Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Evolusi merupakan suatu perubahan dari generasi ke generasi yang
menurunkan sifat yang berbeda dari nenek moyangnya dan berlangsung dalam
waktu yang lama. Evolusi ini mengalami perubahan bentuk mulai dari tingkat
sel hingga tingkat organisme yang lebih sempurna. Misalnya sirip ikan
berevolusi pada pisces menjadi anggota badan, dan kemudian anggota badan
berevolusi menjadi banyak bentuk dan ukuran, jaringan pembentuknya, sel-
selnya, hingga molekulnya juga berubah. Dalam hal ini evolusi sel hanya
mengalami perubahan dari segi komponen – komponen yang terdapat di
dalamnya dari tingkat yang sederhana hingga yang lebih kompleks pada
bagiannya masing – masing.
Manipulasi poliploidi dilakukan untuk mendapatkan jenis yang
mempunyai lebih dari 2 set kromosom (2n), berdasarkan pertimbangan
pemuliaan terhadap flora dan fauna untuk memperbaiki mutu yang lebih baik
dari jenis atau organisme sebelumnya. Poliploidi terbentuk dalam dua
kelompok, yaitu : Kelompok pertama autopoliploidi yaitu penggandaan ploidi
melalui penggabungan genom-genom yang sama.
Penemuan sel yang terjadi pada abad kesembilan belas, sel diartikan
hanya sebagai suatu benda yang hanya memiliki membran pembatas dibagian
luarnya saja, dan hanya memiliki nukleoid yang berada di dalamnya dan juga
memiliki suatu ma ssa yang cukup besar yang disebut sitoplasma. Sitoplasma
ini merupakan cairan yang mengelilingi nukleoid tersebut. Evolusi sel
memiliki dua proses yang sangat penting dalam perkembangannya,
diantaranya melalui peristiwa variasi acak dalam memperoleh informasi
genetik yang terjadi pada individu dan keturunannya dan melalui seleksi dari
berbagai informasi genetik yang membantu pemiliknya dalam kelangsungan
hidupnya.
Prokariotik merupakan organisme tertua yang paling awal menghuni
bumi ini. Kemunculan prokariotik merupakan awal dari evoluasi biologi.
Pada mulanya organisme ini berkembang dari sel protobiont, yaitu sel purba
hasil dari evolusi kimia-fisik. Prokariotik awal terus menerus berevolus
menyesuaikan diri dengan kehidupan awal dibumi yang kondisinya jauh
berbeda dengan kondisi bumi saat ini. Suhu bumi saat itu masih sangat
tinggi, tanpa oksigen, belum ada lapisan ozon, dam masih sering terjadi
letusan gunung berapi. Kehadiran prokariotik dilautan yang kaya akan bahan
organic merupakan dari keanekaragaman metabolisme sel-sel dan
keanekaragaman cara makan. Prokariotik merupakan organisme bersel
tunggal yang paling mudah berkembang biak sehingga jumlah populasinya
sangat banyak. Prokariotik dapat hidup pada hamper semua habitat dibumi.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Menjelaskan mekanisme dan proses terjadinya spesies baru karena
poliploidi?
2. Menjelaskan evolusi organisme dari prokariot dan eukariot?
3. Menjelaskan evolusi organisme dari eukaryote multiseluler sederhana?
4. Menjelaskan evolusi organisme dari multi sel sederhana ke multiseluler
kompleks?
C. TUJUAN MAKALAH
1. Untuk mengetahui mekanisme dan proses terjadinya spesies baru karena
poliploidi.
2. Untuk mengetahui organisme dari prokariot dan eukariot.
3. Untuk mengetahui evolusi organisme dari eukaryote multiseluler
sederhana.
4. Untuk mengetahui evolusi organisme dari multi sel sederhana ke
multiseluler kompleks.
BAB II

PEMBAHASAAN

A. Mekanisme Dan Proses Terjadinya Spesies Baru Karena Poliploidi.


Poliploidisasi adalah suatu metoda manipulasi kromosom dari diploid (2n)
menjadi jumlah kromosom yang lebih tinggi triploid, tetraploid, pentaploid dan
seterusnya. Organisme poliploidi awalnya diperoleh akibat terjadinya polusi
perairan yang mengandung berbagai bahan kimia dan radiasi sinar ultraviolet
atau akibat pengaruh hormon berlebihan. Organisme poliploidi dapat pula
diperoleh dari hasil rekayasa manusia dengan memberi perlakuan kejut suhu,
pemberian bahan kimia atau tekanan pada fase oosit II setelah mengalami
pembuahan. Poliploidi secara alami relatif lebih banyak pada tumbuhan dengan
pemunculan yang spontan. Individu poliploidi ini memainkan peran penting
dalam evolusi tumbuhan. Pada hewan poliploidi secara alami jarang terjadi,
namun terjadi pada katak dan ikan. Proses ploidisasi alami terjadi sebagai
berikut:

1. Jika kromosom di dalam telur yang dibuahi hadir dalam bentuk triplikat
(rangkap tiga), sehingga sel mempunyai jumlah total kromosom 2n + 1 = 3
set kromosom maka sel aneuploid yang terbentuk (sel abnormal) disebut
trisomik.

