Anda di halaman 1dari 12

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan
rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul
“ADAB BERTAMU”
Pada makalah ini kami banyak mengambil dari berbagai sumber dan refrensi dan
pengarahan dari berbagai pihak .oleh sebab itu, dalam kesempatan ini kami mengucapkan
terima kasih sebesar-sebesarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini sangat jauh dari sempurna, untuk
itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat untuk semua pihak yang membaca…
           

Tahuna, 15 Desember 2020

Fadlan Husein

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...............................................................................................................i
Daftar Isi.......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
A.  Latar Belakang........................................................................................................1
B  Rumusan Masalah....................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................2
A.  Pengertian Adab Bertamu.......................................................................................2
B.  Cara Bertamu yang Baik.........................................................................................3
C. Lama waktu bertamu maksimal tiga hari tiga malam.............................................7
BAB III PENUTUP......................................................................................................9
A. Kesimpulan..............................................................................................................9
B. Saran.........................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Di antara kelaziman hidup bermasyarakat adalah budaya saling mengunjungi atau
bertamu, yang dikenal dengan isitilah silaturrahmi oleh kebanyakan masyarakat. Walaupun
sesungguhnya istilah silaturrahmi itu lebih tepat (dalam syari’at) digunakan khusus untuk
berkunjung/ bertamu kepada sanak famili dalam rangka mempererat hubungan
kekerabatan.Namun, bertamu, baik itu kepada sanak kerabat, tetangga, relasi, atau pihak
lainnya, bukanlah sekedar budaya semata melainkan termasuk perkara yang dianjurkan di
dalam agama Islam yang mulia ini. Karena berkunjung/bertamu merupakan salah satu sarana
untuk saling mengenal dan mempererat tali persaudaraan terhadap sesama muslim. Allah
berfirman: “Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kalian dari seorang laki-
laki dan perempuan, dan menjadikan kalian berbangsa-bangsa, dan bersuku-suku, supaya
kalian saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah
adalah orang yang paling bertaqwa.” (Al Hujurat: 13)

B. Rumusan Masalah

1.Apa pengertian Adab Bertamu ?


2.Bagaimana tata cara bertamu dalam islam ?
3.Bagaiman Cara menerima tamu dan lamanya bertamu dalam islam ?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A.Pengertian Adab Bertamu


Dalam ajaran Islam ada dua konsep yang harus ditegakkan, yaitu Hablum
minallah  dan Hablum minannas, Hablum Minallah artinya melakukan hubungan dengan
Allah, sedangkan Hablum minannas artinya melakukan hubungan antar sesame manusia. 
Bertemu termasuk salah satu dari kegiatan hablum minannas. Jika demikian, apa bertamu itu
sebenarnya..?!
Bertamu adalah berkunjung ke rumah orang lain dalm rangka mempererat
silaturahim.  Maksud orang lain di sini adalah tetangga, saudara (sanak famili), teman
sekantor, teman seprofesi dan sebagainya.  bertemu tentu ada maksud dan tujuannya, antara
lain menjeguk yang sedang sakit, ngobrol-ngobrol biasa, membicarakan bisnis,
membicarakan masalah keluarga keluarga dan sebagainya.
Apapun alasannya, seseorang berkunjung kerumah orang lain (bertamu) tidaklah
menjadi persoalan.  Yang jelas bertamu itu pada hakekatnya mempererat silaturahmi atau tali
persaudaraan.  Orang suka bersilaturahmi akan dilampangkan rezekinya dan dipanjangkan
umurnya, sebagaimana hadis Rasulullah saw, dari riowayat Abu Hurairah:
َ‫ َم ْن اَ َحبُّ اَ ْن يُ ْب َسـط‬: ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬َ ِ‫قَالَـ َرسُوْ ُل هللا‬
ِ َ‫لَهُ فِى ِر ْزقِ ِه َويُ ْن َسـاَلَهُ فِى اَثَ ِر ِه فَ ْلي‬
.ُ‫صـلْ َر ِح َمه‬
﴾‫﴿رواه البخارى ومسـلم عن أبى هريرة‬

