Anda di halaman 1dari 18

ANALISIS PENGARUH NILAI TUKAR, INFLASI DAN

TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM


SEKTOR MANUFAKTURING
Atulo Febriman
Institute Perbanas, Jakarta
email : 1812070261@perbanas.id
Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh variabel nilai tukar, inflasi,
dan suku bunga terhadap harga saham sektor manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan yang tergabung
dalam sektor manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk
periode 2014 hingga 2018. Variabel dependen yang digunakan Indeks harga saham
sektor manufaktur sedangkan variabel independen adalah nilai tukar, inflasi dan
suku bunga Bank Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
bulanan periode Januari 2014 sampai dengan Desember 2018 dan alat analisis yang
digunakan menggunakan Regresi linear berganda. Penelitian ini menyimpulkan
bahwa nilai tukar dan inflasi memiliki pengaruh yang positif namun tidak
signifikan terhadap indeks harga saham sektor manufaktur sedangkan suku bunga
memiliki pengaruh yang negatif signifikan terhadap indeks harga saham sektor
manufaktur. Berdasarkan uji secara simultan nilai tukar, inflasi dan tingkat suku
bunga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap indeks harga saham manufaktur.
Abstract
This study aims to analyze the effect of exchange rate, inflation, and interest rate
variables on the stock prices of the manufacturing sector which are listed on the
Indonesia Stock Exchange. The population in this study are companies
incorporated in the manufacturing sector which are listed on the Indonesia Stock
Exchange (IDX) for the period 2014 to 2018. The dependent variable is used in the
manufacturing sector stock price index while the independent variables are the
exchange rate, inflation and Bank Indonesia interest rates. The data used in this
study are monthly data from January 2014 to December 2018 and analysis tools
used using multiple linear regression. This study concludes that the exchange rate
and inflation have a positive but not significant effect on the stock price index of
the manufacturing sector while the interest rate has a significant negative effect on
the stock price index of the manufacturing sector. Based on simultaneous tests of
exchange rates, inflation and interest rates have a significant effect on the
manufacturing stock price index.

1
Latar Belakang
Investasi dapat diartikan sebagai komitmen untuk menanamkan sejumlah
dana pada saat ini dengan tujuan memperoleh keuntungan di masa datang
(Tandelilin, 2010) Investasi merupakan salah satu sarana dalam meningkatkan
kemampuan untuk mengumpulkan dan menjaga kekayaan. Investasi dapat diartikan
sebagai komitmen untuk menanamkan sejumlah dana pada saat ini dengan tujuan
memperoleh sejumlah keuntungan di masa datang. Pihak –pihak yang melakukan
investasi disebut sebagai investor.

Sala satu cara investasi adalah melalui pasar modal, menurut Prowanta dan
Herlianto (2020 : 11) pasar modal adalah suatu sistem keuangan yang terorganisir,
termasuk di dalamnya adalah bank-bank komersial dan semua lembaga perantara
dibidang keuangan serta, keseluruhan surat – surat berharga yang beredar. Dalam
artian sempit pasar modal (Capital Market) merupakan pasar untuk berbagai
instrument keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk
utang maupun modal sendiri

Pasar modal mejalankan fungsi ekonomi dan Fungsi keuangan, dalam


menjalankan fungsi ekonomi pasar modal mengalokasikan dana secara efisien dari
pihak yang memiliki kelebihan dana sebagai pemilik modal (investor) kepada
perusahaan yang listed di pasar modal (emiten). Sedangkan fungsi keuangan dari
pasar modal diunjukkan oleh didapatkannya return bagi para investor di dalam
pasar modal.

Salah satu instrument untuk berinvestasi di pasar modal adalah saham,


menurut Prowanta dan Herlianto (2020 : 83) saham adalah bukti pernyetaan atau
kepemilikan modal sesorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perusahaan
terbatas dimana pemiliknya memiliki hak dan kewajiban. Haknya yaitu
memperoleh dividen dan hak lainnya terkait dengan kepemilikan sahamnya,

2
sedangkan kewajibannya adalah menghadiri Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS).

