pusat fokal (atau global) yang berkembang cepat (dalam detik atau menit)
disebabkan oleh aterotrombosis atau emboli, yang masing-masing akan mengganggu
atau memutuskan aliran darah otak atau cerebral blood flow (CBF). Salah satu faktor
resiko yang menyebabkan stroke adalah hipertensi.
5
(Berry), ruptura malformasi arteriovena 11 (MAV), trauma; penyalahgunaan
kokain, amfetamin; perdarahan akibat tumor otak; infark hemoragik; penyakit
perdarahan sistemik termasuk terapi antikoagulan
Faktor Risiko terjadinya Stroke Tidak dapat dimodifikasi, meliputi: usia, jenis
kelamin, herediter, ras/etnik. Dapat dimodifikasi, meliputi: riwayat stroke,
hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus, Transient Ischemic Attack (TIA),
hiperkolesterol, obesitas, merokok, alkoholik, hiperurisemia, peninggian
hematokrit
Gambaran Klinis
Serangan Iskemik Transien
Tanda khas TIA adalah hilangnya fungsi fokal SSP secara mendadak; gejala seperti
sinkop, bingung, dan pusing tidak cukup untuk menegakkan diagnosis. TIA umumnya
berlangsung selama beberapa menit saja, jarang berjam-jam. Daerah arteri yang terkena
akan menentukan gejala yang terjadi:
- Karotis (paling sering):
Hemiparesis,
Hilangnya sensasi hemisensorik,
Disfasia,
Kebutaan monokular (amaurosis fugax) yang disebabkan oleh iskemia retina.
- Vertebrobasilar:
6
MODUL 3
REFLUKS GASTROESOFAGUS
I. TUJUAN
Mahasiswa mampu mengerjakan dan mengidentifikasikan tatalaksana terapi refluks
gastroesofageal
PENGOBATAN
Tujuan pengobatan GERD adalah untuk mengurangi atau menghilangkan gejala,
mengurangi frekuensi dan durasi refluks gastroesofagus,penyembuhan mukosa yang
terluka,dan mencegah perkembangan komplikasi.Terapi diarahkan untuk mengurangi
keasaman refluks,mengurangi lambungvolume yang tersedia untuk direfluks,
meningkatkan pengosongan lambung, meningkatkan tekanan LES, meningkatkan
pembersihan asam esofagus, dan melindungi mukosa esofagus.
Perawatan ditentukan oleh tingkat keparahan penyakit dan termasuk yang berikut:
7
1. Perubahan gaya hidup dan terapi yang diarahkan pasien dengan obat antasida dan /
atau terapi penekan asam (antagonis reseptor histamin 2 [H2RAs] dan /
atauinhibitor pompa proton [PPI]).
2. Operasi antireflux
8
MODUL 4
KONSTIPASI
I. TUJUAN
Mahasiswa mampu mengerjakan dan mengidentifikasikan tatalaksana terapi penyakit
konstipasi
KLASIFIKASI
1. Konstipasi primer:
Konstipasi primer adalah konstipasi fungsional yang tidak ditemukan
kelainan organik maupun biokimiawi di dalam tubuh.
Konstipasi primer (idiopatik, fungsional) dibagi menjadi 3 jenis yaitu:
a. “Normal-Transit Constipation” (NTC)
b. “Slow-Transit Constipation” (STC)
c. “Pelvic Floor Dysfunction” (PFD)
Normal-Transit Constipation atau NTC adalah jenis dari konstipasi primer
yang paling sering. Walaupun feses melewati kolon pada jumlah yang normal,
pasien merasa kesulitan untuk mengeluarkan feses tersebut dari anus. Pasien jenis
ini kadang-kadang memenuhi kriteria Irittable Bowel Syndrome dengan
konstipasi (IBS-C). Perbedaan utama anara IBS dengan konstipasi dengan
konstipasi adalah adanya nyeri abdomen pada IBS-C.
Slow-Transit Constipation atau (STC) dan Pelvic Floor Dyssynergia (PFD)
adalah 2 faktor intrinsik yang menyebabkan konstipasi kronik teruma pada orang
lanjut usia. STC ini ditandai dengan frekuensi defekasi yang jarang, berkurangnya
urgency atau keinginan untuk buang air besar dengan segera, atau adanya paksaan
untuk buang air besar atau mengejan. Pasien dengan STC memiliki aktifitas
motorik pada kolon yang tertanggu. Pada pemeriksaan biasanya ditemukan
9
distensi atau feses yang teraba pada kolon sigmoid.
