Anda di halaman 1dari 60

PENYESUAIAN

DIRI
(ADAPTASI)
Pengantar:
• Orang yang mampu menyesuiakan diri belum tentu bisa dikatakan
sehat secara mental

• Meskipun penyesuaian diri bukan satu-satunya indikator bahwa


seseorang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Pengertian :
• Dipahami sebagai  kemampuan individu untuk menyamakan diri dengan harapan
kelompok
• Atau dikenal sebagai mengatur kembali ritme hidup atau jadwal harian
• Belajar hidup untuk sesuatu yang tidak dapat diubah

ADAPTATION & ADJUSMENT  Makna yang berbeda

ADAPTATION  penyesuaian diri dengan lingkungan (individu yang melakukan


perubahan)
ADJUSMENT  mengubah lingkungan agar menjadi lebih sesuai dengan diri
individu (perubahan yang dilakukan terhadap
lingkungan sehingga tetap sesuai dengan diri individu)
Ciri-ciri penyesuian diri yang baik:
• MEMILIKI PERSEPSI YANG AKURAT TERHADAP REALITA
• KEMAMPUAN UNTUK BERADAPTASI DENGAN TEKANAN ATAU STRES DAN
KECEMASAN
• MEMPUNYAI GAMBARAN DIRI YANG POSITIF TENTANG DIRINYA
• KEMAMPUAN UNTUK MENGEKSPRESIKAN PERASAANNYA
• RELASI INTERPERSONAL YANG BAIK
PENYESUAIAN DIRI YANG BERHASIL:
1. Bilamana dengan sempurna memnuhi kebutuhan tanpa melebihkan yang satu
dan mengurangi yang lain
2. Bilamana tidak mengganggu manusia lain dalam memnuhi kebutuhan yang
sejenisnya
3. Bilamana bertanggung jawab terhadap masyarakat dimana ia berada
CIRI-CIRI ORANG YANG MENGALAMI KEGAGALAN
• Tingkah laku yang aneh atau eksentrik
• Individu tampak mengalami kesulitan atau gangguan atau mengalami kesulitan
dalam penyesuaian diri
• Individu yang bersangkutan mengalami distres subjektif yang sering atau kronis
Gangguan mental : Akibat Gagal Dalam Penyesuaian
Penyesuaian yang tidak baik akan menimbulkan gangguan mental

1.Gangguan mental organik


kegagalan dalam melakukan penyesuaian yang jelas disebabkan oleh luka
pada bagian otak atau mungkin karena tidak berfungsinya substansi-substansi
biokimia yang bekerja pada bagian-bagian tersebut.