Semenjak krisis ekonomi Indonesia pada tahun 1997 dan dilanjutkan krisis
pada tahun 2008 yang menyebabkan banyak perusahaan menderita kerugian serta
terdepresiasinya nilai mata uang Rupiah, kini investor udah mulai berhati hati
dalam menjalankan investasinya khsusnya dalam menjalankan investasi di pasar
modal. Selain itu, krisis ekonomi menyebabkan variabel – variabel makro ekonomi
seperti suku bunga, inflasi dan nilai tukar mengalami perubahan yang cukup tajam
akibat dari krisis ekonomi.

Seiring dengan meningkatnya aktivitas perdagangan, kebutuhan dalam


memberikan informasi kepada calon investor serta masyarakat mengenai
perkembangan bursa juga semakin meningkat. Salah satu informasi yang
diperlukan tersebut adalah indeks harga saham sebagai cerminan dari pergerakan
harga saham. Indeks saham tersebut disebar luaskan melalui media cetak maupun
media elektronik sebagai salah satu pedoman bagi investor dalam melakukan
investasi di pasar modal. Indeks harga saham gabungan yang turun menunjukkan
kondisi pasar yang sedang lesu dan jika indeks harga saham gabungan mengalami
kenaikan menunjukkan kondisi pasar yang sedang bergairah, dan salah satu dari
sektor indeks harga saham tersebut adalah sektor Manufaktur.

Gambar 1 : Grafik Pergerakan Indeks Harga Saham Manufaktur di


Bursa Efek Indonesia Tahun 2014-2018 (Per bulan)
Sumber: www.finance.yahoo.com , data diolah (2020)

3
Gambar 1 menunjukkan bahwa indeks harga saham manufaktur
mengalami pergerakan cenderung naik dari tahun 2014-2018. Indeks Harga Saham
Gabungan juga mengalami beberapa kali penurunan yaitu salah satunya terjadi
penurunan signifikan pada bulan Oktober 2016 yakni dari 1,424.13 poin
menjadi 1,352.80 poin pada bulan November 2016. Seiring berjalannya waktu
indeks harga saham sektor manufaktur cenderung mengalami kenaikan sampai
pada akhir periode 2018.

Salah satu faktor makro ekonomi yang dapat memberikan dampak pada
pergerakan indeks harga saham sektor manufaktur adalah inflasi. Inflasi
merupakan salah satu variabel yang memengaruhi harga saham di pasar modal.
Tandelilin (2010:342) menyatakan bahwa inflasi adalah kecenderungan terjadinya
peningkatan harga produk-produk yang beredar di masyarakat secara keseluruhan.
Terjadinya inflasi mengakibatkan beberapa efek dalam perekonomian, salah
satunya kegiatan investasi pada saham. Inflasi membuat investor sebagai
pemodal menurunkan minat investasinya kepada perusahaan yang listing di
Bursa Efek Indonesia sehingga mempengaruhi pergerakan indeks harga saham
sektor manufaktur secara langsung. Peningkatan inflasi secara relatif merupakan
sinyal negatif bagi para investor di pasar modal (Harianto dan Sudono, 2001 :
14). Dalam penelitian Yanuar (2013) menjelaskan jika Inflasi meningkat maka
akan terjadi penurunan daya beli masyarakat terhadap barang-barang. Efek
penurunan harga beli masyarakat tersebut mengakibatkan banyak masyarakat yang
beralih untuk menginvestasikan dana yang dimiliki pada pasar modal dengan
membeli saham.

Menurut Bank Indonesia (www.bi.go.id) “tingkat bunga atau BI rate adalah


suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik”. Suku bunga
juga memengaruhi fluktuasi harga saham di bursa efek. Kenaikan suku bunga
yang signifikan bisa memperkuat rupiah, tapi indeks harga saham akan

4
mengalami penurunan karena investor lebih suka menabung di bank. Apabila
suku bunga mengalami peningkatan maka harga saham akan mengalami
penurunan, begitu juga sebaliknya ketika suku bunga mengalami penurunan maka
harga saham akan mengalami peningkatan. Karena dengan tinggi suku bunga
rupiah akan melemah, tetapi sebaliknya apabila suku bunga mengalami penurunan
maka investor akan kembali berinvestasi pada pasar modal, karena posisi indeks
harga saham akan mengalami peningkatan (Harsono dan Worokinasih, 2018).
Penelitian yang dilakukan oleh Adisetiawan (2009) juga menyimpulkan bahwa
Suku bunga mempengaruhi keputusan individu terhadap pilihan membelanjakan
uang lebih banyak atau menyimpan uangnya dalam bentuk tabungan atau investasi
dalam bentuk lain seperti dalam saham.

