Anda di halaman 1dari 26

PRESENTASI KASUS

NON - ST ELEVATION MYOCARDIAL INFARCTION

Oleh:
dr. Muthiah Miftahul Husnayain

Pembimbing:
dr. Meliana

PROGRAM INTERNSIP
RUMAH SAKIT KARYA MEDIKA
BEKASI
PERIODE NOVEMBER 2018
BAB I

PENDAHULUAN

Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan masalah kardiovasklar


yang utama karena menyebabkan angka perawatan rumah sakit dan angka
kematian yang tinggi. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan elektrokardiogram (EKG), dan pemeriksaan marker jantung,
SKA dibagi menjadi IMA dengan elevasi segmen ST (STEMI), IMA dengan
non elevasi segmen ST (NSTEMI,) dan angina pektoris tidak stabil (UAP).
Faktor risiko SKA terdiri dari faktor risiko yang non modifikasi dan yang
modifikasi. Yang non modifikasi meliputi jenis kelamin (pria lebih
berisikodaripada wanita), usia (pria > 45 tahun dan wanita > 55 tahun),
riwayat keluargadengan penyakit kardiovaskuler. Faktor risiko yang
dimodifikasi meliputi hipertensi, hiperlipidemia, diabetes melitus, gaya
hidup sedentari, dan merokok..

Angina pectoris merupakan keluhan klinis yang menjadi keluhan


utama yang pertama kali muncul pada pasien dengan SKA. Angina pektoris
dibagi menjadi angina tipikal dan angina atipikal. Angina pektoris tipikal
berupa rasa tertekan/berat daerah retrosternal yang menjalar ke lengan kiri,
leher, rahang, area interskapular, bahu, atau epigastrium yang berlangsung
intermitten/persisten (>20 menit) yang sering disertai dengan keluhan
penyerta seperti keringat dingin, sesak nafas, mual/muntah, nyeri abdominal
dan sinkop.

Angina atipikal yang sering dijumpai antara lain nyeri di daerah


penjalaran angina tipikal, rasa gangguan pencernaan, sesak napas, yang
tidak dapat diterangkan , atau rasa lemah mendadak yang sulit diuraikan.
1
Keluhan atipikal . Keluhan atipikal ini lebih sering dijumpai pada pasien
usia muda (25-40 tahun) atau usia lanjut (>75tahun), wanita, penderita
diabetes , gagal ginjal menahun, atau demesia.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Aterosklerosis

Aterosklerosis adalah suatu penyakit arteri berukuran besar dan


sedang akibat terbentuknya lesi lemak yang disebuk plak ateromatosa pada
permukaan dalam dinding arteri. Plak aterom ini menonjol ke dalam
sehingga dapat menyumbat lumen pembuluh darah. Oleh karena itu,
aterosklerosis dibanding penyakit lainnya merupakan penyakit serius yang
menyebabkan kematian sebesar 50% dari seluruh kematian dan kecacatan di
dunia Barat.
Peningkatan faktor risiko terjadinya aterosklerosis terutama terdapat
pada orang yang memiliki kadar LDL (lipoprotein berdensitas rendah) tingi.
HDL (lipoprotein berdensitas tinggi) justru bersifat menurunkan
aterosklerosis karena HDL dapat mengeluarkan kolesterol yang terdapat di
aterom (lesi lemak) kemudian memindahkannya ke hati untuk diekskresikan
ke empedu.
Teori pembentukan atherosclerosis diawali oleh proses inflamasi
kronis yang terjadi pada endotel dan sel-sel otot polos pembuluh darah.
Ketika terjadi inflamasi pada endotel dan sel-sel otot polos pembuluh darah,
maka mekanisme seperti di bawah ini dapat terjadi:

Gambar 2.1 Sel endotel yang otot polos yang mengalami


th
inflamasi. Sumber: Patophysiology of Heart Disease, 5
edition, Colaborative project, editor Leonard S. Lilly.

