OLEH :
B. Epidemiologi
Menurut International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2017 prevalensi DM di dunia
mencapai 424,9 juta jiwa dan diperkirakan akan mencapai 628,6 juta jiwa pada tahun 2045,
negara paling banyak penderita DM adalah China dengan jumlah penderita mencapai
angka 11,4 juta, sedangkan indonesia peringkat ke-6 dengan jumlah penderita DM angka
10,3 juta jiwa.(Ati & Listiyanawati, 2020)
Kejadian DM tipe 2 lebih tinggi pada wanita daripada laki-laki. Resiko DM pada wanita
lebih besar karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh
yang lebih besar . Prevalensi DM tipe 2 di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 2,1%. Angka
tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2007 (1,1%). Sebanyak 31 provinsi
menunjukkan kenaikan prevelensi yang cukup berarti.
C. Etiologi
Penyebab DM tipe 2 seperti yang diketahui adalah resistensi insulin. Insulin dalam
jumlah yang cukup tetapi tidak dapat bekerja secara optimal sehingga menyebabkan kadar
gula darah tinggi di dalam tubuh. Defisiensi insulin juga dapat terjadi secara relatif pada
penderita DM tipe 2 dan sangat mungkin untuk menjadi defisiensi insulin absolut
(PERKENI, 2015).
Faktor resiko yang meningkatan jumlah penderita DM yang sebagian besar DM
tipe 2, sebagai berikut:
1) Obesitas (kegemukan)
Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar glukosa darah, pada derajat
kegemukan dengan IMT > 23 dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah
menjadi 200mg%.
2) Hipertensi
Peningkatan tekanan darah pada hipertensi berhubungan erat dengan tidak tepatnya
penyimpanan garam dan air, atau meningkatnya tekanan dari dalam tubuh pada
sirkulasi pembuluh darah perifer.
3) Riwayat Keluarga Diabetes
Mellitus seorang yang menderita Diabetes Mellitus diduga mempunyai gen diabetes.
Diduga bahwa bakat diabetes merupakan gen resesif. Hanya orang yang bersifat
homozigot dengan gen resesif tersebut yang menderita Diabetes Mellitus.
4) Dislipedimia
Keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah (Trigliserida >250 mg/dl).
Terdapat hubungan antara kenaikan plasma insulin dengan rendahnya HDL (<35
mg/dl) sering didapat pada pasien Diabetes.
5) Umur
Umur yang semakin bertambah akan berbanding lurus dengan peningkatan risiko
menderita penyakit diabetes melitus karena jumlah sel beta pankreas yang produktif
memproduksi insulin akan berkurang. Hal ini terjadi terutama pada umur yang lebih
dari 45 tahun.
6) Stress
Stress adalah perasaan yang dihasilkan dari pengalaman atau pistiwa tertentu. Sakit,
cedera dan masalah dalam kehidupan dapat memicu terjadinya stress. Tubuh secara
alami akan merespon dengan banyak mengeluarkan hormon untuk mengatasi stress.
Hormon-hormon tersebut membuat banyak energi (glukosa dan lemak) tersimpan d
dalami sel. Insulin tidak membiarkan energi ekstra ke dalam sel sehingga glukosa
menumpuk di dalam darah.
7) Faktor Genetik
DM tipe 2 berasal dari interaksi genetis dan berbagai faktor mental Penyakit ini
sudah lama dianggap berhubungan dengan agregasi familial. Risiko emperis dalam
hal terjadinya DM tipe 2 akan meningkat dua sampai enam kali lipat jika orang tua
atau saudara kandung mengalami penyakit ini.
8) Pola Makan
Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang dibutuhkan oleh
tubuh dapat memacu timbulnya diabetes melitus. Hal ini disebabkan jumlah/kadar
insulin oleh sel β pankreas mempunyai kapasitas maksimum untuk disekresikan.
9) Alkohol dan Merokok
Perubahan-perubahan dalam gaya hidup berhubungan dengan peningkatan frekuensi
DM tipe 2. Alkohol akan menganggu metabolisme gula darah terutama pada
penderita DM, sehingga akan mempersulit regulasi gula darah dan meningkatkan
tekanan darah. Seseorang akan meningkat tekanan darah apabila mengkonsumsi etil
alkohol lebih dari 60ml/hari yang setara dengan 100 ml proof wiski, 240 ml wine atau
720 ml.
