Anda di halaman 1dari 32

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.

W DENGAN MASALAH
KEPERAWATAN KETIDAKSEIMBANGAN KADAR GLUKOSA
DARAH: DIABETES MELITUS, DSYPNEA DI RUANG BAROKAH

RS PKU MUHAMMADIYAH GOMBONG

Disusun untuk Melengkapi Laporan Kasus Praktik Klinik

Stase Keperawatan Medikal Bedah

Disusun Oleh:

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH

GOMBONG

2021
Konsep Teori Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah Pada Diabetes Melitus
Tipe II

A. Pengertian Diabetes Melitus Tipe II


Diabetes melitus tipe II adalah penyakit hiperglikemi akibat insensivitas sel
terhadap insulin. Kadar insulin mungkin akan sedikit menurun atau berada
dalam rentang yang normal. Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta
pada pankreas, maka DM Tipe II dianggap sebagai non insulin dependent
diabetes melitus. Tipe ini muncul pada orang yang berusia diatas 30 tahun.
(Amin dkk, 2020).

B. Etiologi Diabetes Melitus Tipe II


DM Tipe II disebabkan oleh gangguan dari resistensi insulin dan sekresi
insulin. Resistensi insulin ini terjadi karena reseptor yang berikatan dengan
insulin tidak sensitif sehingga ini mengakibatkan menurunnya kemampuan
insulin dalam merangsang pengambilan glukosa dan menghambat produksi
glukosa oleh sel pada hati. Gangguan sekresi insulin ini terjadi karena sel beta
pankreas tidak mampu untuk mensekresikan insulin sesuai dengan kebutuhan
(Smeltzer & Bare, 2001). Faktor genetic diperkirakan menjadi penyebab utama
dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain faktor genetic terdapat faktor-
faktor risiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II.
Faktor-faktor tersebut adalah faktor usia, obesitas, pola makan, dan merokok
(Amin dkk, 2020)

C. Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe II


Pada DM Tipe II ditandai dengan kelainan sekresi insulin, serta kerja insulin.
Klien dengan DM Tipe II terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan
reseptor. Kelainan disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor pada
membran sel yang selnya responsif terhadap insulin atau akibat ketidaknormalan
reseptor insulin intrinsik. Terjadi penggabungan abnormal antara kompleks
reseptor insulin dengan sistem transpor glukosa. Ketidaknormalan postreseptor
dapat menganggu kerja dari insulin. Kemudian timbul kegagalan sel beta dengan
menurunnya jumlah insulin yang beredar dan tidak lagi memadai untuk
mempertahankan hiperglikemia. Sekitar 80% pasien DM Tipe II mengalami
obesitas karena obesitas berkaitan dengan resistensi urine. Pengurangan berat
badan sering dikaitkan dengan perbaikan dalam sensitivitas insulin dan pemulihan
toleransi glukosa (Imelda, 2018)

D. Pathways
Diabetes Militus
↓metabolisme sel luka

E : genetika/ life style / kerusakan pada pankreas


↓ produksi ↓ Suplai oksigen
energi Kerusakan pada B dalam pankreas dan nutrisi

kelemahan ↑ gula darah


Penurunan atau tidak ada produksi

Nutrisi
Luka infeksi
kurang dariPenuruan ambilan/ uptake glukosa ke dalam sel
kebutuhan

Sel kelaparan Peningkatan glukosa dalam darah Kerusakan


(Hiperglikemi) integritas
kulit
Lapor ke otak Viskositas

Otak memerintahkan ↑ Risk flague
Aliran darah
untuk makan pada dinding
lambat
pembuluh darah
Poliphagi ↓ suplai oksigen
asterosklerosi
ke seluruh tubuh
Gangguan
reabsorbsi ginjal Gangguan
Mengantuk, pusing,
makrovaskuler dan
konsentrasi ↓
Glukosuria mikrovaskuler

↑ jumlah urine Ketdakstabilan kadar


glukosa darah
Poliuria

Kekurangan
dehidrasi volume cairan

lapor ke otak

E. Masalah Keperawatan Yang Muncul Pada DM Tipe II


haus Menurut (PPNI, 2016) Masalah yang sering muncul pada klien
Polidipsi
Diabetes Melitus adalah :
a. Ketidakstabilan kadar glukosa darah
b. Risiko perfusi gastrointestinal tidak efektif
c. Risiko perfusi perifer tidak efektif
d. Obesitas
e. Gangguan integritas kulit

F. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah


Ketidakstabilan kadar glukosa darah adalah variasi dimana kadar glukosa
darah mengalami kenaikan atau penurunan dari rentang normal yaitu mengalami
hiperglikemi atau hipoglikemi (PPNI, 2016). Hiperglikemi merupakan keadaan
dimana kadar glukosa darah meningkat atau berlebihan. Keadaan ini disebabkan
karena stres, infeksi, dan konsumsi obat-obatan tertentu. Hipoglikemia merupakan
keadaan kadar glukosa darah dibawah normal, terjadi karena ketidakseimbangan
antara makanan yang dimakan, aktivitas fisik dan obat-obatan yang digunakan.
Hiperglikemia merupakan keadaan kadar glukosa dalam darah klien saat
pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl, pemeriksaan glukosa plasma ≥200
mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75
gram dan pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl (Perkeni, 2015).
Hipoglikemia merupakan keadaan dimana terjadinya penurunan kadar glukosa
darah di bawah 60 hingga 50 mg/dl. (Brunner & Suddarth, 2013).

G. Penyebab Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah


Hiperglikemia adalah gejala khas DM Tipe II. Beberapa hal yang dapat
menyebabkan gangguan kadar glukosa darah adalah resistensi insulin pada
jaringan lemak, otot, dan hati, kenaikan produksi glukosa oleh hati, dan
kekurangan sekresi insulin oleh pankreas. Ketidakstabilan kadar glukosa darah
(hipoglikemia) biasanya muncul pada klien diabetes melitus yang bertahun-tahun.
Keadaan ini terjadi karena mengkonsumsi makanan sedikit atau aktivitas fisik
yang berat (Willey, 2017). Selain kerusakan pancreas dan resistensi insulin
beberapa factor yang dapat memicu terjadinya ketidakstabilan kadar glukosa
dalam darah adalah pola makan, aktivitas, dan pengobatan klien DM tipe II
(Soegondo, 2010).
H. Patofisiologi Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah
Kegagalan sel beta pankreas dan resistensi insulin sebagai patofisiologi
kerusakan sentral pada DM Tipe II sehingga memicu ketidakstabilan kadar
glukosa darah hiperglikemi. Defisiensi insulin menyebabkan penggunaan glukosa
oleh sel menjadi menurun, sehingga kadar gula dalam plasma menjadi tinggi
(Hiperglikemia). Jika hiperglikemia ini parah dan melebihi dari ambang ginjal
maka timbul glukosuria. Glukosuria ini menyebabkan diuresis osmotik yang akan
meningkatkan pengeluaran kemih (poliuri) dan timbul rasa haus (polidipsi)
sehingga terjadi dehidrasi (Willey, 2017).
Pada gangguan sekresi insulin berlebihan, kadar glukosa akan dipertahankan
pada tingkat normal atau sedikit meningkat. Tapi, jika sel beta tidak mampu
mengimbangi peningkatan kebutuhan insulin maka kadar glukosa darah
meningkat. Tidak tepatnya pola makan juga dapat mempengaruhi ketidakstabilan
kadar glukosa darah pada penderita DM tipe II. Ketidakstabilan kadar glukosa
darah hipoglikemia terjadi akibat dari ketidakmampuan hati dalam memproduksi
glukosa. Ketidakmampuan ini terjadi karena penurunan bahan pembentuk glukosa,
gangguan hati atau ketidakseimbangan hormonal hati. Penurunan bahan
pembentuk glukosa terjadi pada waktu sesudah makan 5-6 jam. Keadaan ini
menyebabkan penurunan sekresi insulin dan peningkatan hormon kontra regulator
yaitu glukagon, epinefrin. Hormon glukagon dan efinefrin sangat berperan saat
terjadi penurunan glukosa darah yang mendadak. Hormon tersebut akan memacu
glikonolisis dan glucaneogenesis dan proteolysis di otot dan liolisi pada jaringan
lemak sehingga tersedia bahan glukosa. Penurunan sekresi insulin dan peningkatan
hormon kontra regulator menyebabkan penurunan penggunaan glukosa di jaringan
insulin sensitive dan glukosa yang jumlahnya terbatas disediakan hanya untuk
jaringan otak (Soegondo, 2010).

