Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dengue Hemoragic Fever (DHF) merupakan penyakit yang banyak ditemukan di

sebagian besar wilayah tropis dan subtropis, terutama asia tenggara, Amerika tengah, Amerika

dan Karibia. Host alami DHF adalah manusia, agentnya adalah virus dengue yang termasuk ke

dalam famili Flaviridae dan genus Flavivirus, terdiri dari 4 serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den3

dan Den-41, ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi, khususnya nyamuk.

Aedes aegypti dan Ae. albopictus 2 yang terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia (1).

Masa inkubasi virus dengue dalam manusia (inkubasi intrinsik) berkisar antara 3 sampai

14 hari sebelum gejala muncul,gejala klinis rata-rata muncul pada hari keempat sampai hari

ketujuh, sedangkan masa inkubasi ekstrinsik (di dalam tubuh nyamuk) berlangsung sekitar 8-10

hari. Manifestasi klinis mulai dari infeksi tanpa gejala demam, demam dengue (DD) dan DBD,

ditandai dengan demam tinggi terus menerus selama 2-7 hari, pendarahan diatesis seperti uji

tourniquet positif, trombositopenia dengan jumlah trombosit ≤ 100 x 109/L dan kebocoran

plasma akibat peningkatan permeabilitas (1).

Demam tifoid (selanjutnya disebut tifoid) merupakan penyakit infeksi akut usus halus

yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit menular ini masih merupakan masalah

kesehatan masyarakat dengan jumlah kasus sebanyak 22 juta per tahun di dunia dan

menyebabkan 216.000– 600.000 kematian.2 Studi yang dilakukan di daerah urban di beberapa

negara Asia pada anak usia 5–15 tahun menunjukkan bahwa insidensi dengan biakan darah

1
positif mencapai 180–194 per 100.000 anak, di Asia Selatan pada usia 5–15 tahun sebesar 400–

500 per 100.000 penduduk, di Asia Tenggara 100–200 per 100.000 penduduk, dan di Asia Timur

Laut kurang dari 100 kasus per 100.000 penduduk. Komplikasi serius dapat terjadi hingga 10%,

khususnya pada individu yang menderita tifoid lebih dari 2 minggu dan tidak mendapat

pengobatan yang adekuat. Case Fatality Rate (CFR) diperkirakan 1–4% dengan rasio 10 kali

lebih tinggi pada anak usia lebih tua (4%) dibandingkan anak usia ≤4 tahun (0,4%). Pada kasus

yang tidak mendapatkan pengobatan, CFR dapat meningkat hingga 20% (8).

Di Indonesia, tifoid harus mendapat perhatian serius dari berbagai pihak, karena penyakit

ini bersifat endemis dan mengancam kesehatan masyarakat. Permasalahannya semakin kompleks

dengan meningkatnya kasus-kasus karier (carrier) atau relaps dan resistensi terhadap obat-obat

yang dipakai, sehingga menyulitkan upaya pengobatan dan pencegahan.4 Pada tahun 2008,

angka kesakitan tifoid di Indonesia dilaporkan sebesar 81,7 per 100.000 penduduk, dengan

sebaran menurut kelompok umur 0,0/100.000 penduduk (0–1 tahun), 148,7/100.000 penduduk

(2–4 tahun), 180,3/100.000 (5-15 tahun), dan 51,2/100.000 (≥16 tahun). Angka ini menunjukkan

bahwa penderita terbanyak adalah pada kelompok usia 2-15 tahun (8).

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 DHF

2.1.1 Definisi

DBD (Demam Berdarah Dengue) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus

dengue tipe 1-4, dengan manifestasi klinis demam mendadak 2-7 hari disertai gejala perdarahan

dengan atau tanpa syok, disertai pemeriksaan laboratorium menunjukkan trombositopenia

(trombosit kurang dari 100.000) dan peningkatan hematokrit 20% atau lebih dari nilai normal

(1).

2.1.2 Epidemiologi

Sejak 20 tahun terakhir, terjadi peningkatan frekuensi infeksi virus dengue secara global.

Di seluruh dunia 50-100 milyar kasus telah dilaporkan. Setiap tahunnya sekitar 500.000 kasus

DBD perlu perawatan di rumah sakit, 90% diantaranya adalah anak – anak usia kurang dari 15

tahun. Angka kematian DBD diperkirakan sekitar 5% dan sekitar 25.000 kasus kematian

dilaporkan setiap harinya (1).

2.1.3 Etiologi

DBD diketahui disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan RNA virus

dengan nukleokapsid ikosahedral dan dibungkus oleh lapisan kapsul lipid. Virus ini termasuk

kedalam kelompok arbovirus B, famili Flaviviridae, genus Flavivirus. Flavivirus merupakan

3
virus yang berbentuk sferis, berdiameter 45-60 nm, mempunyai RNA positif sense yang

terselubung, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh dietil eter dan natrium

dioksikolat, stabil pada suhu 70oC4,7. Virus dengue mempunyai 4 serotipe, yaitu DEN 1, DEN

2, DEN 3, DEN 43. Ciri-ciri nyamuk penyebab penyakit demam berdarah (nyamuk Aedes

aegypti) :

a. Badan kecil, warna hitam dengan bintik-bintik putih

b. Hidup di dalam dan di sekitar rumah

c. Menggigit/menghisap darah pada siang hari

d. Senang hinggap pada pakaian yang bergantungan dalam kamar

e. Bersarang dan bertelur di genangan air jernih di dalam dan di sekitar rumah bukan di

got/comberan

f. Di dalam rumah: bak mandi, tampayan, vas bunga, tempat minum burung, dan lain-lain

(1).

2.1.4 Patofisiologi dan Patogenesis

Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue(DBD) disebabkan oleh

virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan perbedaan

klinis. Perbedaan yang utama adalah hemokonsentrasi yang khas pada DBD yang bisa mengarah

pada kondisi renjatan. Renjatan itu disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga karena

proses imunologi. Pada demam dengue hal ini tidak terjadi. Manifestasi klinis demam dengue

timbul akibat reaksi tubuh terhadap masuknya virus. Virus akan berkembang di dalam peredaran

darah dan akan ditangkap oleh makrofag. Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul
4
gejala dan berakhir setelah lima hari gejala panas mulai. Makrofag akan segera bereaksi dengan

menangkap virus dan memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting

Cell). Antigen yang menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik

makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik

yang akan melisis makrofag yang sudah memfagosit virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan

melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibodi

hemagglutinasi, antibodi fiksasi komplemen (2).