Sektor manufaktur menjadi salah satu sektor yang menunjukan kinerja


pembangunan suatu negara yaitu mulai dari sektor industri dasar dan kimia, aneka
industri, kerjinan tangan, otomotif, dan lain sebagainya. Kinerja sektor manufaktur
sedikit banyak mempengaruhi kondisi ekonomi suatu negara, karena sektor
manufaktur merupakan salah satu sektor yang paling banyak memberikan
kontribusi bai negara mulai dari penyerapan tenaga kerja sampai dengan setoran
pajak yang diberikan.

Hasil penelitian oleh para peneliti terdahulu mengenai pengaruh tiga variabel
tersebut terhadap indeks harga saham masih tidak konsisten. Penelitian terdahulu
yang dilakukan Andes, Puspitaningtyas dan Prakoso (2017) menyatakan bahwa
inflasi dan tingkat suku bunga tidak berpengaruh positif terhadap kinerja
perusahaan manufaktur melainkan hanya nilai tukar yang mempengaruhi kinerja
perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Sedangkan menurut Kewal
(2012). mengungkapkan bahwa inflasi, suku bunga, kurs, berpengaruh secara
simultan terhadap Indeks Harga Saham. Berdasarkan penelitian Harsono dan
Worokinasih (2018) inflasi berpengaruh tidak signifikan terhadap indeks harga
saham, variabel suku bunga berpengaruh negative signifikan, dan variabel suku

5
bunga juga berpengaruh negative signifikan terhadap indeks harga saham.
Sedangkan dalam hasil penelitian Mardiyati dan Rosalina (2013) merumuskan
bahwa nilai tukar memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap indeks harga
saham properti sedangkan tingkat suku bunga dan inflasi memiliki pengaruh positif
namun tidak signifikan terhadap indeks harga saham properti. Selain itu, hasil
penelitian Candradewi & Yasa (2018) juga menarik kesimpulan bahwa tingkat
suku bunga SBI berpengaruh negatif pada indeks harga saham di Bursa Efek
Indonesia, nilai tukar rupiah pada dollar AS berpengaruh positif pada Indeks Harga
Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia.

Ketiga variabel bebas tersebut secara teori maupun empiris berpengaruh


terhadap indeks harga saham manufaktur. Oleh karena itu, penelitian ini
mengekspektasikan bahwa variabel bebas tersebut akan berpengaruh secara
bersama-sama terhadap indeks harga saham manufaktur.

Adapun kerangka pemikiran ini dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2: Bagan Kerangka Pemikiran


Sumber: Data diolah oleh peneliti

6
Hipotesis

H0 : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara nilai tukar, infasi dan tingkat
suku bunga terhadap indeks harga saham sektor manufaktur di Bursa Efek
Indonesia.

H1 : Nilai tukar berpengaruh signifikan terhadap indeks harga saham sector


manufaktur di Bursa Efek Indonesia.

H2 : Inflasi berpengaruh signifikan terhadap indeks harga saham sector


Manufaktur di Bursa Efek Indonesia.

H3 : Suku bunga berpengaruh terhadap indeks harga saham sector manufaktur di


Bursa Efek Indonesia.

H4 : Terdapat pengaruh secara simultan nilai tukar, laju inflasi dan tingkat suku

bunga terhadap indeks harga saham sektor manufaktur di Bursa Efek

Indonesia.

Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, objek yang akan diteliti adalah indeks harga saham
perusahaan manufaktur yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia. Adapun
penelitiannya adalah tahun 2014 – 2018. Data yang dipergunakan merupakan data
sekunder berupa Closing Price Index harga saham perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia sedangkan nilai tukar, tingkat suku bunga serta
inflasi dikutip dari situs resmi Bank Indonesia (www.bi.go.id), serta BPS (Biro
Pusat Statistik) berupa data bulanan. Adapubn data unit observasi sebanyak 60 ( 5 x
12 Bulan ) dan data dioleh menggunakan software Eviews 11 SV. Penelitian ini
merupakan metode penelitian asosiatif yaitu metode penelitian yang digunakan

7
untuk mengetahui hubungan atau pengaruh dua varibel atau lebih. Penelitian ini
menggunakan analisis Least Square.

Model yang diuji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.