Pelvic Floor Dysfunction ditandai dengan gangguan pada otot levator ani
pada dasar panggul atau spingter anal. Pasien sering mengeluhkan rasa mengejan
yang berlebihan atau lama, rasa tidak puas atau ada feses yang tertinggal setelah
defekasi, ada penggunaan tekanan perineal atau vagina selama proses defekasi,
atau penggunaan jari saat proses defekasi.
2. Konstipasi Sekunder
a. Pola hidup: diet rendah serat, kurang minum atau dehidrasi, kebiasaan minum
kopi, teh, atau alkohol yang berlebihan, kebiasaan buang air besar yang buruk
yang dipengaruhi oleh kebiasaan pola makan yang tidak teratur, kebiasaan
untuk menunda buang air besar, dan kurang olah raga.
b. Kelainan anatomi (struktur): fissura ani, hemoroid, striktur kolon, tumor,
abses perineum, megakolon.
c. Kelainan endokrin dan metabolik: hiperkalsemia, hiperparatiroid,
hipokalemia, hipotiroid, Diabetes Melitus, dan kehamilan.
d. Kelainan syaraf: stroke, penyakit Hirschprung, penyakit Parkinson, sklerosis
multiple, diabetik neuropati, lesi sumsum tulang belakang, trauma kepala,
penyakit Chagas, disotonomia familier.
e. Kelainan jaringan ikat: skleroderma, amiloidosis, “mixed connective-tissue
disease”.
f. Obat: antidepresan (antidepresan siklik, inhibitor MAO), logam (besi,
bismuth), anti kholinergik, opioid (kodein, morfin), antasida (aluminium,
senyawa kalsium), “calcium channel blockers” (verapamil), Obat Anti
Inflamasi Non-Steroid (ibuprofen, diclofenac), simpatomimetik
(pseudoephidrine), cholestyramine dan laksan stimulans jangka panjang.
g. Gangguan psikologi (depresi, cemas, smomatisasi, gangguan makan).
Sakit perut.
10
Merasa tidak puas setelah BAB atau merasa ada yang tersumbat.
PENGOBATAN
Tujuan utama pengobatan konstipasi adalah untuk :
1. Meredakan gejala;
2. Membangun kembali kebiasaan buang air besar yang normal; dan
3. Meningkatkan kualitas hidup dengan meminimalkanefek samping dari pengobatan.
11
MODUL 5
HEPATITIS A,B,C
I. TUJUAN
Mahasiswa mampu mengerjakan dan mengidentifikasikan tatalaksana terapi penyakit
hepatitis (A,B,C)
12
PENGOBATAN
Complete clinical resolution, including avoidance of complications,
normalization of liver function, and reduction of infectivity and transmission.No
specific treatment options exist for HAV. Management of HAV infection is primarily
supportive. Steroid use is not recommended.
13
MODUL 6
EPILEPSI
I. TUJUAN
Mahasiswa mampu mengerjakan dan mengidentifikasikan tatalaksanaterapi penyakit
epilepsi.
PRESENTASI KLINIK
1. The International Classification of Epileptic Seizuresclassifies epilepsyon thebasisof
clinical description and electrophysiologic findings.
2. Many patients, particularly those with complex partial or generalized tonic-
clonic(GTC) seizures, are amnestic to the actual seizure event.
PENGOBATAN
Tujuannya pengobatan epilepsi adalah untuk mengontrol atau mengurangi frekuensi
dan tingkat keparahankejang, meminimalkan efek samping, dan memastikan kepatuhan,
memungkinkan pasien untuk hidupkehidupan senormal mungkin.
15
MODUL 7
PARKINSON
I. TUJUAN
Mahasiswa mampu mengerjakan dan mengidentifikasikan tatalaksanaterapi penyakit
parkinson
KLASIFIKASI
Untuk kepentingan klinis diperlukan adanya penetapan berat ringannya penyakit dalam
hal ini digunakan stadium klinis berdasarkan Hoehn and Yahr (1967) yaitu:
Stadium 1: Gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala yang ringan, terdapat
gejala yang mengganggu tetapi menimbulkan kecacatan, biasanya terdapat tremor
pada satu anggota gerak, gejala yang timbul dapat dikenali orang terdekat (teman)
Stadium 2: Terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal, sikap/cara berjalan
terganggu
Stadium 3: Gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai terganggu saat
berjalan/berdiri, disfungsi umum sedang
Stadium 4: Terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan hanya untuk jarak
16
tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berdiri sendiri, tremor dapat
berkurang dibandingkan stadium sebelumnya
Stadium 5: Stadium kakhetik (cachactic stage), kecacatan total, tidak mampu berdiri
dan berjalan walaupun dibantu.