2.1.5 Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada klien dengan DHF yaitu:

1. Demam atau riwayat demam akut antar 2-7 hari,

2. Keluhan pada saluan pencernaan, mual, muntah, anoreksia, diare, konstipasi.

3. Keluhan sistem tubuh yang lain: nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot, tulang

dan sendi, nyeri ulu hati, dan lain-lain.

4. Temuan-temuan laboratorium yang mendukung adanya trombositopenia

(kurang atau sama dengan 100.000/mm3.(3)

2.1.6 Klasifikasi Derajat DHF

Berdasarkan data dibawah ini derajat DHF:

1. Derajat I

Biasanya Pasien disertai Demam dan dilakukan Uji Bendung dengan hasil yang

didaptkan positif (+).

2. Derajat II

Biasanya Pasien disertai Demam dan dilakukan Uji Bendung dengan hasil yang

didaptkan positif (+) dan disertai pendarahan yang spontan.


5
3. Derajat III

Terdapat tanda – tanda kegagaln pada sirkulasi, dan tekanan darah pada pasien menurun.

4. Derajat IV

Pasien mengalami Syok Berat dan dijumpai tekanan darah dan nadi pasien menjadi tidak

teratur (4).

2.1.7 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik meliputi :

1) Keadaan umum pasien : lemah.

2) Kesadaran : kompomentis, apatis, somnolen, soporocoma, koma refleks,

sensibilitas, nilai gasglow coma scale (GCS)

3) Tanda-tanda vital : tekanan darah (hipotensi), suhu (meningkat), nadi

(takikardi), pernafasan (cepat).

4) Keadaan : kepala (pusing), mata, telinga, hidung (epistaksis), mulut

(mukosa kering, lidah kotor, perdarahan gusi), leher, rektum, alat

kelamin, anggota gerak (dingin), kulit (ptekie).

5) Sirkulasi : turgor (jelek).

6) Keadaan abdomen :

Inspeksi : datar

Palpasi : teraba pembesaran pada hati

Perkusi : bunyi timpani

Auskultasi : peristaltik usus (4)

6
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang

Untuk menegakkan diagnostik DHF perlu dilakukan berbagai pemeriksaan penunjang,

diantaranya adalah pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi

a. Pemeriksaan dengue NS1

Saat ini telah tersedia reagen reagen komersial untuk pemeriksaan dengue NS1 antigen

reagen tersebut ada yang dibuat dalam format (ELISA) dan dalam format

imunokomakrografi (RAPID TEST) dengan sensitivitas yang berbeda. Format

imunokomakrografi memiliki sensitifitas dan spesifisitas sedikit dibawah reagen dengan

format Elisa. Jenis sample yang dapat digunakan untuk pemeriksaan dengue NS1 antigen

adalah serum dan plasma.

Anti dengue dengan IgM dan IgG (ELISA)

Uji Laboraturium yang digunakan untuk mengukur konsentrasi IgM dan IgG tersebut

mengunakan metode ELISA. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan hemaglutinasi

inhibisi. Metode ini memiliki sensitifitas daan spesifisitas yang cukup tinggi tetapi

memakan waktu pemeriksaan yang cukup lama.

Anti dengue dengan IgM dan IgG (RAPID TEST)

Metode yang digunakan adalah minuokokromatografi dimana pengerjaaanya sangat

sederhana dan hanya memerlukan waktu 15 menit saja. Reagen ini dapat mendeteksi

antibody terhadap keempat serotype virus dengue dan dapat membedakan anatara infeksi

primer dan infeksi sekunder.

2) Pemeriksaan urine

Pada pemeriksaan urine dijumpai albumin ringan.

3) Pemeriksaan serologi

7
4) Pemeriksaan radiology

a) Foto thorax

Pada foto thorax mungkin dijumpai efusi pleura.

b) Pemeriksaan USG

Pada USG didapatkan hematomegali dan splenomegaly (4)

2.1.9 Diagnosis Banding

a. DHF grade II

b. Demam Tifoid

c.Malaria

2.1.10 Diagnosis

a. DHF.grade II

8
2.1.11 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan DHF berdasarkan grade (4) :

9
10
2.1.12 Prognosis

Prognosis DHF ditentukan oleh derajat penyakit, cepat tidaknya penanganan

diberikan, umur, dan keadaan nutrisi. Prognosis DBD derajat I dan II umumnya baik.

DBD derajat III dan IV bila dapat dideteksi secara cepat maka pasien dapat ditolong.

Angka kematian pada syok yang tidak terkontrol sekitar 40-50 % tetapi dengan terapi

11
penggantian cairan yang baik bisa menjadi 1-2 %. Pada kasus- kasus DHF yang disertai

komplikasi sepeti DIC dan ensefalopati prognosisnya buruk (5).

2.1.13 Komplikasi

Komplikasi pada DHF :

1. Ensefalopati Dengue

Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan

dengan perdarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok.

Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi

penyebab ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara, kemungkinan

dapat juga disebabkan oleh trombosis pembuluh darah otak sementara sebagai akibat dari

koagulasi intravaskuler yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus dengue dapat

menembus sawar darah otak. Dikatakan juga bahwa keadaan ensefalopati berhubungan

dengan kegagalan hati akut3. Pada ensefalopati dengue, kesadaran pasien menurun

menjadi apatis atau somnolen, dapat disertai atau tidak kejang dan dapat terjadi pada

DBD / SSD. Apabila pada pasien syok dijumpai penurunan kesadaran, maka untuk

memastikan adanya ensefalopati, syok harus diatasi terlebih dahulu. Apabila syok telah

teratasi maka perlu dinilai kembali kesadarannya. Pungsi lumbal dikerjakan bila

kesadarannya telah teratasi dan kesadaran tetap menurun (hatihati bila jumlah trombosit

<50.000/μl). Pada ensefalopati dengue dijumpai peningkatan kadar transaminase

(SGOT/SGPT), PT dan PTT memanjang, kadar gula darah menurun, alkalosis pada

analisa gas darah, dan hiponatremia (Bila mungkin periksa kadar amoniak darah) (6).

12
2. Kelainan Ginjal

Gagal ginjal akut umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari syok yang

tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik hemolitik walaupun jarang.