2. Jika satu kromosom hilang dan sel memiliki jumlah kromosom 2n - 1 = 1 set
kromosom maka sel aneuploid yang terbentuk haploid dan disebut
monosomik.

3. Jika nondisjungsi (gagal berpisah) terjadi selama mitosis, kesalahan


berlangsung di awal perkembangan embrionik, kondisi aneuploid ini
diteruskan di fase mitosis untuk sebagian besar sel dan ini bisa berdampak
besar pada organisme tersebut.

4. Organisme yang memiliki dua set kromosom lengkap, didalam sel telur yang
telah dibuahi secara umum dapat berubah sehingga terbentuk kromosom
poliploidi, dengan istilah spesifik triploid (3n) dan tetraploid (4n), masing-
masing menunjukkan 3 atau 4 set kromosom.

5. Organisme triploid bisa dihasilkan dari fertilisasi telur diploid abnormal


yang mengalami nondisjungsi (gagal berpisah) pada semua kromosomnya.
Kecelakaan berikutnya menghasilkan kromosom tetraploid yang tebentuk
akibat kegagalan zigot 2n dalam membelah diri setelah replikasi kromosom-
kromosomnya pada pembelahan mitosis berikutnya. Proses ini akan
menghasilkan embrio yang memiliki kromosom 4n.
Proses poliploidi diawali dengan pembentukan oosit I hingga fase meiosis I,
akan menghasilkan oosit II yang mengandung sitoplasma dan polar bodi II. Bila
pada fase ini terjadi fertilisasi oleh spermazoa, maka oosit II menjadi totipotensi
aktip. Dalam tahap penggabungan kromosom ini, pelakuan kejut segera
laksanakan. Untuk mendapatkan individu poliploid yang diinginkan dapat
dilakukan berbagai kejutan seperti suhu panas, dingin, tekanan (hydrostatic
pressure) dan menggunakan bahan kimiawi. Bahan kimia yang digunakan adalah
kolkisin atau kolsemid. Tujuannya adalah untuk menghalangi peloncatan polar
body II, bersama pronuklei betina dan jantan akan membentuk zigot poliploidi.
Penggunaan zat kimia memiliki tujuan sama, yakni untuk menimbulkan
kerusakan mikrotubula yang selanjutnya akan menyebabkan kerusakan selama
pembentukkan gelondongan meiosis atau mitosis, dan akan menghasilkan zigot
poliploid. Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan kejut panas adalah
waktu awal kejutan, suhu kejutan dan lama kejutan. ploidisasi dilakukan setelah
menghitung jumlah nukleus, kemudian memberi perlakuan kejut suhu 40°C
selama 1,5 menit maka akan dihasilkan triploid 70% dan tetraploid sebesar 60%.

Secara garis besar terdapat dua macam poliploidi jenis baru hasil manipulasi
yaitu autopoliploid dan allopolyploid.
1. Autopoliploid adalah sel yang mempunyai lebih dari dua genom dimana
genomnya identik atau mempunyai kromosom homolog, karena pada
umumnya berasal dari satu jenis. Autopoliploid muncul dari penggandaan
kromosom yang komplemen secara langsung. Autopoliploid dapat diinduksi
artifisial melalui perlakuan kolsisin dan dapat terjadi secara spontan, tetapi
yang terakhir ini jarang ditemukan. Autopoliploid dapat berasal dari
persilangan intraspesies diikuti dengan penggandaan kromosom, dimana
garnet tidak mengalami reduksi dan kromosomnya membentuk multivalent
pada saat miosis, dengan pewarisan yang multisomik.
2. Autopoliploid muncul dari penggandaan kromosom yang komplemen secara
langsung. Allopoliploid adalah keadaan sel yang mempunyai satu atau lebih
genom dari genom normal 2n = 2x, dimana pasangan kromosomnya tidak
homolog. Allopoliploid terbentuk dari hibridisasi antara spesies atau genus
yang berlainan genom (hibridisasi interspesies).