4
Kondisi inflamasi kronis akibat iritasi kimiawi ataupun stress
hemodinamik dapat menyebabkan gangguan fungsi endotel pembuluh darah.
Hiperlipidemia kronis, terutama hiperkolesterolemia (termasuk di dalamnya
peningkatan LDL) meningkatkan pembentukan radikal bebas oksigen yang
menonaktifkan nitrat oksida. Nitrat oksida merupakan faktor pelemas
endotel utama sehingga LDL secara langsung dapat merusak fungsi sel
endotel. Selain itu, radikal bebas oksigen yang dibentuk oleh endotel dinding
arteri seperti proses di atas maupun akibat peran makrofag akan merubah
sifat kimiawi LDL menjadi LDL teroksidasi (termodifikasi). Selanjutnya,
LDL teroksidasi akan menyebabkan proses lanjutan antara lain makrofag
akan menelan LDL teroksidasi melalui scavenger reseptor (reseptor
penyapu) sehingga terbentuk sel busa, meningkatkan akumulasi monosit di
sel lesi, merangsang pengeluaran faktor pertumbuhan dan sitokin, bersifat
sitotoksik bagi sel endotel dan sel otot polos, menyebabkan disfungsi sel
endotel.

Gambar 2.2 Mekanisme Pembentukan Aterosklerosis


Sumber: Kumar, 2012

5
Proses di atas menyebabkan inflamasi dan proliferasi lebih lanjut dari
jaringan fibroblas dan otot polos pada permukaan dalam dinding arteri
(gambar 2.3). Proliferasi sel tersebut ditambah penimbunan lemak akan
membuat plak besar yang menonjol ke dalam lumen yang menyebabkan
aliran darah berkurang bahkan menyumbat seluruh aliran darah. Selain itu,
permukaan plak yang kasar dapat menyebabkan pembentukan trombus atau
embolus sehingga secara tiba-tiba aliran darah akan tersumbat. Aliran darah
yang tersumbat ini sering dikaitkan dengan penyebab utama terjadinya
penyakit jantung koroner.

Gambar 2.3. Histologi plak aterom pada arteri koronari. Keterangan: F


(tudung fibrosa), C (sentral nekrotik), dan L (lumen yang menyempit).
Sumber: Kumar, 2012

Faktor risiko atherosklerosi tervagi menjadi 2 poin aitu faktor


risiko yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodivikasi. Kedua
poin tersebut dapat dilihat melalui tabel di bawah ini. Seluruh faktor risiko
pada tabel di bawah ini, berkaitan dengan adanya inflamasi kronik dan
disfungsi endotel yang menginisiasi timbulnya atherosklerosis.

6
Gambar 2.4 Faktor risiko atherosklerosis.
th
Sumber: Patophysiology of Heart Disease, 5 edition, Colaborative
project, editor Leonard S. Lilly.
2.2 Penyakit Jantung Koroner (PJK)
Penyakit jantung koroner (PJK) atau penyakit jantung
iskemik merupakan kondisi ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen di miokardium yang biasanya diakibatkan oleh
aterosklerosis sehingga terjadi hipoksia miokardium dan akumulasi sisa
metabolit akhir. Angka mortalitas PJK termasuk tinggi. Di dunia, 45%
dari total kematian akibat penyakit jantung disebabkan oleh penyakit
jantung koroner (PJK). Sedangan, di Indonesia, PJK merupakan salah
satu penyebab kematian utama dan angka kematiannya mencapai
25,26
26%. Hal tersebut merupakan alasan mengapa penyakit jantung
koroner adalah manifestasi penting dari aterosklerosis.
PJK atau Acute Coronary Syndrome (ACS) dapat
bermanifestasi sebagai Unstable Angina Pectoris (UAP), Non ST
Elevasi Miokard Infark (NSTEMI), dan ST Elevasi Miokard Infark
(STEMI). Berikut disajikan tabel perbedaan jenis ACS beserta alur
diagnosis:

7
Gambar 2.5. Algoritma evaluasi dan tatalaksana ACS.
Sumber: Pedoman tatalaksana sindrom koroner akut, PERKI.

Selanjutnya, pembahasan akan dibahas lebih lanjut mengenai


STEMI. Karakteristik utama Sindrom Koroner Akut Segmen ST Elevasi
adalah angina tipikal dan perubahan EKG dengan gambaran elevasi yang
diagnostik untuk STEMI. Sebagian besar pasien STEMI akan mengalami
peningkatan marka jantung, sehingga berlanjut menjadi infark miokard
dengan elevasi segmen ST (ST-Elevation Myocardial Infarction, STEMI).
Oleh karena itu pasien dengan EKG yang diagnostik untuk STEMI dapat
segera mendapat terapi reperfusi
sebelum hasil pemeriksaan marka jantung tersedia.
Diagnosis kerja infark miokard harus telah dibuat berdasarkan
riwayat nyeri dada yang berlangsung selama 20 menit atau lebih yang tidak
membaik dengan pemberian nitrogliserin. Adanya riwayat PJK dan
penjalaran nyeri ke leher, rahang bawah atau lengan kanan memperkuat
dugaan ini. Pengawasan EKG perlu dilakukan pada setiap pasien dengan
dugaan STEMI. Diagnosis STEMI perlu dibuat sesegera mungkin melalui

8
perekaman dan interpretasi EKG 12 sadapan, selambat-lambatnya 10 menit
dari saat pasien tiba untuk mendukung penatalaksanaan yang berhasil.
Gambaran EKG yang atipikal pada pasien dengan tanda dan gejala iskemia
miokard yang sedang berlangsung menunjukkan perlunya tindakan segera.

Gambar 2.6. Langkah reperfusi STEMI


Sumber: Pedoman tatalaksana sindrom koroner akut, PERKI.

9
Gambar 2.7. Algoritma penatalaksanaan ACS.
Sumber: Acute coronary syndrome algorithm, AHA 2015.

10
Pada angina yang tak stabil, komplikasi termasuk kematian
sebesar 5% - 10% atau progresi untuk menjadi infark setelah beberapa hari
atau minggu sebesar 10%-20%. Ketika sudah terjadi infark terutama STEMI,
komplikasi dapat terjadi akibat proses inflamasi, gangguan mekanikal, dan
gangguan elektrikal yang diakibatkan area nekrosis dari miokardium.

Gambar 2.7. Komplikasi Infark Miokard Sumber:


th
Patophysiology of Heart Disease, 5 edition, Colaborative
project, editor Leonard S. Lilly.

11
2.3 Skoring dalam ST Elevasi Miokard Infark
2.3.1 Skor TIMI

Stratifikasi risiko TIMI ditentukan oleh jumlah skor dari 8 variabel


yang dijumpai saat pasien tiba di ruang gawat dimana tiap variable
mempunyai point yang berbeda. Semakin tinggi point yang didapat, maka
kematian dalam 30 hari sejak serangan angina tersebut semakin meningkat.
2.3.2 Skor GRACE

Gambar 18. Skor GRACE.


Sumber: Pedoman tatalaksana sindrom koroner akut, PERKI.

12
Gambar 18. Skor GRACE lanjutan.
Sumber: Pedoman tatalaksana sindrom koroner akut, PERKI.
Klasifikasi ini ditujukan untuk memprediksi mortalitas saat
perawatan di rumah sakit dan dalm 6 bulan setelah keluar dari rumah sakit.
Untuk prediksi kematian di rumah sakit, pasien dengan skor risiko GRACE
≤108 dianggap mempunyai risiko rendah (risiko kematian < 1%). Sementara
itu, pasien dengan skor risiko GRACE 109-140 dan > 140 berturutan
mempunyai risiko kematian menengah (1-3%) dan tinggi (>3%). Untuk
prediksi kematian dalam 6 bulan setelah keluar dari rumah sakit, pasien
dengan skor risiko GRACE ≤ 88 dianggap mempunyai risiko rendah (risiko
kematian <3%). Sementara itu, pasien dengan skor risiko GRACE 89-118
dan > 118 berturutan mempunyai risiko kematian menengah (3-8%) dan
tinggi (>8%).3