Artinya :“Sabda Rasulullah saw.”Burung siapa yang menginginkan diperluas rezekinya dan
diperpanjang umurnya maka sebaiknya ia bersilaturahmi.”  (H.R Bukhari Muslim)

            Mempererat tali silaturahim, baik dengan tetangga, sanak saudara maupun teman
sejawat merupakan perintah agama islam agar senantiasa membina kasih sayang, hidup
rukun, tolong menolong, saling membantu antara yang kaya dengan yang miskin dan
memiliki kesempatan dengan yang mengalami kesempitan.
            Silaturahim tidak saja menghubungkan tali persaudaraan, tetapi juga akan banyak
menambah wawasan, pengalaman karena pada saat berinteraksi terdapat pembicaraan-
pembicaraan yang berkaitan dengan masalah-masalah perdagangan atau penghasilan,
sehingga satu sama lain akan mendapatkan pandangan baru tentang usaha pendapatan rezeki
dan sebagainya.
Suasana yang dialami bagi orang yang biasa bersilaturahmi, hidup menjadi
lebih menyenangkan, nuaman, dan hati menjadai tentram sehingga hidup ii merasa luas dan
lega seakan umur bertambah, walaupun kenyataan yang sebenarnya umur atau ajal manusia
sudah ditentukan jauh sebelum ia dilahirkan oleh Allah Swt.Sabda Rasulullah saw. yang lain
dari riwayat Aisyah:

2
ِ : ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
ُ‫صلَةُال َّر ِح ِم َو ُحسْن‬ َ ِ‫قَالَـ َرسُوْ ُل هللا‬
ِ ‫اريُ َعـ ِّمرْ نَ ال ِّديَا َر َويَ ِز ْدنَ فِى ْاالَ ْعـ َم‬
.‫ار‬ ِ ‫ق ْال َج َو‬
ِ ُ‫ْال ُخل‬
﴾‫﴿رواه أحـمدوالبيـهـقى عن عاشة‬

Artinya :“Sabda Rasulullah saw:” Bersilaturahmi, baik budi pekerti dan bertetangga yang
baik, akan meramaikan kampong dan dapat menabah umur.” (H.R Ahmad dan Baihaqi dari
Aisyah)[1]
Hadis tersebut menambahkan selain bersilaturahmi, berakhlak yang baik (Husnul
Khuluq) dan bertetangga yang baik (Husnul Jawari) dapat pula mencptakan suasana yang
menyenangkan dan lebih semarak dalam hidup bermasyarakat.Karena itu ajaran islam
member tuntunan atau tatakrama dalam berinteraksi antar sesama misalnya bertamu dan yang
menerima tamu.
B. Cara Bertamu yang Baik
Cara bertamu yang baik menurut Islam antara lain sebagai berikut:
o    Berpakaian yang rapi dan pantas
Bertamu dengan memakai pakaian yang pantas berarti menghormati tuan rumah dan dirinya
sendiri. Tamu yang berpakaian rapi dan pantas akan lebih dihormati oleh tuan rumah,
demikian pula sebaliknya.

