SISTEM PERNAFASAN
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 1 ANESTESI
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem respirasi adalah sistem yang memiliki fungsi utama untuk melakukan
respirasi dimana respirasi merupakan proses mengumpulkan oksigen dan
mengeluarkan karbondioksida. Fungsi utama sistem respirasi adalah untuk
memastikan bahwa tubuh mengekstrak oksigen dalam jumlah yang cukup untuk
metabolisme sel dan melepaskan karbondioksida (Peate and Nair, 2011)
Gambar 2.1 Organ respirasi tampak depan (Tortora dan Derrickson, 2014)
Sistem respirasi terbagi menjadi sistem pernafasan atas dan sistem pernafasan
bawah. Sistem pernafasan atas terdiri dari hidung, faring dan laring. Sedangkan
sistem pernafasan bawah terdiri dari trakea, bronkus dan paru-paru (Peate and Nair,
2011).
a) Hidung
Hidung Masuknya udara bermula dari hidung. Hidung merupakan organ
pertama dalam sistem respirasi yang terdiri dari bagian eksternal (terlihat) dan
bagian internal. Di hidung bagian eksternal terdapat rangka penunjang berupa
tulang dan hyaline kartilago yang terbungkus oleh otot dan kulit. Struktur
interior dari bagian eksternal hidung memiliki tiga fungsi : (1)
menghangatkan,melembabkan, dan menyaring udara yang masuk; (2)
mendeteksi stimulasi olfaktori (indra pembau); dan (3) modifikasi getaran
suara yang melalui bilik resonansi yang besar dan bergema. Rongga hidung
sebagai bagian internal digambarkan sebagai ruang yang besar pada anterior
tengkorak (inferior pada tulang hidung; superior pada rongga mulut); rongga
hidung dibatasi dengan otot dan membrane mukosa (Tortorra and Derrickson,
2014)
b) Faring
Faring, atau tenggorokan, adalah saluran berbentuk corong dengan panjang 13
cm. Dinding faring disusun oleh otot rangka dan dibatasi oleh membrane
mukosa. Otot rangka yang terelaksasi membuat faring dalam posisi tetap
sedangkan apabila otot rangka kontraksi maka sedang terjadi proses menelan.
Fungsi faring adalah sebagai saluran untuk udara dan makanan, menyediakan
ruang resonansi untuk suara saat berbicara, dan tempat bagi tonsil (berperan
pada reaksi imun terhadap benda asing) (Tortorra and Derrickson, 2014)
c) Laring
Laring tersusun atas 9 bagian jaringan kartilago, 3 bagian tunggal dan 3
bagian berpasangan. 3 bagian yang berpasangan adalah kartilago arytenoid,
cuneiform, dan corniculate. Arytenoid adalah bagian yang paling signifikan
dimana jaringan ini mempengaruhi pergerakan membrane mukosa (lipatan
vokal sebenarnya) untuk menghasilkan suara. 3 bagian lain yang merupakan
bagian tunggal adalah tiroid, epiglotis, dan cricoid. Tiroid dan cricoid
keduanya berfungsi melindungi pita suara. Epiglotis melindungi saluran udara
dan mengalihkan makanan dan minuman agar melewati esofagus (Peate and
Nair, 2011).
d) Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan saluran tubuler yang dilewati
udara dari laring menuju paru-paru. Trakea juga dilapisi oleh epitel kolumnar
bersilia sehingga dapat menjebak zat selain udara yang masuk lalu akan
didorong keatas melewati esofagus untuk ditelan atau dikeluarkan lewat
dahak. Trakea dan bronkus juga memiliki reseptor iritan yang menstimulasi
batuk, memaksa partikel besar yang masuk kembali keatas (Peate and Nair,
2011).
e) Bronkus
b) Pernapasan sel
Transpor gas paru-paru dan jaringan. Pergerakan gas O2 mengalir dari alveoli
masuk ke dalam jaringan melalui darah, sedangkan CO2 mengalir dari jaringan ke
alveoli. Jumlah kedua gas yang ditranspor ke jaringan dan dari jaringan secara
keseluruhan tidak cukup bila O2 tidak larut dalam darah dan bergabung dengan
protein membawa O2 (hemoglobin). Demikian juga CO2 yang larut masuk ke dalam
serangkaian reaksi kimia reversibel (rangkaian perubahan udara) yang mengubah
menjadi senyawa lain. Adanya hemoglobin menaikkan kapasitas pengangkutan O2
dalam darah sampai 70 kali dan reaksi CO2 menaikkan kadar CO2 dalam darah
mnjadi 17 kali (Pearce, 2007; Silverthon, 2001;Syaifuddin, 2006; Kemenkes, 2017).