Untuk mencegah gagal ginjal, maka setelah syok diobati dengan menggantikan volume

intravaskuler, penting diperhatikan apakah benar syok telah teratasi dengan baik. Diuresis

merupakan parameter yang penting dan mudah dikerjakan, untuk mengetahui apakah

syok telah teratasi. Diuresis diusahakan > 1 ml / Kg BB per jam. Oleh karena bila syok

belum teratasi dengan baik sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok

berulang. Pada keadaan syok berat sering kali dijimpai akut tubular nekrosis ditandai

penurunan jumlah urine dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin (6).

3. Oedema Paru

Merupakan komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat dari pemberian cairan yang

berlebihan. Pemberian cairan pada hari ketiga sampai kelima sakit sesuai dengan panduan

yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan oedema paru karena perembesaran

plasma masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang

ekstravaskuler, apabila cairan yang diberikan berlebih (Kesalahan terjadi bila hanya

melihat penurunan hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit), pasien

akan mengalami distres pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata dan ditunjang

dengan gambaran oedema paru pada foto rontgen (6).

13
2.1.14 Pencegahan

Dapat dicegah dengan memberantas jentik-jentik nyamuk Demam Berdarah

(Aedes aegypti) dengan cara melakukan PSN (Pembersihan Sarang Nyamuk) Upaya ini

merupakan cara yang terbaik, ampuh, murah, mudah dan dapat dilakukan oleh

masyarakat (7).

2.1.14 Edukasi Demam berdarah

Edukasi untuk paien DHF :

1. Bersihkan (kuras) tempat penyimpanan air (seperti : bak mandi / WC, drum,

dan lainlain) sekurang-kurangnya seminggu sekali. Gantilah air di vas kembang,

tempat minum burung, perangkap semut dan lain-lain sekurang-kurangnya

seminggu sekali 2. Tutuplah rapat-rapat tempat penampungan air, seperti

tampayan, drum, dan lain-lain agar nyamuk tidak dapat masuk dan berkembang

biak di tempat itu 3. Kubur atau buanglah pada tempatnya barang-barang bekas,

seperti kaleng bekas, ban bekas, botol-botol pecah, dan lain-lain yang dapat

menampung air hujan, agar tidak menjadi tempat berkembang biak nyamuk.

Potongan bamboo, tempurung kelapa, dan lain-lain agar dibakar bersama sampah

lainnya 4. Tutuplah lubang-lubang pagar pada pagar bambu dengan tanah atau

adukan semen 5. Lipatlah pakaian/kain yang bergantungan dalam kamar agar

nyamuk tidak hinggap disitu 6. Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau

sulit dikuras, taburkan bubuk ABATE ke dalam genangan air tersebut untuk

membunuh jentik-jentik nyamuk. Ulangi hal ini setiap 2-3 bulan sekali. Takaran

14
penggunaan bubuk ABATE adalah sebagai berikut: Untuk 10 liter air cukup

dengan 1 gram bubuk ABATE. Untuk menakar ABATE digunakan sendok

makan. Satu sendok makan peres berisi 10 gram ABATE. Setelah dibubuhkan

ABATE maka :

a. Selama 3 bulan bubuk ABATE dalam air tersebut mampu membunuh jentik Aedes

aegypti

b. Selama 3 bulan bila tempat penampungan air tersebut akan dibersihkan/diganti

airnya, hendaknya jangan menyikat bagian dalam dinding tempat penampungan air

tersebut

c. Air yang telah dibubuhi ABATE dengan takaran yang benar, tidak membahayakan

dan tetap aman bila air tersebut diminum. (7).

15
2.1 DEMAM TIFOID

Tifus abdominalis (demam tifoid, enteric fever) ialah penyakit infeksi akut yang sering

atau biasanya mengenai saluran cerna dengan gejala lebih dari tujuh hari gangguan pada saluran

cerna, dan gangguan kesadaran (8).

2.2.1 Etiologi

Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi (S. typhi), salah satu genus dari

enctrobacteriaceae berbentuk batang gram negatif anaerobik fakultatif dan an aerogenik. Adapun

sifat-sifat Salmonella typhi adalah :

1. Dapat memproduksi H2S.

2. Dapat tumbuh pada suhu 5 - 470C dengan suhu optimum 35 - 370C.

3. PH 4,1 -9,0 dengan PH optimum 6,5-7,5. Pada PH dibawah 4,0 dan diatas 9,0

salmonella akan mati secara perlahan.

4. Bergerak dengan rambut getar, tidak berspora.

5. Memiliki empat macam antigen yaitu antigen O (bersifat hidolitik), antigen H

yang bersifat thermolabil, antigen K dan antigen M serta antigen Vi (virulen) (9).

2.2.2 Patogenesis

Infeksi Salmonella typhi disebarkan melalui jalur oral.Setelah masuk kedalam tubuh

manusia melalui mulut dan melewati masa inkubasi sampai 2 minggu, bakteri menerobos

16
mukosa usus halus mengikuti aliran limfe dan memasuki aliran darah. Kuman berkembang biak

menimbulkan kelainan pada usus. Pada ileum terminalis, plak peyer membesar. Permukaan

luminal yang melapisi plak terlepas menimbulkan tukak berbentuk oval. Kemudian limpa

membesar, melunak dan melembung sebagai hasilproliferasi dari mononukleus fagosit di pulpa

merah, perubahan juga terjadi pada kelenjar getah bening diseluruh tubuh. Seperti salmonella

lainnya, Salmonella typhi bisa ditemukan di tulang, persendian, selaput otak dan kantong

empedu. Bakteri masuk melalui saluran cerna, dibutuhkan jumlah bakteri 105-109 untuk dapat

menimbulkan infeksi.Sebagian besar, bakteri mati oleh asam lambung. Bakteri yang tetap hidup

akan masuk kedalam ileum melalui mikrovili dan mencapai plak peyeri. Selanjutnya masuk

kedalam pembuluh darah (disebut bakteremia primer). Pada tahap berikutnya, Salmonella typhi

menuju ke organ sistem retikuloendotelial yaitu hati, limpa, sumsum tulang dan organ lain

(disebut bakteremia sekunder). Kandung empedu merupakan organ yang sensitif terhadap infeksi

Salmonella typhi (8).

