PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume / jumlah sel darah merah (eritrosit)
dalam darah atau penurunan kadar hemoglobin sampai dibawah rentang nilai yang berlaku
untuk orang sehat (Hb<10 g/dL), sehingga terjadi penurunan kemampuan darah untuk
menyalurkan oksigen ke jaringan. Dengan demikian anemia bukanlah suatu diagnosis
melainkan pencerminan dari dasar perubahan patofisiologis yang diuraikan dalam anamnesa,
pemeriksaan fisik yang teliti serta pemeriksaan laboratorium yang menunjang.
Manifestasi klinik yang timbul tergantung pada kecepatan timbulnya anemia, umur
individu, mekanisme kompensasi tubuh (seperti: peningkatan curah jantung dan pernapasan,
meningkatkan pelepasan oksigen oleh hemoglobin, mengembangkan volume plasma,
redistribusi aliran darah ke organ-organ vital), tingkat aktivitasnya, keadaan penyakit yang
mendasari, parahnya anemia tersebut.
Tanda dan gejala yang sering timbul pada anemia adalah sakit kepala, pusing, lemah,
gelisah, diaforesis (keringat dingin), takikardi, sesak napas, kolaps sirkulasi yang progresif
cepat atau syok, dan pucat (dilihat dari warna kuku, telapak tangan, membran mukosa mulut
dan konjungtiva). Selain itu juga terdapat gejala lain tergantung dari penyebab anemia seperti
jaundice, urin berwarna hitam, mudah berdarah dan pembesaran lien. Untuk menegakkan
diagnosa dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan sel darah merah
secara lengkap, pemeriksaan kadar besi, elektroforesis hemoglobin dan biopsi sumsum tulang.
Untuk penanganan anemia didasarkan dari penyakit yang menyebabkannya seperti jika
karena defisiensi besi diberikan suplemen besi, defisiensi asam folat dan vitamin B 12 dapat
diberikan suplemen asam folat dan vitamin B12, dapat juga dilakukan transfusi darah,
splenektomi, dan transplantasi sumsum tulang.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Anemia adalah berkurangnya kadar Hb dalam darah sehingga terjadi gangguan perfusi
O2 ke jaringan tubuh. Disebut gravis yang artinya berat dan nilai Hb di bawah 7 g/dl sehingga
memerlukan tambahan umumnya melalui transfusi.
Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan komponen darah,
elemen tidak adekuat atau kurang nutrisi yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah, yang
mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkut oksigen darah dan ada banyak tipe anemia
dengan beragam penyebabnya.
Anemia adalah penurunan kemampuan darah mengangkut oksigen, biasanya akibat dari
penurunan massa sel darah merah total dalam sirkulasi sampai dengan dibawah kadar normal.
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red
cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah
yang cukup ke jaringan perifer.
Parameter yang paling umum untuk menunjukkan penurunan massa eritrosit adalah
kadar hemoglobin, disusul oleh hematokrit dan hitung eritrosit. Harga normal hemoglobin
sangat bervariasi secara fisiologis tergantung jenis kelamin, usia,kehamilan dan ketinggian
tempat tinggal.
2.2 Epidemiologi
Prevalensi anemia di Indonesia cukup tinggi. Menurut data yang dikeluarkan Depkes
RI, pada kelompok usia balita prevalensi anemia gizi besi pada tahun 2001 adalah 47,0%,
kelompok wanita usia subur 26,4%, sedangkan pada ibu hamil 40,1%. Kemenkes RI (2013)
menunjukkan angka prevalensi anemia secara nasional pada semua kelompok umur adalah
21,70%. Prevalensi anemia pada perempuan relatif lebih tinggi (23,90%) dibanding laki-laki
(18,40%). Menurut data WHO hampir 30% total penduduk dunia diperkirakan menderita
anemia.
2
2.3 Etiologi
Penyebab tersering dari anemia adalah kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk
sintesis eritrosit, antara lain besi, vitamin B12 dan asam folat. Selebihnya merupakan akibat
dari beragam kondisi seperti perdarahan, kelainan genetik, penyakit kronik, keracunan obat,
dan sebagainya.
Menurut Badan POM (2011), Penyebab anemia yaitu:
1. Kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi, vitamin B12, asam folat,
vitamin C, dan unsur-unsur yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.
2. Darah menstruasi yang berlebihan. Wanita yang sedang menstruasi rawan terkena anemia
karena kekurangan zat besi bila darah menstruasinya banyak dan dia tidak memiliki cukup
persediaan zat besi.
3. Kehamilan. Wanita yang hamil rawan terkena anemia karena janin menyerap zat besi dan
vitamin untuk pertumbuhannya.