D. Patofisiologi
DM Tipe 2 merupakan kondisi multifactorial, sebagian besar pasien dm tipe 2 adalah
pasien diabetes atau dengan komponen lemak visceral yang menonjol. Keadaan ini
berhubungan dengan resistensi insulin (RI). Resistensi insulin terjadi beberapa decade
sebelum kejadian DM Tipe 2. Secara fisiologis, tubuh dapat mengatasi resistensi insulin
yang terjadi dengan meningkatkan jumlah sekresi insulin sehingga hiperglikemia tidak
terjadi. Resistensi insulin yang terjadi secara bertahap dan perlahan menyebabkan
hiperglikemia yang awalnya tidak menimbulkan gejala klasik diabetes.
Pada suatu saat, gabungan antara defek sekresi insulin dan resistensi insulin
menyebabkan terjadinya hiperglikemia. Periode dimana tubuh masih dapat
mempertahankan kadar glukosa darah dalam batas normal (bukan DM, tidak termasuk
dalam kriteria diagnosis DM maupun pre diabetes) disebuat stadium normoglikemia,
sedangkan periode dimana telah terjadi peningkatan kadar glukosa darah disebut stadium
hiperglikemia. Stadium hiperglikemia dapat dibedakan menjadi prediabetes dan DM.
Stadium prediabetes meliputi toleransi glukosa terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa
terganggu (GDPT) (Liwang, 2014).
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa didalam arah tinggi
karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara cukup sehingga
mengakibatkan terjadinya penumpukan gula darah dalam darah dalam jumlah tertentu
dalam darah. Glukosa dalam tubuh dibentuk didalam hati dari makanan yang dikonsumsi
kedalam tubuh. Insulin merupakan hormone yang diproduksi oleh pancreas yang berfungsi
untuk memfasilitasi atau mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur
produksi dan penyimpanannya. Defisiensi insulin ini menyebabkan kadar glukosa darah
dalam plasma tinggi atau hiperglikemia. Keadaan hiperglikemia ini akan menyebabkan
terjadinya glukosurai dikarenakan glukosa gagal diserap oleh ginjal ke dalam sirkulasi
darah dimana keadaan ini akan menyebabkan gejala umum diabetes mellitus yaitu
polyuria, polydipsia, dan polyphagia (Kerner & Bruckel, 2014)
E. Pathway/WOC
Faktor Resiko
↓
Kerusakan sel β pancreas pada pulau Langerhans
↓
Kegagalan sel β memproduksi insulin
↓
Produksi insulin ↓
↓
Defisiensi insulin
↓
Glukosa tidak dapat diserap oleh sel-sel tubuh
↓
Resiko
Glukosa menumpuk dalam darah →
Ketidakstabilan
Kadar Gula Darah
↓
Hiperglikemia kerusakan gangguan hipoksia
pembuluh suplai
↓ jaringan
darah darah
Ginjal ↑ Glukoneogenesis
perifer
↓ ↓ Nyeri
Osmotic diuresis↑ Oksidasi asam lemak → pemecahan cadangan Akut
↓ dan gliserol otot dan lemak
Perpindahan cairan ↓ ↓
dari intraseluler ke sel semakin kekurangan Fatique
interstisial nutrisi
↓ ↓
Intoleransi
Poliuria
Ketidakseimbangan Aktivitas
↓
Kehilangan cairan Nutrisi: Kurang dari
Berlebih
Kebutuhan Tubuh
↓
Dehidrasi → Defisiensi
Volume
Cairan
F. Klasifikasi
Menurut (Erlina Rismawati, Inayatur Rosyidah, 2018) klasifikasi Dibagi menjadi:
1) Diabetes melitus tipe 1 : Insulin Dependent Diabetes (IDDM) Diabetes melitus yang
disebut juga insulin dependent yaitu tubuh tergantung pada insulin karena tubuh tidak
dapat menghasilkan insulin yang disebabkan oleh masalah genetik, virus atau penyakit
autoimun.
2) Diabetes melitus tipe 2 : Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) Diabetes
yang membutuhkan insulin sementara atau seterusnya yang disebabkan oleh resistensi
insulin, kekurangan insulin atau karena gangguan sekresi dan obesitas, usia maupun
riwayat keluarga. Resistdensi insulin adalah banyaknya jumlah insulin yang tidak
berfungsi karena terhambatnya produksi glukosa oleh hati
3) Diabetes melitus tipe 3 : Gestasional/kehamilan Diabetes melitus yang terjadi hanya
selama kehamilan dan akan pulih setelah melahirkan, dengan keterlibatan interleukin 6
dan protein reaktif C pada lintasan patogenesisnya.