2.3.3 Skor Killip

Skor Killip merupakan klasifikasi risiko berdasarkan indikator klinis


gagal jantung sebagai komplikasi infark miokard akut dan ditujukan untuk
memperkirakan tingkat mortalitas dalam 30 hari.

13
 Killip I
tidak terdapat gagal jantung (tidak terdapat ronkhi maupun S3). Risiko
kematian dalam 30 hari adalah 6%.
 Killip II
terdapat gagal jantung ditandai dengan S3 dan ronkhi basah di setengah
lapangan paru. ). Risiko kematian dalam 30 hari adalah 17%.
 Killip III
terdapat edema paru ditandai oleh ronkhi basah di seluruh lapangan paru.
Risiko kematian dalam 30 hari adalah 38%.
 Killip IV
terdapat syok kardiogenik ditandai oleh tekanan sistolik <90 mmHg dan
tanda Hipoperfusi Jaringan. Risiko kematian dalam 30 hari adalah 81%.

14
BAB III

STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN

No. Rekam Medis : 82503700


Nama : Ny. SH
Tempat/Tanggal Lahir : 06/11/1953
Umur : 65 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Perum Telaga Harapan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status perkawinan : Menikah
Tanggal masuk : 03 Februari 2019
Tanggal pemeriksaan : 06 Februari 2019

ANAMNESIS

Keluhan utama
Nyeri dada kiri sejak 3 jam SMRS

Keluhan Tambahan
Sesak napas, berkeringat dingin dan lemas.

Riwayat Penyakit Sekarang

Sejak 3 jam SMRS, os mengeluh terdapat nyeri dada kiri tiba-tiba. Nyeri timbul setelah
os sholat magrib. Nyeri terasa di dada kiri seperti ditimpa batu yang berat dan dipukul,
nyeri menjalar sampai ke punggung belakang. dirasa tidak enak dan membuat os sulit
bernapas. Nyeri dirasakan terus menerus dan tidak membaik dengan istirahat. Keluhan
disertai dengan berkeringat dingin dan lemas.

15
Os tidak ada keluhan mual ataupun muntah. Tidak ada keluhan batuk. BAB dan
BAK normal lancar. Os tidur dengan satu bantal. Os segera dibawa ke RS
Karya Medika 1.

Riwayat Penyakit Dahulu


Os pernah mengalami keluhan serupa pada tahun 2005, saat usia 50 tahun. Os
mengeluh nyeri dada dan sempat dirawat di RS karya medika 1. Os mengataka tidak
memiliki riwayat sakit jantung selain nyeri dadanya. Os mengaku memiliki darah
tinggi kurang lebih sejak 10 tahun yang lalu. Tensi tertinggi 170/100, berobat rutin di
posyandu setiap bulan, minum amlodipine 10 mg malam hari. Os pernah juga
mengkonsumsi Captopril 12.5 mg tetapi tensinya tidak turun sehingga minta ganti
obat. Os mengaku tidak memiliki riwayat sakit gula. Os juga tidak memiliki riwayat
alergi makanan ataupun obat-obatan.

Riwayat Keluarga
Os mengatakan tidak ada anggota keluarga yang memilliki keluhan yang sama
dengan os dan tidak ada riwayat sakit angin duduk atau sakit jantung di
keluarga. Riwayat darah tinggi pada ayah Os.