o    Memberi isyarat dan salam ketika datang


1.Penafsiran Ayat Ibnu Katsir berkata, Muqotil bin Hayyan berkata,
Allah melarang hambanya yang beriman memasuki rumah orang lain tanpa
izin dan memerintahkan untuk memberi salam kepada penghuni / pemiliknya.
Sebab kebiasaan orang jahiliyah apabila dia berjumpa dengan temannya
tidaklah menyampaikan salam menurut Islam, tetapi mengucapkan selamat
pagi, atau selamat sore.Inilah penghormatan mereka. Jika mereka pergi ke rumah temannya,
mereka langsung masuk rumah tanpa minta izin sebelumnya. Orang yang berada di rumah
merasa keberatan, sebab bisa jadi ketika tamu itu masuk ke
rumah, shohibul bait (tuan rumah) sedang berkumpul dengan istrinya. Oleh sebab itu Allor
merubah adat jelek ini, supaya rumah itu bersih dari kotoran dan kekeruhan hati, maka
diperintahkan hamba-Nya agar meminta izin dan mengucapkan salam terlebih dahulu
sebelum masuk rumah orang lain. Berikutnya Ibnu Katsir berkata,Perkataan Muqotil bin
Hayyan itu benar. Oleh karena itu, Alloh menjelaskan, yang demikian itu (meminta izin
terlebih dahulu sebelum masuk ke rumah orang -pen) itu lebih baik untukmu (yang bertamu
dan tuan rumah -pen), semoga kamu selalu ingat.
Adapun makna ayat, Jika kamu tidak menemui siapapun di dalamnya, maka janganlah kamu
masuk sebelum kamu mendapatkan izin. Dan jika dikatakan kepadamu "kembalilah",maka
kembalilah. Mengapa demikian? Karena meminta izin sebelum masuk rumah itu berkenaan
dengan penggunaan hak orang lain. Oleh karena itu, tuan rumah berhak menerima atau
menolak tamu. (jangan memaksanya sebagaimana kita tidak
mau dipaksa -pen).

3
Syaikh Abdur Rahman bin Nasir As-Sa’di menambahkan,
Jika kamu disuruh kembali, maka kembalilah. Jangan memaksa ingin masuk, dan jangan
marah. Karena tuan rumah itu bukan menolak hak yang wajib bagimu wahai tamu, tetapi dia
ingin berbuat kebaikan.Terserah dia, karena itu haknya, mengizinkan masuk atau tidak.
Jangan ada perasaan dan tuduhan bahwa tuan rumah ini angkuh dan sombong sekali. Oleh
sebab itu, kelanjutan dari makna ayat, "… kembali itu lebih bersih bagimu. Dan Alloh Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan." artinya supaya kamu tidak berburuk sangka atau sakit
hati kepada tuan rumah jika kamu tidak diizinkan masuk, karena Allohlah Yang Maha Tahu
kemaslahatan hamba-Nya.
Wahai saudaraku seiman! Bukankah peraturan Al-Qur’an ini indah? Bukankah
pemahaman salafus sholeh seperti ahli tafsir ini sejalan dengan fitroh dan akal manusia yang
sehat? Sudahkah kita mengamalkan peraturan yang indah ini, ataukah kita masih keliru,
seenaknya saja masuk rumah orang lain tanpa izin? Karena dianggap kawan akrab, kita
anggap rumah sendiri? Oleh karena itu mari kita segera beristighfar kepada Alloh untuk
melebur dosa kita yang lalu dan memperbaiki sisa hidup yang ada.
Selanjutnya Ibnu Katsir berkata,Adapun firman Alloh, "Kamu tidak berdosa apabila
memasuki rumah yang tidak diperuntukkan untuk didiami, yang ada di dalamnya barang
keperluanmu." menunjukkan kekhususan dari ayat sebelumnya. Artinya kita boleh memasuki
rumah tanpa izin terlebih dahulu, apabila rumah itu bukan untuk kediaman keluarga, yang di
dalamnya ada keperluan, karena rumah itu diperuntukkan untuk umum.
Seperti aula atau ruang tamu umum. Jika awalnya diizinkan, maka tidak perlu izin lagi untuk
seterusnya. Ikrimah, Hasan Al-Bashri dan para tabi’in yang lain memberi contoh rumah yang
boleh dimasuki tanpa minta izin sebelumnya adalah: toko, kios-kios, terminal, tempat
peristirahatan.