4. Penyakit tertentu. Penyakit yang menyebabkan perdarahan terus-menerus di saluran
pencernaan seperti gastritis dan radang usus buntu dapat menyebabkan anemia.
5. Obat-obatan tertentu. Beberapa jenis obat dapat menyebabkan perdarahan lambung
(aspirin, anti infl amasi, dll). Obat lainnya dapat menyebabkan masalah dalam penyerapan zat
besi dan vitamin (antasid, pil KB, antiarthritis, dll).
6. Oprasi pengambilan sebagian atau seluruh lambung (gastrektomi). Ini dapat
menyebabkan anemia karena tubuh kurang menyerap zat besi dan vitamin B12.
7. Penyakit radang kronis seperti lupus, arthritis rematik, penyakit ginjal, masalah pada
kelenjar tiroid, beberapa jenis kanker dan penyakit lainnya dapat menyebabkan anemia karena
mempengaruhi proses pembentukan sel darah merah.
8. Pada anak-anak, anemia dapat terjadi karena infeksi cacing tambang, malaria, atau
disentri yang menyebabkan kekurangan darah yang parah.
2.4 Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sum-sum tulang atau kehilangan
sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sum-sum tulang dapt terjadi akibat
kekurangan nutrisi, pajanan toksik, inuasi tumor, atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak
diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi) pada
kasus yang disebut terakhir, masalah dapat akibat efek sel darah merah yang tidak sesuai
dengan ketahanan sel darah merah normal atau akibat beberapa factor diluar sel darah merah
yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
3
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam system fagositik atau dalam
system retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping proses ini
bilirubin yang sedang terbentuk dalam fagosit akan masuk dalam aliran darah. Setiap kenaikan
destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direpleksikan dengan meningkatkan bilirubin
plasma (konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang kadar 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik
pada sclera.
Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai rendahnya kadar hemoglobin
(Hb) dan sel darah merah (eritrosit). Fungsi darah adalah membawa makanan dan oksigen ke
seluruh organ tubuh. Jika suplai ini kurang, maka asupan oksigen pun akan kurang. Akibatnya
dapat menghambat kerja organ-organ penting, Salah satunya otak. Otak terdiri dari 2,5 miliar
sel bioneuron. Jika kapasitasnya kurang, maka otak akan seperti komputer yang memorinya
lemah, Lambat menangkap. Dan kalau sudah rusak, tidak bisa diperbaiki
Pathway
Kadar Hb turun
4
Mual b.d Biofisik
(anemia)
2.5 Klasifikasi
Anemia dapat diklasifikasikan menjadi empat bagian :
1. Anemia defisiensi
Anemia yang terjadi akibat kekurangan faktor-faktor pematangan eritrosit, seperti defisiensi
besi, asam folat, vitamin B12, protein, piridoksin dan sebagainya.
Anemia defesiensi besi adalah dimana keadaan kandungan besi tubuh total turun dibawah
tingkat normal. Defesiensi besi merupakan penyebab utama anemia didunia, dan tetutama
seringdijumpai pada wanita usia subur, disebabkan oleh kekurangan darah sewaktu
menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi selama kehamilan. Pada anemia defisiensi besi
pemeriksaan darah menunjukan jumlah sel darah merah normal atau hamper normal dan
kadar Hb berkurang. Pada perifer sel darah merah Mikrositik dan Hiprokromik disertai
poikilositosi dan asisositosis jumlah retikulosis dapat normal atau berkurang. Kadar besi
berkurang, sedangkan kapasitas mengikat besi serum total meningkat.
Anemia megaloblastik disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dan asam volat menunjukan
perubahan yang sama antara sumsum tulang dan drah tepi, karena kedua vitamin tersebut
esensial bagiu sintesis DNA normal. Pada setiap kasus, terjadi hyperplasia sumsum tulang,
precursor eritroit dan myeloid besara dan aneh dan beberapa mengalami multinukleasi.
Tetapi beberapa sel ini mati dalam sumsum tulang, sehingga jumlah sel matang yang
meninggalkan sumsum tulang menjadi sedikit dan terjadilah parisitopenia. Pada keadaan
lanjut Hb dapat turun 4-5 gr/dl hitung leukosit 2000-3000/ml3 dan hitung trombosit kurang
dari 50000/ml3
2. Anemia aplastik
Anemia yang terjadi akibat terhentinya proses pembuatan sel darah oleh sumsum tulang.
Anemia aplastik merupakan suatu gangguan yang mengancam jiwa pada sel induk di sum-
sum tulang yang sel-sel darah diproduksi dalam jumlah yang tidak mencukupi. Anemia
aplastik dapat terjadi secara congenital maupun idiopatik (penyebabnya tidak diketahui).