I. Tanda dan Gejala Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah


Tanda dan gejala ketidakstabilan kadar glukosa di bagi menjadi 2 yaitu tanda dan
(PPNI, 2016).
a. Tanda dan gejala mayor
Hiperglikemia
1) Subyektif : pasien mengatakan sering merasa lelah atau lesu.
2) Obyektif : kadar glukosa dalam darah/ urin pasien tinggi
Hipoglikemia
1) Subyektif : pasien mengatakan sering mengantuk dan merasa pusing.
2) Obyektif : terjadinya gangguan koordinasi, kadar glukosa darah/ urin
pasien rendah.
b. Tanda dan gejala minor
Hiperglikemia
1) Subyektif : pasien mengeluh mulutnya terasa kering, sering merasa
haus.
2) Obyektif : jumlah urin pasien meningkat.
Hipoglikemia
1) Subyektif : pasien mengeluh sering merasa kesemutan pada
ektremitasnya, sering merasa lapar.
2) Obyektif : pasien tampak gemetar, kesadaran pasien menurun,
berprilaku aneh, pasien tampak sulit berbicara dan berkeringat.

J. Penatalaksanaan
Apabila kadar glukosa tinggi maka harus diturunkan menjadi dalam batas
normal. Begitu pula sebaliknya apabila kadar glukosa darah turun harus
ditingkatkan agar menjadi normal.
a. Penatalaksanaan hiperglikemia
Penatalaksanaan hiperglikemia dimulai dengan diet, latihan, jasmani,
penyuluhan dan terapi insulin atau obat oral. Diet dilakukan untuk mencegah
terjadinya peningkatan glukosa pada tubuh. Manfaat latihan jasmani adalah
untuk mengurangi resistensi insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin.
Penyuluhan dilakukan agar masyarakat atau klien DM Tipe II bisa lebih
memahami mengenai penyakitnya sehingga mampu mencegah komplikasi.
Obat anti hiperglikemia oral dapat diberikan sebagai terapi tunggal atau
kombinasi. Pada keadaan emergency dengan dekompensasi metabolik berat,
misalnya : ketoasidosis, stres berat,berat badan yang menurun dengan cepat,
atau adanya keton uria, harus segera dirujuk ke pelayanan kesehatan sekunder
atau tersier (Perkeni, 2015).
b. Penatalaksanaan hipoglikemia
Pasien yang mengalami hipoglikemia harus cepat mendapat penanganan.
Lakukan pengecekan kadar glukosa terlebih dahulu untuk memastikan klien
benar mengalami hipoglikemia. Apabila kadar glukosa darah klien rendah dan
jika klien masih sadar dapat dilakukan sendiri oleh klien yaitu minum larutan
gula 10-30 gram. Untuk pasien tidak sadar dilakukan pemberian injeksi bolus
dekstrosa 15-25 gram. Bila hipoglikemia terjadi pada klien yang mendapat
terapi insulin maka selain menggunakan dekstrosa dapat juga menggunakaan
injeksi glucagon 1 mg intramuscular. Penggunaan glucagon diberikan apabila
dekstrosa intravena sulit dilakukan. Pada klien koma hipoglikemia yang
terjadi pada klien yang mendapat bolus dekstrosa harus diteruskan dengan
infus dekstros 10% selama kurang lebih 3 hari. Jika tidak ada kemungkinan
klien akan koma lagi. Lakukan monitor glukosa darah 3-6 jam sekali dan
pertahankan kadarnya 90-180% mg (Willey, 2017).

K. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Diabetes Melitus Tipe II dengan


Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah
Konsep asuhan keperawatan DM Tipe II menurut (Taqiyyah Bararah &
Mohammad Jauhar, 2013).
1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah utama dan dasar utama dari proses
keperawatan yang mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu :
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat akan membantu dalam menentukan
status kesehatan dan pola pertahanan pasien, mengidentifikasi,
kekuatan dan kebutuhan klien yang dapat diperoleh melalui
anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium serta
pemeriksaan penunjang.
1) Anamnesa
a) Identitas klien
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa,
nomor register, tanggal masuk RS dan diagnosa medis.
b) Keluhan utama
Adanya rasa kesemutan pada ekstremitas bawah, rasa raba yang
menurun, adanya luka yang tidak sembuh-sembuh dan berbau,
adanya nyeri pada luka.
c) Riwayat kesehatan sekarang
Isinya mengenai kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya
luka serta upaya yang telah dilakukan oleh klien untuk
mengatasinya.
d) Riwayat kesehatan dahulu
Adanya penyakit DM atau penyakit yang ada kaitannya dengan
defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas, jantung, obesitas,
tindakan medis dan obat-obatan yang pernah di dapat.
e) Riwayat kesehatan keluarga
Terdapat salah satu keluarga yang menderita DM atau penyakit
keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin
misalnya hipertensi.
f) Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan emosi yang
dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta
tanggapan keluarga terhadap penyakit klien.
2) Pemeriksaaan fisik
a) Status kesehatan umum
Meliputi keadaan klien, kesadaran, suara bicara, tinggi badan,
berat badan dan tanda-tanda vital.
b) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada
leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan
pendengaran , lidah terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi
mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, penglihatan
kabur, lensa mata keruh.
c) Sistem integument
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas
luka, kelembaban dan suhu kulit di daerah sekitar ulkus dan
gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan
kuku.
d) System pernapasan
Ada sesak, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM
mudah terjadi infeksi.
e) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia,
kardiomegalis.
f) Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi,
dehidrasi, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen,
obesitas.
g) System urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit
saat berkemih.
h) System musculoskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahan tinggi
badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di
ekstremitas.
i) System neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, letargi, mengantuk,
reflex lambat, kacau mental.
3) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
a) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi GDS > 200 mg/dl. Gula darah
puasa > 126 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
b) Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urin.
c) Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotic
yang sesuai dengan jenis kuman.
b. Analisa data
Data yang sudah terkumpul kemudian dikelompokkan dan dilakukan
analisa dan sintesa data. Dalam mengelompokkan data dibedakan data
subjektif dan data objektif dan berpedoman pada teori Abraham
Maslow yang terdiri dari kebutuhan dasar atau fisiologis, kebutuhan
rasa aman, kebutuhan cinta dan kasih sayang, kebutuhan harga diri dan
kebutuhan aktualisasi diri.

L. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis tentang respon individu,
keluarga atau kelompok terhadap proses kehidupan/masalah kesehatan. Aktual
atau potensial dan kemungkinan dan membutuhkan tindakan keperawatan untuk
memecahkan masalah tersebut (Taqiyyah Bararah & Mohammad Jauhar, 2013).
Diagnosa keperawatan berdasarkan analisa data menurut PPNI (2016),
ditemukan diagnosa keperawatan sebagai berikut:
a. Ketidakstabilan kadar glukosa darah
b. Perfusi perifer tidak efektif
c. Risiko perfusi gastrointestinal tidak efektif
d. Risiko perfusi perifer tidak efektif
e. Obesitas
f. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa
g. Gangguan integritas kulit

M.Perencanaan
Intervensi keperawatan adalah serangkaian tindakan yang dapat mencapai
tujuan khusus. Perencanaan keperawatan meliputi perumusan tujuan, tindakan,
dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada pasien berdasarkan analisis
pengkajian agar masalah kesehatan klien dapat diatasi (Taqiyyah Bararah &
Mohammad Jauhar, 2013) Berdasarkan Nursing Interventions Classification
(NIC) (Bulecheck, Butcher, Dochterman, & Wagner, 2016) intervensi yang
dapat dirumuskan pada pasien DM Tipe II dengan ketidakstabilan kadar
glukosa darah adalah :
Hiperglikemia
a. Monitor kadar glukosa darah
b. Monitor tanda-tanda dan gejala hiperglikemia : poliuria, polidipsia, polifagia,
lemah, kelesuan, malaise, mengaburkan visi, atau sakit kepala.
c. Monitor tekanan darah dan denyut nadi ortostatik.
d. Anjurkan untuk membatasi aktivitas ketika kadar gukosa darah lebih dari 250
mg/dl.
e. Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai manajemen diabetes selama
peride sakit, termasuk penggunaan insulin atau obat oral, monitor asupan
cairan, penggantian karbohidrat, dan kapan mencari bantuan petugas
kesehatan, sesuai kebutuhan.
Hipoglikemia
a. Identifikasi pasien yang berisiko mengalami hipoglikemia.
b. Kenali tanda dan gejala hioglikemia.
c. Monitor kadar glukosa darah sesuai dengan indikasi.
d. Monitor tanda dan gejala hipoglikemia ( berkeringat, jantung berdebar,
kecemasan, takikardi, palpitasi, lapar, mual, sakit kepala, kelelahan,
mengantuk, pandangan kabur).
e. Berikan sumber karbohidrat sederhana atau komplek sesuai kebutuhan.
f. Berikan glukagon sesuai indikasi.
g. Dorong pasien utuk selalu memonitor kadar glukosa darahnya.
h. Berikan glukosa secara intravena sesuai indikasi.
i. Instruksikan untuk selalu patuh terhadap diit dan penggunaan insulinnya.
Berdasarkan Nursing Outcome Clasification (NOC) (Moorhead, Johnson,
Maas, & Swanson, 2013) kriteria hasil yang diharapkan dapat dicapai pada klien
DM tipe II dengan ketidakstabilan kadar glukosa adalah :
a. Kadar glukosa darah dalam rentang normal
b. Klien melakukan terapi diet sehat
c. Klien mengerti dengan manajemen diabetes mellitus

N. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan adalah rencana tindakan yang dilakukan untuk mencapai tujuan
dari kriteria hasil yang dibuat. Tahap pelaksanaan dilakukan setelah rencana
tindakan di susun dan di tunjukkan kepada nursing order untuk membantu klien
mencapai tujuan dan kriteria hasil yang dibuat sesuai dengan masalah yang klien
hadapi. Tahap pelaksaanaan terdiri atas tindakan mandiri dan kolaborasi yang
mencangkup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan,
dan memfasilitasi koping. Agar kondisi klien cepat membaik diharapkan bekerja
sama dengan keluarga klien dalam melakukan pelaksanaan agar tercapainya
tujuan dan kriteria hasil yang sudah di buat dalam intervensi (Nursalam, 2011).

O. Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP (subyektif,
obyektif, assessment, planing) (Dinarti, Aryani, Nurhaeni, Chairani, & Tutiany,
2013). Evaluasi dilakukan untuk menilai efektifitas tindakan yang telah diberikan.
Menurut Deswani (2011) evaluasi dapat berupa evaluasi struktur, proses dan hasil.
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Noor Latifah, Herdiansyah Dadang &Annisa Aulia Nasyitoh. 2020.


Edukasi Kesehatan Diabetes MelitusDi RW 004 Kelurahan Benda Baru
Kota Tangerang Selatan. Jurnal Pengabdian dan Pemberdayaan
Mayarakat. Vol 1 No 1 Hal 23-27. ISSN (online) 27222055

Herdman, T. Heather & Shigemi, Kamitsuru. 2018. NANDA-I Diagnosis


Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2018-2020. Jakarta: EGC

Imelda, Sonta. 2018. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Diabetes


Melitus di Puskesmas Harapan Raya Tahun 2018. Scienta Journal. Vol 8
No. 1 Mei 2019

Nurul Alfiani dkk. 2017. Hubungan Pengetahuan Diabetes Melitus dengan Gaya
Hidup Pasien Diabetes Mellitus di Rumah Sakit Tingkay II dr. Soepraoen
Malang. Nursing News, 390-442

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Defenisi dan Kriteria


Hasil Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Defenisi dan Tindakan


Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2016). Standar Diagnostik Keperawatan Indonesia. Defenisi dan Indikator


Diagnostik. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Suiraoka, IP. 2012. Penyakit Degeneratif. Mengenal, Mencegah dan Mengurangi


Faktor Resiko 9 Penyakit Degeneratif. Yogyakarta: Nuha Medika
Willey, John dan sans, Inc. 2017. Diagnosa Keperawatan Definisi dan klasifikasi
2015-2017. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Widihiarsi, Estu. 2012. Hubungan Antara Pengetahuan Pasien Tentang Penyakit
Diabetes Melitus dengan Depresi pada Pasien Kaki Diabetik di Unit
Rawat Jalan RSUD Dr. Moewardi. Skripsi Thesis, Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Tanggal Masuk : Jum’at, 13 Agustus 2021 Pukul : 14.00 WIB

