Pembimbing Akademik :
Rodhi Hartono, S.Kep. Ners, M.Kes. Biomed
Disusun Oleh :
Yovita Dewi Mulyaningrum
P1337420119338
Poliuria /banyak kencing Kerusakan arteri koroner Penyumbatan pembuluh Ginjal tidak dapat Glukosa dalam Kerusakan
jantung darah otak mereabsorbsi glukosa darah (sorbitol) pembuluh darah
Elektrolit tubuh berkurang tertimbun di lensa kapiler mata
melalui urin (natrium, klorida, Penyakit jantung koroner Penurunan aliran oksigen ke Glukosa masuk ke mata
sodium) otak urin Suplai nutrisi dan
Penurunan suplai oksigen Pembentukan oksigen menurun
Merangsang rasa haus dan nutrisi ke otot jantung Penurunan kesadaran Glikosuria katarak
Iskemia pada mata
Minum terus menerus Iskemia miokard MK : Ketidakefektifan Kerusakan MK : Gangguan
perfusi jaringan otak glomerulus ginjal sensori persepsi
Peningkatan asupan cairan Infark miokard Retinopati
(penglihatan)
Glomerulosklerosis
Polidipsia Daya ejeksi otot jantung Kebutaan
berkurang
Nefropati
MK : Resiko
MK : Kekurangan volume Penurunan cardiac output cedera
cairan Resiko gagal ginjal
Penurunan aliran oksigen ke kronis
pembuluh darah perifer
MK : Ketidakseimbangan
elektrolit
Akral dingin dan pucat
MK : Ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer
6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagostik menurut PERKENI (2011), yaitu:
a. Glukosa darah sewaktu
b. Kadar glukosa darah puasa
c. Tes toleransi glukosa
Biasanya, tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa
darah meningkat di bawah kondisi stress. Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai
patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl).
7. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi hiperglikemia adalah mencoba menormalkan aktivitas
insulin dan kadar glukosa darah dan upaya mengurangi terjadinya komplikasi
vaskuler serta neuropati. Ada 4 komponen dalam penatalaksanaan hiperglikemia
(Smeltzer & Bare, 2008) :
1) Diet
- Komposisi makanan :
Karbohidrat = 60 % – 70 %
Protein = 10 % – 15 %
Lemak = 20 % – 25 %
- Jumlah kalori perhari
Antara 1100 -2300 kkal
Kebutuhan kalori basal :
Laki – laki : 30 kkal / kg BB
Perempuan : 25 kkal / kg BB
- Penilaian status gizi :
BB
- BBR = x 100 %TB – 100
- Kurus : BBR 110 %
- Obesitas bila BBRR > 110 %
- Obesitas ringan 120% – 130 %
- Obesitas sedang 130% – 140%
- Obesitas berat 140% – 200%
- Obesitas morbit > 200 %
Jumlah kalori yang diperlukan sehari untuk penderita DM yang bekerja
biasa adalah :
- Kurus : BB x 40 – 60 kalori/hari
- Normal (ideal) : BB x 30 kalori/hari
- Gemuk : BB x 20 kalori/hari
- Obesitas : BB x 10 – 15 kalori/hari
2) Latihan jasmani
Manfaat latihan jasmani :
a. Menurunkan kadar glukosa darah mengurangi resitensi insulin, meningkatkan
sensitivitas insulin).
b. Menurunkan berat badan.
c. Mencgah kegemukan.
d. Mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi aterogenik, gangguan lipid
darah, peningkatan tekanan darah, hiperkoagulasi darah.
3) Medis
a. Obat hiperglikemi oral :
- Sulfoniluria : Glibenglamida, glikosit, gliguidon, glimeperide, glipizid.
