Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Banyak faktor-faktor yang dapat memberikan pengaruh ataupun kontribusi yang


cukup signifikan dalam jalannya suatu organisasi. Diantaranya adalah faktor sumber
daya manusia yang merupakan faktor yang harus ada dalam kegiatan kinerja suatu
organisasi. Proses rekrutmen, pengembangan, serta tata cara perlakuan kepada pegawai
menjadi hal yang perlu diperhatikan untuk menjaga kualitas kinerja pegawai ataupun
loyalitas pegawai kepada organisasi. Proses manajemen sumber daya manusia yang baik
dapat memunculkan pegawai-pegawai yang benar-benar berkualitas dalam menjalankan
posisi penting dalam organisasi maupun menjalankan banyak kegiatan yang
berhubungan dengan eksistensi suatu organisasi.

Sebelum melangkah lebih jauh kiranya dapat dipahami dahulu pengertian


daripada manajemen sumber daya manusia itu sendiri. Ketika seorang pemimpin telah
mengetahui pemahaman tentang MSDM, maka diharapkan mampu membuat sebuah
desain manajemen yang kooperatif serta sistematis sehingga mampu meningkatkan
kinerja pegawai dalam menjalankan fungsi-fungsinya masing-masing. Setiap fungsi
akan berjalan dengan baik, apabila seorang atasan mampu menempatkan pegawai pada
posisi yang sesuai dengan kemampuannya. Dengan memahami hal tersebut, maka akan
mempermudah pegawai melakukan pekerjaan dengan baik.

Seorang pimpinan perusahaan tentu juga harus dapat melakukan pengawasan


terhadap motivasi dan kinerja dari karyawannya. Manusia pada dasarnya memiliki titik
jenuh dimana hal ini akan berpangaruh terhadap kinerja karyawan. Oleh karena itu
manager harus dapat memberikan motivasi kepada karyawannya sehingga karyawan
dapat kembali produktif dan memiliki kinerja yang baik. Oleh karena itu kelompok
kami mengambil judul makalah “Motivasi dan Kepuasan Kerja”.

1.2 Rumusan Masalah

1
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah “Apa yang dimaksud dengan motivasi
dan kepuasan kerja ?”

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah pada penelitian ini yaitu membahas tentang motivasi dan
kepuasan kerja.

1.4 Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pentingnya motivasi
dan kepuasan kerja di ruang lingkup perusahaan atau organisasi.

1.5 Manfaat dan Kegunaan

1. Memberikan informasi tentang pentingnya manajemen sumber daya manusia.


2. Memberikan informasi tentang motivasi dan kepuasan kerja dalam manajemen
sumber daya manusia.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian MSDM

Menurut Hasibuan (2000:10) Manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan
seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu
terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. Dari definisi di atas bahwa
penekanan dalam pemahaman MSDM yaitu sebagai sebuah ilmu dan seni mengatur
hubungan dan peranan tenaga kerja. Dalam melakukan kegiatan manajemen sumber
daya tidak hanya bagaimana seseorang pimpinan mengetahui potensi pegawainya,
namun lebih pada bagaimana seorang pemimpin mendesain sebuah formulasi tertentu
dalam mengaplikasikan para sumber daya pegawai yang ada sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki. Desain yang telah dibuat tersebut diharapkan mampu mengkoordinir
keinginan-keinginan para pegawai serta mengkoordinasi antara pegawai dan pimpian
ataupun antar pegawai. Melalui skema desain yang tepat diharapkan mampu
meningkatkan kinerja para pegawai secara efektif dan efisien sehingga mampu
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Kiggundu (1989) dalam Sulistyani dan Rosidah (2003:11) Human resources


management is the development and utilization of personnel for the effective
achievement of individual, organizational, community, national, and international goals
and objectives. (MSDM adalah pengembangan dan pemanfaatan pegawai dalam rangka
tercapainya tujuan dan sasaran individu, organisasi, masyarakat, bangsa dan
internasioanal yang efektif). Definisi tersebut memberikan penekanan pada kata
“development and utilization of personnel for the effective achievement”. Secara garis
besar kalimat tersebut memiliki pemahaman MSDM sebagai sebuah upaya
mengembangkan potensi para pegawai melalui beberapa pelatihan, baik yang sifatnya
umum maupun khusus guna memunculkan pegawai yang benar-benar berkompetensi
dalam bidangnya.

