OLEH :
RIZKY RACHMATULLAH
NPM. 180510176
TANGERANG SELATAN
2018/2019
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTEK PROFESI NERS
KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN STROKE
DIPANTI BINA BHAKTI SERPONG
TAHUN 2019
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak
(Corwin, 2009). Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi
otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini
adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer et
al, 2002).
B. KLASIFIKASI
(Muttaqin, 2008) :
a. Stroke Hemoragi
2) Perdarahan subaraknoid
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat
setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi
perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya
dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umumnya baik.
1) Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan
kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang
tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis
dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda
dan gejala neurologis memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
a. Aterosklerosis
d. Emboli
b. Myokard infark
d. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-
gumpalan pada endocardium.
2. Haemorhagi
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli
dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan otak yang
disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti
disekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada
area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-
kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai
menunjukan perbaikan. Oleh karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak
terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus
menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi
akan meluas pada dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan
perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak
di nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih
dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 %
pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan
volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi
volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Misbach,
1999 cit Muttaqin 2008)
Pathway
E. MANIFESTASI KLINIS
F. KOMPLIKASI
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau obstruksi
arteri.
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi,
melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh pemindaian CT).
3. CT scan
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak
dari jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam jaringan
otak.
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang
berlebihan,
Pengobatan Konservatif
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
2. Keluhan utama
Pengumpulan data
A. Aktivitas/istirahat:
Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan, hilangnya rasa,
paralisis, hemiplegi, mudah lelah, dan susah tidur.
B. Sirkulasi
C. Integritas Ego.
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk
mengekspresikan diri.
D. Eliminasi
E. Makanan/caitan :
F. Neuro Sensori
G. Nyaman/nyeri
H. Respirasi
Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas. Suara nafas,
whezing, ronchi.
I. Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury. Perubahan persepsi
dan orientasi Tidak mampu menelan sampai ketidakmampuan mengatur
kebutuhan nutrisi. Tidak mampu mengambil keputusan.
J. Interaksi sosial
J. Personal Hygiene
1. Definisi
Personal hygiene berasal dari bahasa yunani yang berarti personal yang
Menurut Potter & Perry (2005), personal hygiene adalah suatu tindakan untuk
psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
2. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan
kemampuan dalam perawatan diri.
2. Faktor presipitasi
b. Praktik sosial
Pada anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan
akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
c. Status sosial-ekonomi.
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta
gigi, sikat gigi, shampoo, alat mandi yqang semuanya memerlukan
uang untuk menyediakannya .
d. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting, karena pengetahuan
yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien
penderita Diabetes Millitus ia harus selalu menjaga kebersihan
kakinya.
a. Mandi/hygiene
Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan,
memperoleh atau mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau aliran
air mandi, mendapatkan perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh,
serta masuk dan keluar kamar mandi.
b. Berpakaian/berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil
potongan pakaian, menanggalkan pakaian, serta memperoleh atau
menukar pakaian. Klien juga memiliki ketidakmampuan untuk
mengenakan pakaian dalam, memilih pakaian, menggunakan alat
tambahan, menggunakan kancing tarik, melepaskan pakaian,
menggunakan kaos kaki, mempertahankan penampilan pada tingkat
yang memuaskan, mengambil pakaian, dan mengenakan sepatu.
c. Makan
Klien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan,
mempersiapkan makanan, menangani perkakas, menguyah makanan,
menggunakan alat tambahan, mendapatkan makanan, membuka
container, memanipulasi makanan dalam mulut, mengambil makanan
dari wadah lalu memasukannya ke mulut, melengkapi makanan,
mengambil gelas atau cangkir, serta mencerna cukup makanan
dengan aman.
d. BAB/BAK
klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam
mendaptkan jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari
jamban, memanipulasi pakaian untuk toileting, membersihkan diri
setelah BAB/BAK dengan tepat, dan menyiram toilet atau kamar
kecil. Keterbatasan perawatan diri di atas biasanya diakibatkan
karena stressor yang cukup berat dan sulit ditangani oleh klien (klien
bias mengalami harga diri rendah), sehingga dirinya tidak mau
mengurus atau merawat dirinya sendiri baik dal hal mandi,
berpakaian, berhias, makan, maupun BAB/BAK. Bila tidak
dilakukan intervensi oleh perawat, maka kemungkinan klien bisa
mengalami masalah risiko tinggi isolasi sosial.
4. Jenis Personal Hygiene
Personal Hygiene merupakan salah satu tindakan keperawatan dasar yang
rutin dilakukan oleh perawat setiap dirumah sakit (Depkes RI< 1987).
Tindakan tersebut meliputi :
7. Manifestasi klinik
Menurut Depkes (2000), menifestasi klien dengan defisit perawatan diri
adalah:
1. Fisik
a. Badan bau, pakaian kotor
b. Rambut dan kulit kotor
c. Kuku panjang dan kotor
d. Gigi kotor disertai mulut bau
e. Penampilan tidak rapi
2. Psikologi
a. Malas, tidak ada inisiatif
b. Menarik diri, isolasi diri
c. Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina
3. Sosial
a. Interaksi kurang
b. Kegiatan kurang
c. Tidak mampu berprilaku sesuai norma
d. Cara makan tidak teratur
e. BAB/BAK disembarangan tempat
8. Tujuan Perawatan Personal Hygiene
Menurut Tarwoto & Wartonah (2010), tujuan perawatan personal hygiene
adalah:
K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Tujuan :
Intervensi :
2) Baringkan klie ( bed rest ) total dengan posisi tidur telentang tanpa
bantal.
Tujuan :
Intervensi :
Intervensi :
2) Ubah posisi setiap 2 jam dan sebagainya jika memungkinkan bisa lebih
sering.
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.
Intervensi :
1) Anjurkan klien untuk melakukan latihan ROM dan mobilisasi jika munkin.
3) Gunakan bantal air atau bantal yang lunak di bawah area yang
menonjol.
4) Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan
pada waktu berubah posisis.
5) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar
terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap mengubah posisi.
Rasional : hangan dan pelunakan merupakan tanda kerusakan
jaringan.
kulit.
Intervensi :
2) Hindari apa yang tidak dapat di lakukan oleh klien dan bantu bila perlu.
Rasional : klien dalam keadaan cemas dan tergantung hal ini di lakukan
untuk mencegah frustasi dan harga diri klien.
Intervensi :
Kriteria hasil : gangguan eliminasi urin tidak terjadi lagi, pola eliminasi BAK
normal.
Intervensi :
Rasional : untuk menentukan piñata laksanaan tindak lanjut jika klien tidak
bisa berkemih.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Edisi 8 Vol 2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih.
Jakarta: EGC.
Tim SAK Ruang Rawat Inap RSUD Wates. 2006. Standard Asuhan Keperawatan
Penyakit Saraf. Yogyakarta: RSUD Wates Kabupaten Kulonprogo