- Biguanid ( metformin )
- Hon su insulin secretagogue ( repakglinide, natliglinide )
- Inhibitor glucosidase
- Tiosolidinedlones
b. Insulin
- Insulin reaksi pendek disebut juga sebagai clear insulin, adalah jenis obat
insulin yang memiliki sifat transparan dan mulai bekerja dalam tubuh dalam
waktu 30 menit sejak dimasukan kedalam tubuh. Obat insulin ini bekerja
secara maksimal selama 1 sampai 3 jam dalam aliran darah penderita, dan
segera menghilang setelah 6 sampai 8 jam kemudian.
- Insulin reaksi panjang, merupakan jenis yang mulai bekerja 1 sampai 2 jam
setelah disuntikan kedalam tubuh seseorang. Tetapi obat ini tidak memiliki
reaksi puncak, sehingga ia bekerja secara stabil dalam waktu yang lama
yaitu 24 sampai 36 jam didalam tubuh penderita, contohnya lavemir dan
lantus.
- Jenis insulin reaksi menengah adalah insulin yang mulai efektif bekerja
menurunkan kadar gula darah sejak 1 sampai 2 jam setelah disuntikan
kedalam tubuh. Obat ini bekerja secara maksimal selama 6 sampai 10 jam,
dan berakhir setelah 10 sampai 16 jam setelahnya. Contohnya humulin m3,
hypurin, dan insuman.
- Insulin reaksi cepat yang bekerja 5 sampai 15 menit setelah masuk kedalam
tubuh. Ia memiliki tingkat reaksi maksimal selama 30 sampai 90 menit, dan
pengaruhnya akan segera menghilanhg setelah 3 sampai 5 jam setelahnya,
contohnya lispro, actrapid, novorapid dan velosulin.
8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan hiperglikemia (Mansjoer,
2007) yaitu :
a. Komplikasi akut
- Hipoglikemia/koma hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi apabila kadar glukosa darah <70 mg/dl, sering
terjadi akibat kelebihan pemberian terapi insulin ataupun terlambat makan.
Gejala yang muncul disebabkan oleh pelepasan epinefrin (keringat dingin,
gemetar, sakit kepala dan palpitasi), kekurangan glukosa dalam otak (tingkah
laku tidak sesuai, sensori yang tumpul dan koma). Kejadian hipoglikemia yang
sering terjadi dan dalam waktu yang lama, dapat menimbulkan kerusakan otak
permanen bahkan kematian. Penatalaksanaannya dengan pemberian
karbohidrat baik secara oral maupun intravena.
- Hipoglikemik adalah kadar gula yang rendah kadar gula normal 60-100 mg%.
- Sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik (HHNC/HONK)
HHNK merupakan komplikasi metabolik akut DM yang sering terjadi
pada pasien DM tipe 2. Hiperglikemia yang terjadi akibat defisiensi insulin
secara relatif tanpa disertai dengan ketosis. Hal ini menyebabkan
hiperosmolaritas, diuresis osmotik dan dehidrasi berat dengan kadar glukosa
darah >600 mg/dl. Pasien dapat mengalami penurunan kesadaran bahkan
kematian apabila tidak mendapat penanganan. Penanganan HHNK adalah
dengan rehidrasi, penggantian elektrolit dan insulin regular.
- Ketoasidosis Diabetic (KAD)
Penurunan kadar insulin yang sangat rendah akan menimbulkan
hiperglikemia, glukosuria berat, penurunan lipogenesis, peningkatan lipolisis,
peingkatan oksidasi asam lemak bebas disertai dengan pembentukan badan
keton (asetoasetat, hidroksibutirat, dan aseton). Hal ini menyebabkan
peningkatan beban ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan
ketonuria dapat menyebabkan diuresis osmotik, dehidrasi, dan kehilangan
elektrolit. Kehilangan cairan dan elektrolit berlebih dapat menyebabkan
hipotensi, syok, koma, sampai meninggal. Penanganan DKA meliputi
perbaikan kekacauan metabolik akibat kekurangan insulin, pemulihan cairan
dan elektrolit, pengobatan keadaan yang mempercepat terjadinya ketoasidosis.