2. Gangguan mental fungsional


Kegagalan dalam berlajar atau kegagalan dalam mendaptkan pola-pola yang
memadai. Misalnya : depresi, psikosis, dan lain-lain
Faktor Penyebab Salah Suai:
• Pengaruh orang tua
• Broken Home
• Kasih sayang orang tua
• Lingkungan
• Adanya norma sosial tertentu
• Adanya konflik kebudayaan
• Adanya pertumbuhan
• Adanya persoalan Pribadi
• Adanya kecacatan
Penyesuaian yang Baik
Penyesuaian terjadi setiap waktu dalam diri kita,
namun bukan berarti kita tidak dapat mengontrol
proses penyesuaian yang baik.
Faktor yang mempengaruhi penyesuaian:
 Situasi  situasi yang berbeda menentukan
penyesuaian yang dilakukan, mis. Ibu-ibu pada
keadaan perang terpaksa menjual anak mereka
kepada tentara agar tetap hidup dan tidak mati
kelaparan.
 Nilai pemikiran kita tentang bagaimana
seseorang seharusnya berperilaku sangat
menentukan penyesuaian yang dianggap baik.
Teori Psikologi tentang
Penyesuaian
 Psikodinamika
 Psikodinamika modern
 Behaviorisme kognitif
 Humanis
Psikodinamika
• Freud  kualitas penyesuaian orang dewasa
tergantung pada bagaimana pengaturan
pemuasan naluri pada tiap fase perkembangan.
• Jika terjadi pemanjaan yang berlebihan, sangat
ditekan, atau tidak konsisten penggarapannya,
anak akan mengalami konflik berat, dan hal ini
akan melemahkan ego, menghambat pribadi
dalam mencapai kedewasaan yang sebenarnya.
• Penyesuaian yang baik terjadi bila terdapat
kesesuaian pada masa kanak-kanak antara
pemuasan dan pencegahan dari dorongan yang
datang.
Psikodinamika Modern
• Erikson  penyelesaian konflik pada suatu
tahap perkembangan tidak menentukan adanya
kegagalan pada tahap selanjutnya.
• Penyesuaian diri adalah kapasitas untuk
membentuk hubungan yang hangat dan dapat
dipercaya.
ERIKSON
DESKRIPSI TAHAPAN
• Tahap 1 : basic trust vs basic mistrust (lahir –
1 tahun)
– Basic trust = kepercayaan dasar terhadap orang
lain dan diri sendiri
– Mistrust diperlukan untuk mendeteksi bahaya dan
keadaan yang tidak menyenangkan serta umtuk
membedakan orang yang jujur dan tidak jujur
– Jika mistrust berlebihan : frustrasi, menarik diri,
curiga, kurang percaya diri
DESKRIPSI TAHAPAN
• Tahap 2 : autonomy vs shame and doubt (2
– 3 tahun)
– Secara fisik dan psikologis, anak lebih mandiri
– Terdapat kerawanan baru yaitu : kecemasan
berpisah dari orangtua, kegagalan kontrol anal,
dan hilangnya self-esteem bila mendapat
kegagalan
– Shame and doubt muncul bila basic trust tidak
terbentuk, toilet training terlalu dini/keras, atau
keinginan anak dihambat oleh orangtua
– Anak menjumpai aturan-aturan
DESKRIPSI TAHAPAN
• Tahap 3 : initiative vs guilt (4 – 5 tahun)
– Identifikasi dengan orangtua
– Inisiatif didukung oleh sejumlah kemajuan yang
dicapai anak
– Guilt disebabkan oleh conscience yang berlebihan
DESKRIPSI TAHAPAN
• Tahap 4 : industry vs inferiority (6 – pubertas)
– Keinginan anak untuk masuk dunia pengetahuan
dan pekerjaan
– Pengalaman keberhasilan menghasilkan sense of
industry, perasaan kompeten dan menguasai
– Kegagalan menimbulkan perasaan tidak adekuat
dan inferior
– Merupakan tahap yang “lebih tenang”
DESKRIPSI TAHAPAN
• Tahap 5 : identity and repudiation vs identity
diffusion (remaja)
– Trust, autonomy, initiative, dan industry memberi
sumbangan pada identitas anak
– Tugas dasar remaja adalah mengintegrasikan
bermacam-macam identifikasi yang dibawa dari
masa kanak-kanak hingga memperoleh identitas
yang lebih lengkap
– Identity diffusion muncul karena anak gagal
mengintegrasikan identifikasi
DESKRIPSI TAHAPAN
• Tahap 6 : intimacy and solidarity vs
isolation (dewasa muda)
– Intimasi psikologis dengan orang lain dan diri
sendiri dimungkinkan bila identitas terintegrasi
dengan baik
– Jika usaha untuk intimasi gagal, seseorang akan
mengasingkan diri. Hubungan sosial menjadi
dingin dan hampa
DESKRIPSI TAHAPAN
• Tahap 7 : generativity vs stagnation and self-
absorption (dewasa menengah)
– Generativity =
minat dalam mengembangkan dan membimbing
generasi berikutnya melalui pengasuhan
anak
atau usaha produktif dan kreatif
– Menyediakan mekanisme untuk kelanjutan
masyarakat, dari generasi ke generasi
– Kurangnya generativity diekspresikan dalam
stagnasi, self-absorption, kebosanan, dan kurangnya
pertumbuhan psikologis
DESKRIPSI TAHAPAN
• Tahap 8 : Integrity vs despair (dewasa akhir)
– Integrity =
penerimaan terhadap keterbatasan hidup, perasaan
menjadi bagian dari sejarah yang melibatkan
generasi sebelumnya, perasaan memiliki kearifan
karena usianya, dan integrasi akhir dari semua
tahapan sebelumnya
DESKRIPSI TAHAPAN
• Tahap 8 : Integrity vs despair (dewasa akhir)
– Despair =
penyesalan untuk apa yang sudah atau tidak
dilakukan dalam hidupnya, ketakutan akan
datangnya kematian, dan perasaan muak dengan
diri sendiri
Behaviorisme Kognitif