Tanggal pengkajian : Rabu, 18 Agustus 2021 Pukul : 17.00 WB

Biodata

1. Identitas Pasien

Nama : Ny. W

Umur : 56 tahun

Alamat : Panjangsari, 02/02 Gombong, Kebumen

No. RM : 004282

Jenis Kelamin : Perempuan

Dx Medis : Hiperglikemia, Dyspnea

2. Identitas Penanggung Jawab

Nama : Ny. T

Umum : 63 Tahun

Alamat : Wonorejo, 02/01 Karanganyar, Kebumen

Hub dengan klien : Anak

2 Keluhan Utama

Sesak

3. Riwayat Kesehatan

1. Riwayat kesehatan sekarang


Ny. W datang ke RS IGD RS PKU Muhammadiyah Gombong dengan
keluhan napas, dada terasa sakit, susah BAB dan pusing. Melihat kondisi
pasien, 4 jam mendapat perawatann di IGD paien dipindahkan ke bangsal
al-mu’min saat itu pasien dirawat di ICU. Setelah mendapat perawatan 2hari
di ICU pasien dipindahkan ke ruang perawatan biasa yakni diruang
Barokah. Saat pengkajian pasien masih mengeluhkan sesak napas GDS saat
masuk IGD mencapai 612mg/dl dengan kategori kritis. Selama perawatan
gula darah pasien juga cenderung tidak stabil dan sering tinggi sehingga
dibutuhka pemantauan. Sehingga dokter mendiagnosa Hyperglikemi,
Dsypnea. Diruangan oleh perawat sudah diberikan terapi O2 NRM 10ltr,
infus NaCL 20tpm, inj Ceftriaxone 1x2gr, inj Dexametashon 1x10gr, inj
ranitidine 2x50mg, Diviti 1x1, inj lefofloxacime 1x750mg, Novorapide
18.18.18, lavenivir 0.0.18. Pemeriksaan TTV TD: 150/98 mmHg,
N:90x/menit, rr:32x/menit, SpO2 96%

2. Riwayat kesehatan dahulu

Pasien mengatakan memiliki riwayat diabetes melitus sejak 10 tahun yang


lalu.

3. Riwayat penyakit keluarga

Pasien mengatakan keluarga tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit


yang sama dengan pasien maupun penyakit menurun dan menular lainnya.

Pengkajian Pola fungsional Virginia Henderson

a. Pola bernapas

Sebelum sakit : Klien mengatakan bernapas dengan baik dan tidak


merasa sesak

Saat dikaji : Klien mengatakan sesak napas dan memerlukan alat


bantu nafas. Terpasang RM 10 liter/menit
b. Pola makan dan minum

Sebelum sakit : Keluarga klien mengatakan makan 3x sehari dengan porsi


sedang nasi sayur dan lauk, serta minum air putih 5-8
gelas/hari

Saat dikaji : Keluarga klien mengatakan tidak nafsu makan, hanya


menghabiskan 5-7 sendok makanan yang disediakan RS,
minum 3-5 gelas/hari. GDS 117

c. Pola eliminasi

Sebelum sakit : Keluarga klien mengatakan BAB 1x sehari dengan


konsistensi padat, warna kuning. BAK 8 kali sehari dengan
warna kuning jernih

Saat dikaji : Keluarga klien mengatakan BAB 1X sehari, dan BAK


normal tapi tidak terasa karena pasien menggunakan DC.

d. Pola aktivitas

Sebelum sakit : Klien mengatakan mampu melakukan aktifitas sehari-hari


tanpa bantuan.

Saat dikaji : Klien mengatakan hanya terbaring ditempat tidur dan


semua aktifitas dibantu keluarga dan perawat karena sesak
untuk aktifitas.

e. Pola Istirahat

Sebelum sakit : Klien mengatakan tidur 6-7 jam namun sering terbangun
karena merasa badannya tidak enak, bagian kaki sering
gatal.
Saat dikaji : Klien mengatakan istirahat dan tidur cukup terganggu
karena sesak.

f. Pola Berpakaian

Sebelum sakit : Keluarga klien mengatakan dapat berpakaian dan memilih


pakaian sendiri

Saat dikaji : Keluarga klien mengatakan untuk menggunakan pakaian


klien dibantu anggota keluarga

g. Pola Pengaturan Suhu

Sebelum sakit : Keluarga klien mengatakan memakai pakaian tebal pada


saat dingin, dan pakain tipis pada saat panas

Saat dikaji : Keluarga lien mengatakan kemarin badannya sempet


panas, dan untuk perawatan demam dibantu oleh keluarga.

h. Pola Kebersihan diri

Sebelum sakit : Keluarga klien mengatakan mandi 2x sehari dan keramas


2x seminggu

Saat dikaji : Klien mengatakan selama dirumah sakit hanya diseka dan
dibantu Keluarganya

i. Pola Aman Nyaman

Sebelum sakit : Keluarga klien mengatakan klien dibantu anggota


keluarga untuk melindungi diri sendiri dari bahaya
Lingkungan.