2. Mafsadah Masuk Rumah Tanpa Izin Kita wajib meyakini, bahwa semua perintah di dalam
Al-Qur’an dan sunnah, jika diamalkan pasti ada mashlahatnya baik di dunia maupun di
akhirat. Sebaliknya, semua larangannya jika dilanggar pasti mendatangkan kerusakan.
Adapun kerusakan yang disebabkan masuk rumah orang lain tanpa izin banyak sekali. Antara
lain sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Syaikh Abdur Rahman bin Nashir As-Sa’di.
Beliau berkata, Alloh menjelaskan kepada hamba-Nya yang beriman bahwa mereka dilarang
masuk rumah orang lain tanpa izin karena ada beberapa mafsadah, yaitu:
            1. Kemungkinan akan terlihatnya aurot atau aib orang yang di rumah. Karena
rumah bagi manusia adalah penutup aurat di balik tabir. Ibarat pakaian
untuk menutup aurat badannya. Sabda Rosulullah yang artinya, Sesungguhnya disyari’atkan
meminta izin, karena untuk keperluan melihat.
            2. Menimbulkan keraguan shohibul bait, seperti munculnya kecurigaan terhadap tamu
dengan persangkaan yang buruk (ingin mencuri, merampok, atau perbuatan jahat lainnya).
Sebab, masuk rumah tanpa sepengetahuan penghuninya adalah perbuatan jelek. Oleh karena
itu, jika ingin masuk rumah orang orang lain, hendaknya minta izin.

4
Diriwayatkan bahwa:

‫ اُ ْخـ رُجْ اِلَى هَ ـ َذا‬: ‫ـال النَّبِ ُّي ص م لِ َجا ِد ِمـ ِه‬ َ ‫ “اَلِجُ” فَقَـ‬: ‫ت فَقَا َل‬ ٍ ‫اِ َّن َر ُجالً اِ ْستَأْ َذنَ عَلى النَّبِ ِّي ص م َو هُ َو فِى بَ ْي‬
‫ قُلْ “ال َّسالَ ُم َعلَ ْي ُك ْم اَ اَ ْد ُخلْ ” فَ َس ِم َعهُ الرِّ َجلْ فَقُلْ “ال َّسالَ ُم َعلَ ْي ُك ْم اَ اَ ْد ُخلْ ” فَ ـا َ ِذنَ النَّبِ ُّي‬: ُ‫فَ َعلِّ ْمهُ ا ِال ْستِأْ َذانَ فَقَ َل لَه‬
)‫(رواه ابو داود‬ ‫ص م قَ ْد َدخَ َل‬
Artinya: “Bahwasanya seorang laki-laki meminta izin ke rumah Nabi Muhammad SAW
sedangkan beliau ada di dalam rumah. Katanya: Bolehkah aku masuk? Nabi SAW bersabda
kepada pembantunya: temuilah orang itu dan ajarkan kepadanya minta izin dan katakan
kepadanya agar ia mengucapkan “Assalmu alikum, bolehkah aku masuk” lelaki itu
mendengar apa yang diajarkan nabi, lalu ia berkata “Assalmu alikum, bolehkah aku
masuk?” nabi SAW memberi izin kepadanya maka masuklah ia. (HR Abu Daud).
o    Jangan mengintip ke dalam rumah
Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Dari Sahal bin Saad ia berkata: Ada
seorang lelaki mengintip dari sebuh lubang pintu rumah Rasulullah SAW dan pada waktu itu
beliau sedang menyisir rambutnya. Maka Rasulullah SAW bersabda: “Jika aku tahu engkau
mengintip, niscaya aku colok matamu. Sesungguhnya Allah memerintahkanuntuk meminta
izin itu adalah karena untuk menjaga pandangan mata.” (HR Bukhari)[3]

o    Minta izin masuk maksimal sebanyak tiga kali


Jika telah tiga namun belum ada jawaban dari tuan rumah, hendaknya pulang dahulu
dan datang pada lain kesempatan.

o    Memperkenalkan diri sebelum masuk


Apabila tuan rumah belum tahu/belum kenal, hendaknya tamu memperkenalkan diri
secara jelas, terutama jika bertamu pada malam hari. Diriwayatkan dalam sebuah hadits yang
artinya: “dari Jabir ra Ia berkata: Aku pernah datang kepada Rasulullah SAW lalu aku
mengetuk pintu rumah beliau. Nabi SAW bertanya: “Siapakah itu?” Aku menjawab: “Saya”
Beliau bersabda: “Saya, saya…!” seakan-akan beliau marah” (HR Bukhari)
Kata “Saya” belum memberi kejelasan. Oleh sebab itu, tamu hendaknya menyebutkan nama
dirinya secara jelas sehingga tuan rumah tidak ragu lagi untuk menerima kedatangannya

o    Tamu lelaki dilarang masuk kedalam rumah apabila tuan rumah hanya seorang wanita
Dalam hal ini, perempuan yang berada di rumah sendirian hendaknya juga tidak
memberi izin masuk tamunya. Mempersilahkan tamu lelaki ke dalam rumah sedangkan ia
hanya seorang diri sama halnya mengundang bahay bagi dirinya sendiri. Oleh sebab itu, tamu
cukup ditemui diluar saja.

