Anda di halaman 1dari 3

#Sirah Nabi-4

ANTARA KERAHASIAAN ORGANISASI DAN


KETERBUKAAN DAKWAH NABI SAW.
Oleh: KH Hafidz Abdurrahman

Para ulama’ berbeda pendapat mengenai kerahasiaan dakwah Nabi saw selama tiga tahun
pertama di Makkah. Ada yang mengatakan, bahwa dakwah itu sendiri, pelaksanaan syiar-syiar
yang dibawa oleh dakwah, dan keorganisasiannya dirahasiakan. Ini pendapat Dr. Said
Ramadhan al-Buthi, al-Mubarakfuri, Munir Ghadhban. Pendapat kedua menyatakan, bahwa
yang dirahasiakan adalah ibadah dan dzikir, bukan dakwahnya. Ini merupakan pendapat Syaikh
Muhammad Abu Zahrah. Pendapat ketiga, merahasiakan organisasi, merahasiakan tempat dan
waktu di mana para anggota organisasi itu berkumpul, meski pada saat yang sama tetap
didorong menyampaikan dakwah yang diemban organisasi ini secara terbuka kepada umat. Ini
pendapat al-‘Allamah Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani.

Berdasarkan beberapa pendapat ulama’ di atas, maka pendapat kedua dan ketiga yang paling
kuat. Karena faktanya, sejak awal kaum Kafir Quraisy sudah tahu, bahwa Nabi Muhammad saw.
telah membawa dan mendakwahkan agama baru. Mereka juga tahu, bahwa banyak orang telah
memeluk agama yang baginda saw. emban. Mereka juga tahu, bahwa Muhammad saw. telah
mengorganisir dan menjaga para sahabatnya. Namun, pada saat yang sama, mereka tidak tahu
siapa saja orang-orang yang telah mengikutinya, dan menjadi anggota organisasinya. Mereka
juga tidak tahu, kapan dan di mana Muhammad saw. dan anggotanya organisasinya
berkumpul?

Karena itu, pada fase ini, atau tiga tahun pertama ini, sebelum Allah turunkan kepada Nabi saw.
Q.s. al-Hijr [15]: 94, “Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang
diperintahkan (kepadamu), dan berpalinglah dari orang-orang yang Musyrik.” Nabi saw. dalam
menyampaikan agamanya dilakukan secara terbuka, sejak Allah titahkan untuk mengemban
urusan dakwah ini. Inilah yang dinyatakan dalam Q.s. al-Mudatstsir [74]: 1-2, “Hari orang yang
berselimut, bangunlah, lalu berilah peringatan!” Menurut Jabir, inilah ayat yang diturunkan
pertama kali dalam konteks kerasulan [Hr. Bukhari].

Dalam kitab Hasyiyatu al-Jamal ‘ala al-Jalalain disebutkan, bahwa lima surat yang turun
pertama kali di Makkah para fase ini, yaitu al-‘Alaq, al-Qalam, al-Muzammil, al-Mudatstsir dan
al-Lahab, membuktikan kesimpulan di atas. Bahwa dakwah Nabi saw. sejak awal sudah terbuka,
dan tidak sembunyi-sembunyi. Karena itu, yang disembunyikan bukan dakwahnya, melainkan
organisasinya, anggota organisasi, tempat dan waktu pertemuannya. Ini diperkuat dengan
fakta, bahwa sejak awal, Nabi saw. dan para sahabat telah berkumpul di rumah al-Arqam bin
Abi al-Arqam, dimana tempat tersebut tidak jauh dari Dar an-Nadhwah, tetapi orang-orang
Kafir Quraisy tidak tahu, kalau di tempat itulah Nabi saw. dan para sahabat berkumpul.
Ini diperkuat dengan riwayat lain, ketika ‘Ali bin Abi Thalib menunjukkan tempat tersebut
kepada orang yang baru masuk Islam, beliau memberi isyarat, dengan membawa gelas berisi
air. Jika beliau menumpahkan gelas yang berisi air tersebut, berarti kondisi tidak aman,
sehingga tidak boleh diteruskan. Dengan kata lain, ada perubahan skenario, atau rencana, dari
rencana A, ke rencana B. Riwayat ini, dan riwayat-riwayat lain, membuktikan bahwa yang
disembunyikan oleh Nabi saw. dan para sahabat bukan ajaran dan dakwahnya, melainkan
organisasinya, termasuk orang-orangnya, tempat dan waktunya.