Riwayat Sosial
Os memiliki riwayat merokok sejak SMA dan sudah berhenti merokok sejak
2005, kurang lebih 20 tahun. Dulu os terbiasa merokok 4 bungkus perhari.
Os rutin melakukan jalan pagi sekali seminggu, namun sehari-hari os terbiasa
duduk di rumah, jika tidak ada kegiatan. Os sering mengkonsumsi makanan
berkolesterol tinggi, seperti rendang dan ayam goreng cepat saji. Os jarang
mengkonsumsi sayur-sayuran.

PEMERIKSAAN FISIK

Tanda Vital

Keadaan Umum: Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

16
Tekanan Darah : 140 /90 mmHg
Nadi : 96x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,8 0C
Status gizi :
 BB : 60 kg
 TB : 165 cm
 IMT : 22.0 kg/m2 (normoweight WHO-asiapasifik)

Status Generalis

Organ Hasil pemeriksaan


Normosefal, rambut hitam dan sebagian beruban,
Kepala merata,
tidak mudah dicabut.

Alis +/+, bulu mata +/+, konjungtiva anemis -/-, sklera


Mata ikterik
-/-

Nyeri tekan tragus (-), normotia, liang telinga lapang,


Telinga sekret
+/+, preauricular tag (-), preauricular sinus (-)

Napas cuping hidung -, conca oedema -/-, hiperemis


Hidung -/-,
sekret -/-

Mulut Oral hygiene baik, nyeri gigi (-).

Tenggorok Uvula ditengah, faring hiperemis -/-, tonsil T1/T1

Leher Inspeksi : massa (-), bengkak (-), eritema (-), trakea di


tengah simetris, pembesaran KGB tidak tampak.
Palpasi : trakea simetris, pembesaran tiroid tidak teraba,
pembesaran KGB tidak teraba.
JVP 5+2 cmH2O

Jantung Inspeksi: ictus kordis tidak terlihat


Palpasi: ictus cordis teraba pada ICS V
Perkus:
- batas jantung kanan di ICS V parasternal dextra,
- batas jantung kiri di ICS V midclavicula sinistra
2 jari lateral.
- pinggang jantung di ICS III parasternal sinistra,
Auskultasi: S1-S2 Normal, murmur -, gallop -

Inspeksi: pergerakan dada simetris statis dan dinamis,


Paru retraksi
sela iga -
Palpasi: fremitus normal
Perkusi: sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi: vesikuler, wheezing -, rhonki -

Abdomen Inspeksi: simetris, tampak membuncit


Auskultasi: BU (+) normal
Perkusi: timpani di seluruh lapang abdomen
Palpasi: nyeri tekan epigastrium - , hepar dan lien tidak
teraba, shifting dullness (-)
Ekstremitas Ekstremitas atas: akral hangat (+/+), clubbing finger (-/-),
edema (-/-), CRT <2”
Ekstremitas bawah: akral hangat (+/+), clubbing finger (-/-),
edema (-/-), CRT <2”

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium Tanggal 03/02/2019

PEMERIKSAAN HASIL NILAI KETERANGAN


RUJUKAN
Hematologi
Hemoglobin 13 g/dl 11.7-15.5 Normal
Hematokrit 37.2 % 33-45 Normal
Leukosit 7.7 ribu/ul 5.0-10.0 Normal
Trombosit 312 ribu/ul 150-440 Normal
Eritrosit 4,13 juta/uL 3.80-5.20 Normal
VER/HER/KHER/RDW
VER 90,1 fl 80-100 Normal
HER 31,5 pg 26-34 Normal
KHER 34,9 g/dl 32-36 Normal

KIMIA KLINIK
FUNGSI HATI
SGPT 13 U/I 0-40 Normal
Fungsi Ginjal

Kreatinin Darah 0.71 mg/dl 0.6-1.5 Normal


Diabetes

Glukosa darah sewaktu 95 mg/dl 70-140 Normal

Elektrolit Darah
Natrium 138 mmol/l 135-147 Normal
Kalium 4.29 mmol/l 3.10-5.10 Normal
Klorida 101 mmol/l 95-108 Normal