Penyesuaian yang baik merupakan


kemampuan untuk mengartikan
kejadian-kejadian secara nyata dan
(dengan akal) positif, sehingga hasil
tingkah lakunya akan dapat lebih
menyempurnakan daripada
menghancurkan diri sendiri.
Humanis
 Rogers  prasyarat penting untuk
aktualisasi diri adalah konsep diri
yang luas dan fleksibel, sesuatu yang
dapat mengizinkan kita untuk
menyerap secara menyeluruh
seluruh pengalaman dan
mengekspresikan diri secara penuh.
Semakin banyak pengalaman yang disangkal
oleh seseorang karena tidak konsisten oleh
dgn konsep dirinya

semakin lebar jurang antara diri dan realita

Ketidakmampuan menyesuaikan diri


STRES DAN PENANGANNYA
a. Stres sebagai stimulus

pendekatan ini menitikberatkan kepada


lingkungan

environment S = Stimulus
R = Respon
stres

R
S
stres stres
Strain
PERSON

stres
Contoh :
kejadian pada orang-orang yang memiliki pekerjaan pada tingkat stres
yang tinggi. Orang-orang yang demikian ini akan merasa tegang dan tidak
enak. Kejadian atau lingkungan yg menimbulkan perasaan2 tegang,
disebut stresor.

Kelemahan : tidak memperhatikan perbedaan individual, tingkat toleransi


seseorang dan harapan-harapannya.
b. Stres sebagai respon

Pendekatan ini memfokuskan pada reaksi


seseorang terhadap stresor dan menggambarkan
stres sebagai respon

ENVIRONMENT PERSON
psychological

physiological
STRESOR STRES
AGEN RESPON

behavioral

STIMULUS RESPON
Konsep Stres

Label untuk gejala psikologis yang


mendahului penyakit
A. Penjelasan Fisiologis
 Hans Selye (1953)  efek penyuntikan hormon pada
tikus (terjadi : menderita ulkus, pembengkakan
glandula adrenal dan penyusutan timus)

“Sindrom Stres = sebagai respon thdp semua stimulus yg


mengakibatkan stres”
Respon tubuh terhadap stimulus apapun yang
mengalibatkan stres terjadi dalam 3 tahap
(Selye sindrom adaptasi umum/GAS) :

 Tahap 1  reaksi peringatan (alarm reaction)

Sistem syaraf otonom diaktifkan oleh stres.


Terjadi efek aktivasi sistem saraf autonom dan
mempunyai karakteristik adanya penurunan
resistensi tubuh terhadap stres.
Jika stres terlalu kuat, terjadi luka pada
saluran pencernaan, kelenjar adrenalin
membesar, thimus menjadi lemah.
 Tahap 2  Tahap resisten (resistance) :
Organisme beradaptasi dengan stres melalui
berbagi mekanisme coping yang dimiliki.
Glukokortikoid merangsang konversi lemak dan
protein menjadi glukosa yang menghasilkan
energi untuk mengatasi stres.
Banyak penyakit muncul pada tahap resisten 
penurunan sekresi hormon seksual pria, siklus
menstruasi yang tidak teratur.
 Tahap 3  Tahap kelelahan (exhaution) :
Jika stres yang terjadi terus berlanjut,
kemampuan tubuh menahannya dan untuk
menghindari stres yang lain pada akhirnya akan
gagal. Organisme masuk pada tahap kelelahan
yang amat sangat dan akan mati atau menderita
kerusakan yang tidak dapat diperbaiki.
B. Perspektif Psikologis

Menekankan peran interpretasi dari stresor terhadap


respon stres.
Oleh Lazarus et al (1965)  film “Seharusnya tidak
terjadi”