5
Secara marfologis, sel darah merah terlihat normositik dan normokronik. Jumlah retikulosit
rendah atau tidak ada dan biopsi sumsum tulang menunjukan keadaan yang disebut “
pungsi kering” dengan hipoplasia nyata dan penggatian dengan jarinagan lemak.
4. Anemia hemolitik
Anemia yang terjadi akibat penghancuran sel darah merah yang berlebihan. Bisa bersifat
intrasel seperti pada penyakit talasemia, sickle cell anemia/hemoglobinopatia, sferosis
kongenital, defisiensi Glucose-6-Phospate-Dehydrogenase (G6PD) atau bersifat ekstrasel
seperti intoksikasi, malaria, inkompabilitas golongan darah, reaksi hemolitik pada transfusi
darah. Pada anemia hemolitik,eritrosit memiliki rentang usia yang memendek. Untuk
mengkompensasi hal ini biasanya sumsum tulang memproduksi sel darah merah baru 3x/
lebih disbanding kecepatan normal. Pada pemerikasaan anemia hemolitik ditemukan
jumlah retikulosis meningkat, fraksi bilirubin indirect meningkat,dan haptok globin
biasanya rendah.
Klasifikasi lain untuk anemia dapat dibuat berdasarkan gambaran morfologik dengan melihat
indeks eritrosit atau hapusan darah tepi, yang dibagi menjadi:
6
sampai 10 mg/hari. Besi diabsorsi dalam usus halus (duodenum dan yeyenum) proksimal. Besi
yang terkandung dalam makanan ketika dalam lambung dibebaskan menjadi ion fero dengan
bantuan asam lambung (HCL). Kemudian masuk ke usus halus dirubah menjadi ion fero
dengan pengaruh alkali, kemudian ion fero diabsorpsi, sebagian disimpan sebagai senyawa
feritin dan sebagian lagi masuk keperedaran darah berikatan dengan protein (transferin) yang
akan digunakan kembali untuk sintesa hemoglobin. Sebagian dari transferin yang tidak terpakai
disimpan sebagai labile iron pool. Penyerapan ion fero dipermudah dengan adanya vitamin
atau fruktosa, tetapi akan terhambat dengan fosfat, oksalat, susu, antasid.
Sumber besi dapat diperoleh dari makanan seperti hati, daging, telur, buah, sayuran yang
mengandung klorofil, serta cadangan besi dalam tubuh. Bayi normal/sehat cadangan besi cukup
untuk 6 bulan, bayi prematur cadangan besi cukup untuk 3 bulan.
Etiologi
Menurut patogenesisnya :
Masukan kurang : Malnutrisi Energi Protein (MEP), defisiensi diet, pertumbuhan
cepat.
Absorpsi kurang : MEP, diare kronis
Sintesis kurang : Transferin kurang
Kebutuhan meningkat : Infeksi dan pertumbuhan cepat
Pengeluaran bertambah: Kehilangan darah karena infeksi parasit dan polip
berdasarkan umur penderita penyebab dari defisiensi besi dapat dibedakan:
Bayi < 1tahun : Persediaan besi kurang karena Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR), lahir kembar, ASI eklusif tanpa suplemen besi, susu formula rendah besi,
pertumbuhan cepat, anemia selama kehamilan
Anak 1-2 tahun : Masukan besi kurang, kebutuhan yang meningkat karena
infeksi berulang (Enteritis, Bronchopneumonia), absorpsi kurang
Anak 2-5 tahun : Masukan besi kurang, kebutuhan meningkat, kehilangan
darah karena divertikulum meckeli
Anak 5-remaja : Perdarahan karena infeksi parasit dan polip, diet tidak
adekuat
Remaja-dewasa : Menstruasi berlebihan
7
Gejala klinis
- Lemas, pucat dan cepat lelah
- Sering berdebar-debar
- Sakit kepala dan iritabel
- Pucat pada mukosa bibir dan faring, telapak tangan dan dasar kuku
- Konjungtiva okuler berwarna kebiruan atau putih mutiara (pearly white)
- Papil lidah atrofi : lidah tampak pucat, licin, mengkilat, merah, meradang dan sakit
- Jantung dapat takikardi
- Jika karena infeksi parasit cacing akan tampak pot belly
- Penderita defisiensi besi berat mempunyai rambut rapuh, halus serta kuku tipis, rata, mudah
patah dan berbentuk seperti sendok.