BIOMARKER Jantung I
(Tidak diperiksa)
CK U/I <=140
CK-MB U/I 7-25
Troponin I ng/ml <0,02

Pemeriksaan foto rontgen thoraks

(03/02/2019)
Foto thorax PA view, posisi erect, asimetris, inspirasi cukup, hasil:

Jantung kesan membesar. CTR 52 %


Tampak penonjolan arkus aorta

Trachea di tengah

Kedua apeks pulmo tampak tenang


Corakan bronkovaskular tampak normal
Kedua diafragma tampak licin
\kedua sinus costofrenikus tampak lancip
Tulang – tulang costae kesan intak

Kesan :

Kardiomegali ringan
Pulmo tak tampak kelainan
Elongasi aorta (hipertensi?)
Pemeriksaan elektrokardiografi Tanggal 03/02/2019

Pemeriksaan
Kalibrasi Normal
Irama Sinus rhythm
Laju QRS 94x/menit
Regularitas Regular

Aksis Normal

Interval PR 0,12 s
Gelombang P 0,04 s
Interval QRS
Kompleks QRS 0,08 s, Gel. Q
patologis V1-V3
ST elevasi -
ST depresi V4-V6, aVL
T inverted V4-V6
PVC -

DIAGNOSIS
a. Diagnosis Kerja

- Acute N-STEMI lateral


- CAD old MCI anterior
- Hipertensi grade I terkontrol dengan obat

b. Diagnosis Banding
- ACS STEMI
- Mialgia Thorax

Tata Laksana
Di IGD (03/02/19) :
Medikamentosa
 Oksigen 4 lpm
 RL 500cc/ 24 jam
 ISDN 5 mg SL  lanjut Isorbid drip 1 mg/jam
 Ranitidin inj 2x50 mg
 CPG tab 150mg  1x75mg
 Aspilet tab 160mg 1x80mg
 Analsik tab 3x1
 Sukralfat syr 4xC1
 rixtra 1x2.5 mg subkutan

Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam


Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad malam
Follow up
Ruangan ICU

04/02/19 05/02/19
S : nyeri dada berkurang, napas pendek S : nyeri dada (-), sesak (-)
O: TSS, CM skala nyeri : 4 O: TSS, CM
TD : 117/90 HR: 75 RR: 22 T: 36 TD : 111/68 HR: 70 RR: 21 T: 36.6
SaO2: 98% SaO2: 98%

Cor: S1S2 reg murmur (-), gallop (-) Cor: S1S2 reg murmur (-), gallop (-)

A: NSTEMI A: NSTEMI
 Oksigen 4 lpm  Oksigen 4 lpm
 RL 500cc/ 24 jam  RL 500cc/ 24 jam
 Isorbid drip 1 mg/jam  ISDN 3x5mg
(habis, stop)  Ranitidin inj 2x50
 Ranitidin inj 2x50 mg mg
 CPG tab 1x75mg  CPG tab 1x75mg
 Aspilet tab1x80mg  Aspilet tab1x80mg
 Analsik tab 3x1  Analsik tab 3x1
 Sukralfat syr 4xC1  Sukralfat syr 4xC1
 rixtra 1x2.5 mg subkutan  rixtra 1x2.5 mg
subkutan

Ruangan Asoka

05/02/19 (16.00) 06/02/19


S : nyeri dada sampai punggung S : nyeri dada hilang timbul
O: TSS, CM ,skala nyeri : 6 O: TSS, CM
TD : 170/100 HR: 98 RR: 24 T: 36 TD : 111/68 HR: 70 RR: 21 T: 36.6
SaO2: 99% SaO2: 98%

Cor: S1S2 reg murmur (-), gallop (-) Cor: S1S2 reg murmur (-), gallop (-)