Y = bo + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + e

Keterangan:
Y : Indeks harga saham manufaktur
Bo : Konstanta
b1, b2, b3 : Koefisien regresi
X1 : Kurs
X2 : Inflasi
X3 : SBI
e : Error

Untuk mengetahui pengaruh nilai tukar, tingkat suku bunga dan inflasi
terhadap indeks harga saham Manufaktur, digunakan sejumlah variabel penelitian
untuk mengidentifikasinya. Variabel di bawah ini digunakan untuk menguji hipotesis
pada penelitian ini, yang terdiri dari variabel terikat dan bebas.

Indeks harga saham manufaktur sebagai variabel dependen adalah indeks


harga saham manufaktur pada saat akhir bulan. Variabel independen yang pertama
adalah nilai tukar yang diukur dengan menggunakan kurs tengah Dollar US terhadap
Rupiah yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia setiap bulannya. Variabel independen
yang kedua adalah tingkat suku bunga yang diukur dengan SBI (Sertifikat Bank
Indonesia). Yang diambil dalam jangka waktu per bulan. Variabel berikutnya yaitu
inflasi digunakan untuk mengukur aktivitas ekonomi yang digunakan untuk
menggambarkan kondisi ekonomi nasional (tentang peningkatan harga rata‐rata
barang dan jasa yang diproduksi sistem perekonomian).

8
Tabel 1 di bawah ini menunjukkan keseluruhan variabel yang digunakan
dalam penelitian ini

Tabel 1: Operasionalisasi Variabel

Sumber: Data diolah oleh peneliti

Hasil dan Pembahasan

Statistik Desktriptif

Tabel 2 menunjukan statistik deskriptif untuk periode 5 tahun dengan total 60


observasi.

Tabel 2. Statitik Deskriptif

IHSM KURS INFLASI SBI


Mean 1370.902 13236.84 0.045833 0.064500
Median 1358.970 13341.33 0.040000 0.070000
Maximum 1663.550 15178.87 0.080000 0.080000
Minimum 1095.210 11427.05 0.030000 0.040000
Std. Dev. 136.7101 856.8711 0.016904 0.014663
Observations 60 60 60 60
Sumber data : diolah oleh peneliti

Statistik deskriptif pada tabel 2 menunjukkan bahwa nilai minimum kurs


sebesar Rp 11,427 yang terjadi pada bulan Maret 2014 menunjukan bahwa nilai tukar
yang menguat terhadap dollar kemungkinan disebabkan oleh pemerintah menganut

9
sistem managed floating exchange rate atau karena tarik menariknya kekuatan-
kekuatan penawaran dan permintaan di dalam pasar (market mechanism). Nilai
maksimum kurs tengah USD/IDR adalah sebesar Rp 15,178 yang terjadi pada bulan
Oktober tahun 2018 menujukan bahwa IDR melemah terhadap USD, nilai rata rata
adalah sebesar Rp 13,236 dan standar deviasi sebesar 856.871.
Nilai minimum SBI sebesar 0.04 terjadi pada bulan September sampai dengan
bulan Desember tahun 2017. Penurunan ini disebabkan oleh inflasi yang lebih rendah
pada pertengahan tahun 2017 defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD)
tetap terkendali dan perubahan arah kebijakan Bank sentral AS Federal Reserve (The
FED). Sedangkan nilai maksimum sebesar 0.08 terjadi pada bulan November 2014
sampai dengan Januari 2015, hal ini dapat mengindikasikan bahwa Pemerintah
sedang menjalankan Operasi Pasar Terbuka untuk mengurangi jumlah uang beredar.
Nilai rata rata untuk SBI adalah 0.064500 sedangkan standar deviasi sebesar
0.014663.

Nilai minimum inflasi adalah senilai 0.03 pada bulan September tahun 2017
yang menunjukan sedang terjadi deflasi di Indonesia. Nilai maksimum sebesar 0.08
terjadi pada bulan Desember tahun 2014 yang mengindikasikan sedang terjadi inflasi
yang tinggi akibat gejolak harga komoditas beras dan aneka cabai yang masih terjadi
hingga penghujung tahun. Sedangkan mean untuk nilai Inflasi adalah sebesar
0.045833 dan standar deviasi adalah senilai 0.016904.