3
Menurut Tulus (1992) dalam Suharyanto dan Hadna (2005:13) Manajemen
sumber daya manusia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan
pengawasan atas pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian,
pemeliharaan dan pemutusan hubungan tenaga kerja dimaksud membantu tujuan
organisasi, individu dan masyarakat. Definisi ini dirasa telah sedikit lebih kompleks jika
dibandingkan dengan pemahaman yang sebelumnya dengan melihat beberapa fungsi
yang telah mulai dijabarkan sebagai bagian penting dari kegiatan manajemen sumber
daya manusia. Dalam menjabarkan pemahaman MSDM yang ditekankan pada empat
fungsi yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan. Selain itu,
dalam definisi di atas dapat dilihat untuk memperjelas ataupun memberikan poin-poin
penting dalam pemahamannya tentang MSDM, yaitu meliputi pengadaan,
pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemutusan
hubungan kerja. Dalam poin-poin penting yang telah dijabarkan tersebut dinilai mampu
melengkapi pemahaman yang digunakan Tulus (1992) dalam mendefinisikan MSDM.
Melalui berbagai kegiatan-kegiatan dalam upaya meningkatkan kemampuan para
pegawai diharapkan mampu bekerja secara efektif serta efisien tersebut guna
mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya baik itu individu, masyarakat,
maupun organisasi.

2.2 Pengertian MSDM menurut para Ahli

Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) menurut


Gomes (2002:3), memberikan pengartian yang berbeda, bahwa MSDM adalah : “Suatu
gerakan pengakuan terhadap pentingnya unsur manusia sebagai sumber daya yang
cukup potensial yang perlu dikembangkan sedemikian rupa sehingga mampu
memberikan kontribusi yang maksimal bagi organisasi dan bagi pengembangan
dirinya”. Manajemen sumber daya manusia menurut Handoko (2001:4) adalah
penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya
manusia untuk mencapai baik tujuan-tujuan individu maupun organisasi.

Manajemen sumber daya manusia menurut Handoko (2000:4) adalah penarikan,


seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya manusia untuk

4
mencapai titik tujuan-tujuan individu maupun organisasi. Pengertian manajemen
sumber daya manusia menurut Hasibuan (2006:10) yakni ilmu dan seni mengatur
hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya
tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.

Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia menurut Hasibuan (2003:10),


adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan
efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat.
Manajemen Sumber Daya Manusia adalah bidang manajemen yang khusus mempelajari
hubungan dan peranan manajemen manusia dalam organisasi perusahaan. Manajemen
sumber daya manusia menurut Hasibuan (2002:10) adalah ilmu dan seni mengatur
hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya
tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat.

Manajemen sumber daya manusia menurut Mangkunegara (2002:2) merupakan


suatu perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, pelaksanaan dan pengawasan
terhadap pengadaan, pengembangan, pemberian balas jasa, pengintegrasian,
pemeliharaan dan pemisahan tenaga kerja dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
Manajemen sumber daya manusia menurut Mangkunegara (2001:2) didefinisikan
sebagai suatu perencanaan pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap
pengadaan, pengembangan, pemberian balas jasa, pengintegrasian, pemeliharaan, dan
pemisahan tenaga kerja dalam rangka mencapai tujuan organisasi.

Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) menurut


Manullang (2004:198) adalah: “Manajemen Sumber Daya Manusia adalah seni dan
ilmu pengadaan, pengembangan dan pemanfaatan SDM sehingga tujuan perusahaan
dapat direalisasikan secara daya guna dan kegairahan kerja dari semua kerja”.
Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) menurut
Marwansyah (2010:3), manajemen sumber daya manusia dapat diartikan sebagai
pendayagunaan sumber daya manusia di dalam organisasi, yang dilakukan melalui
fungsi-fungsi perencanaan sumber daya manusia, rekrutmen dan seleksi, pengembangan

5
sumber daya manusia, perencanaan dan pengembangan karir, pemberian kompensasi
dan kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan kerja, dan hubungan industrial.

Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) menurut Mathis dan


Jackson (2006:3) adalah rancangan sistem-sistem formal dalam sebuah organisasi untuk
memastikan penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan
organisasi. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) menurut
Nawawi (2003:42) mengemukakan bahwa MSDM adalah “Proses mendayagunakan
manusia sebagai tenaga kerja secara manusiawi agar potensi fisik dan psikis yang
dimiliki berfungsi maksimal bagi tercapainya tujuan perusahaan”.
Manajemen sumber daya manusia menurut Rivai (2005:1) merupakan salah satu
bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian,
pelaksana dan pengendalian. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM)
menurut Rivai (2003:1) Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan salah satu
bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan dan pengendalian. Proses ini terdapat dalam fungsi atau bidang produksi,
pemasaran, keuangan, maupun kepegawaian. Karena sumber daya manusia dianggap
semakin penting perannya dalam pencapaian tujuan perusahaan, maka berbagai
pengalaman dan hasil penelitian dalam bidang SDM dikumpulkan secara sistematis
dalam apa yang disebut manajemen sumber daya manusia. Istilah “manajemen”
sempunyai arti sebagai kumpulan pengetahuan tentang bagaimana seharusnya
memanage (mengelola) sumber daya manusia.