Laboratorium
Kadar Hb <10 g/dL, Ht menurun
MCV <80, MCHC <32 %
Mikrositik hipokrom, poikilositosis, sel target
Sum-sum tulang sistem eritropoetik hiperaktif
Serum Iron (SI) menurun, Iron Binding Capacity (IBC) meningkat
Terapi
Pengobatan kausal
Makanan adekuat
Sulfas ferosus 3X10 mg /KgBB/hari. Diharapkan kenaikan Hb 1 g.dL setiap 1-2
minggu
Transfusi darah bila kadar Hb <5 g/dL dan keadaan umum tidak baik
Antihelmintik jika ada infeksi parasit
Antibiotik jika ada infeksi
8
1.2. Makrositik Normokrom (Megaloblastik)
Makrositik berarti ukuran sel darah merah lebih besar dari normal tetapi normokrom karena
konsentrasi hemoglobin normal (MCV >100 fL, MCHC normal). Hal ini diakibatkan oleh
gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi
B12 dan atau asam folat.
Etiologi
kekurangan masukan asam folat
gangguan absorpsi
kekurangan faktor intrinsik seperti pada anemia pernisiosa dan postgastrektomi
infeksi parasit
penyakit usus dan keganasan
obat yang bersifat antagonistik terhadap asam folat seperti metotrexat
Gejala klinis
pucat
lekas letih dan lemas
berdebar-debar
pusing dan sukar tidur
tampak seperti malnutrisi
glositis berat (radang lidah disertai rasa sakit)
diare dan kehilangan nafsu makan
Laboratorium
Hb menurun, MCV >96 fL
Retikulosit biasanya berkurang
Hipersegmentasi neutrofil
Aktivitas asam folat dalam serum rendah (normal antara 2,1-2,8 mg/ml)
Sum-sum tulang eritropoetik megaoblastik, granulopoetik, trombopoetik
9
Terapi
Asam folat 3X5 mg/hari untuk anak
Asam folat 3X2,5 mg/hari untuk bayi
Atasi faktor etiologi
10
2.1 Kongenital
Timbul perdarahan bawah kulit diikuti dengan anemia progresif dengan clinical onset 1,5-
22 tahun, rerata 6-8 tahun. Salah satu contoh adalah sindrom fanconi yang bersifat
constitusional aplastic anemia resesif autosom, pada 2/3 penderita disertai anomali kongenital
lain seperti mikrosefali, mikroftalmi, anomali jari, kelainan ginjal, perawakan pendek,
hiperpigmentasi kulit.
2.2 Didapat
Disebabkan oleh :
radiasi sinar rontgen dan sinar radioaktif
zat kimia seperti benzena, insektisida, As, Au, Pb
obat seperti kloramfenikol, busulfan, metotrexate, sulfonamide, fenilbutazon.
Individual seperti alergi
Infeksi seperti TBC milier, Hepatitis
Lain-lain seperti keganasan, penyakit ginjal, penyakit endokrin
Yang paling sering bersifat idiopatik
Pucat, lemah, anorexia, palpitasi
Sesak napas karena gagal jantung
Aplasia sistem hematopoetik seperti ikterus, limpa/hepar membesar, kelenjar getah
bening membesar
Anemia karena eritropoetik menurun, retikulositopenia, Hb, Ht, eritrosit menurun
Perdarahan oleh karena trombopoetik menurun atau trombositopenia
Rentan terhadap infeksi oleh karena granulopoetik menurun atau netropenia
Bersifat berat dan serius
Gejala klinis
Klinis akan terlihat anak pucat dengan berbagai gejala anemia lainnya seperti anoreksia,
lemah, palpitasi, sesak karena gagal jantung dan sebagainya. Oleh karena sifatnya aplasia
sistem hematopoetik, maka umumnya tidak ditemukan ikterus, pembesaran limpa, hepar
maupun kelenjar getah bening.
Laboratorium
Anemia hipokrom normositik dan makrositik
11
Retikulosit menurun
Leukopenia
Trombositopenia
Kromosom patah
Sum-sum tulang hipoplasia/aplasia yang diganti oleh jaringan lemak atau jaringan
penyokong
Terapi
Prednison/kortikosteroid 2-5 mg/KgBB/hari secara oral
Androgen/testosteron 1-2 mg /KgBB/ hari secara parenteral
Transfusi darah bila perlu
Pengobatan terhadap infeksi sekunder
Makanan lunak
Istirahat
Transplantasi sumsum tulang pada pasien muda, Antithymocyte Globulin (ATG) untuk
pasien tua.