b. Komplikasi kronik
- Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi koroner,
vaskuler perifer dan vaskuler serebral
- Mikrovaskuler (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati),
dan ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau
menunda awitan baik komplikasi mikrovaskuler maupun makrovaskuler
- Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta
menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki
- Rentan infeksi, seperti tuberkolosis paru dan infeksi saluran kemih
- Ulkus/ gangren/ kaki diabetic
9. Pencegahan
Pencegahan terjadinya DM hiperglikemia (Brunner & Suddarth, 2013) antara
lain :
a. Pencegahan primer
- Program penurunan berat badan.
Pada seseorang yang mempunyai risiko DM dan mempunyai berat
badan lebih, penurunan berat badan merupakan cara utama untuk menurunkan
risiko terkena DM tipe 2 atau intoleransi glukosa. Beberapa penelitian
menunjukkan penurunan berat badan 5-10% dapat mencegah atau
memperlambat munculnya DM tipe 2.
- Diet sehat.
Diet sehat dapat dilakukan dengan mengatur jumlah asupan kalori agar
tercapai berat badan yang ideal, mengonsumsi makanan yang mengandung
karbohidrat kompleks agar tidak menimbulkan puncak (peak) glukosa darah
yang tinggi setelah makan dan juga makanan yang mengandung sedikit lemak
jenuh, dan tinggi serat larut.
- Latihan jasmani.
Latihan jasmani teratur dapat memperbaiki kendali glukosa darah,
mempertahankan atau menurunkan berat badan, serta dapat meningkatkan
kadar kolesterol HDL. Latihan jasmani yang dianjurkan, dikerjakan sedikitnya
selama 150 menit/minggu dengan latihan aerobik sedang (mencapai 50-70%
denyut jantung maksimal), atau 90 menit/minggu dengan latihan aerobik berat
(mencapai denyut jantung >70% maksimal). Latihan jasmani dibagi menjadi
3-4 kali aktivitas/minggu
- Menghentikan merokok.
Merokok merupakan salah satu risiko timbulnya gangguan
kardiovaskular. Meskipun merokok tidak berkaitan langsung dengan
timbulnya intoleransi glukosa, tetapi merokok dapat memperberat komplikasi
kardiovaskular dari intoleransi glukosa dan DM tipe 2.
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat
timbulnya penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Dilakukan dengan
pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini penyulit sejak awal
pengelolaan penyakit DM. Dalam upaya pencegahan sekunder program
penyuluhan memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien
dalam menjalani program pengobatan dan dalam menuju perilaku sehat. Untuk
pencegahan sekunder ditujukan terutama pada pasien baru. Pengelolaan DM
dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2-
4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan
intervensi farmakologis dengan obat oral dan atau suntikan insulin.
c. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang DM yang telah
mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut.
Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan
menetap. Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan pada pasien
dan keluarga. Materi penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat
dilakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal.
Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan holistik dan
terintegrasi antar disiplin yang terkait, terutama di rumah sakit rujukan.
Kolaborasi yang baik antar para ahli di berbagai disiplin (jantung dan ginjal,
mata, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medis, gizi, pediatris,
dll.) sangat diperlukan dalam menunjang keberhasilan pencegahan tersier.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian Primer
a. Airway : kaji kepatenan jalan nafas pasien, ada tidaknya sputum atau benda
asing yang menghalangi jalan nafas
b. Breathing : kaji frekuensi nafas, bunyi nafas, ada tidaknya penggunaan otot
bantu pernafasan
c. Circulation : kaji nadi, biasanya nadi menurun.
d. Disability : Lemah,letih,sulit bergerak,gangguan istirahat tidur.
Pengkajian Sekunder
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot menurun,
gangguan istrahat/tidur
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau aktifitas, letargi
/disorientasi, koma
b. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, IM akut, klaudikasi, kebas dan kesemutan
pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama, takikardia.