.Salmonella typhi masuk tubuh manusia melalui makanan dan air yang tercemar. Tanda

umum penderita demam tifoid yaitu timbulnya perasaan lemah, pening, panas meningkat namun

tidak begitu tinggi. Gejala mencolok pada minggu pertama adalah diare atau sebaliknyasusah

buang air besar. Minggu kedua, panas tubuh meningkat semakin tinggi sehingga penderita dapat

mengigau dan mengakibatkan kesadaran menurun. Keadaan ini terjadi sampai

mingguketiga.Pada minggu keempat, panas turun sampai normal.Bagian yang diserang adalah

dinding usus halus.Kelenjar-kelenjar limfoid pada dinding usus tepatnya pada usus halus,

mulanya membengkak dan pada kondisi inilah panas tubuh semakin meningkat.Pada tingkat

berikutnya, terjadi kematian jaringan dinding usus atau bagian kelenjar limfoid yang telah

membengkak mengalami nekrosis (mati), lalu lepas. Tahap ini merupakan tahap yang sangat

17
berbahaya, karena usus bisa tembus (perforasi) dan terjadi perdarahan pada perut dan dapat

menimbulkan kematian (10).

Basil tifoid yang tertelan menyebabkan terjadinya penetrasi kedalam mukosa usus halus

dan dengan cepat masuk ke aliran limfe, kelenjar limfe dan aliran darah. Jumlah basil yang

tertelan menentukan perkembangan penyakit (prokulasi 109 basil menyebabkan penyakit pada

95% orang, sedangkan 103 basil atau kurang jarang menyebabkan gejala). Setelah bakteremia

awal, basil berkembang biak dalam sistem retikulo endotelial dan muncul kembali sebagai

gelombang gelombang bakterenia rekuren, menginfeksi bercak-bercak peyer pada ileum

terminal, kandung empedu dan hati. Bila dinding usus terserang secara progresif, menjadi tipis,

mudah terjadi perforasi. Basil mengandung endotoksin yang menyebabkan demam, leukopeni,

trombositopenia dan hyperplasia sel-sel retikuloendotelial (11)

2.2.3 Gejala dan Tanda

Gejala dan tanda demam tifoid pada minggu pertama adalah demam (biasanya turun

naik), sakit kepala, konstipasi, sakit perut dan anoreksia, pembesaran lien pada akhir minggu

pertama, bercak merah muda pada penderita kulit putih. Minggu kedua demam terus menerus,

penderita lesu, lemah, delirium bahkan sampai koma, sering ditemukan batuk, epistaksis,

hepatosplenomegali .minggu ketiga disorientasi mental, dapat terjadi toksemia hebat, diare

kehijauanseperti sup kacang polong, perforasi usus dan perdarahan dapat terjadi. Minggu ke

empat biasanya gambaran klinik membaik, serta komplikasi berupa perdarahan dan perforasi

usus dan infeksi supuratif lokal (pielonefritis, kolesistisis) (11).

18
. Masa tunas 7-14 (rata-rata 3-30) hari dan ditemukan gejala prodromal berupa rasa tidak

enak badan. Minggu pertama, biasanya demam menurun pada pagi hari meningkat di sore dan

malam hari.Selama minggu kedua, pasien berada dalam keadaan demam, turun secara berangsur-

angsur pada minggu ketiga. Lidah kotor yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, pada ujung dan

tepi kemerahan , hati dan limfe membesar, nyeri pada perabaan. Biasanya terdapat konstipasi,

tetapi mungkin normal bahkan diare (11).

2.2.4 Pemeriksaan Fisik

Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada

umumnya, seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare konstipasi. Pada

pemeriksaaan fisik hanya didapatkan suhu badan yang meningkat setelah semV inggu,

gejala/tanda klinis menjadi makin jelas berupa demam remiten, lidah tifoid, pembesaran hati dan

limpa, perut kembung mungkin disertai gangguan kesadaran dari yang ringan sampai berat (12).

2.2.5 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnose demam tifoid yaitu:

1. Pemeriksaan darah tepi

Pada demam tifoid sering dijumpai anemia dari ringan sampai sedang dengan

peningkatan laju endap darah, gangguan eritrosit nomokrom normositer, tidak selalu

ditemukan leukopenia, trombosit jumlahnya menurun, gambaran hitung jenis didapatkan

limfositosis relative, aneosinofilia, SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi akan

kembali normal setelah sembuh. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan

19
penanganan khusus.Gambaran sumsum tulang menunjukkan normoseluler, eritroid dan

myeloid system normal, jumlah megakriosit dalam batas normal.

2. Uji serologis

Uji serologis digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dengan

mendeteksi antibody terhadap komponen anti gen S.typhi maupun mendeteksi antigen itu

sendiri.Volume darah yang diperlukan uji serologis ini adalah 1-3 mL yang

diinokulasikan ke dalam tabung tanpa antikoagulan. Beberapa uji serologis yang dapat

digunakan pada demam tifoid ini meliputi:

a) Uji widal

Pada demam tifoid mula-mula akan terjadi peningkatan titer antibodi O. Antibodi H

timbul lebih lambat, namun akan tetap menetap lama sampai beberapa tahun,

sedangkan antibody O lebih cepat hilang. Pada antibody Vi timbul lebih lambat dan

biasanya menghilang setelah penderita sembuh dari sakit. Pada pengidap S. Typhi

antibody Vi cenderung meningkat.

b) Tes TUBEX

Tes Tubex merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang sedrhana dan

cepat dengan menggunakan pertikel yang berwarna untuk meningkatkan sensitivitas

(13).

2.2.6 Diagnosa Banding

Pada tahap diagnosis klinis ini, beberapa penyakit yang dapat menjadi diagnosis banding

demam tifoid :

1. Demam tifoid

20
2. Pneumonia, influenza

3. Gastroentritis, hepatitis akut,

4. dengue

5. Tuberkulosis

6. malaria,

7. Brucellosis, tularemia

8. Leukemia, limfoma

9. Leptospirosis (13).

2.2.7. Diagnosis kerja

Demam Tifoid

2.2.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan demam tifoid yaitu :

1. Perawatan Umum dan Nutrisi

a) . Tirah Baring : Penderita yang dirawat harus tirah baring dengan sempurna untuk

mencegah komplikasi, terutama perdarahan dan perforasi.

b) Nutrisi

o Cairan : penderita harus mendapatkan cairan yang cukup, baik

secara oral maupun parenteral. Cairan parenteral diindikasikan

pada penderita sakit berat, ada komplikasi, penurunan kesadaran

serta yang sulit makan.

