DM DM DM DM
DM DM DM DM
I. Latar Belakang
yang tak terkontrol dalam jangka waktu lama, berupa mikro dan
gastroparesis, dan produksi granulosit yang inadekuat Oleh karena itu perhatian
utama ahli anestesi harus tertuju pada evaluasi preoperatif dan penanganan
penyakit-penyakit tersebut untuk menjamin kondisi preoperatif yang
optimal.1,4,5,6
untuk asidosis metabolik), nyeri perut yang menyerupai kolik abdomen, mual
lama rawat inap dan penanganan perioperatif pasien diabetes mellitus yang
tergantung pada periode stabilisasi preoperatif. Kontrol gula darah yang lebih
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. T
Umur : 55 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Alamat : Pringsewu
II. ANAMNESIS
Keluhan utama
Keluhan Tambahan
• Os datang ke poli Bedah dengan keluhan terdapat luka pada telapak kaki
kanan sejak 1 bulan smrs. Keluhan di awali dengan kaki tertusuk saat pulag
• + 1 minggu smrs, luka os semakin meluas dan disertai adanya nanah dan
5mg.
Riwayat Kebiasaan
Riwayat Operasi
Riwayat Alergi
Tidak ada
1. Status Present
c. Tanda-tanda Vital :
Tekanan Darah : 160/90 mmHg
Suhu : 36,5 oC
SpO2 : 98%
2. Status Generalisata
a. Kepala
sekret -/-
KGB (-)
kelenjar tiroid.
c. Jantung
Perkusi : Pekak
d. Abdomen
e. Genitalia : DBN
f. Ekstremitas : Akral hangat (+), kaku sendi (-), sianosis (-), edema (-),
ASA II
Debridement
PRE-OPERASI
Persiapan pre-operasi:
Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya perihal rencana anestesi
Puasa 6 jam
Menyiapkan alat-alat
Kriterika LEMON
Look : gigi palsu (+) gigi ompong (+) bentuk rahang DBN
Mallampaty : Class 4
INTRA-OPERASI
Td : 120/80
Spo2 : 98%
HR : 78
RR : 20
Td : 155/84 mmHg
Spo2 : 97%
HR : 79
RR : 20
Diberikan O2 3 liter/menit
Infus RL 500 cc
POST-OPERASI
Memberikan O2 3 liter/menit
Penilaian skor Aldrete ( jika skor ≥ 9 dapat dipindah keruang rawat inap).
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI DIABETES MELLITUS
insulin ditandai dengan peningkatan kadar glukosa dalam plasma.8,9 Saat ini,
terbaru. Kedua badan tersebut menganjurkan penurunan nilai ambang kadar glukosa
mg/dl). Jika kadar glukosa plasma puasa >7,0 mmol/L (126 mg/dl) pada individu
asimtomatik, pemeriksaan harus diulang pada hari yang berbeda dan diagnosis dibuat
jika nilainya tetap di atas batas ini. ADA menetapkan kadar glukosa plasma
diantara 6,1 dan 7,0 mmol/L (110 dan 126 mg/dl) sebagai kadar glukosa
diabetes mellitus dibuat jika kadar glukosa plasma sewaktu >11,1 mmol/L atau 200
mg/dl (darah vena >10,0 mmol/L atau 180 mg/dl). Diabetes mellitus dapat juga
didiagnosis bila kadar glukosa plasma puasa >7,0 mmol/L (126 mg/dl) dan tes
kedua yang serupa atau tes toleransi glukosa oral memberikan hasil pada batas
diabetes.7
Tipe I (kerusakan sel p pankreas) dan tipe II (gangguan sekresi insulin, dan
Mellitus (NIDDM). Tipe I. Jenis ini paling sering terdapat pada anak-anak dan
dewasa muda. Defisiensi insulin terjadi karena produksi yang rendah yang
pemberiannya.
Tipe II. Kelainan ini disebabkan oleh 2 sebab yaitu resistensi insulin dan
defisiensi insilin relatif, muncul pada usia dewasa, pasien tidak cenderung
kadang cukup dengan diet saja, bila perlu dapat diberikan obat anti diabetes
oral dan jarang sekali memerlukan insulin kecuali pada keadaan stres atau
infeksi berat.
PATOFISIOLOGI
dan 225µ. Jumlah semua pulau Langerhans di pankreas diperkirakan antara 100.000
dan 2.500.00. Pulau - pulau Langerhans paling kurang tersusun atas tiga jenis sel
: sel – sel α memproduksi glukagon yang menjadi faktor hiperglikemik, sel – sel δ
Sejumlah besar insulin, normalnya kira-kira 200 unit disimpan dalam pankreas.
merupakan pengatur utama pelepasan insulin. Stimulator lain dari pelepasan insulin
asam lemak bebas dari jaringan lemak dan pelepasan asam amino dari dalam otot.