Tanda : Perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang
menurun/tidak ada, disritmia, krekels, distensi vena jugularis, kulit panas,
kering, dan kemerahan, bola mata cekung.
c. Integritas/ Ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi
Tanda : Ansietas, peka rangsang
d. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri/terbakar,
kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru/berulang, nyeri tekan abdomen, diare.
Tanda : Urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat berkembang menjadi
oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia berat), urin berkabut, bau busuk
(infeksi), abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah dan menurun,
hiperaktif (diare)
e. Nutrisi/Cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak mematuhi diet, peningkatan
masukan glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari beberapa
hari/minggu, haus, penggunaan diuretik (Thiazid)
Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor jelek, kekakuan/distensi abdomen,
muntah, pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan
peningkatan gula darah), bau halisitosis/manis, bau buah (napas aseton)
f. Neurosensori
Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot,
parestesi, gangguan penglihatan
Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut), gangguan
memori (baru, masa lalu), kacau mental, refleks tendon dalam menurun
(koma), aktifitas kejang (tahap lanjut dari DKA).
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati
h. Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum purulen
(tergantung adanya infeksi/tidak)
Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen, frekuensi
pernapasan meningkat
2. Diagnosa Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi
b. Ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d hiperglikemia (gangguan glukosa
darah puasa)
3. Rencana Keperawatan
No .
Diagnose Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Kep
D.0005 Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor pola napas
keperawatan 2x24 jam diharapkan 2. Monitor bunyi napas tambahan
pasien dapat memenuhi kriteria 3. Pertahankan kepatenan jalan
hasil sebagai berikut: napas
1. Pola nafas pasien kembali 4. Posisikan semi fowler
teratur missal 24x/menit 5. Berikan oksigen
2. Respirasi rate pasien 6. Kolaborasikan pemberian
kembali normal missal bronkodilator,ekspektoran,
95% mukolitik,jika diperlukan
3. Pasien mudah untuk
bernafas tanpa bantuan otot
bantuan pernapasan
D. 0027 Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor penyebab hiperglikemia
keperawatan 1x6 jam diharapkan 2. Monitor GDS
pasien dapat memenuhi kriteria 3. Monitor tanda dan gejala
hasil sebagai berikut: hiperglikemia
1. Kesadaran meningkat 4. Konsultasi dengan medis jika
dengan grade coma scale > tanda dan gejala hiperglikemia
8 tetap ada dan tambah memburuk
2. Kadar glukosa dalam darah 5. Kolaborasikan pemberian insulin
normal dengan 6. Kolaborasikan pemberian cairan
iv
DAFTAR PUSTAKA
ADA (American Diabetes Assosciation). (2009). Diagnosis and Classification Of DM. 2009 . http.//
Care Diabetes Journalis org /content / 27/ suppl.1/55. Full. Diakses pada 02 Oktober 2017.
Brunner & Suddarth. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume II. Edisi 13. Jakarta:
EGC. Alih bahasa oleh Waluyo Agung, Monica Ester. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Mansjoer, A. (2007). Kapita Selekta Kedokteran, jilid 1, Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius.
PERKENI. (2011). Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2di Indonesia2011. Semarang :
PB PERKENI.
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1.
Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi
1. Jakarta:DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kiteria Hasil Keperawatan, Edisi
1. Jakarta:DPP PPNI
Saraswati, S. (2009). Diet Sehat Untuk Penyakit Asam Urat Diabetes Hipertensi dan Stroke.
Yogyakarta : A Plus
Smeltzer & Barre. (2008). Textbook of Medical Surgical Nursing Vol.2. Philadelphia: Linppincott
William & Wilkins. Alih bahasa oleh Agung W. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sujono & Sukarmin. (2008). Askep pada Pasien dengan Gangguan Eksokrin dan Endokrin pada
Pankreas. Yogyakarta : Graha Ilmu