Manajemen sumber daya manusia menurut Sofyandi (2009:6) didefinisikan


sebagai suatu strategi dalam menerapkan fungsi-fungsi manajemen yaitu planning,
organizing, leading and controlling, dalam setiap aktifitas atau fungsi operasional
sumber daya manusia mulai dari proses penarikan, seleksi, pelatihan dan
pengembangan, penempatan yang meliputi promosi, demosi dan transfer, penilaian
kinerja, pemberian kompensasi, hubungan industrial, hingga pemutusan hubungan
kerja, yang ditujukan bagi peningkatan kontribusi produktif dari sumber daya manusia
organisasi terhadap pencapaian tujuan organisasi secara lebih efektif dan efisien.
Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) menurut Sutrisno

6
(2009:7) mempunyai definisi sebagai suatu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
dan pengawasan atas pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian,
pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja dengan maksud untuk mencapai tujuan
organisasi perusahaan secara terpadu.

2.3 Tujuan Sumber Daya Manusia

Adapun tujuan manajemen sumber daya manusia menurut Rivai (2004:13):


“Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia adalah meningkatkan kontribusi produktif
orang-orang yang ada dalam perusahaan melalui sejumlah cara yang bertanggung jawab
secara strategis, etis dan sosial”.

Tujuan akhir yang ingin dicapai suatu perusahaan pada dasarnya adalah :

1. Peningkatan efisiensi
2. Peningkatan efektifitas
3. Peningkatan produktivitas
4. Rendahnya tingkat absensi pegawai
5. Rendahnya tingkat perpindahan pegawai
6. Tingginya kualitas pelayanan
7. Rendahnya komplain dari pelanggan
8. Meningkatnya bisnis perusahaan.

Sedangkan tujuan umum manajemen sumber daya manusia menurut Malayu S.P
Hasibuan (2003:250) adalah sebagai berikut :

1. Untuk menentukan kualitas pegawai yang akan mengisi semua jabatan dalam
perusahaan.
2. Untuk menjamin tersedianya tenaga kerja masa kini ataupun masa depan
3. Untuk menjamin tersedianya tenaga kerja masa kini ataupun masa depan.
4. Untuk mempermudah koordinasi sehingga produktivitas kerja meningkat.
5. Untuk menghindari kekurangan atau kelebihan pegawai.

7
2.4 Fungsi Sumber Daya Manusia

Fungsi manajemen Sumber Daya Manusia adalah tugas-tugas yang dilakukan oleh
manajemen Sumber Daya Manusia dalam rangka menunjang tugas manajemen
perusahaan menjalankan roda organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Adapun Fungsi manajemen sumber daya manusia menurut Rivai (2004:13)

1. Fungsi Manajerial
a. Perencanaan (Planning)
b. Pengorganisasian (Organizing)
c. Pengarahan (Directing)
d. Pengendalian (Controlling)
2. Fungsi Operasional
a. Pengadaan tenaga kerja (Procurement)
b. Pengembangan (Development)
c. Kompensasi (Compensation)
d. Pengintegrasian (Integration)
e. Pemeliharaan (Maintenance)
f. Pemberhentian (Separation)
Manajemen Sumber Daya manusia adalah ilmu dan seni dalam mengatur tenaga
kerja dengan memakai fungsi-fungsi manajemen yaitu fungsi manajerial dan fungsi
operasional.

2.5 Motivasi Kerja

Dalam sejarah teori motivasi berkembang di era tahun 1950-an, dimana proes
dan formulasi telah terbentuk ketika itu. Kata motivasi (motivation) kata dasarnya yaitu
motiv (motive) yang berarti dorongan, sebab atau alasan seseorang orang melakukan
sesuatu. Dengan demikian motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadi
sebab seseorang melakukan suatu perbuatan/keinginan, yang berlangsung secara sadar.

8
Untuk mempermudah pemehaman motivasi kerja, di bawah ini dikemukakan
pengertian motiv, motivasi, dan motivasi kerja, menurut para tokoh-tokoh yang di kutip
dari mangku Negara adalah sebagai berikut:

Abraham Sperling (1967) mengatakan, Motivasi didevenisikan sebagai suatu


kecendrungan untuk beraktivitas. Di mulai dari dorongan dalam diri (drive) dan diakhiri
dengan penyusuaian diri. Penyusuaian diri dikatakan untuk memuaskan motiv.