Saat dikaji : Keluarga klien mengatakan tidak nyaman dengan


keadaannya saat ini karena sesak yang dirasakan membuat
tidak bisa beristirahat dan tidur nyenyak.
j. Pola Komunikasi

Sebelum sakit : Klien dapat berkomunikasi secara baik dan lancar

Saat dikaji : Klien mampu berkomunikasi dengan baik dan lancar


meskipun dalam kondisi sesak.

k. Pola Beribadah

Sebelum sakit : Keluarga klien mengatakan beragama islam dan dapat


melakukan ibadah sholat 5 waktu setiap harinya

Saat dikaji : Keluarga klien mengatakan klien tmelakukan ibadah


selama sakit dengan tayamum

j. Pola Produktivitas

Sebelum sakit : Keluarga klien mengatakan bahwa dirinya bekerja sebagai


pedagang

Saat dikaji : Keluarga klien mengatakan harus berbaring diatas tempat


tidur rumah sakit.

k. Pola Rekreasi

Sebelum sakit : Keluarga lien mengatakan biasanya berkumpul bersama


keluarga dan menonton tv untuk melepaskan lelah .

Saat dikaji : Keluarga klien mengatakan hanya tiduran dan


berbincang-bincang dengan suami dan anaknya.

l. Pola Kebutuhan Belajar

Sebelum sakit : Keluarga klien mengatakan sudah tau akan penyakit yang
diderita
Saat dikaji : Keluarga klien mengatakan mendapatkan informasi
tambahan tentang status kesehtannya dari tenaga kesehatan
yang merawatnya

Data Objektif

1. Pemeriksaan Umum

Keadaan Umum : Cukup

Kesadaran : Composmetis

GCS : 15

BB : 55 kg

TB : 155 cm

TD : 140/78 mmHg

S : 36,90C

RR : 26x/menit

Nadi : 98x/menit

SPO2 : 96%

2. Pemeriksaan Fisik

a. Kapala dan Rambut : bentuk kepala mesochepalus, rambut hitam, kulit


kepala bersih bersih, tidak lesi

b. Mata : sclera anikterik, konjungtiva tidak anemis, pupil isokor, posisi pupil
ditengah-tengah, refleks langsung cahaya (+)

c. Hidung : napas cuping hidung, tidak ada pembesaran polip, bersih, tidak
ada lesi, menggunakan alat bantu pernafasan nasal kanul 4ltm
d. Mulut dan gigi : Bibir tidak pucat dan kering, tidak ada stomatitis, tdak
tonsillitis, lidah bersih

e. Telinga : Tidak ada benjolan, tidak ada serumen berlebihan, tidak


mengalami gangguan pendengaran, tidak memakai alat bantu pendengaran.

f. Leher : Tidak ada nyeri tekan, reflex menelan baik

g. Ekstermitas

Ek. Atas : pada ekstermitas atas bagian kiri terpasang infus RL 20 tpm, tidak
ada penurunan kekuatan otot

Ek. Bawah : Tidak ada edema, tidak ada penurunan kekuatan otot

h. Dada

Paru

Inspeksi : bentuk dada simetris, terdapat retraksi dinding dada,


adanya penggunaan otot bantu nafas

Palpasi : vocal premitus seimbang antara kanan dan kiri.

Perkusi : bunyi normal sonor pada semua lapang paru

Auskultasi : suara napas ronchi

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak nampak.

Palpasi : IC ada pada Spatium Intercosta (SIC) V di sebelah medial


linea midklavikularis sinistra.

Perkusi : bunyi pekak

Kanan atas : SIC II Linea Para Sternalis Dextra

Kanan bawah : SIC IV Linea Para Sternalis Dextra


Kiri Atas : SIC II Linea Para Sternalis Sinistra

Kiri Bawah : SC IV Linea Medio Clavicularis Sinistra

Auskultasi : denyut jantung teratur irama regular. Terdengar S1 dan S2


(lup, dup), terdapat bunyi tambahan (-).

i. Abdomen

Inspeksi : Tidak ada asites , tidak ada lesi

Auskultasi: Peristaltic usus 16x/menit

Perkusi : Terdengar bunyi timpani dan tidak ada penumpukan cairan.