G. Manifestasi Klinis
1) Polifagia
Polifagia adalah keadaan dimana pasien merasa lapar atau napsu makan mereka
meningkat, tetapi berat dari pasien tidak meningkat melainkan berat badan mereka
menurun. Kondisi ini terjadi karena glukosa dalam darah tidak dapat ditransfer ke sel
dengan baik oleh insulin. Sel perlu glukosa untuk menghasilkan enerti, karena glukosa
terjebak dalam darah, keadaan inilah yang memicu respon kelarapan ke otak.
2) Polidipsia
Polidipsia adalah keadaan dimana pasien merasak haus yang berlebih. Keadaan ini
merupakan efek dari polifagia. Glukosa yang terjabak dala darah menyebabkan tingakat
osmolaritas meningkat. Karena glukosa darah perlu diencerkan, inilah yang menyebabkan
respon haus ke otak.
3) Poliuri
Poliuri adalah keadaaan dimana pasien mengalami perasaan ini buang air kecil yang
berlebih. Kondisi ini terjadi ketiak osmolaritas darah tinggi, sehingga perlu dibuang oleh
ginjal. Ketika glukosa darah dibuang itu membutuhkan air unutk menurunkan osmolaritas
dari glukosa darah, inilah yang memicu terjadinya polyuria.
H. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik penderita DM tipe II sering tidak ditemukan gambaran khas.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi pengukuran tinggi badan dan berat badan,
pengukuran tekanan darah termasuk tekanan darah posisi berdiri dan tidur untuk
mengetahui kemungkinan hipotensi ortostatis. Pemeriksaan palpasi nadi, pemeriksaan
kulit apakah ditemukan acantosis nigricans dan bekas penyuntikan insulin, apakah
ditemukan kelainan neuropati dan kelainan kulit akibat komplikasi mikrovaskuler DM tipe
II. Dan perlu dilakukan pemeriksaan neurologis.
I. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan kadar HbA1c (Hemoglobin Glikosilat)
Pemeriksaan HbA1c merupakan parameter kontrol metabolic standar pada pasien DM.
Nilai HbA1c <7% berarti kontrol metabolic baik, bilai nilai 7-8% berarti kontrol
metabolic cukup, bilai nilai >8% berarti kontrol metabolic cukup.
2) Pemeriksaan C-Peptide
Pemeriksaan ini menggambarkan kadar insulin secara tidak langsung. Pada pasien
DMT1 kadar c-peptide biasanya dibawah normal.
3) Keton darah
AGD (Analisa Gas Darah). AGD menujuukkan adanya asidosis metabolic ataupun
dengan adanya alkalosis respiratorik terkompensasi.
4) Urinalisis
Pemeriksaan urinalisis bertujuan untuk mengetahui adanya reduksi, keton dan kadar
protein,
5) Deteksi autoantibodi pada serum seperti islet cell autoantibodies (ICAs), glucatamic acid
decarboxylase (GAD65A), insulin autoantibodies (IAA), transmembrane tyrosine
phosphatase (ICA512A), Zinc transporter 8 autoantibody (ZnT8A).
J. Diagnosis
Diabetes melitus lebih dikenal sebagai penyakit yang membunuh manusia secara diam
diam atau “Silent killer”. Diabetes juga dikenal sebagai “Mother of Disease” karena
merupakan induk dari penyakit - penyakit lainnya seperti hipertensi, penyakit jantung dan
pembuluh darah, stroke, gagal ginjal, dan kebutaan. Penyakit DM dapat menyerang semua
lapisan umur dan sosial ekonomi. Diabetes melitus atau kencing manis adalah suatu
gangguan kesehatan berupa kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan
oleh peningkatan kadar gula dalam darah akibat kekurangan insulin ataupun resistensi
insulin dan gangguan metabolik pada umumnya. Keluhan dan gejala yang khas ditambah
hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu >200 mg/dl, glukosa darah puasa >126 mg/dl
sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.(Yakub dan Herman, 2011)
kriteria diagnosis DM tipe II menurut PERKENI 2011 :
1) Gejala klasik + gula darah sewaktu ≥ 200mg/dl (11,1 mmol/L). Gula darah sewaktu
merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu
makan terakhir.10
2) Gejala klasik + gula darah puasa ≥ 126 mg/dl (7.0 mmol/L). Gula darah puasa diartikan
pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam. 10
3) Kadar gula darah 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dl (11,1 mmol/L). TTGO dilakukan
dengan standar WHO menggunakan beban glukosa setara 75 gram anhidrus yang
dilarutkan dalam air.