Hiperglikemia terjadi karena dosis insulin yang normal tidak cukup untuk
yang merangsang hati untuk mengubah asam lemak bebas menjadi benda
keton. Hipotesis terjadinya tipe I dihubungkan dengan infeksi virus yang
antibodi. Infeksi oleh virus dianggap sebagai trigger factor pada mereka yang
dipahami, tapi yang pasti ada hubungannya dengan faktor keturunan. Pada tipe
II terjadi defisiensi insulin relatif, hal ini kadang diperberat oleh resistensi insulin
- Inaktivasi lemak
Diabetes mellitus meningkatkan risiko iskemik miokard, infark
pada pasien non diabetes sebagai hasil dari meningkatnya sekresi hormon
katabolik pada keadaan defisiensi insulin relatif. Defisiensi ini berkembang dari
dan growth hormone dan melibatkan perubahan dari ikatan post-reseptor dari
DIAGNOSIS
Diabetes mellitus dapat diketahui dengan adanya gejala yang timbul sebagai
nefropati).9,10 Diabetes dapat ditegakkan menjadi 3 cara. Dua dari 3 cara ini dapat
waktu terakhir makan. Kadar glnkosa plasma puasa >= 126 mg/dl (7,0
,mmmo/L). Puasa didefinisikan sebagai tidak ada asupan kalori dalam 8 jam
terakhir, atau
Kadar glukosa plasma 2 jam setelah minum 75 gram glukosa oral pada tes
penilaian pada hari yang berbeda. Penilaian yang ketiga (tes toleransi glukosa
Pada pemeriksaan tes toleransi glukosa oral usia juga harus diperhitungkan,
karena respon insulin terhadap rangsangan karbohidrat akan menurun untuk setiap
absolut atau karena resistensi insulin. Kadar gula darah tergantung dari produksi
dan penggunaan gula darah tubuh. Selama pembedahan atau sakit/stres terjadi
tetapi di sana juga terjadi penurunan sekresi insulin. Jadi pembedahan menyebabkan
katabolisme protein. Respon tersebut dipacu tidak hanya oleh nyeri tetapi juga oleh
sekresi, peptida seperti interleukin I dan berbagai hormon termasuk growth hormon
pembedahan dengan cara blokade aferen. dan saraf otonom. Teknik narkotik dosis
anestesia umum mempunyai efek menghambat yang lebih kecil, meskipun dengan
mortalitas dan morbiditas pasca bedah lebih tinggi dibandingkan pasien normal.
Masalah yang dapat muncul adalah infeksi, sepsis dan komplikasi dari
1. Sepsis
2. Neuropati autonomik
Pada tipe I terjadi proses autoimun yang dapat merusak sistem saraf autonom
berkurangnya respon denyut jantung terhadap valsava maneuver (<5 x/mnt) dan
hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah >30 mmHg pada perubahan posisi
tegak berdiri).1,6,7
hipoksia dan retensi urin. Hipotensi dapat terjadi pada 50% pasien diabetes mellitus
dari lamanya mengidap penyakit Pirart mencatat laju sebesar 7% dalam 1 tahun
setelah diagnosis dan sebesar 50% untuk mereka dengan diagnosis yang ditegakkan
bertambahnya umur dan lamanya sakit Ada hubungan antara tes refleks
kardiavaskuler yang memburuk dan kontrol gula darah. Beberapa pasien diabetes
karena respon abnormal terhadap hipoksia, apnoe tidur atau aritmia jantung namun
belum ada penjelasan yang pasti. Pasien dengan neuropati autonomik mengandung
risiko tinggi.1,5,6,7
perubahan pada klirens kreatinin. Dengan kontrol gula yang ketat pada penderita
diabetes dapat melindungi fungsi ginjal. Hipertensi, meskipun tidak pernah tinggi
sekali akan timbul jika glomerular filtration rate (GFR) berkurang. Jika ada
adanya suatu penyakit berupa stenosis arteria renalis yang aterosklerotik. Aktifitas
nefropati diabetik.
mortalitas dan morbiditas pasca bedah penderita, hal tersebut dihubungkan dengan
adanya fungsi leukosit yang terganggu. Penderita dengan kontrol gula yang ketat
dimana kadar gula dipertahankan di bawah 250 mg/dl fungsi leukosit akan
pulih.5,6,7,8
sindrom ini terjadi pada sendi phalanx proksimal jari IV dan V, kemudian meluas ke
persendian lainnya dari jari dan tangan, sendi atlantooksipital leher, dan sendi
besar lainnya.