Palpasi : Hepar teraba tidak membesar, tepi tumpu, rata dan lien tidak
teraba membesar, tidak ada nyeri
Pemeriksaan Penunjang

Tgl Terima : 14-08-2021 (05:33:16)

Tgl Selesai : 14-08-2021 (05:11:18)

Laboratorium Darah Lengkap

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan Metode

HEMATOLOGI

DARAH RUTIN

Leukosit 16,56 H 3,6-11 rb/ul Flowcytometri

Eritrosit 4,09 3,8-5,2 Juta/L Flowcytometri

Hemoglobin 11,8 11,7-15,5 gr/dl Flowcytometri

Hematokrit 37,9 35-47 % Flowcytometri

MCV 92,9 80-100 fL Flowcytometri

MCH 28,9 26-34 pg Flowcytometri

MCHC 31,1 L 32-36 g/dl Flowcytometri

Trombosit 418 150-440 rb/dl Flowcytometri

HITUNG JENIS

Basofil% 0,3 0,0-1,0 % Flowcytometri

Eosinophil% 1,7 2,0-4,0 % Flowcytometri

Neutrophil% 78,2H 50,00-70,0 % Flowcytometri

Limfosit% 16,3 L 25,0-40,0 % Flowcytometri

Monosit% 3,5 2,0-8,0 % Flowcytometri


HEMATOLOGI

Golongan Darah ABO O A/B/O/AB Slide Algutinasi

FAKTOR
KOAGULASI

PT 19,1 H 11-15 Detik Elektromekanik

KIMIA DIABETES

Gluosa Darah Sewaktu 612 Kritis 70-105 Mg/dl Uricase/Peroxidase

Program Terapi

Program Terapi Dosis Waktu Pemberian

infus NaCL 20tpm 20tpm

inj Dexametashon 10gr Per 24 jam

inj ranitidine 50mg Per 12 jam

Diviti 1 Per 24 Jam

inj lefofloxacime 750mg Per 24 jam

Novorapide 18.18.18

lavenivir 0.0.18

ANALISA DATA
No Tgl/jam Data Fokus Problem Etiologi

1 Rabu, 18 DS: Pasien mengatakan lemes, Ketidakstabilan Difungsi


Agustus pusing, lesu kadar glukosa pankreas
2021 darah
DO:

Kadar glukosa darah tinggi dari


612 saat di cek terakhir 117mg/dl,
cenderung naik turun

DS: Pasien mengatakan sesak

2. Rabu, 18 DS: pasien mengatakan sesak Pola napas tidak Hambatan


Agustus efektif upaya napas
- Tampak sesak napas
2021
- Penggunaan otot bantu napas
- Napas cuping hidung
- Menggunakan alat bantu napas
NRM 10liter/menit
- Rr 28x/menit

1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan Difungsi pankreas

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan Hambatan upaya napas

Intervensi Keperawatan
Tgll/jam DX Kriteria hasil Intervensi TTD

Rabu, 18 1 SLKI : Setelah dilakukan SIKI: Manajaemen Hiperglikemi


Agustus intervensi selama 3 x 24 jam
1. Monitor Kadar glukosa darah
2021 masalah ketidakstabilan kadar
glukosa dalam darah dapat diatasi 2. Monitor tanda hiperglikemia
dengan kriteria hasil sebagai
3. Kolaborasi pemberian insulin
berikut :
4. Kolaborasi pemberian cairan
Kestabilan kadar glukosa darah

Indicator A T
Pusing 4 2
Lelah/lesu 4 2
Berkeringat 4 2
Keterangan :

1 : Menurun

2 : Cukup Menurun

3 : sedang

4 : Cukup meningkat

5 : Meningkat

Indicator A T
Kadar glukosa 2 4
dalam darah
Keterangan :

1 : Memburuk
2 : Cukup Memburuk

3 : sedang

4 : Cukup membaik

5 : membaik

Rabu, 18 2 Setelah dilakukan tindakan SIKI : Manajemen jalan napas


Agustus keperawatan selama 3x24 Jam
1. Monitor pola napas
2021 masalah keperawatan pola napas
(frekuensi, kedalaman, usaha
tidak efektif b.d dapat diatasi
napas)
dengan Kriteria hasil :
2. Posisikan semi fowler/fowler
Pola napas (01004) 3. Berikan oksigen

Indikator A T

Dispnea 2 4

Penggunaan otot 2 4
bantu napas

Pernapasan cuping 2 4
hidung

Keterangan :

1. Meningkat
2. Cukup meningkat
3. Sedang
4. Cukup menurun
5. Menurun
Indikator A T

Frekuensi napas 2 4

Kedalaman napas 2 4
Ket:

1: Memburuk

2: Cukup memburuk

3: Sedang

4: Cukup membaik

5: Membaik

Implementasi Keperawatan

Tgl/jam DP Implementasi Respon TTD


Evaluasi Keperawatan
Tgl/jam DP SOAP TTD

2.

Anda mungkin juga menyukai