K. Penatalaksaan
Prinsip penatalaksanaan diabates melitus secara umum ada lima sesuai dengan Konsensus
Pengelolaan DM di Indonesia tahun 2006 adalah untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien DM. Tujuan Penatalaksanaan DM adala sebagai berikut; Jangka pendek yaitu
hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman dan tercapainya target
pengendalian glukosa darah; Jangka panjang yaitu tercegah dan terhambatnya
progresivitas penyulit mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati; Tujuan akhir
pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM. Untuk mencapai tujuan
tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan dan
profil lipid,melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan perawatan
mandiri dan perubahan perilaku.
Prinsip penatalaksanaan Diabetes Mellitus sebagai berikut; (Noor, 2015)
1) Diet
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran
makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan
kebutuhan kalori dan zat gizi masingmasing individu. Pada penyandang diabetes perlu
ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah
makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau
insulin. Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang
dalam hal karbohidrat 60-70%, lemak 20-25% danprotein 10-15%. Untuk menentukan
status gizi, dihitung dengan BMI (Body Mass Indeks). Indeks Massa Tubuh (IMT) atau
Body Mass Index (BMI) merupupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau
status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan
berat badan.
2) Exercise (Latihan Fisik/ Olahraga)
Dianjurkan latihan secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit, yang
sifatnya sesuai dengan Continous, Rhythmical, Interval, Progresive, Endurance (CRIPE).
Training sesuai dengan kemampuan pasien. Sebagai contoh adalah olah raga ringan jalan
kaki biasa selama 30 menit. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak.
3) Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan sangat penting dalam pengelolaan. Pendidikan kesehatan
pencegahan primer harus diberikan kepada kelompok masyarakat resiko tinggi.
Pendidikan kesehatan sekunder diberikan kepada kelompok pasien DM. Sedangkan
pendidikan kesehatan untuk pencegahan tersier diberikan kepada pasien yang sudah
mengidap DM dengan penyulit menahun.
4) Obat
Oral hipoglikemik, insulin Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan latihan
fisik tetapi tidak berhasil mengendalikan kadar gula darah maka dipertimbangkan
pemakaian obat hipoglikemik.
Obat-obatan anti diabetes sebagai berikut:
5) Antidiabetik oral
Penatalaksanaan pasien DM dilakukan dengan menormalkan kadar gula darah dan
mencegah komplikasi. Lebih khusus lagi dengan menghilangkan gejala, optimalisasi
parameter metabolik, dan mengontrol berat badan. Bagi pasien DM tipe 1 penggunaan
insulin adalah terapi utama. Indikasi antidiabetik oral terutama ditujukan untuk
penanganan pasien DM tipe 2 ringan sampai sedang yang gagal dikendalikan dengan
pengaturan asupan energi dan karbohidrat serta olah raga. Obat golongan ini
ditambahkan bila setelah 4-8 minggu upaya diet dan olah raga dilakukan, kadar gula
darah tetap di atas 200 mg% dan HbA1c di atas 8%. Jadi obat ini bukan menggantikan
upaya diet, melainkan membantunya. Pemilihan obat antidiabetik oral yang tepat sangat
menentukan keberhasilan terapi diabetes. Pemilihan terapi menggunakan antidiabetik
oral dapat dilakukan dengan satu jenis obat atau kombinasi. Pemilihan dan penentuan
regimen antidiabetik oral yang digunakan harus mempertimbangkan tingkat keparahan
penyakit DM serta kondisi kesehatan pasien secara umum termasuk penyakit-penyakit
lain dan komplikasi yang ada. Dalam hal ini obat hipoglikemik oral adalah termasuk
golongan sulfonilurea, biguanid, inhibitor alfa glukosidase dan insulin sensitizing.
6) Insulin
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 pada manusia. Insulin
mengandung 51 asam amino yang tersusun dalam dua rantai yang dihubungkan dengan
jembatan disulfide, terdapat perbedaan asam amino kedua rantai tersebut. Untuk pasien
yang tidak terkontrol dengan diet atau pemberian hipoglikemik oral, kombinasi insulin
dan obat-obat lain bisa sangat efektif. Insulin kadangkala dijadikan pilihan sementara,
misalnya selama kehamilan. Namun pada pasien DM tipe 2 yang memburuk,
penggantian insulin total menjadi kebutuhan. Insulin merupakan hormon yang
mempengaruhi metabolisme karbohidrat maupun metabolisme protein dan lemak.