17
MODUL 8
TERAPI PENGGANTIAN HORMON
I. TUJUAN
Mahasiswa mampu mengerjakan dan mengidentifikasikan tatalaksanaterapi
penggantian hormon
18
tubuh akan diolah untuk terus menghasilkan estrogen sehingga keinginan makan akan
bertambah untuk mensuptitusi pemecahan lemak tubuh tadi.
Kerontokan rambut membuat menipisnya rambut di kepala, kemaluan dan
seluruh tubuh. Namun bulu – bulu pada area wajah meningkat. Hal ini sejalan dengan
berkurangnya produksi kelenjar dan lapisan lemak pada kulit.
Vagina kering akibatnya sakit saat melakukan hubungan seks. Keringnya vagina
dapat terjadi karena penurunan produksi hormon estrogen yang secar berangsur –
angsur meminimalkan pengeluaran cairan vagina. Selain itu otot – otot vagina juga
semakin kendur dan daya kontraksinya lebih rendah. Hal ini secara tidak langsung
nantinya berdampak pada menurunnya libido.
Inkontenensia yaitu sulitnya menahan BAK terutama dalam kondisi bersin,
tertawa, dan terkejut. Ini mengindentifikasikan hilangnya kelenturan otothalus. Kondisi
seperti ini lebih memberatkan saat malam hari karena mengganggu aktivitas istirahat
dan tidur.
19
MODUL 9
GANGGUAN TIROID
I. TUJUAN
Mahasiswa mampu mengerjakan dan mengidentifikasikan tatalaksanaterapi penyakit
gangguan tiroid
KLASIFIKASI
Jenis Penyakit/Gangguan Tiroid menurut kelainan bentuknya, gangguantiroid dapat
dibedakan dalam 2 bentuk :
a. Difus Pembesaran kelenjar yang merata, bagian kanan dan kiri kelenjar sama-
sama membesar dan disebut struma difusa (tiroid difus)
b. Nodul Terdapat benjolan seperti bola, bias tunggal (mononodosa) atau banyak
(multinodosa), bias padat atau berisi cairan (kista) dan bias berupa tumor
jinak/ganas.
Menurut kelainan fungsinya, gangguan tiroid dibedakan dalam 3 jenis :
a. Hipotiroid Kumpulan manifestasi klinis akibat berkurang/berhentinya produksi
hormone tiroid.
b. Hipertiroid Disebut juga tirotoksikosis, merupakan kumpulan manifestasi klinis
akibat kelebihan hormone tiroid.
20
c. Eutiroid Keadaan tiroid yang berbentuk tidak normal tapi fungsinya normal.
21
MODUL 10
OSTEOPOROSIS
I. TUJUAN
Mahasiswa mampu mengerjakan dan mengidentifikasikan tatalaksanaterapi penyakit
osteoporosis
22
MODUL 11
REUMATOID ARTHRITIS
I. TUJUAN
Mahasiswa mampu mengerjakan dan mengidentifikasikan tatalaksana terapi reumatoid
arthritis.
KLASIFIKASI
Buffer mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu:
1. Rheumatoid arthritis klasik
Pada tipe ini terdapat 7 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus
menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu
2. Rheumatoid arthritis defisit
Pada tipe ini terdapat 5 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus
menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu
3. Probable rheumatoid arthritis
Pada tipe ini terdapat 3 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus
23
menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu
4. Possible rheumatoid arthritis
Pada tipe ini terdapat 2 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus
menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu
24
dan kaki (sendi diartrosis). Sendi lainnya juga dapat terkena seperti sendi siku,
bahu sterno-klavikula, panggul, pergelangan kaki. Kelainan tulang belakang
terbatas pada leher. Keluhan sering berupa kaku sendi di pagi hari, pembengkakan
dan nyeri sendi.
3. Kelainan diluar sendi
a. Kulit : nodul subukutan (nodul rematoid)
b. Jantung : kelainan jantung yang simtomatis jarang didapatkan, namun 40% pada
autopsi RA didapatkan kelainan perikard
c. Paru : kelainan yang sering ditemukan berupa paru obstruktif dan kelainan
pleura (efusi pleura, nodul subpleura)
d. Saraf : berupa sindrom multiple neuritis akibat vaskulitis yang sering terjadi
berupa keluhan kehilangan rasa sensoris di ekstremitas dengan gejala foot or
wrist drop
e. Mata : terjadi sindrom sjogren (keratokonjungtivitis sika) berupa kekeringan
mata, skleritis atau eriskleritis dan skleromalase perforans
f. Kelenjar limfe: sindrom Felty adalah RA dengan spleenomegali, limpadenopati,
anemia, trombositopeni, dan neutropeni.