Wiliam J. Stanton (1978) mengatakan bahwa suatu motiv adalah kebutuhan


yang distimulasi yang berorentasi kepada tujuan individu dalam mencapai rasa puas.

Robert A. Baron, et,al. (1980) mengatakan motivasi sebagai energi untuk


membangkitkan dorongan dalam diri (drive arousal)

Berdasarkan pendapat para tokoh-tokoh diatas, dapat disimpulkan bahwa motiv


merupakan suatu dorongan kebutuhan dalam diri menyusuaikan diri terhadap
lingkungannya, sedangkan motivasi adalah kondisi yang menggrakkan pegawai agar
mampu mencapai tujuan dari motivnya.

Rumusan lain tentang motivasi diberikan oleh Stephan P. Robbins dan Mary
Coulter dalam karya mereka yang berjudul management, kata mereka apakah yang
kiranya dimaksud dengan motivasi karyawan?

Kita akan merumuskan sebagai: “kesediaan untuk melaksanakan upaya tinggi


untuk mencapai tujuan-tujuan keorganisasian, yang dikondisikan oleh kemampuan
upaya untuk memenuhi kebutuhan individual tertentu

Motivasi merupakan hasil sejumlah proses yang bersifat internal atau eksternal
bagi seorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap entuisme dan persistensi
dalam hal melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu (Gari Dessler, dkk:50)

Rumusan tersebut menenggapai perbincangan yang berlangsung dalam bidang


riset motivasional, tentang mengapa kiranya seseorang dapat bersikap entusias dan
persisten, dalam hal melaksanakan tugas. Salah satu pandangan mengatakan, bahwa
kebutuhan-kebutuhan yang tidak dapat diobservasi (kebutuhan internal) memotivasi

9
perilaku. Pada saatnya kita akan memperbincangkan berbagai macam teori motivasi yng
berlandaskan kebutuhan.

Siagaan (2010:80) mengemukakan bahwa begitu pantingnya teori motivasi di


terapkan secara tepat sehingga makin banyak ilmuan yang menikuni kegiatan
pengembangan teori tersebut. Berikut adalah beberapa teori yang paling di kenal dewasa
ini.

A. Teori Abraham H. Malow

Salah seorang ilmuan yang dipandang sebagai pelopor teori motivasi adalah
Abraham H. Malow. Hasil-hasil pemekirannya tertuang dalam bukunya berjudul
“Motivation end personality.” Teori motivasi yang di kembangkannya pada tahun 40-an
itu pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau
hierarki kebutuhan, yaitu:

1. Kebutuhan fisiologikal, seperti sandang, pangan dan papan. Apabila kebutuhan


fisiologikal ini belum terpenuhi secukupnya, maka kebutuhan lain tidak akan
memotivasi manusia.
2. Kebutuhan rasa aman (safety needs) kebutuhan akan terbebasnya dari bahaya
fisik rasa takut kehilangan pekerjaan dan materi.
3. Kebutuhan akan sosial (social needs or afilitation) sebagai mahluk social
manusia membutuhkan pergaulan dengan sesamenya dan sebagai bagian dari
kelompok
4. Kebutuhan penghargaan (esteem needs) kebutuhan merasa dirinya di hargai oleh
orang lain.
5. Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs) kebutuhan untuk
mengembangkan diri dan menjadi orang sesuai dengan yang di cita-citakannya.

B. Teori herzberg

Teori yang di kembangkan oeh Herzberg yang dikenal dengan “model dua
faktor” dari moivasi yaitu, faktor motivasional dan faktor higine atau “pemiliharaan’’

10
Menurut teori ini yang di maksud dengan teori motivasional adalah hal-hal
pendorong berperestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dari dalam diri
seseorang sedangkan yang dimaksud dengan faktor higiene atau pemiliharaan adalah
faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar dari sesorang,
misalnya dari organisasi, tetapi turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan
kekaryawannya.

Menurut herzbreg, yang tergolong sebagai faktor motifasional antara lain ialah
pekerjaan sesorang, keberhasilan yang di raih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam
berkarir dan pengakuan orang lain. Sedangkan faktor-faktor hygiene atau pemiliharaan
mencakup antara lain status seseorang dalam organisasi, hubungan seseorang karyawan
dengan atasannya, hubungan sseorang dengan rekan-rekan kerjanya, teknik penyeliaan
yang diterapkan oleh oleh para penyelia, kebijaksanaan organisasi, system administrasi
dalam organisasi, kendisi kerja dan sisitem imbalan yang berlaku.