A: NSTEMI A: NSTEMI
SDN extra 5 mg Oksigen 4 lpm
Oksigen 4 lpm RL 500cc/ 24 jam
RL 500cc/ 24 jam ISDN 3x5mg
ISDN 3x5mg Ranitidin inj 2x50 mg
Ranitidin inj 2x50 mg CPG tab 1x75mg
CPG tab 1x75mg Aspilet tab1x80mg
Aspilet tab1x80mg Analsik tab 3x1
Analsik tab 3x1 Sukralfat syr 4xC1
Sukralfat syr 4xC1 rixtra 1x2.5 mg subkutan
rixtra 1x2.5 mg subkutan

07/02/19 08/02/19
S : nyeri dada (-), sesak (-) S : nyeri dada (-), sesak (-)
O: TSS, CM O: TSS, CM
TD : 111/68 HR: 70 RR: 21 T: 36.6 TD : 111/68 HR: 70 RR: 21 T: 36.6
SaO2: 98% SaO2: 98%

Cor: S1S2 reg murmur (-), gallop (-) Cor: S1S2 reg murmur (-), gallop (-)

A: NSTEMI A: NSTEMI
Oksigen 4 lpm BLPL, obat pulang :
RL 500cc/ 24 jam ISDN 3x5mg
ISDN 3x5mg Ranitidin tab 2x1
Ranitidin inj 2x50 mg CPG tab 1x75mg
CPG tab 1x75mg Aspilet tab1x80mg
Aspilet tab1x80mg Analsik tab 3x1
Analsik tab 3x1 Sukralfat syr 4xC1
Sukralfat syr 4xC1 Rencana PCI dari poli
BAB III

ANALISA KASUS

3.1. ACS NSTEMI

Teori Kasus

Pasien memiliki kebiasaan merokok. batang


rokok yang dihisap 4 bungkus sehari. Os
merokok selama 20 tahun.

Menurut indeks brinkman, jumlah batang


rokok yang dikonsumsi :960 batang 
perokok berat. nikotin membuat kerusakan
endotel  vasokonstriksi, ↓ dimensi arteri 
↑ TD dan HR  ↑ oksigen demand
Riwayat darah tinggi 10 tahun 
↑ tekanan yang akan menyebabkan disfungsi
endotel  menjadi lebih rentan terhadap
penyempitan dan penumpukan plak yang
terkait dengan aterosklerosis

Keluhan pasien dengan iskemia miokard Os mengalami nyeri dada tipikal. Nyeri dada
dapat berupa nyeri dada yang tipikal kiri tiba-tiba seperti ditimpa batu yang berat
(angina tipikal) atau atipikal (angina dan dipukul, menjalar sampai ke punggung
ekuivalen). belakang, terus menerus 3 jam, disertai
dengan sesak napas, berkeringat dingin dan
Keluhan angina tipikal berupa rasa lemas
tertekan/berat daerah retrosternal,
menjalar ke lengan kiri, leher, rahang,
area interskapular, bahu, atau epigastrium.
Keluhan ini dapat berlangsung
intermiten/beberapa menit atau persisten
(>20 menit).

Keluhan angina tipikal sering disertai


keluhan penyerta seperti diaphoresis,
mual/muntah, nyeri abdominal, sesak
napas, dan sinkop.

Diagnosis NSTEMI dan angina pektoris Pada EKG ditemukan


tidak stabil ditegakkan jika terdapat
keluhan angina pektoris akut tanpa elevasi Q patologis pada V1-V3 : old miokard
segmen ST yang persisten di dua sadapan infark pada segmen anterior jantung.
yang bersebelahan. Rekaman EKG saat
presentasi dapat berupa depresi segmen ST depresi di V4-V6 , aVL dan T inverted
ST, inversi gelombang T, gelombang T pada V4-V6 - ischemia akut pada lateral
yang datar, gelombang T pseudo-
normalization, atau bahkan tanpa
perubahan (PERKI)