3) Tahap III: oksigen yang telah berada dalam pembuluh darah diedarkan
keseluruh tubuh. Ada dua mekanisme peredaran oksigen yaitu oksigen yang larut
dalam plasma darah yang merupakan bagian terbesar dan sebagian kecil oksigen yang
terikat pada hemoglobin dalam darah. Derajat kejenuhan hemoglobin dengan O2
bergantung pada tekanan parsial CO2 atau pH. Jumlah O2 yang diangkut ke jaringan
bergantung pada jumlah hemoglobin dalam darah
4) Tahap IV: sebelum sampai pada sel yang membutuhkan, oksigen dibawa
melalui cairan interstisial dahulu. Tekanan parsial oksigen dalam cairan interstisial 20
mmHg. Perbedaan tekanan oksigen dalam pembuluh darah arteri (100 mmHg)
dengan tekanan parsial oksigen dalam cairan interstisial (20 mmHg) menyebabkan
terjadinya difusi oksigen yang cepat dari pembuluh kapiler ke dalam cairan
interstisial.
5) Tahap V: tekanan parsial oksigen dalam sel kira-kira antara 0-20 mmHg.
Oksigen dari cairan interstisial berdifusi masuk ke dalam sel. Dalam sel oksigen ini
digunakan untuk reaksi metabolisme yaitu reaksi oksidasi senyawa yang berasal dari
makanan (karbohidrat, lemak, dan protein) menghasilkan H2O, CO2 dan energi
(Pearce, 2007; Kemenkes, 2017).
Respirasi mencakup dua proses yang berbeda namun tetap berhubungan yaitu
respirasi seluler dan respirasi eksternal. Respirasi seluler mengacu pada proses
metabolism intraseluler yang terjadi di mitokondria. Respirasi eksternal adalah
serangkaian proses yang terjadi saat pertukaran oksigen dan karbondioksida antara
lingkungan eksternal dan sel-sel tubuh (Sherwood, 2014)
PPOK adalah penyakit yang umum, dapat dicegah, dan dapat ditangani, yang
memiliki karakteristik gejala pernapasan yang menetap dan keterbatasan aliran udara,
dikarenakan abnormalitas saluran napas dan/atau alveolus yang biasanya disebabkan
oleh pajanan gas atau partikel berbahaya (GOLD, 2017).
Patofisiologi pada pasien PPOK menurut The Global Initiative for Chronic
Obstructive Pulmonary Disease 2017 sebagai berikut :
1) Keterbatasan aliran udara dan air trapping
2) Ketidaknormalan pertukaran udara
3) Hipersekresi mukus
4) Hipertensi pulmoner
5) Eksaserbasi
6) Gangguan sistemik
b) Asma
Patofisiologi dari asma yaitu adanya faktor pencetus seperti debu, asap rokok,
bulu binatang, hawa dingin terpapar pada penderita. Bendabenda tersebut setelah
terpapar ternyata tidak dikenali oleh sistem di tubuhpenderita sehingga dianggap
sebagai benda asing (antigen). Anggapan itu kemudian memicu dikeluarkannya
antibody yang berperan sebagai respon reaksi hipersensitif seperti neutropil, basophil,
dan immunoglobulin E. masuknya antigen pada tubuh yang memicu reaksi antigen
akan menimbulkan reaksi antigen-antibodi yang membentuk ikatan seperti key and
lock (gembok dan kunci).
Penyempitan bronkus akan menurunkan jumlah oksigen luar yang masuk saat
inspirasi sehingga menurunkan ogsigen yang dari darah. kondisi ini akan berakibat
pada penurunan oksigen jaringan sehingga penderita pucat dan lemah. Pembengkakan
mukosa bronkus juga akan meningkatkan sekres mucus dan meningkatkan
pergerakan sillia pada mukosa. Penderita jadi sering batuk dengan produksi mucus
yang cukup banyak (Harwina Widya Astuti 2010).
c) Tuberculosis
1) Primer
Menurut (Halim, 2018) Pada seseorang yang belum pernah kemasukan hasil
TB, Tes tuberkulin akan negatif karena sistem imunologi belum terkontaminasi oleh
bakteri TB. Bila seseorang mengalami infeksi oleh basil TB, walaupun sudah
difogositosis oleh magrofag, Basil TB tidak akan mati. Basil TB dapat berkembang
pesat selama 2 minggu dan minggu pertama di alveolus paru, dengan kecepatan 1
basil menjadi 2 bagian selama 20 jaam, sehingga dengan infeksi oleh 1 basil selama 2
minggu basil bertambah menjadi 100.000.