Salah satu tantangan dalam memehami dan menerapkan teori ini ialah
memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebih berpengaruh kuat dalam
kehidupan kekaryaan seseorang, apakah yang bersifat intrinsik ataukah yang bersifat
eksrintsik.

C. Teori keadilan

Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk
menhilangkan kesenjangan antara usaha yang di buat bagi kepentingan organisasi dan
imbalan yang diterima. Artinya apabila seseorang karyawan mempunyai persepsi bahwa
imbalan yang diterianya tidak memadai, dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu:

a. Seseorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar, atau


b. Mengurangi intensitas usaha yang di buat dalam pelaksanaan tugas yang
menjadi tanggungjawabnya.

Dalam menumbuhkan persepsi tertentu, seseorang karyawan biasanya menggunakan


empat hal sebagai pembanding, yaitu:

11
1. Harapannya tentang jumlah imbalan yang di anggapnya layak di terima
berdasarkan kualifikasi diri pribadi seperti pendidikan, keterampilan, sifat
pekerjaan dan pengelamannya.
2. Imbalan yang di terima oleh orang lain dalam organisasi yang berkualisifaksi
dan sifat pekerjaannya relative sama dengan yang bersangkutan sendiri.
3. Imbalan yang di terima karyawan lain di organisasi lain di kawasan yang sama
serta melakukan kegiatan sejenis.
4. Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan
yang merupakan hak para karyawan. (Prof. Dr. J.Winardi SE Motivasi
Pemotivasian)

D. Teori Harapan

Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul “workand


motivation”mengetengahkan suatu teori yang di sebut sebagai teori harapan, menurut
teori ini, motivasi merupakan akibat dari suatu hasil yang ingin di capai oleh seseorang
dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang
diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan
nampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya
mendapatkannya.

Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa
jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup
besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang
diinginkannya itu tipis, motivasinya pun untuk berupaya akan menjadi rendah.

Di kalangan ilmuan dan praktisi manajemen sumber daya manusia teori harapan
ini mempunyai daya tarik tersendiri karna penekanan tentang pentingnya bagian
kepegawaian membantu para karyawan dalam menentukan hal-hal yang diinginkannya
serta menunjukan cara-cara yang paling tepat untuk mewujudkan keinginannya itu.
Penekanan ini dianggap penting karena pengelaman menunjukan bahwa para karyawan

12
tidak selalu mengetahu secara pasti apa yang diinginkannya, apa lagi cara untuk
memperolehkannya.

2.6 Prinsip-Prinsip Motivasi Kerja

Terdapat beberapa prinsip dalam memotivasi kerja pegawai, yaitu:

a. Prinsip partisipasi

Dalam upaya memotivasi kerja, pegawai perlu diberikan kesempatan ikut


berpartisipasi dalam menentukan tujuan yang akan dicapai oleh pimpinan.

b. Prinsip komunikasi

Pemimpin mengekomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha


pencepaian tugas, dengan informasi yang jelas, pegawai akan lebih
mudahdimotivasi kerjanya.

c. Prinsip mengakui andil bawahan

Pemimpin mengakui bahwa bawahan mempunyai andil di dalam usaha


pencapaian tujuan. Dengan pengekuan tersebut pegawai akan lebih mudah
dimotivasi kerjanya.

d. Prinsip pendelegasian wewenang

Pemimpin yang memberikan otoritas atau wewenang kepada pegawai bawahan


untuk sewaktu-waktu dapat mengambil keputusan terhadap pekerjaan yand
dilakukannya, akan membuat pegawai yang bersangkutan menjadi termotivasi
untuk mencapai tujuan yang di harapkan oleh pemimpin.

e. Prinsip memberi perhatian

Pemimpin memberikan perhatian terhadap apa yang diinginkan pegawai


bawahan, akan memotivasi bekerja apa yang diharapkan oleh pemimpin.

2.7 Teknik Motivasi Kerja Pegawai

Beberapa teknik motivasi kerja pegawai, antara lain sebagai berikut:

13
1. Teknik pemenuhan kebutuhan pegawai

Pemenuhan kebutuhan pegawai merupakan fundamen yang mendasari perilaku kerja.


Kita tidak mungkin dapat memotivasi kerja pegawai tanpa memperhatikan apa yang
dibutuhkannya.