25
MODUL 11
MALARIA
I. TUJUAN
Mahasiswa mampu mengerjakan dan mengidentifikasikan tatalaksana terapi penyakit
malaria.
26
CIRI DAN GEJALA
Gejala Umum
1. Demam
Sebelum timbul demam biasanya penderita malaria akan mengeluh lesu, sakit
kepala, nyeri tulang dan otot, kurang nafsu makan, rasa tidak enak di bagian
perut, diare ringan, dan kadang-kadang merasa dingin di punggung. Umumnya
keluhan seperti ini timbul pada malaria yang disebabkan P.vivax dan P.ovale,
sedangkan pada malaria karena P.falciparum dan P.malariae, keluhan-keluhan
tersebut tidak jelas. Serangan demam yang khas pada malaria terdiri dari tiga
stadium, yaitu :
a. Stadium menggigil
Dimulai dengan perasaan kedinginan hingga menggigil. Penderita sering
membungkus badannya dengan selimut atau sarung. Pada saat menggigil
seluruh tubuhnya bergetar, denyut nadi cepat tetapi lemah, bibir dan jari-jari
tangan biru, serta kulit pucat. Pada anak
anak sering disertai kejang-kejang. Stadium ini berlangsung 15 menit – 1
jam dan dengan meningkatnya suhu badan.
b. Stadium puncak demam
Penderita berubah menjadi panas tinggi. Wajah memerah, kulit kering dan
terasa panas seperti terbakar, frekuensi napas meningkat, nadi penuh dan
berdenyut keras, sakit kepala semakin hebat, muntah-muntah, kesadaran
menurun, sampai timbul kejang (pada anak-anak). Suhu badan bisa
mencapai 41oC. Stadium ini berlangsung selama 2 jam atau lebih diikuti
dengan keadaan berkeringat.
c. Stadium berkeringat
Seluruh tubuhnya berkeringat banyak, sehingga tempat tidurnya basah.
Suhu badan turun dengan cepat, penderita merasa sangat lelah, dan sering
tertidur. Setelah bangun dari tidur, penderita akan merasa sehat dan dapat
melakukan tugas seperti biasa. Padahal, sebenarnya penyakit ini masih
bersarang dalam tubuhnya. Stadium ini berlangsung 2-4 jam.
Catatan : Serangan demam yang khas ini sering dimulai pada siang hari dan
berlangsung selama 8 – 12 jam. Lamanya serangan demam berbeda untuk
tiap spesies malaria.
27
2. Pembesaran limpa
Pembesaran limpa merupakan gejala khas pada malaria kronis. Limpa menjadi
bengkak dan terasa nyeri. Pembengkakan tersebut diakibatkan oleh adanya
penyumbatan sel-sel darah merah yang mengandung parasit malaria. Lama-lama
konsistensi limpa menjadi keras karena bertambahnya jaringan ikat. Dengan
pengobatan yang baik, limpa dapat berangsur normal kembali.
3. Anemia
Anemia atau penurunan kadar hemoglobin darah sampai di bawah normal
disebabkan penghancuran sel darah merah yang berlebihan oleh parasit malaria.
Selain itu, anemia timbul akibat gangguan pembentukan sel darah merah di
sumsum tulang. Gejala anemia berupa badan lemas, pusing, pucat, penglihatan
kabur, jantung berdebar-debar, dan kurang nafsu makan.
28
DAFTAR PUSTAKA
Aletaha D, Neogi T, Silman AJ, Funovits, Felson T, Bingham III CO et al. (2010).
Rematoid Arthritis Classification Criteria An American College of
Rheumatology/European League Against Rheumatism Collaborative Initiative.
Arthritis Rheum, vol.62, pp.2569 – 81
Dipiro, J.T., Wells, B.G., Schwinghammer, T.L., Dipiro, C.V., 2015, Pharmacotherapy
Handbook Ninth Edition-Section 4 Chapter 19,The McGraw-Hill Companies,
Inc, United States.
Koda-Kimble, Mary Anne, etal. 2009. Applied Therapeutics :The Clinical Use of Drugs
9thedition. USA: Lippincot William and Wilkins
Sukandar, EY, dkk. 2008.ISO FARMAKOTERAPI. Jakarta Barat : PT. ISFI Penerbitan
Sweetman, C, Sean. Martindale The complete drug reference, 34th ed, Pharmaceutical
Press, 2005, UK
29