3. Anemia Hemolitik
Pada anemia hemolitik umur eritrosit menjadi lebih pendek (normal umur eritrosit 100-120
hari). Gejala umum penyakit ini disebabkan adanya penghancuran eritrosit sehingga dapat
menimbulkan gejala anemia, bilirubin meningkat bila fungsi hepar buruk dan keaktifan
sumsum tulang untuk mengadakan kompensasi terhadap penghancuran tersebut (hipereaktif
eritropoetik) sehingga dalam darah tepi dijumpai banyak eritrosit berinti, retikulosit meningkat,
polikromasi, bahkan eritropoesis ektrameduler. Gejala klinis penyakit ini berupa: menggigil,
pucat, cepat lelah, sesak napas, jaundice, urin berwarna gelap, dan pembesaran limpa. Penyakit
ini dapat dibagi dalam 2 golongan besar yaitu :
12
meningkat. Penyebab hemolisis pada penyakit ini disebabkan oleh kelainan membran
eritrosit. Pada anak gejala anemia lebih menyolok dibanding dengan ikhterus. Suatu infeksi
yang ringan dapat menimbulkan krisis aplastik. Utnuk pengobatan dapat dilakukan
transfusi darah dalam keadaan kritis, pengangkatan limpa pada keadaan yang ringan dan
anak yang agak besar (2-3 tahun), roboransia.
Ovalositosis (eliptositosis)
50-90% eritrosit berbentuk oval (lonjong), diturunkan secara dominan, hemolisis tidak
seberat sferositosis, dengan splenektomi dapat mengurangi proses hemolisis.
A beta lipoproteinemia
Diduga kelainan bentuk ini disebabkan oleh kelainan komposisi lemak pada dinding sel.
Gangguan pembentukan nukleotida
Kelainan ini dapat menyebabkan dinding eritrosit mudah pecah
13
Defisiensi difosfogliserat mutase
Defisiensi heksokinase
Defisiensi gliseraldehide 3 fosfat dehidrogenase
Ketiga jenis terakhir diturunkan secara resesif dan diagnosis ditgakkan dengan pemeriksaan
biokimia.
c. Hemoglobinopatia
Hemoglobin orang dewasa normal teridi dari HbA (98%), HbA2 tidak lebih dari 2 % dan
HbF tidak lebih dari 3 %. Pada bayi baru lahir HbF merupakan bagian terbesar dari
hemoglobinnya (95%), kemudian pada perkembangan konsentrasi HbF akan menurun sehingga
pada umur 1 tahun telah mencapai keadaan yang normal. Terdapat 2 golongan besar gangguan
pembentukan Hemoglobin ini yaitu :
gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal) misal HbE, HbS
dan lain-lain.
Gangguan jumlah (salah satu atau beberapa) rantai globin misal talasemia
d. Talasemia
Penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan dari kedua orang tua kepada anak-
anaknya secara resesif. Di Indonesia talasemia merupakan penyakit terbanyak diantara
golongan anemia hemolitik dengan penyebab intrakorpuskular.
Secara molekular dibedakan atas:
Talasemia µ (gangguan pembentukan rantai µ)
Talasemia b (gangguan pembentukan tantai b)
Talasemia b-d (gangguan pembentuka rantai b dand yang letak gennya diduga
berdekatan )
Talasemia d (gangguan pembentukan rantai d)
Secara klinis talasemia dibagi dalam 2 golongan yaitu :
Talasemia mayor (bentuk homozigot)
Memberikan gejala klinis yang jelas
Talasemia minor
Biasanya tidak memberikan gejala klinis
14
Gejala klinis dan laboratorium
Kelainan darah
Berupa anemia berat tipe mikrositik karena sintesis HbA menurun, penghancuran
eritrosit meningkat dan defisiensi asam folat.
Kelainan organ
Karena proses penyakit dan hemosiderosis karena transfusi. Berupa hepatomegali –
splenomegali, pada anak yang besar disertai gizi yang jelek dan muka fasies mongoloid.
tulang medula lebar, kortek tipis sehingga mudah fraktur dan trabekula kasar, tulang
tengkorak memperlihatkan diploe dan brush appereance. Gangguan pertumbuhan
berupa pendek, menarche, gangguan pertumbuhan sex sekunder, perikarditis dan
kardiomegali dapat menyebabkan decomp kordis.
Darah tepi
Mikrositik hipokrom, jumlah retikulosit meningkat, pada hapusan darah tepi didapatkan
anisositosis, hipokromi, poikilositositosis, sel target. Kadar besi dalam serum (SI)
meninggi dan daya ikat serum besi (IBC) menjadi rendah. Hemoglobin mengandung
kadar HbF yang tinggi lebih dari 30%. Di indonesia kira-kira 45% penderita talasmeia
juga mempunyai HbE, penderita talasemia HbE maupun HbS secara klinis lebih ringan
dari talasemia mayor. Umumnya datang ke dokter pada umur 4-6 tahun sedang
talasemia mayor gejala sudah tampak pada umur 3 bulan. Penderita talasemia HbE
dapat hidup hingga dewasa.