2. Teknik komunikasi persuasif

Teknik komunikasi persuasif merupakan salah satu tehnik memotivasi kerja pegawai
yang dilakukan dengan cara mempengaruhi pegawai secara ekstralogis. teknik ini
dirumuskan “AIDDAS”

A = Attention (perhatian)

I = Intereset (minat)

D = Desire (hasrat)

D = Decision (keputusan)

A = Action (aksi/tindakan)

S = Satisfaction (keputusan)

Penggunaannya, pertama kali pemimpin harus memeberikan perhtian kepada


pegawai tentang pentingnya tujuan daris satu pekerjaan agar timbul minat pegawai
terhadap pelaksanaan kerja, jika telah timbul minatnya maka harus menjadi kuaat untuk
mengambil keputusan dan melakukan tindakan kerja dalam mencapai tujuaan yang
diharapkan oleh pemimpin. Dengan demekiaan, pegawai akan bekerja dengan motivasi
tinggi dan merasa puas terhadap hasil kerjaanya

2.8 Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai


pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja.
Karyawan yang lebih suka menikmati kepuasan kerja dalam pekerjaan akan lebih
mengutamakan pekerjaannya daripada balas jasa walaupun balas jasa itu penting.

14
Tolak ukur tingkat kepuasan yang mutlak tidak ada karena setiap individu
karyawan berbeda kepuasannya. Kepuasan kerja hanya diukur dengan kedisiplinan,
moral kerja dan turnover kecil maka secara relatif kepuasan kerja karyawan baik.

Pengertian Kepuasan Kerja menurut Tiffin (1958) dalam Moch. As’ad (1995 :
104)kepuasan kerja berhubungan erat dengan sikap dari karyawan terhadap
pekerjaannya sendiri, situasi kerja, kerjasama antara pimpinan dengan karyawan.
Sedangkan menurut Blum (1956) dalam Moch. As’ad ( 1995 : 104 ) mengemukakan
bahwa kepuasan kerja merupakan sikap umum yang merupakan hasil dari beberapa
sikap khusus terhadap faktor – faktor pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan sosial
individu diluar kerja.

Menurut Hasibuan (2007) Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang


menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Kepuasan kerja (job statisfaction)
karyawan harus diciptakan sebaik-baiknya supaya moral kerja, dedikasi, kecintaan, dan
kedisiplinan karyawan meningkat. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan,
dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan
kombinasi dalam dan luar pekerjaan. Kepuasan kerja dalam pekerjaan adalah kepuasan
kerja yang dinikmati dalam pekerjaan dengan memperoleh pujian hasil kerja,
penempatan, perlakuan, peralatan, dan suasana lingkungan kerja yang baik. Karyawan
yang lebih suka menikmati kepuasan kerja dalam pekerjaan akan lebih mengutamakan
pekerjaannya daripada balas jasa walaupun balas jasa itu penting.

Robbins and Judge (2009) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai perasaan


positive tentang pekerjaan sebagai hasil evaluasi karakter-karakter pekerjaan tersebut.
Senada dengan itu, Noe, et. all (2006) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai perasaan
yang menyenangkan sebagai hasil dari persepsi bahwa pekerjaannya memenuhi nilai-
nilai pekerjaan yang penting. Selanjutnya Kinicki and Kreitner (2005) mendefinisikan
kepuasan kerja sebagai respon sikap atau emosi terhadap berbagai segi pekerjaan
seseorang. Definisi ini memberi arti bahwa kepuasan kerja bukan suatu konsep tunggal.
Lebih dari itu seseorang dapat secara relative dipuaskan dengan satu aspek
pekerjaannya dan dibuat tidak puas dengan satu atau berbagai aspek. Dalam pandangan
yang hampir sama, Nelson and Quick (2006) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah

15
suatu kondisi emosional yang positif dan menyenangkan sebagai hasil dari penilaian
pekerjan atau pengalaman pekerjaan seseorang.

Dari batasan - batasan mengenai kepuasan kerja tersebut, dapat disimpulkan


secara sederhana bahwa kepuasan kerja adalah perasaan seseorang terhadap
pekerjaannya. Ini berarti bahwa konsepsi kepuasan kerja melihatnya sebagai hasil
interaksi manusia terhadap lingkungan kerjanya. Di samping itu, perasaan seseorang
terhadap pekerjaan tentulah sekaligus merupakan refleksi dari sikapnya terhadap
pekerjaan. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual. Setiap
individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda–beda sesuai dengan sistem
nilai–nilai yang berlaku dalam dirinya. Ini disebabkan karena adanya perbedaan pada
masing–masing individu. Semakin banyak aspek-aspek dalam pekerjaan yang sesuai
dengan keinginan individu, maka akan semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan,
dan sebaliknya.