o    Masuk dan duduk dengan sopan


Setelah tuan rumah mempersilahkan untuk masuk, hendajnya tamu masuk dan duduk
dengan sopan di tempat duduk yang telah disediakan. Tamu hendaknya membatasi diri, tidak
memandang kemana-mana secara bebas. Pandangan yang tidak dibatasi (terutama bagi tamu

5
asing) dapat menimbulkan kecurigaan bagi tuan rumah. Tamu dapat dinilai sebagai orang
yang tidak sopan, bahkan dapat pula dikira sebagai orang jahat yang mencari-cari
kesempatan. Apabila tamu tertarik kepada sesuatu (hiasan dinding misalnya), lebih ia
berterus terang kepada tuan rumah bahwa ia tertarik dan ingin memperhatikannya.

o    Menerima jamuan tuan rumah dengan senang hati


Apabila tuan rumah memberikan jamuan, hendaknya tamu menerima jamuan tersebut
dengan senang hati, tidak menampakkan sikap tidak senang terhadap jamuan itu. Jika
sekiranya tidak suka dengan jamuan tersebut, sebaiknya berterus terang bahwa dirinya tidak
terbiasa menikmati makanan atau minuman seperti itu. Jika tuan rumah telah mempersilahkan
untuk menikmati, tamu sebaiknya segera menikmatinya, tidak usah menunggu sampai
berkali-kali tuan rumah mempersilahkan dirinya.

o    Mulailah makan dengan membaca basmalah dan diakhiri dengan membaca hamdalah
Rasulullah bersabda dalam sebuah hadits yang artinya: “Jika seseorang diantara
kamu hendak makan maka sebutlah nama Allah, jika lupa menyebut nama Allah pada
awalnya, hendaklah membaca: Bismillahi awwaluhu waakhiruhu.” ( HR Abu Daud dan
Turmudzi)

o    Makanlah dengan tangan kanan, ambilah yang terdekat dan jangan memili
Islam telah memberi tuntunan bahwa makan dan minum hendaknya dilakukan dengan
tangan kanan, tidak sopan dengan tangan kiri (kecuali tangan kanan berhalangan). Cara
seperti ini tidak hanya dilakukan saat bertamu saja. Mkelainkan dalam berbagai suasana, baik
di rumah sendiri maupun di rumah orang lain

o    Bersihkan piring, jangan biarkan sisa makanan berceceran


Sementara ada orang yang merasa malu apabila piring yang habis digunakan untuk
makan tampak bersih, tidak ada makann yang tersisa padanya. Mereka khawatir dinilai terlalu
lahap. Islam memberi tuntunan yang lebih bagus, tidak sekedar mengikuti perasaan manusia
yang terkadang keliru. Tamu yang menggunakan piring untuk menikmati hidangan tuan
rumah, hendaknya piring tersebut bersih dari sisa makanan. Tidak perlu menyisakan makanan
pada pring yang bekas dipakainya yang terkadang menimbulkan rasa jijik bagi yang
melihatnya.
o    Segeralah pulang setelah selesai urusan
            Kesempatan bertamu dapat digunakan untuk membicarakan berbagai permasalahan
hidup. Namun demikian, pembicaraan harus dibatasi tentang permasalahan yang penting saja,
sesuai tujuan berkunjung. Hendaknya dihindari pembicraan yang tidak ada ujung pangkalnya,
terlebih membicarakan orang lain. Tamu yang bijaksana tidak suka memperpanjang waktu
kunjungannya, ia tanggap terhadap sikap tuan rumah. Apabila tuan rumah tekah
memperhatikan jam, hendaknya tamu segera pamit karena mungkin sekali tuan rumah akan
segera pergi atau mengurus masalah lain. Apabila tuan ruamh menghendaki tamunya untuk

6
tetap tinggal dahulu, hendaknya tamu pandai-pandai membaca situasi, apakah permintaan itu
sungguh-sungguh atau hanya sekadar pemanis suasana. Apabila permintaan itu sungguh-
sungguh maka tiada salah jika tamu memperpanjang masa kunjungannya sesuai batas
kewajaran.