 Terdapat kelompok kontrol (tidak diberi penjelasan


sama sekali tentang kejadian dalam film, hanya
memperhatikan saja.
 Kelompok intelektualisasi (diminta untuk menganalisis
dengan suut pandang yang objektif, untuk mengetahui
keefektifan alat tersebut
 Kelompok pengingkaran (diberi tahu bahwa film
tersebut diperankan oleh orang yang aktor dan tidak ada
orang yang terluka.
Reaksi Psikologis terhadap Stres
 Kecemasan
Emosi tidak menyenangkan yg ditandai oleh istilah
seperti kuatir, prihatin, dan takut dengan dejarad yg
berbeda2.
 Kemarahan atau agresi
Kemarahan yg dapat menyebabkan agresi (jika upaya
seseorang dihalang)
 Apati dan depresi
Respon dapat kebalikan dari agrasi yaitu menarik diri,
jika kondisi semakin parah apati akan menjadi depresi
 Gangguan kognitif
stresor yang berat dapat membuat seseorang tidak
konsentrasi.
Stres dan Penyakit

 Upaya untk beradaptasi terhadap keberadaan


stresor  rentan terhadap penyakit.

 Stres kronis  gangguan fisik tertentu


(tekanan darah tinggi, ulkus, dan penyakit
jantung)

 Gangguan psikosomatik : gangguan fisik


dimana emosi diduga memiliki peranan yg
penting.’
Stres dan Penyakit
 Asma
kecemasan, marah, depresi, gembira berlebihan
penyebab dominan pd anak
 Hipertensi esensial
tdk ditemukan penyebab fisik pasti; penderita menahan
amarah & tak trkontrol
 Jantung koroner
dominan penderita  kepribadian agresif-kompulsif,
bkerja dlm jgka wktu yg lama
 Migrain
perfeksionis, menekan amarah, mengontrol sgla sst
 Gangguan pada kulit
marah dan cemas yang direpres
Bagaimana Stres
Mempengaruhi Kesehatan
 Jalur langsung
 Jalur interaktif
 Jalur perilaku sehat
 Jalur perilaku sakit
Jalur Langsung

Respon fisiologis yang dialami tubuh saat menghadapi suatu


stresor mungkin memiliki efek negatif dan langsung
pada kesehatan fisik jika respon stres dipertahankan
secara kronis (terus-menerus).
Jalur Alternatif

Tidak semua orang yang terpapar dengan


situasi stres akan menjadi sakit. Dan juga
tidak semua orang dengan sifat
kepribaddian maladaptif misalnya tidak
dapat mengekspresikan rasa marah akan
mengalami panyakit fisik atau psikologis.
Hanya jika situasi stres dan kepribadian
berinterkasi satu sama lain atau dengan
kerentanan biologis yang telah ada
sebelumnya terhadap penyakit, maka
penyakit akan muncul
Jalur perilaku sehat

Ketika orang mengalami stres secara tidak langsung


mempengaruhi dengan menurunkan perilaku kesehatan
positif dan meningkatkan perilaku negatif.
Misalnya : Siswa yang ikut ujian krn stresnya kemudian
telat makan atau malahan tidak makan.
Perilaku sakit

Stressor menimbulkan sejumlah gejala yang tidak


menyenangkan, gelisah, depresi, lelah, gangguan tidur,
gangguan lambung  sebagian orang mengassumsikan
sebagai kondisi sakit  perhatian dari profesional
memperkuat perilaku sakit
Stres sulit didefinisikan  individual

Coping bagaimana orang berupaya mengatasi masalah atau


menangani emosi yang umumnya negatif

1. Coping yang berfokus pada masalah (problem focused coping)


bertindak secara langsung untuk menagtasi masalah.
Contoh : langsung menyusun jadwal belajar untuk
menyelesaikan tugas sehingga mengurangi beban saat semester