2.9 Hubungan Kepuasan Kerja dengan MSDM

Jika dilihat dari pengertian kepuasan kerja adalah sikap emosional yang
menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja,
kedisiplinan dan prestasi kerja. Karyawan yang lebih suka menikmati kepuasan kerja
dalam pekerjaan akan lebih mengutamakan pekerjaannya daripada balas jasa walaupun
balas jasa itu penting. Oleh karena itu hubungan kepuasan kerja dengan manajemen
SDM yaitu dengan adanya sikap kepuasan kerja/ tidak puas dengan pekerjaannya maka
manajemen SDM bisa mengatur karyawan yang memang tidak puas dengan
pekerjaannya, apa yang melatar belakangi karyawan tersebut tidak puas dengan
pekerjaannya. Hal tersebut bisa disebabkan karena jenis pekerjaannya tidak disukai atau
lainnya. Sehingga dengan adanya kepuasan kerja ini manajemen SDM bisa mengatur
karyawan sebaik mungkin yang bertujuan untuk produktivitas yang baik dalam
pekerjaannya.

16
2.10 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Menurut Hasibuan (2007) kepuasan kerja karyawan dipengaruhi oleh faktor-


faktor:

1) Balas jasa yang adil dan layak.

2) Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian.

3) Berat ringannya pekerjaan.

4) Suasana dan lingkungan pekerjaan.

5) Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan.

6) Sikap pimpinan dalam kepemimpinannya.

7) Sifat pekerjaan monoton atau tidak.

Kepuasan kerja karyawan banyak dipengaruhi oleh sikap pimpinan dalam


kepemimpinan. Kepemimpinan partisipasi memberikan kepuasan kerja bagi karyawan,
karena karyawan ikut aktif dalam memberikan pendapatnya untuk menentukan
kebijaksanan perusahaan. Kepemimpinan otoriter mengakibatkan ketidakpuasan kerja
karyawan. Kepuasan kerja karyawan merupakan kunci pendorong moral kerja,
kedisiplinan dan prestasi kerja karyawan dalam mendukung terwujudnya tujuan
perusahaan.

Menurut Robbins dan Judge (2009) ada 21 faktor yang berhubungan dengan
kepuasan kerja yaitu otonomi dan kebebasan, karir benefit, kesempatan untuk maju,
kesempatan pengembangan karir, kompensasi/gaji, komunikasi antara karyawan dan
manajemen, kontribusi pekerjaan terhadap sasaran organisasi, perasaan aman di
lingkungan kerja, kefleksibelan untuk menyeimbangkan kehidupan dan persoalan
kerja, keamanan pekerjaan, training spesifik pekerjaan, pengakuan manajemen terhadap
kinerja karyawan, keberartian pekerjaan, jejaring, kesempatan untuk menggunakan

17
kemampuan atau keahlian, komitmen organisasi untuk pengembangan, budaya
perusahaan secara keseluruhan, hubungan sesama karyawan, hubungan dengan atasan
langsung, pekerjaan itu sendiri, keberagaman pekerjaan.

Luthans (2005) menyatakan bahwa ada sejumlah faktor yang mempengaruhi


kepuasan kerja. Hal-hal utama dengan mengingat dimensi-dimensi paling penting yaitu
gaji, pekerjaan itu sendiri, promosi, pengawasan, kelompok kerja dan kondisi kerja (9).
Selanjutnya Nelson and Quick (2006) mengungkapkan bahwa kepuasan kerja
dipengaruhi 5 dimensi spesifik dari pekerjaan yaitu gaji, pekerjaan itu sendiri,
kesempatan promosi, supervisi dan rekan kerja (10).
Byars and Rue (2005) (11), menyatakan bahwa sistem reward organisasi sering
mempunyai dampak signifikan pada tingkat kepuasan kerja karyawan. Disamping
dampak langsung, cara reward extrinsik diberikan dapat mempengaruhi reward
intrinsik (dan kepuasan) dari penerima. Sebagai contoh jika tiap orang menerima
peningkatan gaji 5 persen adalah sulit untuk mendapatkan penyelesaian reward.
Namun demikian jika kenaikan gaji dikaitkan langsung dengan kinerja, seorang
karyawan yang menerima peningkatan gaji yang besar akan lebih mungkin mengalami
perasaan penyelesaian dan kepuasan. Ada lima komponen utama kepuasan kerja yaitu:

1) Sikap terhadap kelompok kerja

2) Kondisi umum pekerjaan

3) Sikap terhadap perusahaan

4) Keuntungan secara ekonomi

5) Sikap terhadap manajemen

Komponen lain mencakup kondisi pikiran karyawan tentang pekerjaan itu


sendiri dan kehidupan secara umum. Sikap seorang karyawan terhadap pekerjaan
mungkin positif atau negative. Kesehatan, usia, tingkat aspirasi, status sosial, kegiatan
sosial dan politik dapat mempengaruhi kepuasan kerja.