C. Lama Waktu Bertamu Maksimal Tiga Hari Tiga Malam


Terhadap tamu yang jauh tempat tinggalnya, Islam memberi kelonggaran bertamu
selama tiga hari tiga malam. Waktu twersebut dikatakan sebagai hak bertamu. Setelah waktu
itu berlalu maka habislah hak untuk bertamu, kecuali jika tuan rumah menghendakinya.
Dengan pembatasan waktu tiga hari tiga malam itu, beban tuan rumah tidak telampau berat
dalam menjamu tamuhnya.

Adab Menerima Tamu


1. Kewajiban Menerima Tamu
Sebagai agama yang sempurna, Islam juga memberi tuntunan bagi uamtnya dalam
menerima tamu. Demikian pentingnya masalah ini (menerima tamu) sehingga Rasulullah
SAW menjadikannya sebagai ukuran kesempurnaan iman. Artinya, salah satu tolak ukur
kesempurnaan iman seseorang ialah sikap dalam menerima tamu. Sabda Rasulullah SAW:
َ ‫َم ْن َكاَنَ ي ُْؤ ِم ُن بِا هللاِ َو ْاليَوْ ِم االَ ِخ ِر فَ ْاليُ ْك ِر ْم‬
)‫(رواه البخارى‬ ُ‫ض ْيفَه‬
Artinya: “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia memuliakan
tamunya.” (HR Bukhari).
2. Cara Menerima Tamu yang Baik
o    Berpakaian yang pantas
Sebagaimana orang yang bertamu, tuan rumah hendaknya mengenakan pakaian yang
pantas pula dalam menerima kedatangan tamunya. Berpakaian pantas dalam menerima
kedatangan tamu berarti menghormati tamu dan dirinya sendiri. Islam menghargai kepada
seorang yang berpakaian rapih, bersih dan sopan. Rasululah SAW bersabda yang artinya:
“Makan dan Minunmlah kamu, bersedekahlah kamu dan berpakaianlah kamu, tetapi tidak
dengan sombong dan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah amat senang melihat bekas
nikmatnya pada hambanya.” (HR Baihaqi)

o    Menerima tamu dengan sikap yang baik


Tuan rumah hendaknya menerima kedatangan tamu dengan sikap yang baik, misalnya
dengan wajah yang cerah, muka senyum dan sebagainya. Sekali-kali jangan acuh, apalagi
memalingkan muka dan tidak mau memandangnmya secara wajar. Memalingkan muka atau
tidak melihat kepada tamu berarti suatu sikap sombong yang harus dijauhi sejauh-jauhnya.

o    Menjamu tamu sesuai kemampuan


Termasuk salah satu cara menghormati tamu ialah memberi jamuan kepadanya.

o    Tidak perlu mengada-adakan


Kewajiban menjamu tamu yang ditentukan oleh Islam hanyalah sebatas kemampuan
tuan rumah. Oleh sebab itu, tuan rumah tidak perlu terlalu repot dalam menjamu tamunya.
Bagi tuan rumah yang mampu hendaknya menyediakan jamuan yang pantas, sedangkan bagi

7
yang kurang mampu henaknya menyesuaikan kesanggupannya. Jika hanya mampu
memberikan air putih maka air putih itulah yang disuguhkan. Apabila air putih tidak ada,
cukuplah menjamu tamunya dengan senyum dan sikap yang ramah

o    Lama waktu
Sesuai dengan hak tamu, kewajiban memuliakan tamu adalah tiga hari, termasuk hari
istimewanya. Selebihnya dari waktu itu adalah sedekah baginya. Sabda Rasulullah SAW:

)‫(متفق عليه‬ ‫ص َدقَةُ َعلَ ْي ِه‬ َ ِ‫ضيَافَةُ ثَالَثَةُ اَي ٍَّام فَ َما َكانَ َو َرا َء َذال‬
َ ‫ك فَهُ َو‬ ِّ ‫اَل‬
Artinya: “ Menghormati tamu itu sampai tiga hari. Adapun selebihnya adalah merupakan
sedekah baginya,.” (HR Muttafaqu Alaihi)[4]
o    Antarkan sampai ke pintu halaman jika tamu pulang
Salah satu cara terpuji yang dapat menyenangkan tamu adalah apabila tuan rumah
mengantarkan tamunya sampai ke pintu halaman. Tamu akan merasa lebih semangat karena
merasa dihormati tuan rumah dan kehadirannya diterima dengan baik.

3. Wanita yang sendirian di rumah dilarang menerima tamu laki-laki masuk ke dalam
rumahnya tanpa izin suaminya
Larangan ini bermaksud untuk menjaga fitnah dan bahaya yang mungkin terjadi atas
diri wanita tersebut. Allah berfirman:
Artinya: ”…Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada SAW lagi memelihara
diri  ketika suaminya tidak ada, oleh karena SAW telah memelihara (mereka)…” (QS An Nisa
: 34
Rasulullah SAW bersabda;
ِ ‫اَ ْل َمرْ أَةُ َرا ِعيَةٌ فِى بَ ْي‬
‫(رواه احمد و البجارى و مسلم و ابــو داود و الترمــدى و ابن‬ ‫ت َزوْ ِجهَا َو ِه َي َم ْسئُوْ لَةٌ ع َْن َرا ِعيَتِهَا‬
)‫عمر‬
Artinya: “ Wanita itu adalah (ibarat) pengembala di rumah suaminya. Dia akan ditanya
tentang pengembalaannya (dimintai pertanggung jawaban).” (HR Ahmad, bukhari, Muslim,
Abu Daud, Turmudzi dan Ibnu Umar)

Oleh sebab itu, tamu lelaki cukup ditemui diluar rumah saja, atau diminta datang lagi
(jika perlu) saat suaminya telah pulang bekerja. Membiarkan tamu lelaki masuk ke dalam
rumah padahal dia (wanita tersebut) hany seorang diri, sama saja dengan membuka peluang
besar akan timbulnya bahaya bagi diri sendiri. Bahaya yang dimaksud dapat berupa
hilangnya harta dan mungkin sekali akan timbul fitnah yang mengancam kelestarian rumah
tangganya.

8
BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Namun yang tidak boleh dilupakan bagi orang yang hendak bertamu adalah mengetahui
adab-adab dan tata krama dalam bertamu, dan bagaimana sepantasnya perangai (akhlaq)
seorang mukmin dalam bertamu. Karena memiliki dan menjaga perangai (akhlaq) yang baik
merupakan tujuan diutusnya Rasulullah , sebagaimana beliau bersabda :   ‫مكا‬ ‫التمم‬
ْ  ‫بعثت‬ ‫انما‬
‫ا ْالخالق‬ ‫رم‬
“ Sesungguhnya aku diutus dalam rangka menyempurnakan akhlaq (manusia).”

B.Saran
Demikian makalah yang dapat kami susun dan kami sangat menyadari makalah ini jauh
dari kesempurnaan maka kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan
pengembangan sangat kami harapkan. Dan semoga ini dapat menambah pengetahuan kita dan
bermanfaat. Amin

9
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan Agama Islam,”Tafsir Al-Qur’an terjemahan” . Ummul Qura,


Jakarta 2001.
Prof.Dr.Abdul Wahab khalaf, ‘’Hadits-Hadits Nabi’’, Gema Risalah,
Perss,Bandung,1996.
Syarifuddin Amir, ‘’MUTIARA HADITS’’. LOGOS Wacana Ilmu.jakarta,1997.

10

Anda mungkin juga menyukai