Definitif SKA adalah dengan gejala dan Berdasarkan anamnesis dan EKG 
tanda: kemungkinan SKA
1. Angina tipikal.
2. EKG dengan gambaran elevasi yang Pada pasien tidak diperiksa biomarker
diagnostik untuk STEMI, depresi ST jantung
atau inversi T yang diagnostik sebagai
keadaan iskemia miokard, atau LBBB
baru/persangkaan baru.
3. Peningkatan marka jantung

Obat-obat yang perlu diberikan dalam 1. Oksigen 4 lpm  supply oksigen


menangani SKA : 2. RL 500cc/ 24 jam  terapi cairan
1. Anti iskemia : 3. ISDN 5 mg SL  lanjut Isorbid drip 1
a. Beta blocker (↓HR fase diastolik mg/jam  vasodilator, relaksasi otot
lebih lama  pengisian ventrikel koroner
baik) 4. Ranitidin inj 2x50 mg
b. Nitrat  vasodilator pembuluh 5. CPG tab 150mg  1x75mg 
darah koroner. Nitrat intravena antiplatelet penghambat reseptor ADP
diindikasikan pada iskemia yang 6. Aspilet tab 160mg 1x80mg 
persisten, gagal jantung, atau antiplatelet
hipertensi dalam 48 jam pertama 7. Analsik tab 3x1  anti nyeri (NSAID)
UAP/NSTEMI.  tidak disarankan pemberian
a. CCB  vasodilator arteri bersamaan dengan aspirin
2. Dual Anti Platelet Therapy (DAPT) : 8. Sukralfat syr 4xC1  lambung protektan
aspirin + penghambat receptor ADP 9. Arixtra 1x2.5 mg subkutan 
3. Anti koagulan : fondaparinuks/ antikoagulan
enoksaparin
4. ACE-Inhibitor : ↓remodelling dan
↓angka kematian penderita pascainfark-
miokard yang disertai gangguan fungsi
sistolik jantung
5. Statin : Tanpa melihat nilai awal
kolesterol LDL dan tanpa
mempertimbangkan modifikasi diet,
inhibitor hCoA reductase (statin) harus
diberikan pada semua penderita
UAP/NSTEMI
TIMI Score : Variabel yang ada pada pasien :
Stratifikasi perdarahan penting untuk Usia > 65 tahun  1
menentukan pilihan penggunaan Deviasi ST >1mm saat tiba 1
antitrombotik. Stratifikasi TIMI telah Skor : 2
divalidasi untuk prediksi kematian 30 hari
dan 1 tahun pada berbagai spektrum SKA Berdasarkan kriteria TIMI, pasien termasuk
termasuk UAP/NSTEMI. ke dalam kategori rendah. Sehingga tidak
memerlukan tindakan invasive segera, hanya
skor 0-2: risiko rendah dibutuhkan tindakan konservatif
skor 3-4: risiko menengah (medikamentosa) dan dapat dilakukan
skor 5-7: risikotinggi kateterisasi bila terjadi serangan berulang
DAFTAR PUSTAKA

1. Kumar, Cotran, Robbins. Buku Ajar Patologi. Volume 2. Edisi


7. Jakarta: EGC, 2012
2. Patrick O et al. 2013 ACCF/AHA Guideline for the Management of
ST-Elevation Myocardial Infarction: Executive Summary: A Report
of the American College of Cardiology Foundation/American Heart
Association Task Force on Practice Guidelines.
3. Irmalita et al. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi
ketiga. Jakarta: PERKI 2015
th
4. Lilly. Patophysiology of Heart Disease, 5 edition, Colaborative
project. US: William & Wilkins 2011
5. Guyton CA, Hall EJ. Buku ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi
11.Jakarta: EGC; 2012
6. Steven J Compton. 2015. Ventricular Tachycadia. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/159075

35

Anda mungkin juga menyukai