Nilai minimum indeks harga saham sektor manufaktur sebesar 1095.210


terjadi pada bulan September tahun 2015 menunjukkan nilai indeks yang paling
rendah dapat diartikan bahwa tidak banyak investor yang tertarik menanamkan
sahamnya pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia dan nilai maksimum
1663.550 terjadi pada bulan Februari 2018, menunjukkan nilai indeks yang paling
tinggi dapat diartikan bahwa banyak investor yang tertarik menanamkan sahamnya
pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia, nilai rata-rata sebesar 1370.902
dan standar deviasi sebesar 136.7101.

10
Uji Asumsi Klasik

Gambar 3. Uji Normalitas


7
Series: Residuals
6 Sample 2014M01 2018M12
Observations 60
5
Mean 1.01e‐15
4
Median 0.006674
Maximum 0.139655
3
Minimum ‐0.123162
2 Std. Dev. 0.061124
Skewness 0.062232
1 Kurtosis 2.329125

0 Jarque‐Bera 1.163911
‐0.10 ‐0.05 0.00 0.05 0.10
Probability 0.558805

Sumber data : diolah oleh peneliti


Uji normalitas data dilakukan untuk mengetahui apakah data berdistribusi
normal atau tidak. Pada uji normalitas apabila nilai probabilitas >0.05 maka dapat
dikatakan data terdistribusi normal. Nilai Probabilitas pada gambar 3 diatas
menunjukan nilai sebesar 0.558059 > 0.05 sehingga dapat disimpulkan data
terdistribusi normal dan asumsi terpenuhi.
Tabel 3. Uji Multikolinearitas

Sumber data : diolah oleh peneliti

11
Uji Multikolinearitas data dilakukan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi (hubungan kuat) antar variabel bebas atau independent.
Dapat dilihat pada Tabel 3 bahwa Nilai VIF pada data diatas <10.00 maka dari itu
artinya tidak terjadi multikolinearitas dalam model regresi.
Tabel 4 : Uji Heterokedastisitas

Sumber data : diolah oleh peneliti


Uji Heterokedastisita pada penelitian ini menggunakan Uji White.
Apabila Prob Chi Square > dari 5% maka data terbebas dari masalah
heterokedastisitas. Dapat dilihat pada Tabel 4 diatas bahwa hasil penelitian ini
terbebeas dari masalah Heterokedastisitas karena Prob Chi-Square = 0.0572 > 0.05.

Hasil Regresi
Hasil empiris pada Tabel 5 didapat dari analisis least square yang sebelumnya
sudah terbebas dari masalah asumsi klasik dan normalitas.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 6.803581 1.382751 4.920324 0.0000


KURS -0.064666 0.151221 -0.42762 0.6706
INFLASI -0.057924 0.038092 -1.52064 0.1340
SBI -0.301891 0.053887 -5.60231 0.0000

Adjusted R-
squared 0.607477

Prob(F-statistic) 0.000000
Tabel 5. Hasil Regresi Linier Berganda

12
Sumber: Data diolah oleh peneliti
Nilai tukar atau Kurs memiliki pengaruh yang negatif tidak signifikan
terhadap harga indeks saham manufaktur dengan koefisien -0.064666 dan nilai
signifikansi 0.6706. Menguatnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing (dollar
amerika) berdampak positif terhadap pasar modal, sehingga menyebabkan pasar
modal lebih memiliki daya tarik bandingkan dengan pasar uang. Hal ini
menyebabkan beralihnya investor dari pasar uang ke pasar modal yang pada akhirnya
akan meningkatkan indeks harga saham sektor manufaktur yang terdapat pada bursa.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian Candradewi & Yasa (2018) yang
menyatakan bahwa nilai tukar rupiah pada dollar AS berpengaruh tidak signifikan
pada Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia.
Inflasi memiliki pengaruh negative terhadap indeks harga saham manufaktur
dengan koefisien sebesar -0.057924 namun tidak signifikan. Hal ini ditunjukkan
dengan nilai sebesar 0.1340 yang lebih besar daripada alpha 0.05. Menurut data
deskriptif terlampir hubungan tidak signifikan ini disebabkan selama periode
penelitian tingkat inflasi yang terjadi selalu dibawah 10% per tahun inflasi yang
besarnya kurang dari 10% masih bisa diterima oleh pasar karena tingkat inflasi masih
dalam kategori merayap atau rendah. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian
dari Mardiyati dan Rosalina (2013) yaitu inflasi tidak signifikan terhadap indeks
harga saham sektor property. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian oleh
Gudono (2007) bahwa inflasi tidak berpengaruh sama sekali dengan return saham.
Dapat diartikan informasi laju inflasi pada periode tahun 2014 – 2018 tidak
mempengaruhi return saham manufaktur yang juga tidak berpengaruh terhadap
indeks harga saham manufaktur.