Mengenai identitas orang-orang tertentu yang diekspose atau tidak, dalam konteks ini
bergantung kepada pribadinya masing-masing. Sebagai contoh, sebelum ‘Umar bin al-Khatthab
masuk Islam, beberap sahabat yang berasal dari kabilahnya sudah lebih dahulu masuk Islam,
tetapi ‘Umar tidak tahu kalau mereka sudah masuk Islam. Sebut saja, Nu’im bin ‘Abdillah an-
Nahham, dari Bani ‘Adi. Bahkan, Sa’id bin Zaid dan Fatimah binti al-Khatthab, adik sepupu dan
adiknya ‘Umar sendiri, Hubab bin al-Art, juga Sa’ad bin Abi Waqqash. Sebaliknya, sebelum
‘Umar bin al-Khatthab masuk Islam, Abu Bakar as-Shiddiq sudah memeluk Islam. Sejak memeluk
Islam, beliau pun tidak pernah menyembunyikan keislamannya. Bahkan, melalui beliaulah
banyak sahabat yang telah berhasil diislamkan.

Ini membuktikan, bahwa masalah identitas keislaman masing-masing anggota organisasi Nabi
saw. pada fase ini bergantung kepada masing-masing. Mengenai perintah Nabi saw. untuk
menampakkan identitas keislamannya, bisa dipahami, bahwa perintah tersebut tidak
berkonotasi mengikat, atau wajib. Tetapi, kembali kepada kekuatan dan daya tahap masing-
masing pribadi mereka. Ketika Nabi saw. tidak mengingkari tindakan sebagian sahabat yang
tidak menyembunyikan identitas keisalamannya juga menjadi dalil, bahwa tindakan ini tidak
dilarang. Di sisi lain, tindakan ini berarti tidak menyalahi strategi dakwah Nabi saw.

Mengenai pelaksanaan ibadah, karena dalam praktiknya ibadah kaum Muslim ini berbeda
dengan kaum Kafir Quraisy, baik yang disembah maupun tata caranya, maka dalam konteks ini
Nabi saw. dan para sahabat tidak mengerjakan ibadah ini secara terbuka dan bisa memancing
perhatian mereka. Karena itu, selain di rumah al-Arqam bin Abi al-Arqam, Nabi saw. dan para
sahabat terkadang mengerjakan shalat di Mina, yang ditutup oleh pegunungan. Selain itu,
mereka juga mengerjakan shalat di lembah-lembah di Makkah.

Adapun kerahasiaan tempat-tempat dan waktu-waktu pertemuan mereka, ini bisa dilihat dari
riwayat ketika Sa’id bin Zaid dan Fatimah binti al-Khatthab yang melakukan kajian di rumahnya,
di bawah bimbingan Hubab bin al-Art. Saat itu, ‘Umar tidak tahu, kalau adiknya sudah memeluk
Islam. Bahkan, rumah adiknya telah digunakan untuk melakukan halqah. Ketika mereka yang
sedang halqah di dalam rumah itu mendengar suara ‘Umar di luar, sedang mengetuk pintu,
mereka pun segera menyembunyikan lembaran mushaf yang mereka baca. Begitu juga dengan
Hubab bin al-Art mereka sembunyikan.

Semuanya ini adalah bukti, bahwa antara kerahasiaan organisasi dan dakwah memang berbeda.
Dakwah sejak awal harus dilakukan secara terbuka, dari aspek ajaran, gagasan, pemikiran,
hukum dan pandangan yang harus disampaikan kepada publik, sedangkan organisasinya,
termasuk anggota, waktu dan tempat perhimpunan mereka tetap dirahasiakan pada fase ini.

Karena itu, tidak ada alasan untuk tidak menyampaikan ajaran, gagasan, pemikiran, pandangan
dan hukum Islam kepada publik, dalam kondisi apapun. Baik pada fase rahasia, maupun
terbuka. Menyampaikan ajaran, gagasan, pemikiran, pandangan dan hukum Islam kepada
publik adalah bagian dari pembinaan umum. Dengannya, publik mengerti, paham dan
memberikan dukungan kepada dakwah yang diemban oleh para pengembannya. Dengannya
pula, proses rekrutmen anggota organisasi bisa dilakukan. Begitulah, Rasulullah saw.
mencontohkan.

Sebaliknya, jika ajaran, gagasan, pemikiran, pandangan dan hukum Islam tidak disampaikan
kepada publik, dengan alasan dakwah masih pada fase rahasia, maka selamanya publik tidak
akan mengetahui, paham dan memberi dukungan kepada dakwah. Akibatnya, bisa dipastikan,
dakwah akan gagal mewujudkan tujuannya. Wallahu a’lam.

Anda mungkin juga menyukai