Komplikasi
Anemia berat dan lama dapat menyebabkan gagal jantung, transfusi darah berulang dan
proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga ditimbun dalam
berbagai organ (hepar, limpa, kulit, jantung). Hemokromatosis, limpa yang besar mudah ruptur
kadang disertai tanda hipersplenisme seperti leukopenia dan trombositopenia.
Pengobatan
Saat diagnosis (baru)
- Atasi anemia dengan transfusi Packed Red Cell (PRC) bila Hb <6g/dL dan dipertahankan
>12 g/dL
- Atasi komplikasi karena penyakit : gagal jantung karena anemia beri oksigen, transfusi,
diuretik, digitalisasi hanya bila Hb >8 g/dL. Jika ada infeksi beri antibiotik.
- Lengkapi antropometri
15
- Lengkapi penunjang : kadar besi dan feritin, foto tulang, analisa Hb, rontgen thorak dan
EKG, pemeriksaan DNA
- Imunisasi hepatitis B
16
Pengobatan
Pemberian transfusi darah dapat menolong penderita, dapat pula diberikan prednison atau
hidrokortison dengan dosis tinggi pada anemia hemolitik imun ini.
Pengaruh lambat
Pergeseran cairan ektraseluler ke intraseluler sehingga terjadi hemodilusi
Gejala: leukositosis (15.000-20.000/mm3), Hb, Ht, eritrosit menurun, eritropoetik
meningkat, oligouria/anuria, gagal jantung.
Terapi dapat diberikan PRC
Lima indikasi umum transfusi darah:
- Kehilangan darah akut, bila 20–30% total volume darah hilang dan perdarahan
masih terus terjadi.
- Anemia berat
- Syok septik (jika cairan IV tidak mampu mengatasi gangguan sirkulasi darah
dan sebagai tambahan dari pemberian antibiotik)
- Memberikan plasma dan trombosit sebagai tambahan faktor pembekuan, karena
komponen darah spesifik yang lain tidak ada
- Transfusi tukar pada neonatus dengan ikterus berat.
b. Kehilangan darah menahun
Berupa gejala defisiensi besi bila tidak diimbangi dengan masukan suplemen besi.
17
2.6 Manifestasi Klinis
Secara umum gejala klinis anemia yang muncul merefleksikan gangguan fungsi dari
berbagai sistem dalam tubuh antara lain penurunan kinerja fisik, gangguan neurologik (syaraf)
yang dimanifestasikan dalam perubahan perilaku, anorexia (badan kurus kerempeng), pica,
serta perkembangan kognitif yang abnormal pada anak. Sering pula terjadi abnormalitas
pertumbuhan, gangguan fungsi epitel, dan berkurangnya keasaman lambung. Cara mudah
mengenal anemia dengan 5L, yakni lemah, letih, lesu, lelah, lalai. Kalau muncul 5 gejala ini,
bisa dipastikan seseorang terkena anemia. Gejala lain adalah munculnya gambaran anemis
(warna pucat pada bagian kelopak mata bawah).
Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga dan kepala terasa
melayang. Namun pada anemia berat, bisa menyebabkan stroke atau serangan jantung
2.7 Diagnosis
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah:
Pemeriksaan darah lengkap meliputi hemoglobin, hematokrit, leukosit (White
Blood Cell / WBC), trombosit (platelet), eritrosit (Red Blood Cell / RBC),
indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC), Laju Endap Darah atau Erithrocyte
Sedimentation Rate (ESR), hitung Jenis Leukosit (Diff Count), Platelet
Disribution Width (PDW) dan Red Cell Distribution Width (RDW).
Pemeriksaan darah rutin meliputi Hemoglobin (Hb), Hematokrit (Ht), Leukosit:
hitung leukosit (leukocyte count) & hitung jenis (differential count), hitung
trombosit / platelet count, laju endap darah (LED) / erythrocyte sedimentation
rate (ESR) dan hitung eritrosit (di beberapa instansi).
2. Aspirasi dan biopsy sumsum tulang. Unsaturated iron-binding capacity serum
3. Pemeriksaan diagnostic untuk menentukan adanya penyakit akut dan kronis serta
sumber kehilangan darah kronis.
18
2.8 Diagnosis Banding
2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan anemia ditunjukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah yang
hilang.
1. Transpalasi sel darahmerah.
2. Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi
3. Suplemen asam folat dapat merangsang pembentukan sel darah merah.
4. Menghindari situasi kekurangan oksigen atau aktivitas yang membutuhkan oksigen
5. Obati penyebab perdarahan abnormal bila ada.
6. Diet kaya besi yang mengandung daging dan sayuran hijau.
19
2. Anemia pernisiosa: pemberian vitamin B12
3. Anemia asam folat: asam folat 5 mg/hari/oral
4. Anemia karena perdarahan : mengatasi perdarahan dan syok dengan pemberian cairan
dan transfuse darah.