21
o Diet : diet harus mengandung kalori dan protein yang cukup,

sebaiknya rendah serat untuk mencegah perdarahan dan perforasi,

diet untuk penderita demam tifoid biasanya diklasifikasikan atas

diet cair, bubur kunak dan nasi biasa. Bila kesadaran penderita

baik diet dapat dimulai dengan diet padat atau tim. Tapi bila

penderita dengan klinis berat sebainya dimulai dengan bubur atau

diet yang selanjutnya dirubah secara bertahap sampai padat sesuai

dengan tingkat penyembuhan

2. Anti Mikroba

Anti mikroba segera diberikan bila diagnosis klinis demam tifoid telah dapat

ditegakkan, pilihan anti mikroba yang telah dikenal sensitif dan efektif untuk demam

tifoid serta merupkan pilihan dan dipilih dari hasil kepekaan.

Anti mikroba lini pertama untuk tifoid :

a). Kloramfenikol : dosis dewasa 4x500 mg (2gr) selama 14 hari

b). Ampisilin & amoxsisilin : dosis dewasa 3-4 gr/hr selama 14 hari

c). Tiamfenikol : dosis dewasa 4x500 mg

Anti mikroba lini kedua :

a. Seftriakson : dosis dewasa 2-4 gr/hr selama 3-5 hr

22
b. Cefixim : dosis anak 15-20 mg/kg BB/hr dibagi 2 dosis selama 10 hr( efektif

untuk anak)

c. Quinolone ( tidak dianjurkan untuk anak <18 th, karena dinilai mengganggu

pertumbuhan tulang) (13).

2.2.9 Progonosis

Fasilitas perawatan dan pengobatan juga sudah lengkap sehingga manajemen tifoid dapat

dilaksanakan dengan sempurna. Pemakaian antibiotika telah dapat terpola berdasarkan hasil

penelitian (13).

2.2.10 Komplikasi

Komplikasi demam tifoid dapat dibagi 2 bagian:

1. Komplikasi pada usus halus

a) Perdarahan usus

b) Perforasi usus

c) Peritonitis

2. Komplikasi diluar usus halus

a) Bronchitis dan bronkopneumonia

b) Kolesititis

c) Typoid esefalopati

d) Meningitis

e) Miokarditis

f) Infeksi saluran kemih

23
Karier kronik (13)

2.2.11 Pencegahan

Pencegahan adalah segala upaya yang dilakukan agar setiap anggota masyarakat tidak

tertular oleh basil salmonella. Ada 3 pilar strategis menjadi program pencegahan yakni:

1. Mengobati secara sempurna

2. Mengatasi faktor-faktor yang berperan terhadap rantai penularan

3. Perlindungan diri agar tidak tertular

Ada beberapa aspek pencegahan dan pengendaliantifoid, diantaranya :

1. Langkah- langkah strategis pencegahan karier, Relaps dan Resistensi Tifoid

2. Perbaikan Sanitasi Lingkungan

3. Peningkatan Higiene Makanan dan Minuman

4. Peningkatan Higienie Perorangan

5. Pencegehan dengan Imunisasi (13).

2.2.12 Edukasi

Edukasi yang dapat dilakukan adalaha :

1. Pilih hati-hati makanan yang sudah diproses

2. Panaskan kembali secara benar makanan yang sudah dimasak

3. Mencuci tangan dengan sabun

4. Permukaan dapur di bersihkan dengan cermat

5. Lindungi makanan dari serangga, binatang mengerat dan binatang lainnya

24
6. Gunakan air bersih atau yang dibersihkan (13).

BAB III

25
LAPORAN KASUS

ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI

RSU HAJI MEDAN

Identitas Pribadi

 Nama    : Mairi Andriyana

 Umur    : 41 tahun

 JenisKelamin  : Perempuan

 Status Kawin  : Menikah

 Agama    : Islam

 Pekerjaan  : Ibu rumah tangga

 Alamat   : Jl. Rakyat psr 2 no 24

 Suku    : Melayu

Anamnesa Penyakit

 Keluhan Utama          : Demam

 Telaah           :

Pasien datang ke Rumah Sakit Haji Medan dengan keluhan demam. Demam berlangsung

6 hari dan memeberat 3 hari ini. Demam bersifat hilang timbul. Demam terjadi ketika sore dan

malam hari.
26
Pasien juga mengeluhkan nyeri ulu hati sejak 3 hari yang lalu. Mual (+), Muntah (+),

oyong (+), pusing (+), Sulit buang air besar selama di rumah sakit (+). Muntah sebanyak 2x

sehari 1gelas aqua, muntah berisikan air. Pasien mengatakan nafsu makan dan berat badannya

menurun. Dan Pasien mengatakan dia baru saja pulang dari luar kota.

 Buang air kecil   : 3-4 kali/hari

 Buang air besar    : Belum BAB selama di rumah sakit.