Menurut Kreitner dan Kinicki (2005) (12) terdapat lima faktor yang dapat
mempengaruhi timbulnya kepuasan yaitu:

18
1) Need fulfillment (pemenuhan kebutuhan). Model ini mengajukan bahwa
kepuasan ditentukan tingkatan karakteristik pekerjaan yang memungkinkan
kesempatan pada individu untuk memenuhi kebutuhannya.

2) Discrepancies (perbedaan). Model ini menyatakan bahwa kepuasan


merupakan suatu hasil memenuhi harapan. Pemenuhan harapan mencerminkan
perbedaan antara apa yang diharapkan dan yang diperoleh individu dari pekerjaan.
Apabila harapan lebih besar daripada apa yang diterima, orang akan tidak puas.
Sebaliknya diperkirakan individu akan puas apabila mereka menerima manfaat diatas
harapan.

3) Value attainment (pencapaian nilai). Gagasan value attainment adalah


bahwa kepuasan meru-pakan hasil dari persepsi pekerjaan memberikan peme¬nuhan
nilai kerja individual yang penting.

4) Equity (keadilan). Dalam model ini dimaksudkan bahwa kepuasan


meru¬pakan fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan di tempat kerja. Kepuasan
merupakan hasil dari persepsi orang bahwa perbandingan antara hasil kerja dan
inputnya relatif lebih menguntungkan dibandingkan dengan perbandingan antara
keluaran dan masukkan pekerjaan lainnya.

5) Dispositional/genetic components (komponen genetik). Beberapa rekan


kerja atau teman tampak puas terhadap variasi lingkungan kerja, sedangkan lainnya
kelihatan tidak puas. Model ini didasarkan pada keyakinan bahwa kepuasan kerja
sebagian merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. Model menyiratkan
perbedaan indi¬vidu hanya mempunyai arti penting untuk menjelaskan kepuasan kerja
seperti halnya karakteristik lingkungan pekerjaan.

Selain itu, berikut juga faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja:

1. Kesempatan untuk maju. Dalam hal ini ada tidaknya kesempatan untuk
memperoleh pengalaman dan peningkatan kemampuan selama kerja.
2. Keamanan kerja. Faktor ini sering disebut sebagai penunjang kepuasan kerja,
baik bagi karyawan pria maupun wanita. Keadaan yang aman sangat
mempengaruhi perasaan karyawan selama kerja.

19
3. Gaji, Gaji lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan, dan jarang orang
mengekspresikan kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang diperolehnya.
4. Perusahaan dan manajemen, Perusahaan dan manajemen yang baik adalah yang
mampu memberikan situasi dan kondisi kerja yang stabil. Faktor ini yang
menentukan kepuasan kerja karyawan.
5. Supervisi, bagi karyawan supervisor dianggap sebagai figur ayah dan sekaligus
atasannya. Supervisi yang buruk dapat berakibat absensi dan turn over
(menyerah).
6. Faktor intrinsik dari pekerjaan, Atribut yang ada pada pekerjaan mensyaratkan
ketrampilan tertentu. Sukar dan mudahnya serta kebanggaan akan tugas akan
meningkatkan atau mengurangi kepuasan.
7. Kondisi kerja, Termasuk di sini adalah kondisi tempat, ventilasi, penyinaran,
kantin dan tempat parkir.
8. Aspek sosial dalam pekerjaan, Merupakan salah satu sikap yang sulit
digambarkan tetapi dipandang sebagai faktor yang menunjang puas atau tidak
puas dalam kerja.
9. Komunikasi, Komunikasi yang lancar antar karyawan dengan pihak manajemen
banyak dipakai alasan untuk menyukai jabatannya. Dalam hal ini adanya
kesediaan pihak atasan untuk mau mendengar, memahami dan mengakui
pendapat ataupun prestasi karyawannya sangat berperan dalam menimbulkan
rasa puas terhadap kerja.
10. Fasilitas, fasilitas rumah sakit, cuti, dana pensiun, atau perumahan merupakan
standar suatu jabatan dan apabila dapat dipenuhi akan menimbulkan rasa puas.

Berdasarkan indikator yang menimbulkan kepuasan kerja tersebut di atas akan dapat
dipahami sikap individu terhadap pekerjaan yang dilakukan. Karena setiap individu
akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang
berlaku pada dirinya. Ini disebabkan adanya perbedaan persepsi pada masing-masing
individu. Semakin banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan
individu tersebut maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakannya. Oleh
karenanya sumber kepuasan seorang karyawan secara subyektif menentukan bagaimana

20

Anda mungkin juga menyukai