20
BAB III
LAPORAN KASUS
1.2 Anamnesis
Anamnesis dengan penderita pada tanggal 29 Januari 2019 pukul 20.30 WIB,
di ruang Asoka
• Pasien datang dengan keluhan seluruh tubuh terasa lemas sejak 5 hari
sebelum masuk RS. Lemas dirasakan terus-menerus dan semakin
memberat. Pasien mengalami pusing, mata berkunang-kunang, dan
sempat pingsan. Tidak ada mimisan, gusi berdarah, bintik merah di
kulit, badan lebam, pandangan mata kabur, demam, keringat dingin,
muntah, berat badan menurun. Pasien mengalami BAB berdarah warna
merah segar sejak +- 3 minggu SMRS. Darah keluar banyak dan
mengucur sebelum feses keluar, dak bercampur dengan feses. Warna
21
feses cokelat, konsistensi agak keras, tidak hitam dan tidak berwarna
dempul. BAK normal. Pasien memiliki riwayat haemorrhoid sejak +- 4
tahun lalu. benjolan dapat dimasukkan dengan bantuan jari. Pasien
belum mengkonsumsi obat-obatan untuk mengurangi perdarahan saat
BAB. Demam, mual dan muntah disangkal oleh pasien.
Pemeriksaan Umum :
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Vital Sign :
TD : 120/90 mmHg
Nadi : 85 x/mnt
Nafas : 20x/mnt, reguler
Suhu : 36,0 oC
Status Generalisata :
Kepala
Mata: mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik
(-/-), pupil isokor, refleks cahaya (+/+),
Pembesaran kelenjar getah bening (-/-)
Mulut : mukosa lembab (+)
22
Thorax
Paru
Inspeksi : bentuk dan gerakan dada simetris
Palpasi : fremitus suara kanan sama dengan kiri
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskulta
si : vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kanan kesan tidak membesar
Auskultasi : BJ I-II reguler, bising (-)
Abdomen
Inspeksi : perut datar
Auskultasi : bising usus normal
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani diseluruh regio abdomen
Ekstremitas
Atas : akral hangat, pucat (+), edema (-), CRT <2 detik
Bawah : akral hangat, pucat (+), edema (-),CRT <2 detik
23
3.4 Pemeriksaan penunjang
24
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN
Seri DHF
Hemoglobin 7.0* g/dl
Nilai hematocrit 22.7* %
Hitung leukosit 7.3 Ribu/ μL
Hitung trombosit 503* Ribu/ μL
Kimia darah
Natrium 140.57 Mmol/L
Kalium 4.07 Mmol/L
chlorida 101.39 Mmol/L
25
Tanggal 31 Januari 2019
Laboratorium seri DHF
3.5 Diagnosis
Anemia
Haemorrhoid interna grade II
3.6 Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad sanam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
3.5 Follow Up Pasien
Diagnosa:
Haemorrhoid interna grade II
Nasehat:
Saat ini belum perlu dilakukan tindakan (saat ini pasien menolak operasi)
Perbaikan KU
Kontrol poli bedah bila pasien sudah rawat jalan
Terapi sesuai TS Penyakit Dalam
Tanggal 31 Januari 2019
Subjective Lemas (+), hari ini belum BAB
Objective KU : tampak sakit sedang
KS : komposmentis
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 80x/m
Pernapasan : 20 x/m
Suhu : 36c
Mata : konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-
Leher : KGB tidak membesar
Pulmo : vesikuler +/+, rh -/-, wh -/-
Cor : Bj I-II reguler, gallop – murmur-
Abdomen : datar, supel, Bising usus (+), nyeri tekan (-)
Ekstremitas : akral hangat, pucat, edema tungkai-/-
Lab : Hb 7.0
Ht 22.3
Leu 6.900
Trombosit 499.000
Assesment - Anemia
- Haemorrhoid interna grade II
Planning • RL/8 jam
• Asam traneksamat 3 x 500 mg
• Borraginol supp 2 x 1
• Laxadyne syr 3 x CI
• Makan telur 4x/hari
• Diet TKTP
• Hemobion 3 x 1
• Asam folat 3 x 1
• B complex 3 x 1
• Vit c 3 x 1
• Vit b1 3 x 1
• Transfusi PRC 250 cc x 2
• Cek H2TL
Assesment - Anemia
- Haemorrhoid interna grade II
Planning • Boleh pulang
• Obat pulang:
• Hemobion 3 x 1
• Asam folat 3 x 1
• B complex 3 x 1
• Vit c 3 x 1
• Cek H2TL sebelum kontrol ke poli
BAB IV
PEMBAHASAN
DAFTAR MASALAH
1. Anemia
2. Haemorrhoid interna grade II
PENGKAJIAN MASALAH
pemeriksaan penunjang.
mengeluhkan tubuh terasa lemas yang semakin memberat, pusing, mata berkunang-kunang
dan sempat pingsan. Pasien mengalami BAB berdarah warna merah segar sejak +- 3 minggu
SMRS. Darah keluar banyak dan mengucur sebelum feses keluar. Pasien memiliki riwayat
haemorrhoid sejak +- 4 tahun lalu. Benjolan masih dapat dimasukkan dengan bantuan jari.