 Riwayat Peny. Terdahulu : Kolestrol

 Riwayat Pemakaian Obat : tidak ada

 Riwayat Peny.Keluarga : tidak ada

 Riwayat Alergi  : Tidak Ada

 RiwayatKebiasaan  : tidak ada

Anamnesa Umum

 Badan kurang enak : Ya  Tidur  : Terganggu

 Merasa Lemas : Ya   Berat badan    : Menurun

 Merasa kurang sehat : Ya  Malas  : Ya

 Menggigil : Tidak  Demam  : Ya

 Nafsu makan : Terganggu  Pening  : Ya

Anamnesa organ

1. Cor

 Dalam Batas Normal

27
2. Sirkulasi perifer

 Dalam Batas Normal

3. Traktus respiratorius

 Batuk : tidak   - Stidor   : Tidak

 Berdahak : Tidak   - Sesak nafas  : Tidak

 Haemoptoe : Tidak   - cuping hidung  : Tidak

 Sakit dada saat bernafas  : tidak   - Suara parau  : Tidak

4. Traktus digestivus

a. Lambung

 Sakit di epigastrium : Ya Sendawa : tidak

 Rasa panas di epigastrium : tidak Anoreksia : Ya

 Muntah : Ya ( 3-4 X sehari) Mual : Ya

 Hematemesis : Tidak Dysphagia : Tidak

 Ructus : Tidak

b. Usus

 Dalam Batas Normal

c. Hati dan Saluran empedu

28
 Dalam Batas Normal

d. Ginjal  dan saluran kencing

 Dalam Batas Normal

5. Sendi

 Sakit : ya  - Sakit digerakan : Tidak

 Sendi kaku : Tidak  - Bengkak   : Tidak

 Merah : Tidak  - Stand abnormal : Tidak

6. Tulang

 Sakit : Tidak  - Fraktur spontan : Tidak

 Bengkak : Tidak  - Deformasi : Tidak

7. Otot

 Sakit : Tidak  - Kejang-kejang : Tidak

 Kebas-kebas : Tidak  - Atrofi : Tidak

8. Darah

 Sakit dimulut dan lidah : Tidak  - Muka pucat : tidak

 Mata berkunang-kunang : Tidak  - Bengkak : Tidak

 Pembengkakan kelenjar  : Tidak  - Penyakit darah : Tidak

29
 Merah dikulit : Tidak  - Perdarahan subkutan : Tidak

9. Endokrin

 Pankreas : dalam batas normal

 Tiroid  : dalam batas normal

 Hipofisis : dalam batas normal

10. Fungsi genital

 Dalam batas normal

11. Susunan syaraf

 Hipoastesia : Tidak  - Sakit kepala : Tidak

 Parastesia : Tidak  - Gerakan tics : Tidak

 Paralisis : Tidak

12. Panca indra

 Penglihatan : Normal 

 Pengecapan : Normal

 Pendengaran : Normal 

 Perasa  : Normal

 Penciuman : Normal

30
13. Psikis

 Mudah tersinggung : Tidak  - Pelupa : Tidak

 Takut : Tidak  - Lekas marah : Tidak

 Gelisah : Tidak

14. Keadaan sosial

 Pekerjaan  : ibu rumah tangga

 Hygiene : Baik

Anamnesa Makanan

 Nasi : ya, Frek 3 x/ Hari  - Sayur sayuran  :Ya

 Ikan : Ya  - Daging    : Ya

Anamnesa Family

 Penyakit-penyakit family : tidak ada

Status Present

Keadaan Umum

 Sensorium : Compos mentis

 Tekanan Darah : 120/80 mmHg

 Temperatur : 39⁰ C

 Pernafasan : 28x/ menit, reguler, tipe pernapasan Abdominal thoracal

31
 Nadi : 82x/ menit, equal, teg. Sedang/vol

Keadaan Penyakit

 Anemi  : Tidak - Eritema : Tidak

 Ikterus : Tidak  - Turgor : Tidak

 Sianosis : Tidak  - Gerakan Aktif : Tidak

 Dispnoe : Tidak  - Sikap tidur paksa : Tidak

Keadaan Gizi

BB : 82 Kg

TB : 159 cm

RBW :  = BB X 100% = 82 X 100% = 149,15%

TB 159

Kesan : Obesitas

BB 82
IMT : 2 = = 39,5
TB 2,5281

Kesan : Obesitas

sPemeriksaan lab pada tanggal 19-06-2019

Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan


HEMATOLOGI
Darah Rutin
Haemoglobin 11.4 g/dL 11.7-15.5

32
Hitung Eritrosit 42 10^6/µL 3.8-5.2
Hitung Leukosit 4.030 / µL 4.000-11.000
Hematokrit 34.9 % 35-47
Hitung Trombosit 149.000 µL 15.000-44.000
Index Eritrosit
MCV 83.3 fL 80-100
MCH 27.3 Pg 26-34
MCHC 32.8 % 32-36
Hitung Jenis Leukosit
Eosinofil 4 % 1-3
Basofil 1 % 0-1
N. Stab 0 % 2-6
N. Seg 37 % 53-75
Limfosit 50 % 20-45
Monosit 8 % 4-8
Laju Endap darah 34 Mm/jam 0-20

Pemeriksaan lab pada tanggal 15-06-2019

Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan


HEMATOLOGI
Darah Rutin
Haemoglobin 14.4 g/dL 11.7-15.5
Hitung Eritrosit 5.1 10^6/µL 3.8-5.2
Hitung Leukosit 4.390 / µL 4.000-11.000
Hematokrit 41.8 % 35-47
Hitung Trombosit 90.000 µL 15.000-44.000
Index Eritrosit
MCV 81.4 Fl 80-100
MCH 28.0 Pg 26-34
MCHC 34.5 % 32-36
Hitung Jenis Leukosit
Eosinofil 1 % 1-3

33
Basofil 1 % 0-1
N. Stab 0 % 2-6
N. Seg 28 % 53-75
Limfosit 61 % 20-45
Monosit 9 % 4-8

RESUME

Keluhan utama : Demam

Telaah : Pasien mengeluhkan demam 6 hari yang lalu dan memberat 3 hari ini. DEmam terjadi

ketika sore dan malam hari. nyeri ulu hati sejak 3 (+), Mual (+), Muntah (+), oyong (+), pusing

(+), Sulit buang air besar selama di rumah sakit (+). Muntah sebanyak 2x sehari 1gelas aqua,

muntah berisikan air.

Pemeriksaan fisik : Hepatomegali (+)

Laboratorium : Trombositopenia (+)

Leukositopenia 4,390

Status present :

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Sensorium : composmentis

34
Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 82 x/menit

Nafas : 28x/menit

Suhu : 39º C

Kesan : Obesitas
Keadaan penyakit
PEMERIKSAAN FISIK
Anemi : tidak
Keadaan umum : tampak sakit sedang (+)
Ikhterus : tidak
Kesadaran : composmentis
Sianosis : tidak
Kepala : nyeri kepala (+)
Dispnoe : tidak
Leher : dalam batas normal
Eritema : tidak
Thorax Depan : dalam batas normal
Turgor : tidak
Thorax belakang : dalam batas normal
Gerakan aktif : tidak
Abdomen : peristaltik usus (+) , nyeri tekan
Sikap tidur paksa : tidak
Genitalia : dalam batas normal

Ektremitas : dalam batas normal


Keadaan Gizi pasien

BB : 82 Kg
PEMERIKSAAN LABORATURIUM
TB : 159 cm

DARAH BB 82 (+)
RBW : RUTIN : xTrombositopenia
100% = x 100% = 149,15%
TB−100 159−100

Kesan : Obesitas berat


Leukositopenia 4,390
BB 82
IMT : 2 = = 39,5
TB 2,5281
35
URIN : tidak dilakukan

TINJA : tidak dilakukan

DLL :
Diagnosis Banding :

Demam Tifoid

Demam Dengue Hemoragic

Malaria

Diagnosis kerja :

Demam Tifoid + DHF grade II

Penatalaksanaan :

- RL IV 20tt/menit

- Ranitidin inj /12jam

- Antasida tab 3x1

- Scopma tab 10mg 3x1

- Curcuma tab 200mg 3x1

- Parachetamol 500 mg

- Seftriakon 2-4 gr/hr IV selama 3-5 hr

Pemeriksaan Anjuran : - Tes Widal

-Tes Tubex

36
BAB IV

DISKUSI KASUS

DHF

TEORI KASUS

STATUS PRESENT STATUS PRESENT

Keadaan Umum Keadaan Umum

Sensorium : Compos Mentis Sensorium : Compos Mentis

Tekanan Darah : 120/80 mmHg Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Temperatur : 37°C Temperatur : 37°C

Pernafasan: 28x/menit, eguler, tipe Pernafasan: 28x/menit, eguler, tipe

pernafasan Abdominal Thoracal pernafasan Abdominal Thoracal

Nadi : 82x/menit, equal, teg. Sedang/vol Nadi : 82x/menit, equal, teg. Sedang/vol

Keadaan penyakit Keadaan penyakit

Anemi : tidak Anemi : tidak

Ikhterus : tidak Ikhterus : tidak

Sianosis : tidak Sianosis : tidak

Dispnoe : tidak Dispnoe : tidak

37
Eritema : tidak Eritema : tidak

Turgor : tidak Turgor : tidak

Gerakan aktif : tidak Gerakan aktif : tidak

Sikap tidur paksa : tidak Sikap tidur paksa : tidak

Keadaan Gizi pasien Keadaan gizi pasien

BB : 82 Kg BB : 82 Kg

TB : 159 cm TB : 159 cm

BB 82 BB 82
RBW : x 100% = x RBW : x 100% = x
TB−100 159−100 TB−100 159−100

100% = 149,15% 100% = 149,15%

Kesan : Obesitas Kesan : Obesitas

BB 82 BB 82
IMT : 2 = = 39,5 IMT : 2 = = 39,5
TB 2,5281 TB 2,5281

Kesan : Obesitas Kesan : Obesitas


Anamnesa Anamnesa

 Demam 1 minggu/ lebih  Demam 1 minggu/ lebih (+)

 Gangguan saluran pencernaan  Gangguan saluran pencernaan

(konstipasi) (konstipasi) (+)

 Mual Muntah  Mual Muntah (+)

 Penurunan Kesadaran  Penurunan Kesadaran (-)

 Nyeri kepala  Nyeri Kepala (+)

PEMERIKSAAN FISIK PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : tampak sakit sedang Keadaan umum : tampak sakit sedang (+)

Kesadaran : composmentis/coma Kesadaran : composmentis

38
Kepala : nyeri kepala Kepala : nyeri kepala (+)

Leher : dalam batas normal Leher : dalam batas normal

Thorax Depan : dalam batas normal Thorax Depan : dalam batas normal

Thorax belakang : dalam batas normal Thorax belakang : dalam batas normal

Abdomen : pembesaran hati Abdomen : hepatomegaly (+)

Genitalia : dalam batas normal Genitalia : dalam batas normal

Ektremitas : dalam batas normal Ektremitas : dalam batas normal

PEMERIKSAAN PENUNJANG PEMERIKSAAN PENUNJANG

Trombositopenia Trombositopenia (+)

Peninngkatan hematocrit >20 Peninngkatan hematocrit >20 (+)

Urine ditemukan albumin ringan Urine ditemukan albumin ringan (-)

DIAGNOSA BANDING DIAGNOSA BANDING

1. Demam tifoid 1. Demam tifoid

2. DHF grade II 2. DHF grade II

3. Malaria 3. Malaria

PENATALAKSANAAN PENATALAKSANAAN

Non-farmakologi Non-farmakologi

 Istirahat  Istirahat

 MB  MB

Farmakologi Farmakologi

 Cairan RL - RL IV 20tt/menit

39
 Paracetamol 500mg - Paracetamol oral 500mg 3x1

- Curcuma tab 200 mh 3x1

- Ranitidin inj/ 12 jam

- Antasida tab 3x1

PROGNOSIS PROGNOSIS

Prognosis DBD derajat I dan II umumnya Prognosiss pada pasien baik.

baik,DBD derajat III dan IV dapat dideteksi

secara cepat maka pasien maka pasien dapat

ditolong.
KOMPLIKASI KOMPLIKASI

a) Ensefalopati Dengue Ensefalopati Dengue (-)

b) Kelainan Ginjal Kelainan Ginjal (-)

c) Oedema Paru Oedema Paru (-)

PENCEGAHAN PENCEGAHAN

Dapat dicegah dengan membrantas jentik- Dapat dicegah dengan membrantas jentik-

jentik nyamuk demam berdarah dengan cara jentik nyamuk demam berdarah dengan cara

melakukan PSN ( Pembersihan Sarang melakukan PSN ( Pembersihan Sarang

Nyamuk). Nyamuk).

EDUKASI EDUKASI

1. 3.

40
kurangnya 1 minggu sekali.Mencuci tangan kurangnya 1 minggu sekali.Mencuci tangan

dengan sabun dengan sabun

2. 4.

tersebut dapat membunuh jentik nyamuk. tersebut dapat membunuh jentik nyamuk.

DEMAM TIFOID

TEORI KASUS

STATUS PRESENT STATUS PRESENT

Keadaan Umum Keadaan Umum

Sensorium : Compos Mentis Sensorium : Compos Mentis

Tekanan Darah : 120/80 mmHg Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Temperatur : 37°C Temperatur : 37°C

Pernafasan: 28x/menit, eguler, tipe Pernafasan: 28x/menit, eguler, tipe

pernafasan Abdominal Thoracal pernafasan Abdominal Thoracal

Nadi : 82x/menit, equal, teg. Sedang/vol Nadi : 82x/menit, equal, teg. Sedang/vol

41
Keadaan penyakit Keadaan penyakit

Anemi : tidak Anemi : tidak

Ikhterus : tidak Ikhterus : tidak

Sianosis : tidak Sianosis : tidak

Dispnoe : tidak Dispnoe : tidak

Eritema : tidak Eritema : tidak

Turgor : tidak Turgor : tidak

Gerakan aktif : tidak Gerakan aktif : tidak

Sikap tidur paksa : tidak Sikap tidur paksa : tidak

Keadaan Gizi pasien Keadaan gizi pasien

BB : 82 Kg BB : 82 Kg

TB : 159 cm TB : 159 cm

BB 82 BB 82
RBW : x 100% = x RBW : x 100% = x
TB−100 159−100 TB−100 159−100

100% = 149,15% 100% = 149,15%

Kesan : Obesitas Kesan : Obesitas

BB 82 BB 82
IMT : 2 = = 39,5 IMT : 2 = = 39,5
TB 3,61 TB 3,61

Kesan : Obesitas Kesan : Obesitas


Anamnesa Anamnesa

 Demam 1 minggu/ lebih  Demam 1 minggu/ lebih (+)

 Gangguan saluran pencernaan  Gangguan saluran pencernaan

(konstipasi) (konstipasi) (+)

 Mual Muntah  Mual Muntah (+)

 Penurunan Kesadaran

42
 Nyeri kepala
 Penurunan Kesadaran (-)

 Nyeri Kepala (+)

PEMERIKSAAN FISIK PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : tampak sakit sedang Keadaan umum : tampak sakit sedang (+)

Kesadaran : composmentis/coma Kesadaran : composmentis

Kepala : nyeri kepala Kepala : nyeri kepala (+)

Leher : dalam batas normal Leher : dalam batas normal

Thorax Depan : dalam batas normal Thorax Depan : dalam batas normal

Thorax belakang : dalam batas normal Thorax belakang : dalam batas normal

Abdomen : pembesaran hati dan limpa Abdomen : peristaltik usus (+) , nyeri tekan

Genitalia : dalam batas normal Genitalia : dalam batas normal

Ektremitas : dalam batas normal Ektremitas : dalam batas normal


PEMERIKSAAN PENUNJANG PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Uji serologis  Uji serologis :

 Tes widal tidak dilakukan

 Tes tubex  Tes widal

 Leukosit : tidak dilakukan

leukositopenia 4.390  Tes tubex :

tidak dilakukan

 Leukosit :

leukositopenia 4.390
DIAGNOSA BANDING DIAGNOSA BANDING

4. Demam tifoid 1. Demam tifoid (+)

43
5. Pneumonia 2. Pneumonia

6. Gastroentritis 3. Gastroentritis

7. Dengue 4. Dengue (+)

8. Tuberkulosis 5. Tuberkulosis

PENATALAKSANAAN PENATALAKSANAAN

Non-farmakologi Non-farmakologi

 Istirahat  Istirahat

 MB  MB

Farmakologi Farmakologi

 Cairan RL - RL IV 20tt/menit

 Paracetamol 500mg - Paracetamol oral 500mg 3x1

 antibiotik - Seftriakon 2-4 gr/hr IV selama 3-5 hr

PROGNOSIS PROGNOSIS

Fasilitas perawatan dan pengobatan juga Keadaan pasien membaik dan diperbolehkan

sudah lengkap sehingga manajemen tifoid pulang tanpa ada keluhan.

dapat dilaksanakan dengan sempurna

KOMPLIKASI KOMPLIKASI

Komplikasi pada usus halus Komplikasi pada usus halus

a) Perdarahan usus a) Perdarahan usus

b) Perforasi usus b) Perforasi usus

44
c) Peritonitis c) Peritonitis

Komplikasi diluar usus halus Komplikasi diluar usus halus

d) Bronchitis dan bronkopneumonia a) Bronchitis dan bronkopneumonia

e) Kolesititis b) Kolesititis

f) Typoid esefalopati c) Typoid esefalopati

g) Meningitis d) Meningitis

h) Miokarditis e) Miokarditis

i) Infeksi saluran kemih f) Infeksi saluran kemih

PENCEGAHAN PENCEGAHAN

1. Mengobati secara sempurna 1. Mengobati secara sempurna

2. Mengatasi faktor-faktor yang 2. Mengatasi faktor-faktor yang berperan

berperan terhadap rantai penularan terhadap rantai penularan

3. Perlindungan diri agar tidak tertular 3. Perlindungan diri agar tidak tertular

Ada beberapa aspek pencegahan dan Ada beberapa aspek pencegahan dan

pengendaliantifoid, diantaranya : pengendalian tifoid, diantaranya :

4. Langkah- langkah strategis 4. Langkah- langkah strategis pencegahan

pencegahan karier, Relaps dan Resistensi karier, Relaps dan Resistensi Tifoid

Tifoid 5. Perbaikan Sanitasi Lingkungan

5. Perbaikan Sanitasi Lingkungan 6. Peningkatan Higiene Makanan dan

6. Peningkatan Higiene Makanan dan Minuman

Minuman 7. Peningkatan Higienie Perorangan

7. Peningkatan Higienie Perorangan 8. Pencegehan dengan Imunisasi

45
8. Pencegehan dengan Imunisasi

EDUKASI EDUKASI

1. 1. Pilih hati-hati makanan yang sudah

diproses diproses

2. 2.Panaskan kembali secara benar makanan

yang sudah dimasak yang sudah dimasak

3. 3.Mencuci tangan dengan sabun

4. 4.Permukaan dapur di bersihkan dengan

cermat cermat

5. 5.Lindungi makanan dari serangga, binatang

mengerat dan binatang lainnya mengerat dan binatang lainnya

6. 6.Gunakan air bersih atau yang dibersihkan

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Ny. Mairi Andriyana usia 41 tahun datang ke RS Umum Haji Medan dengan keluhan

demam. Demam berlangsung 6 hari dan memberat 3 hari ini. Demam bersifat hilang timbul.

Demam terjadi ketika pagi dan malam hari. Pasien juga mengeluhkan nyeri ulu hati sejak 3hari

yang lalu. Mual (+), Muntah (+), oyong (+), pusing (+), Sulit buang air besar (+). Muntah

sebanyak 2x sehari, muntah berisikan air. Pasien mengatakan nafsu makan dan berat badannya

46
menurun. Dan Pasien mengatakan dia baru saja pulang dari luar kota. Pada pemeriksaan darah

rutin terdapat trombositopenia 90,000 dan dilakukan test uji bendung (+) pasien didiagnosis

Demam Tyopid+DHF grade II lalu di cek kembali darah rutin pada hari 4 ada peningkatanan

trombosit 149.000 dan pasien sudah diperbolehkan pulang dan tidak ada keluhan lainnya.

Pemeriksaan Laboratorium pada tanggal 19-10-2019

47

Anda mungkin juga menyukai