B. Evolusi Organisme Dari Prokariot Dan Eukariot


Sel prokariot yang terdapat dalam salah satu bakteri, telah berlangsung
reaksi-reaksi yang cukup rumit, bahkan tiga reaksi penting untuk memperoleh
energi yaitu glikolisis, respirasi dan fotosintesis yang berlangsung pada
eukariot juga dapat dilakukan sejumlah bakteri. Ketika sel purba baru terbentuk,
reaksi metabolik yang rumit itu belum dapat dilakukan sel, atau lebih tepatnya
sel belum memerlukan, karena sel dapat mengambil molekul-molekul yang
diperlukan langsung dari lingkungan yang pada masa itu memang kaya bahan
organik. Akan tetapi lama-kelamaan bahan organik di lingkungan semakin
berkurang. Sebagian sel mulai membentuk enzim-enzim agar dapat membentuk
sendiri molekul-molekul organik. Sejalan dengan bertambahnya waktu enzim-
enzim di dalam sel semakin beragam jenisnya sehingga reaksi-reaksi metabolic
di dalam sel juga semakin kompleks.

Terdapat hirarki dalam evolusi pembentukan enzim- enzim metabolic.


Enzim untuk sintesis molekul-molekul dasar mestinya terbentuk lebih
dahulu disusul enzim- enzim yang lain; yang paling mendasar
kemungkinan sekali adalah enzim-enzim untuk glikolisis karena proses
degradasi atau penguraian gula ini dapat berlangsung tanpa O2 (secara
anaerob). Dugaan ini sesuai dengan keadaan awal bumi yang sedidikit
mengandung O2. Glikolisis sangat penting karena menghasilkan energi (ATP)
yang digunakan untuk aktivitas sel

Enzim-enzim metabolik dasar sambil tetap menjalankan fungsinya


terus mengalami modifikasi sehingga enzim- enzim semakin beragam sejalan
dengan perkembangan sel. Oleh sebab itu urutan asam amino pada enzim
yang sama dari 2 spesies berbeda dapat dipakai petunjuk untuk
menetukan hubungan kekerabatan kedua spesies tersebut Seperti
dikemukakan di atas pada akhirnya persediaan molekul organik di alam akan
habis. Oleh karena itu, agar tetap bertahan hidup sel harus dapat
memanfaatkan atom-atom karbon dan nitrogen darim CO2 dan N2 di
atmosfer untuk diubah menjadi molekul organik, maka muncullah
Cyanobacteria yang mampu mengikat serta mengubah CO2 dan N2
menjadi molekul-molekul organik. Melalui fotosintesis ganggang biru
hijau bersama bakteri-bakteri lain yang memiliki kemampuan serupa,
menciptakan kondisi-kondisi yang memungkinkan organisme-organisme
yang lebih kompleks dapat hidup dan berkembang dengan memanfaatkan
produk fotosintesis, bahkan memakan “pelaku” fotosintesis itu sendiri.

Munculnya sel autotrof yang memiliki kemampuan fotosintesis


menimbulkan revolusi pada kondisi atmosfir bumi yang akhirnya
berimplikasi pada kehidupan di bumi itu sendiri. Atmosfir bumi yang semula
sangat miskin O2 menjadi mengandung banyak oksigen yang berasal dari
produk fotosintesis. Keberadaan O2 yang cukup banyak atmosfir mendorong
berkembangnya proses respirasi secara anaerob di dalam sel yang
memungkinkan sel dapat mengoksidasi molekul-molekul organik dengan
lebih tuntas. Dengan melalui oksidasi aerob, energi yang dapat dimanfaatkan
dari setiap gram glukosa jauh lebih banyak dibandingkan melalui oksidasi
anaerob.