Secara klinis, sifat ini dikenal dengan reaksi tuberkulin (sering juga disebut
dengan tes Mantoux ), tes Mantoux bertujuan untuk memeriksa apakah seseorang itu
pernah terinfeksi basil TB, sistem imunitas seluler belum terangsang untuk melawan
basil TB, dalam keadaan normal, sistem ini sudah 1 minggu terangsang secara efektif
3-8 minggu setelah infeksi primer (Crofton, 2017).
Dalam waktu kurang dari 1 jam setelah berhasil masuk ke dalam alveoli,
sebagian basil TB akan terangkut oleh aliran limfe ke dalam kelenjar-kelenjar limfe
original dan sebagian akan masuk kedalam aliran darah. Kombinasi tuberkel dalam
paru dan limfadenitis regional disebut dengan kompleks primer. Biasanya suatu lesi
primer TB mengalami penyembuhan spontan dengan atau tanpa adanya klasifikasi
(Halim, 2017).
Penyebaran TB primer yang mengikuti suatu pola tertentu yang meliputi
empat tahap yaitu tahap pertama terjadi rata-rata 3-8 minggu setelah masuknya
kuman, memberikan test tuberculin yang positif, disertai demam dan pada fase positif
terbentuk kompleks primer. Tahap kedua Berlangsung pada waktu rata-rata 3 bulan
(1-8 bulan sejak pertama basil TB masuk. Tahap ketiga terjadi rata-rata dalam waktu
3-7 bulan (1-12bulan), pada fase ini terjadi penyebaran infeksi ke pleura. Tahap
keempat terjadi rata-rata dalam waktu 3 tahun ( 1-6 tahun ), terjadi setelah kompleks
primer mereda (Halim, 2017).
2) Sekunder
d) Kanker Paru
Kanker paru adalah keganasan yang berasal dari luar paru (metastasis tumor
paru) maupun yang berasal dari paru sendiri, dimana kelainan dapat disebabkan oleh
kumpulan perubahan genetika pada sel epitel saluran nafas, yang dapat
mengakibatkan proliferasi sel yang tidak dapat dikendalikan. Kanker paru primer
yaitu tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus atau karsinoma bronkus (Purba,
2015).
Kanker paru dimulai oleh aktivitas onkogen dan inaktivasi gen supresor
tumor. Onkogen merupakan gen yang membantu sel-sel tumbuh dan membelah serta
diyakinin sebagai penyebab seseorang untuk terkena kanker (Novitayanti, 2017).
Proto-onkogen berubah menjadi onkogen jika terpapar karsinogen yang spesifik.
Sedangkan inaktivasi gen supresor tumor disebabkan oleh rusaknya kromosom
sehingga dapat menghilangkan keberagaman heterezigot.
Zat karsinogen merupakan zat yang merusak jaringantubuh yang apabila
mengenai sel neuroendrokin menyebabkan pembentukan small cell lung cancer dan
apabila mengenai sel epitel menyebabkan pembentukan non small cell lung cancer.
e) Emfisema
f) Bronkhitis
Menurut Widagdo (2012), bronkitis ialah inflamasi non spesifik pada bronkus
umumnya (90%) disebabkan oleh virus (adenovirus, influenza, parainfluenza, RSV,
rhinovirus, dan harpes simplex virus) dan 10% oleh bakteri, dengan batuk sebagai
gejala yang paling menonjol.
g) Faringitis
Faringitis merupakan suatu penyakit yang menyerang pada bagian faring atau
tenggorokan juga sering dikenal sebagai radang tenggorokan. Penyakit ini disebabkan
karena adanya virus, bakteri, sistem imun pada tubuh yang lemah, atau faktor
penyebab yang lain seperti uap, asap dan zat kimia yang ada di lingkungan sekitar
(Michael, 2011). Proses invasi pada faring yang dilakukan oleh 4 bakteri dan virus
menyebabkan peradangan atau inflamasi (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2015)
h) Sinusitis
Pada umumnya sinusitis diawali karena adanya infeksi saluran napas atas
yang disebabkan oleh adanya bakteri. Infeksi tersebut akan menyebabkan inflamasi
mukosa yang menyebabkan aliran keluar mukus dari sinus-sinus menjadi terganggu,
sehingga mukus yang terperangkap dalam rongga sinus menciptakan suatu
lingkungan yang mempermudah pertumbuhan bakteri sehingga terjadi sinusitis
(Berkowitz, 2013).
DAFTAR PUSTAKA