Alhamdulillah segala puji dan syukur yang selalu panjatkan atas kehadirat Allah SWT.
yang senantiasa telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah kepada kami, sehingga
kami bisa menyelesaikan tugas makalah ini pada mata kuliah Dasar Kesehatan Reproduksi
dengan judul “Penyakit Menular Seksual Sifilis”.
Saya selaku penyusun makalah menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu
Muryani selaku dosen pengampu mata kuliah Dasar Kesehatan Reproduksi yang telah
memberikan arahan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini. Dalam penyusunan
makalah ini, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
kami tidak menutup diri dari pembaca akan saran dan kritik yang sifatnya membangun
demi perbaikan dan peningkatan kualitas penyusunan makalah saya dimasa yang akan
datang.
Dan kami berharap, semoga makalah ini bisa memberikan suatu kemanfaatan bagi
para pembaca dan kami sebagai penulis makalah.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
a) Apa itu PMS Spyphilis?
b) Apa penyebab dari PMS Spyphilis?
c) Bagaimana pencegahan dari PMS Spyphilis?
d) Bagaimana kaitan budaya dan gender dalam PMS Spyphilis?
2
BAB II
PEMBAHASAN
Sifilis adalah penyakit menular seksual yang ditandai dengan adanya lesi primer
kemudian diikuti dengan erupsi sekunder pada area kulit, selaput lendir dan juga organ
tubuh. penyakit sifilis disebabkan oleh T.pallidum. T.pallidum merupakan salah satu
bakteri spirochaeta. Bakteri ini berbentuk spiral (Andriana et al, 2012).
Sifilis dan HIV/AIDS merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi organisme.
Namun ternyata dalam penyebarannya sangat dipengaruhi oleh pola perilaku. Jadi bisa
dikatakan bahwa sifilis dan HIV/AIDS juga merupakan penyakit perilaku (Komisi
Penanggulangan AIDS, 2002). Penyakit Sifilis disebabkan oleh infeksi bakteri Treponema
Pallidum (CDC, 2010). T.pallidum berbentuk spiral, dengan panjang 6 sampai 20 µm dan
dengan diameter 0,10 sampai 0,18 µm (Holmes, 1999). T. Pallidum ini ditemukan oleh
Schaudinn dan Hoffman pada tahun 1905 (Djuanda, 2010). Sifilis di dapat saat Treponema
3
Pallidum masuk melalui intact mucous membrane atau kulit yang mengelupas selama
melakukan kontak seksual. (Copstead, 1995).
Penularan penyakit sifilis dapat terjadi melalui kontak langsung ataupun tidak
langsung. Penularan sifilis secara langsung melalui perpindahan bakteri Treponema
Pallidum yang terdapat pada lesi di area genital dan kulit luar area genital. Sejumlah
penelitian menyebutkan bahwa Treponema pallidum di kulit manusia dan membran mukosa
memiliki kecenderungan untuk masuk menembus kulit normal dan membran mukosa.
Penularan sifilis secara tidak langsung dapat terjadi seperti melalui penggunaan barang
yang bersifat pribadi seperti handuk, pisau cukur, alas tidur dan tinggal dalam kamar yang
sama ataupun menggunakan fasilitas toilet secara bersama (WHO, 2011).
Sifilis bawaan pada bayi dapat dicegah dengan penapisan ibu selama awal
kehamilan dan mengobati mereka yang terinfeksi. United States Preventive Services Task
Force (USPSTF) sangat merekomendasikan penapisan universal pada semua wanita hamil,
sedangkan Organisasi Kesehatan Dunia menyarankan agar semua wanita dites pada
kunjungan pertama antenatal dan sekali lagi pada trimester ketiga. Jika mereka positif,
mereka menganjurkan agar pasangan mereka juga dirawat. Meskipun demikian, sifilis
bawaan masih banyak terjadi di negara berkembang, karena banyak wanita yang sama
sekali belum menerima perawatan antenatal, dan bahkan perawatan lain sebelum
melahirkan yang diterima tidak termasuk penapisan, dan ini terkadang masih terjadi di
negara maju, karena mereka yang kemungkinan besar tertular sifilis (melalui penggunaan
4
obat-obatan terlarang, dll.) adalah yang paling sedikit menerima perawatan selama
kehamilan. Beberapa langkah untuk meningkatkan akses ke tes tampaknya efektif untuk
mengurangi tingkat sifilis bawaan di negara berpendapatan rendah sampai menengah.
5
6) Tidak hanya berhubungan seksual dengan satu orang)
7) Bila menggunakan sex toys, bertukar sex toys dengan orang lain
Dibangun dari sebuah anggapan adanya peran feminitas dan maskulinitas antara
perempuan dan laki-laki. Dengan anggapan ini, terbentuklah relasi antara perempuan dan
laki-laki yang tidak sama (inequal). Ketidakseimbangan kekuatan antara perempuan dan
laki-laki ini berdampak pada akses sumber daya, informasi, dan interaksi seksual.
Akibatnya, perempuan dituntut bersikap pasif, penurut, setia, dan tidak memahami
persoalan seks. Sementara laki-laki adalah pihak yang dominan, agresif, faham dan
berpengalaman. Akibat dari konstruksi sosial budaya seperti itu, kerap terjadi perempuan
tidak dapat menolak berhubungan seks dengan pasangannya ataupun menuntut seks aman
(menegosiasikan penggunaan kondom, misalnya), meskipun ia tahu bahwa suaminya itu
berisiko menularkan penyakit seksual. Kasus di Papua, contohnya, banyak laki-laki
berstatus suami pergi ke tempat prostitusi untuk melakukan hubungan seks, istrinya tak
berdaya ketika ia dan anaknya tertular penyakit seksual.
Konstruksi sosial budaya seperti itu berdampak pula pada timbulnya nilai sosial
yang menabukan pembicaraan tentang seks pada suami. Akibatnya ketika perempuan
menderita penyakit seksual, perempuan sulit melakukan tindakan cepat untuk mengakses
pengobatan. Kekuasaan laki-laki dalam hubungan seksual semakin kuat manakala
perempuan tergantung secara ekonomi pada suaminya.
6
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penyakit sifilis merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Treponema
Pallidium, merupakan penyakit kronis dan laten. Penyakit ini dapat menyerang dan
merusak seluruh tubuh jika tidak ditangani secepatnya. Penyakit sifilis dapat ditularkan
melalui banyak cara yaitu dengan jalan kontak langsung seperti berhubungan seks,
menerima donor darah dari orang yang telah infeksi penyakit ini, dapat juga ditularkan dari
ibu kepada bayinya selama didalam kandungan.
Tidak ada vaksin khusus untuk mencegah penularan penyakit raja singa ini, hanya
saja dapat dilakukan pencegahan dari penularan penyakit ini yaitu dengan setia terhadap
satu pasangan dan tidak bergonta-ganti pasangan.
3.2 Saran
Penyakit sifilis dimasa kini sudah dapat ditangani penyakit ini tetap ada meskipun
penyebarannya sudah dapat ditekan. Setia pada satu pasangan dan tidak bergonta-ganti
pasangan adalah salah satu cara yang efektif untuk mencegah penyakit ini.
7
DAFTAR PUSTAKA
Sedyaningsih, ER., Firdous, U., Yatim, F., Marjorie, D. dan HollyBul, M. (2000).
Prevalensi Infeksi Menular Seksual, Faktor Risiko dan Perilaku di Kalangan Anak Jalanan
yang Dibina Lembaga Swadaya Masyarakat di Jakarta, Tahun 2000. Penel. Kesehatan,
2000; 33 (3): 99-1 10