rekaman anestesi dari 725 pasien yang dilakukan transplantasi ginjal dan atau
ringan sampai sedang dibandingkan 1,0% pada non penderita diabetes. Kekakuan
sendi ini disebabkan karena adanya jaringan kolagen abnormal periartikuler yang
glikosilasi non enzimatik protein. Banyak pasien ini mempunyai tanda "Prayer Sign"
Insidens "stiff joint syndrome" dapat mencapai 30% pada penderita DM tipe I.1,5,6,7,8
PENILAIAN PRABEDAH
ginjal, dan susunan syaraf pusat, tak kalah penting dibandingkan penilaian status
metabolik pasien. Untuk itu diperlukan penilaian laboratorium dasar yang mencakup
gula darah puasa, elektrolit, ureum, kreatinin, dan EKG. Komplikasi kardiovaskuler
(penyakit arteri koroner, gagal ginjal kongestif, hipertensi) hendaknya diatasi dahulu
disfungsi autonomik harus dicari secara rutin pada peralatan pra bedah.1,5,6,7,8,12
darah, maka pemilihan obat anestesi dianggap sama pentingnya dengan stabilisasi
melalui aksinya pada 11β- hydroxylase dan enzim pemecah kolesterol, dan akibatnya
liter pada pasien non diabetes. Pengaruh pada pasien diabetes belum terbukti.4.7
sekresi growth hormone dan akan menyebabkan penurunan respon glikemia pada
pembedahan. Efek-efek ini minimal jika midazolam diberikan pada dosis sedatif,
tetapi dapat bermakna jika obat diberikan secara kontinyu melalui infus intravena
Teknik ini secara efektil menghambat seluruh sistem saraf impatis dan sumbu
pucat yang lebih tinggi. Peniadaan respon hormonal katabolik terhadap pembedahan
akan meniadakan hiperglikemia yang terjadi pada pasien normal dan mungkin
Ether dapat meningkatkan kadar gula darah, menoegah efek insulin untuk
transport glukosa menyeberang membran sel dan secara tak langsung melalui
Menurut Greene penggunaan halotan pada pasien cukup memuaskan karena kurang
terhadap level insulin selama anestesi. Sedangkan enfluran dan isofluran tak nyata
sirkulasi. Meskipun hal W tidak relevan selama anestesia singkat jika propofol
digunakan untuk pemeliharaan atau hanya sebagai obat induksi. Keadaan ini dapat
terlihat pada pasien- pasien yang mendapat propofol untuk sedasi jangka panjang
di ICU. Obat-obat anestesi intra vena yang biasa diberikan mempunyai efek yang
tidak berarti terhadap kadar gula darah, kecuali ketamin yang menunjukkan
Penggunaan anestesi lokal baik yang dilakukan dengan teknik epidural atau
bawah sebagai suatu komplikasi penderita, teknik subarakhnoid atau epidural lebih
memuaskan dan tanpa menimbulkan kcmplikasi. Epidural anestesia lebih efektif
dan blockade regional yang lain, dapat mengatur sekresi hormon katabolik dan
epinefrin dan kortisol yang dijumpai pada pasien non diabetik yang timbul akibat
stres pembedahan dengan anestesia umum dihambat oleh anestesia epidural. Infus
Tidak ada bukti bahwa anestesia regional sendiri, atau kombinasi dengan
yang dilakukan pembedahan dalam hal mortalitas dan komplikasi mayor. Anestesia
regional dapat memberikan risiko yang lebih besar pada pasien diabetes dengan
neuropati autonomik.
Hipotensi yang dalam dapat terjadi dengan akibat gangguan pada pasien
dan gangguan vaskular dapat meningkat dengan penggunaan teknik regsonal pada
pasien diabetes. Abses epidural lebih sering terjadi pada anestesia spinal dan
Kombinasi anestesi lokal dengan epinefrin dapat menyebabkan risiko yang lebih
besar terjadinya cedera sistemik dan atau edema pada penderita diabetes
mellitus.5,6,7
ketoasidosis.
sehingga hanya membutuhkan sedikit perubahan terapi yang sudah ada sebelumnya.
Apakah terapi insulin perlu diberikan pada perioperatif? Untuk bedah yang relatif
kecil, jangan diberikan obat anti diabetes oral kerja pendek pada hari operasi, dan
obat kerja lama 2 hari sebelum pembedahan. Untuk bedah besar, dosis kecil insulin
Pada DM tipe I, idealnya kontrol gula darah yang dapat diterima harus
kronis, dengan kontrol metabolik yang buruk, mungkin perlu dirawat di rumah sakit
selama 2 sampai 3 hari untuk penyesuaian dosis insulin. Untuk bedah minor cukup
dengan pemberian insulin subkutan. Pada pagi hari sebelum pembedahan, pasien
diberikan 1/3 sampai 2/3 dosis insulin normal secara subkutan, bersamaan dengan
pemberian cairan dextrose 5% 100 cc/jam/70 kgBB. Dua pertiga dosis insulin
normal diberikan jika kadar glukosa darah puasa lebih dari 250 mg/dl setengah
dosis insulin normal untuk kadar glukosa antara 120 sampai 250 mg/dl, dan
sepertiga dosis insulin normal untuk kadar glukosa di bawah 120 mg/dl. Pasien
dengan kadar glukosa darah rendah atau normal tetap membutuhkan sejumlah kecil
yang normalnya mendapat 20 unit NPH dan 10 unit regular insulin (RI) tiap pagi dan
kadar gula darahnya 150 mg/dl akan mendapat 15 unit NPH s.c. atau i.m.