Dari anamnesis sesuai dengan gejala umum anemia yaitu 5L, yakni lemah, letih, lesu, lelah,
lalai. Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga dan kepala terasa
melayang.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kedua konjungtiva anemis dan kulit pucat. Pada
pemeriksaan paru, jantung dan abdomen tidak ditemukan adanya kelainan. Pada pemeriksaan
Rectal toucher didapatkan mukosa berbenjol di jam 6, mobile, konsistensi lunak, nyeri tekan
(+), tonus sfingter ani baik, ampula rectal tidak kolaps, mukosa licin, tidak ada darah, feses,
dan lendir pada sarung tangan. Dari pemeriksaan fisik sesuai dengan tanda-tanda anemia yaitu
munculnya gambaran anemis (warna pucat pada bagian kelopak mata bawah).
Dari pemeriksaan penunjang sesuai dengan syarat anemia yaitu haemoglobin pada laki-laki
dewasa < 13 g/dl. Selain itu dapat juga diperiksa MCV, MCH, MCHC namun pada pasien
tidak dilakukan.
Penatalaksanaan yang diberikan adalah RL/8 jam, Asam traneksamat 3 x 500 mg,
Borraginol supp 2 x 1, Laxadyne syr 3 x CI, Makan telur 4x/hari, Diet TKTP, Hemobion 3 x
H2TL. Menurut teori penatalaksanaan anemia ditunjukan untuk mencari penyebab dan
mengganti darah yang hilang. Pada kasus ini kehilangan darah disebabkan oleh perdarahan
akibat haemorrhoid, sehingga perlu diberikan transfuse darah serta pemberian cairan,
suplemen asam folat untuk merangsang pembentukan sel darah merah, menghindari situasi
kekurangan oksigen atau aktivitas yang membutuhkan oksigen, dan mengatasi penyebab
perdarahan.
BAB V
PENUTUP
Seorang laki-laki berusia 41 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat RS Karya Medika
pada tanggal 29 Januari 2019. Dari anamnesa didapatkan pasien mengeluhkan tubuh terasa
lemas yang semakin memberat, pusing, mata berkunang-kunang dan sempat pingsan. Pasien
mengalami BAB berdarah warna merah segar sejak +- 3 minggu SMRS. Darah keluar banyak
dan mengucur sebelum feses keluar. Pasien memiliki riwayat haemorrhoid sejak +- 4 tahun
lalu. Benjolan masih dapat dimasukkan dengan bantuan jari. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
konjungtiva anemis, kulit pucat dan teraba benjolan pada rectal toucher. Tidak didapatkan
adanya kelainan pada pemeriksaan jantung/paru dan abdomen. Pada pemeriksaan penunjang
didapatkan peningkatan penurunan haemoglobin dan hematokrit.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan
maka pasien tersebut didiagnosis anemia dan haemorrhoid interna grade II.
Setelah dirawat selama 4 hari dari tanggal 29 Januari 2019 hingga 1 Februari 2019,
pasien diperbolehkan pulang.
DAFTAR PUSTAKA
1. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta;
Surabaya 2007. Hal 29
2. Bickley LS, Szilagyi PG. Bates buku ajar pemeriksaan
fisik dan riwayat kesehatan.edisi 8. Jakarta:EGC;2009. Hal.
166-290.
3. Mehta A, Hoffbrand V. At a glance hematologi. Erlangga;
Jakarta. 2006. Hal 18-19
4. Isselbacher. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. EGC;
Jakarta 1999. Hal 361
5. Brashers, Valentina L. Aplikasi klinis patofisiologi. EGC; Jakarta
2008. Hal 213-216
6. Harmening DM. Clinical hematology and fundamentals of
hemostasis. Edisi Philadelphia:FA Davis Company;2009. Hal.
265-6
7. Goldman L, Schafer AI. Goldman’s cecil medicine. Edisi 24.
USA:Elsevier;2012 Hal. 274.
8. Fauci AS, et al. Harrison’s principles of internal
medicine.Edisi 18. USA: McGraw-Hill Companies; 2011. Hal.
872-86.
9. Price, Sylvia A, (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta