12 TAHUN 2017
Permen No. 10 Tahun 2017 tentang Pokok-Pokok dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik
Maksud dan ruang lingkup Mengatur Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL) antara
pembeli (PLN) dengan penjual (IPP) terkait aspek komersial untuk seluruh jenis pembangkit
termasuk Panas Bumi, PLTA dan PLT Biomass. Sementara, pembangkit EBT yang intermiten
dan Hidro dibawah 10 MW, diatur dalam peraturan tersendiri.
Pokok-pokok aturan:
1. Pokok-pokok yang diatur dalam Permen Nomor 10 Tahun 2017, yaitu jangka waktu PJBL;
hak dan kewajiban penjual dan pembeli (alokasi risiko); jaminan; komisioning dan COD;
pasokan bahan bakar; transaksi; penalti terhadap kinerja pembangkit; pengakhiran PJBL;
pengalihan hak; persyaratan penyesuaian harga; penyelesaian perselisihan; dan keadaan
kahar (force majeur).
2. Jangka waktu Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL) paling lama 30 tahun, dengan
mempertimbangkan jenis pembangkit, dan dihitung sejak COD.
3. PJBL menggunakan pola kerjasama berupa Build, Own, Operate, Transfer (BOOT)
4. Dalam PJBL, biaya kapasitas (komponen A) pada harga jual tenaga listrik dihitung
berdasarkan nilai investasi yang didepresiasi sekurang-kurangnya 20 tahun.
5. Ketentuan detail lain mengenai pola kerja sama diatur dalam PJBL.
6. Ketentuan Komisioning wajib mengacu pada Permen ESDM No 5/2014 jo. 10/2016
tentang Tata Cara Akreditasi dan Sertifikasi Ketenagalistrikan.
7. Pengoperasian wajib mengacu pada Permen ESDM tentang Grid Code yang telah
tersusun: Jawa Madura Bali; Sumatera; Sulawesi; Kalimantan; Ketentuan COD
8. Jika terjadi percepatan COD karena diminta PLN badan usaha berhak mendapat insentif,
namun apabila terjadi keterlambatan badan usaha dikenakan penalti
9. PLN wajib membeli listrik sesuai Availability Factor (AF) atau Capacity Factor (CF) dengan
harga sesuai persetujuan harga jual.
10. IPP wajib menyediakan energi sesuai kontrak (ketentuan deliver or pay).
11. Dalam hal penjual tidak dapat mengirimkan energi listrik sesuai kontrak karena
kesalahan penjual, maka penjual wajib membayar pinalti kepada PLN.
12. Pinalti proporsional sesuai biaya yang dikeluarkan PLN untuk menggantikan energi yang
tidak dapat disalurkan.
13. Dalam hal PLN tidak dapat menyerap energi listrik sesuai kontrak karena kesalahan PLN,
maka PLN wajib membayar pinalti kepada penjual (take or pay). Pinalti proporsional
sesuai komponen investasi.
14. Pelaksanaan operasi sistem untuk memenuhi kebutuhan beban melalui pembangkitan
dengan biaya termurah (least cost).
15. Pengendali operasi sistem (dispatcher) wajib melaporkan kepada pemerintah, terutama
pelaksanaan Performance Guarantee untuk pinalti bulanan.
Permen ESDM No.12 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan
Untuk Penyediaan Tenaga Listrik
Maksud dan ruang lingkup Jenis Pembangkit tenaga listrik yang memanfaatkan Sumber
energi terbarukan yaitu PLTS Fotovoltaik, PLTB, PLTA, PLTBm, PLTBg, PLTSa, dan PLTP.
Pokok-pokok aturan :
1. Kami berharap agar tarif 85% dari BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan
setempat merupakan nilai pasti bukan nilai tertinggi.
Hal ini untuk menghindari proses negosiasi yang berkepanjangan dengan PT. PLN
2. Jangka waktu dalam PJBL agar dapat ditetapkan selama 30 tahun, mengingat pola
kerjasama yang menggunakan sistem BOOT dan juga terhadap jangka waktu
depresiasi agar ditetapkan 20 tahun.
3. Dalam hal PJBL terjadi pada bulan Desember 2017 dan COD pada tahun 2018, maka
bagaimana sistem pengenaan tarifnya mengingat BPP disahkan oleh menteri 1 tahun
1 kali ?
4. Berkaitan dengan poin 3 diatas, apakah PJBL akan dilakukan amandemen 1 tahun
sekali untuk menyesuikan BPP per tahun ?
5. Kronologis Tarif :
a. Tidak ada kepastian investasi bagi investor, peraturan sering kali berubah yang
justru cenderung merugikan.
b. Didalam analisa investasi acuannya adalah peraturan terhadap tarif tersebut.
6. Dalam regulasi sebaiknya tidak ada Negosiasi, jika ada negosiasi maka ada peluang
untuk melakukan persaingan tidak sehat dan menjadi tidak berani mengambil
keputusan karna takut dimintai pertanggungjawaban atas apa yang sudah
diputuskan yang menyebabkan negosiasi menjadi berlarut-larut.
7. Jika tarif dalam Rupiah, seharusnya ada eskalasi terhadap komponen O & M. Bisa
berdasarkan patokan index BPS.
8. Terhadap Feed & Tarif minimal sesuai dengan Surat Edaran Direksi PLN ditambah
esklasi O & M.
9. Pada saat konstruksi mohon agar investor diberikan fasilitas pembebasan Pajak
terkait Import barang modal seperti Bea Masuk, PPh 22 dan PPn Import.
10. Agar Investor diberikan fasilitas kredit pinjaman dengan bunga khusus.