diobati dengan RI intravena berdasarkan slicing scale. Satu unit RI yang diberikan
mg/dl. Harus diingat bahwa dosis ini adalah suatu perkiraan dan tidak bisa dipakai
infus secara kontinyu. Keuntungan teknik ini adalah kontrol pemberian insulin akan
lebih tepat dibandingkan dengan pemberian NPH insulin s.c atau i.m. Dan 10
dan insulin (50 unit RI dalam 250 ml NaCl 0,9%) melalui jalur intravena yang
yang seksama. Teknik yang dianjurkan oleh Hins adalah sebagai berikut:
gangguan fungsi ginjal. Infus lain diberikan lewat kanul yang sama sebagai
berikut:
2. Infuskan dengan larutan 0,5-1 µ/jam (5-10 cc/jam dengan pompa infus).
3. Ukur kadar gula darah tiap jam dan sesuaikan dengan kebutuhan insulin.
kali lipat. Hal penting yang harus diingat dalam mengelola kadar gula prabedah
pada pasien diabetes adalah menetapkan sasaran yang jelas kemudian pemantauan
Regimen lain untuk pemberian infus glukosa insulin dan kalium (GIK)
Berikut ini salah satu teknik GIK. Pagi hari diberikan dosis intemiten insulin,
Nad 0,9% sehingga berkonsentrasi 0,2 unit/cc larutan. Sebelum pemberian dextrose -
kalium atau insulin, ukur kadar gula darah kemudian cek gula darah tiap 2-3 jam,
dan berikan dosis insulin sesuai dengan hasil pengukuran di bawah ini:
Infus glukosa dan insulin harus tetap diteruskan sampai kondisi metabolik
pasien stabil dan pasien sudah boleh makan. Infus glukosa dan insulin dihentikan
hanya setelah pemberian subkutan insulin kerja pendek. Setelah pembedahan besar,
infus glukosa dan insulin harus diteruskan sampai pasien dapat makan makanan
padat. Pada pasien- pasien ini, kegunaan dari suntikan subkutan insulin kerja pendek
sebelum makan dan insulin kerja sedang pada waktu tidur dianjurkan selama 24-48
jam pertama setelah infus glukosa dan insulin dihentikan dan sebelum regimen
bangun atau penurunan kesadaran. Harus dipantau kadar gula darah pascabedah.
penderita DM tipe I dan pasien dengan penyakit jantung Infark miokard postoperatif
mungkin tanpa gejala dan mempunyai mortalitas yang tinggi. Jika ada perubahan
status mental, hipotensi yang tak dapat dijelaskan atau disrimia, maka perlu
Keadaan yang jarang tetapi mungkin dijumpai adalah keadaan darurat yaitu
ditunda beberapa jam. Waktu yang sangat terbatas ini digunakan untuk memeriksa,
koreksi defisit cairan dan ketidakseimbangan dektrolit bermakna dapat dicapai dalam
beberapa jam. Penderita harus segera di evaluasi secara lengkap meliputi anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan gula darah, aseton, elektrolit dan analisa gas darah.
Kemudian dilakukan koreksi dehidrasi dengan Nacl 0,9% dengan kecepatan 250 -
1000 cc/jam, apabila kadar gula darah mencapai 250 mg/dl cairan diganti dengan
dengan infus 50 unit dalam 500 cc Nacl dimulai dengan 2-8 unit/jam atau 20 - 80
cc/jam, sebagai patokan mengatur kecepatan dengan rumus kadar gula darah
terakhir dibagi 150 atau 100 bila penderita memakai steroid, overweight atau ada
infeksi. Dilakukan pengukuran kadar gula darah serial tiap 2-3 jam pemantauan yang
penting ialah analisa gas darah dan elektrolit. Tetesan dapat diatur dengan
Anesthesia ang Critical Care, Mosby Year Book Inc, 1993: 663-671.
8. Morgan JR. Clinical Anesthesiology, 2nded, Lange Medical Book, 1996: 636-
655.
Kelen, Stapezynski ed. Emergency Medicine, 5th ed, Me Graw Hill, 1998:
1355.
15. Arauz C, Raskin P. Surgery and Anesthesia in Lebovitz HE ed. Therapy for