Fungsi insulin antara lain menaikkan pengambilan glukosa ke dalam sel–sel sebagian
besar jaringan, menaikkan penguraian glukosa secara oksidatif, menaikkan pembentukan
glikogen dalam hati dan otot serta mencegah penguraian glikogen, menstimulasi
pembentukan protein dan lemak dari glukosa.
L. Komplikasi
1) Komplikasi Macrovaskular
Komplikasi macrovaskular adalah komplikasi yang mengenai pembuluh darah arteri
yang lebih besar, sehingga menyebabkan atherosclerosis. Akibat atherosclerosis antara
lain timbul penyakit jantung coroner, hipertensi, dan stroke. Komplikasi
makrovaskular yang umum berkembang pada penderita diabetes adalah penyakit
jantung coroner, penyakit pembuluh darah otak dan penyakit pembuluh darah perifer.
Komplikasi makrovaskuler ini sering terjadi pada penderita diabetes mellitus tipe 2
yang umumnya menderita hipertensi, dyslipidemia, dan atau kegemukan.
2) Komplikasi Microvaskular
Komplikasi mikrovaskular terutama terjadi pada penderita diabetes mellitus tipe 1.
Hiperglikemia yang persisten dan pembentukan protein yang terglikasi menyebabkan
dinding pembuluh darah menjadi makin lemah dan rapuh sehingga terjadi
penyumbatan pada pembuluh darah kecil. Hal ini yang mendorong timbulnya
komplikasi-komplikasi mikrovaskuler, antara lain retinopati, nefropati, dan neuropati.
Komplikasi dari diabetes mellitus dapat dikelompokan menjadi 3, yaitu:
makroangiopati, mikroangiogiopati, neuropati. Mikroangiopati merupakan komplikasi
paling dini diikuti dengan makroangiopati. Berikut beberapa komplikasi dari diabetes
mellitus:
a. Makrioangiopati yang meliputi penyakit jantung coroner, penyakit arteri
perifer, penyakit serebrovaskular, kaki diabetes.
b. Mikroangiopati yang meliputi retinopati diabetes, nefropatik diabetic,
disfungsi ekresi,
c. Neuropati meliputi neuropati perifer, neuropati otonom.
B. Diagnosa Keperawatan
D. Implementasi
Implementasi adalah tahap pelaksanaan terhadap rencana tindakan keperawatan yang telah
ditetapkan. Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi. Selain
itu diperlukan keterampilan interpersonal, intelektual serta teknikal yang dilakukan dengan
cermat dan efesien dan tepat dengan memperhatikan kenyamanan dan keamanan fisik dan
psikologis. Setelah implementasi kemudian dilakukan dokumentasi dan bagaimana respon
klien
E. Evaluasi
1. Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Kegiatan ini adalah untuk
membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan
tujuan yang diharapkan. Adapun 3 alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan
tercapai
DAFTAR PUSTAKA
Ati, D. L., & Listiyanawati, M. D. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dalam
Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas Dan Istirahat. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Kusuma Husada
Surakarta.
American Diabetes Association. 2012. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Journals,
Vol. 351):s67.
Bulechek, Butcher, Dochterman & Wagner. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC). Singapore:
Elsevier Singapore Pte Ltd.
Erlina Rismawati, Inayatur Rosyidah, L. P. A. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Klien Yang Mengalami
Diabetes Melitus Dengan Masalah Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer Di Ruang Melati Di Rsud
Bangil. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
Fowler, M.J. 2012. Microvascular and Macrovascular Complication of Diabetes. Diabetes Foundation. 26: 77-
82.
Garnita. 2016. Diabetes Risk Factors in Indonesia (Analysis of ILFS 2007 Data). Jakarta: FKM. Universitas
Indonesia.
Moorhead, Johnson, Maas & Swason. 2016. Nursing Outcome Classification (NOC). Singapore: Elsevier
Singapore Pte Ltd
Nanda. 2018. NANDA-I Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2018-2020. Jakarta: EGC.
Noor, Fatimah. 2015. Artikel Review: Diabetes Mellitus Tipe 2. Journal Majority. 4,5, 2015.
PERKENI. 2015. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Indonesia. Jakarta.
World Health Oragnization (WHO). 2016. Global Report on Diabetes.
Yakub dan Herman. (2011). Konsep penyakit diabetes melitus type 2. Convention Center Di Kota Tegal, 4(80),
4.