Tingkat suku bunga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap indeks harga
saham manufaktur. Hal ini ditunjukkan dengan koefisien sebesar -0.301891 dan
signifikansi sebesar 0.0000, hal ini menandakan bahwa menurunnya tingkat suku
bunga yang diberlakukan oleh Bank Indonesia dampaknya signifikan bagi para

13
pemegang saham perusahaan sektor manufaktur. Adanya suku bunga yang menurun
mempengaruhi minat investor untuk menanamkan modalnya pada kelompok usaha
manufaktur. Hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian Kewal (2012) karena
hasil mengungkapkan bahwa suku bunga berpengaruh negatif tidak signifikan
terhadap IHSG. Tetapi hasil penelitian ini mendukung Jayanti (2014) karena hasil
mengungkapkan bahwa suku bunga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
IHSG dan mendukung penelitian Astuti, Apriatni dan Susanta (2013) yang
menunjukan hasil penelitian bahwa tingkat suku bunga berpengaruh signifikan dan
negative terhadap indeks harga saham.

Tabel 6 : Hasil Uji Simultan (Uji F)

Sumber data : Diolah oleh peneliti

Secara simultan variabel Nilai Tukar, Inflasi dan Tingkat Suku Bunga
memiliki pengaruh terhadap indeks harga saham manufaktur. Hal ini dapat dilihat
dari nilai probabilitas F-stat yang signifikan sebesar 0.000000. Maka dapat
disimpulkan bahwa variabel independen Kurs, Inflasi dan SBI secara simultan
bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap indeks harga saham sektor
manufakturing. Hasil penelitian ini mendukung penelitian dari Harsono dan
Worokinasih (2018) yang mengungkapkan bawah Nilai Tukar, Inflasi dan Tingkat
Suku Bunga memiliki pengaruh terhadap indeks harga saham.

14
Tabel 7 : Koefisien Determinasi (R2 )

Sumber data : Diolah oleh peneliti

Uji Koefisien Determinasi digunakan untuk melihat persentase pengaruh


variabel independen terhadap variabel dependen. Pada gambar 5 dapat dilihat dari
nilai koefisien korelasi (R2) yaitu sebesar 0.6074 menunjukkan bahwa indeks harga
saham sektor manufaktur 60.74% mampu dijelaskan dan dipengaruhi oleh nilai tukar,
inflasi, dan tingkat suku bunga. Sedangkan sisanya 39,26% mampu dijelaskan oleh
variable lainnya yang tidak ada di dalam penelitian ini.

Kesimpulan dan Saran

Kurs tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap Indeks Harga Saham Sektor
Manufakturing. Hasil ini ditunjukkan dengan tingkat signifikansi sebesar 0.6706 >
0.05 dengan begitu H0 diterima dan H1 ditolak. Menguatnya atau melemahnya nilai
tukar rupiah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap minat investor untuk
berinvestasi pada saham perusahaan manufakturing..

Inflasi tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap Indeks Harga Saham Sektor
Manufakturing. Hasil ini ditunjukkan dengan tingkat signifikansi sebesar 0.1340 >
0.05 dengan begitu H0 diterima dan H2 ditolak.

SBI memiliki pengaruh signifikan terhadap Indeks Harga Saham Sektor


Manufakturing. Hasil ini ditunjukkan dengan tingkat signifikansi sebesar 0.000 <
0.05 dengan begitu H0 ditolak dan H3 Diterima. Penurunan suku bunga SBI
berpengaruh secara signifikan terhadap Indeks Harga Saham Sektor Manufakturing

15
karena membuat investor memilih instrumen investasi yang lainnya, salah satunya
adalah saham. Sebaliknya, apabila suku bunga SBI meningkat akan mempengaruhi
Indeks Harga Saham Sektor Manufakturing secara signifikan karena investor
cenderung akan lebih memilih investasi yang lebih aman dan terjamin.