Satu sisi kehadiran O2 di atmosfir membawa dampak positif bagi


evolusi sel, tetapi pada sisi lain menjadi racun bagi sel-sel anaerob karena
sifat O2 yang sangat reaktif sehingga dapat berinteraksi dengan hamper
semua unsur pembentuk sitoplasma. Akibatnya tidak sedikit sel-sel anaerob
yang punah, tetapi ada pula yang tetap bertahan hidup secara anaerob dengan
menempati habitat yang tidak mengandung oksigen. Sebagian yang lain
mengembangkan kemampuan respirasi aerob selain dapat berespirasi
anaerob (fakultatif anaerob) sehingga tetap survive hingga sekarang misalnya
sel Saccharomyces. Cara lain yang dilakukan sel anaerob agar tetap bertahan
hidup adalah dengan membentuk persekutuan yang erat (simbiosis) dengan
sel-sel aerob. Bentuk-bentuk simbiosis antara sel anaerob dan sel-sel aerob
dalam perkembangannya akan melahirkan sel eukariot Sel eukariot diyakini
berkembang dari sel prokariot anaerob. Selaput inti diperkirakan berkembang
dari penjuluran ke dalam dari membran sel.
Baik mitokondria maupun sel bakteri aerob sama-sama memiliki
ADN dan ribosom. ADN mitokondria banyak yang berbentuk sirkuler, seperti
bentuk ADN bakteri. Ukuran ribosom keduanya juga hampir sama, lipatan-
lipatan ke dalam dari membran dalam mitokondria (cristae) memiliki fungsi
yang sama dengan lipatan-lipatan ke dalam dari membran plasma sel bakteri
(mesosom), yaitu tempat berlangsungnya respirasi. Selain itu translasi yang
berlangsung pada mitokondria maupun sel bakteri sama-sama dapat dihambat
oleh khloramfenikol (sejenis antibiotik). Mitokondria seperti halnya bakteri
dapat memperbanyak diri dengan membelah. Karena persamaan-persamaan
tersebut muncul dugaan- dugaan mengenai asal usul mitokondria di dalam
sel eukariot. Salah satu pendapat yang banyak diterima adalah hipotesis
endosimbiosis. Menurut hipotesis ini pada mulanya mitokondria adalah
sejenis prokariot aerob yang kemudian dicaplok oleh sel eukariotik yang
anaerob. Sel eukariot anaerob ini diperkirakan berkembang dari sel-sel
anaerob ini diperkirakan berkembang dari sel-sel anaerob primitif yang
berhasil bertahan hidup ketika O2 di bumi bertambah banyak; pada akhirnya
sel prokariotik aerob tersebut menjadi organel mitokondria, dan sel eukariot
yang semula anaerob menjadi aerob.

C. Evolusi Organisme Eukariotik - Multisesluer Sederhana


Kemunculan sel eukariot adalah akibat dari revolusi oksigen. Revolusi
oksigen di anggap merupakan awal dari perubahan kehidupan di bumi, karna
mengakibatkan tiga hal pokok bagi prokariot anaerob yaitu:
 Musnah: karna tidak mampu beradaptasi dengan habitat yang ada.
 Beradaptasi: tetap sebagai prokariot anaerob tetapi hidup di tempat anaerob,
seperti di lumpur, tersembunyi di lubang yang dalam dan lain-lain
 Bersimbiosis: dengan prokariot lain dan membantu kehidupan baru sebagai
sel eukariut yang kita kenal sebagai protista.
Protista mulai muncul di bumi sekitar dua miliyar tahun yang lalu di
buktikan oleh fosil tertua pada lapisan prakabrian. Fosil ini disebut acritarth
(bhs.yunani : tak jelas asal usul nya ) semua jenis protista adalah eukariot.
Protista sangat beragam ada yang uniseluler tetapi ada juga yang multiseluler
dalam bentuk koloni. Protista juga mengalami metabolisme, dan sangat beragam
karena:
1. Sebagian memiliki sifat aerob karena memiliki mitokondria untuk respirasi
selulernya.
2. Beberapa protista memiliki mitokondria karena mengandung bakteri untuk
melakukan respirasi seluler, protista ini dapat hidup di lingkungan anaerob.
3. Ada protista yang fotoautotrof dengan kloroplas dengan sebagai organel
untuk melakukan fotosintesis.
4. Ada juga protista yang heterotrof yaitu protista yang menyerap molekul
organic atau menelan partikel makanan yang lebih.
5. Ada protista yang miksotrof (mix : campuran) karena dapat melakukan
fotosintesis dan nutrisi heterotrof, misalnya euglena.

Protista ditemukan diberbagai tempat yaitu tempat yang berair,tanah


yang basah,sampah,dedaunan, dan tempat yang lembab. Protista juga merupakan
organisme penyusun plankton, antara lain sebagai fitoplankton yang merupakan
komponen dasar perairan. Beberapa jenis protista hidup sebagai simbion bersama
inangnya, baik dalam bentuk hubungan muatualistik hingga hubungan parasitik.
Protista atau eukariot berbeda dengan prokariot karena protista memiliki inti sel
(nuklues) yang terbungkus membran, mitokondria, Kloroplas, Sistem
endomembrann, dan sitoskeleton.
Bukti- bukti yang mendukung evolusi prokariot menjadi eukariot adalah
bahwa kloroplas dan mitokondria diduga merupakan evolusi dari bakteri
prokariot yang bergabung secara endosimbiotik. Dengan ini diperkuat karena
baik mitokondria maupun kloroplas memiliki genom yang terdiri atas molekul
DNA sirkuler, RNA, dan ribosom. Ribosom kloroplas mirip dengan ribosom
prokariot, begitu pula ribosom mitokondria juga mirip dengan prokariot.

Anda mungkin juga menyukai