Kurs, Inflasi, dan SBI secara bersama sama mempunyai pengaruh secara
simultan terhadap Indeks Harga Saham Sektor Manufakturing. Hasil ini ditunjukkan
dengan Prob (F-statistic) 0.00000.< alpha 0.05, dengan begitu H4 Diterima

Hasil penelitian ini menunjukan secara parsial bahwa nilai tukar dan
inflasimemiliki pengaruh yang positif namun tidak signifikan terhadap indeks harga
saham sektor manufaktur sedangkan suku bunga memiliki pengaruh yang negative
signifikan terhadap indeks harga saham sektor manufaktur. Berdasarkan uji secara
simultan nilai tukar, tingkat suku bunga dan inflasi memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap indeks harga saham Manufaktur.

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan informasi dan


pengetahuan bagi calon investor untuk mengambil keputusan dalam berinvestasi
khususnya dalam saham sektor manufaktur. Bagi emiten, dapat dijadikan bahan
pertimbangan dalam menentukan kebijakan-kebijakan perusahaan. Selain itu, hasil
penelitian ini juga dapat digunakan sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya. Para
peneliti selanjutnya diharapkan tidak menyamakan hasil dari penelitian ini untuk
sektor-sektor lain diluar manufaktur karena mungkin hasilnya akan berbeda. Variabel
bebas yang digunakan harus lebih dikembangkan dengan menambah variable
makroekonomi atau mikroekonomi lain yang lebih relevan, kemudian memperhatikan
faktor fundamental perusahaan seperti profitabilitas, dan faktor internal lainnya,
sehingga tidak hanya melihat dari sudut makro ekonomi saja.

16
Daftar Pustaka

Tandelilin, Eduardus. 2010. Portofolio dan Investasi: Teori dan Aplikasi. Edisi
Pertama. Yogyakarta: Kanisius

Prowanta, E., dan Herlianto, D. 2020. Manajemen Investasi Dan Portofolio.


Yogyakarta : Gosyen Publishing

Pasaribu, Tobing, Manurung (2009). Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap


IHSG, Riset Penelitian. PT. FBI.

Gudono, 2007. Penilaian Pasar Modal terhadap Fluktuasi Bisnis. Jurnal Madani
Edisi I/Mei 2007 Real Estate. Jurnal Kelola. No. 20/VIII/1999.

Harianto dan Sudomo. 2001. Merger dan Akuisisi. Jurnal Manajemen

Harsono, A. R., & Worokinasih, S. (n.d.). Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, dan NIilai
Tukar Rupiah Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (Studi pada Bursa
Efek Indonesia Periode 2013-2017). 9.
Astuti, R., Apriani, E., & Susanta, H. (2013). Analisis Pengaruh Tingkat Suku
Bunga (SBI), Nilai Tukar(KURS) Rupiah, Inflasi, dan Indeks Bursa
Internasional Terhadap IHSG. 1-8
Mardiyati, U., & Rosalina, A. (2013). Analisis Pengaruh Nilai Tukar, Tingkat Suku
Bunga dan Inflasi Terhadap Indeks Harga Saham. 4(1), 15.
Kewal, Suramaya Suci. 2012. Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, Kurs, dan
Pertumbuhan PDB terhadap Indeks Harga Saham Gabungan. Jurnal Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi Musi Palembang.

Jayanti, Yusnita. 2014. Pengaruh Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI, Nilai
Tukar Rupiah, Indeks Dow Jones, dan Indeks KLSE terhadap Indeks Harga

17
Saham Gabungan pada Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2013. Jurnal
Administrasi Bisnis. Universitas Brawijaya Malang. Vol. 11, No. 1 : 1-10.

Andes, S. L., Puspitaningtyas, Z., & Prakoso, A. (2017). Pengaruh Inflasi, Kurs
Rupiah dan Suku Bunga terhadap Return Saham Perusahaan Manufaktur.
10(2). 8-16.
Candradewi, N. M. S., & Yasa, G. W. (2018). Pengaruh SBI, Kurs Rupiah, STI,
SET, dan KLSE pada Indeks Harga Saham Gabungan. E-Jurnal Akuntansi,
2359.
Yanuar, A. Y. (2013). Dampak Variabel Internal dan Eksternal Terhadap Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG) di Indonesia. 17.

Adisetiawan (2009). Hubungan Tingkat Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI,
Inflasi, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). 13(1). 23-33

18

Anda mungkin juga menyukai