2. Coping yang berfokus pada emosi (emotion focused coping)


merujuk pada berbagai upaya untuk mengurangi berbagai reaksi ]
emosional
Contoh : melakukan relaksasi, mengalihkan perhatian
• Strategi coping dikelompokkan menjadi dua yakni
problem focused coping dan emotion focused
coping.
• Problem focused coping (PFC) digunakan individu
secara aktif mencari penyelesaian dari masalah
untuk menghilangkan kondisi atau situasi yang
menimbulkan stress.
• Emotion focused coping (EFC) merupakan suatu
keadaan dimana individu melibatkan usaha-usaha
untuk mengatur emosinya dalam rangka
menyesuaikan diri dengan dampak yang akan
ditimbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang
penuh tekanan (Aldwin dan Reverson, 1987).
1. Problem focused coping dicirikan oleh beberapa
hal yakni ;
• Instrumental action, yaitu tindakan individu
yang ditujukan untuk menyelesaikan masalah
secara langsung.
• Cautiousness, yaitu individu memikirkan dan
mempertimbangkan secara matang beberapa
alternatif pemecahan masalah yang mungkin
dilakukan, bersikap hati-hati sebelum
memutuskan sesuatu, dan mencoba
mengevaluasi strategi yang pernah dilakukan.
• Negotiation yaitu langsung berhadapan dengan
orang lain yang terlibat dalam masalah
tersebut.
2. Sedangkan emotion focused coping terdiri dari beberapa
hal yaitu
• Minimization, yaitu usaha individu yang dengan sadar
menolak untuk tetap berada dalam masalah dan
menganggap seolah-olah masalah tidak ada.
• Escapism, yaitu individu berusaha melarikan diri dan
menghindari masalah yang ada.
• Self blame yaitu strategi dimana individu cenderung
menyalahkan dan menghukum diri serta menyesali yang
sudah terjadi.
• Seeking meaning, yaitu berusaha menemukan arti dari
kegagalan yang dialaminya dan melihat pada segi-segi
yang lebih penting dalam hidupnya.
Manajemen stres
 

Relaksasi dan meditasi


Biofeedback
Inokulasi stres
Dukungan sosial
Kontrol yang dirasakan
Relaksasi

Relaksasi merupakan metode untuk melakukan peregangan


otot sehingga tubuh menjadi tenang atau rileks.
Benson (1975)  respon relaksasi menurunkan tekanan
darah, menghasilkan perubahan dalam konsumsi oksigen
sampai 5 % dan mempengaruhi frefwekensi gelombang
alfa.
Biofeedback
Merupakan prosedur dimana perubahan-perubahan
kecil yang terjadi di dalam tubuh atau otak
dideteksi dan diperjelas oleh perlengkapan
elektronik kompleks. Perubahan ini kemudian
ditunjukkan dalam bentuk visual atau auditori.
Tujuan utamanya:
1. Mengembangkan peningkatan kesadaran akan
keadaan fisiologis internal
2. Membangun kontrol pada keadaan fisiologis ini
3. Mentransfer kontrol dari klinik atau laboratorium
pada kehidupan sehari-hari.
Inokulasi Stres

Meichenbaum (1977) dan Menchenbaum & Cameron (1983)


 ciri-ciri utama pengalaman stres adalah respon
maladaptif terhadap salah pengertian.
Teknik inokulasi stres adalah memulai dengan fase
perencanaan mendidik individu dengan kerangka
konsep untuk memahami masalahnya. Individu dilatih
untuk mengenali masalah dengan cara yang berbeda
Kontrol yang Dirasakan

Individu yang merasa bahwa mereka tidak memiliki kontrol


atas apa yang terjadi pada mereka telah mengalami
stres tingkat tinggi.
Individu perlu merasakan bahwa mereka memiliki
beberapa kontrol terhadap kejadian dalam hidupnya
karena jika tidak seringkali akan diikuti dengan
kecemasan dan stres.
Dukungan Sosial

Dukungan sosial merupakan faktor yang penting dalam


manajemen stres. Tetapi dalam proses ini kadangkala
bisa melemahkan proses manajemen stres jika
dukungan ini tidak disertai dengan coping yang tepat.
Stres sulit didefinisikan  individual

Coping bagaimana orang berupaya


mengatasi masalah atau menangani emosi
yang umumnya negatif
1. Coping yang berfokus pada masalah (problem focused coping)
bertindak secara langsung untuk menagtasi masalah.
Contoh : langsung menyusun jadwal belajar untuk
menyelesaikan tugas sehingga mengurangi beban saat semester

2. Coping yang berfokus pada emosi (emotion focused coping)


merujuk pada berbagai upaya untuk mengurangi berbagai reaksi ]
emosional
Contoh : melakukan relaksasi, mengalihkan perhatian
Teori

Lazarus (1976) menyatakan bahwa


coping merupakan cara yang dilakukan
seseorang dalam menghadapi stress,
atau merupakan usaha yang dilakukan
seseorang untuk mengatasi situasi yang
membahayakan, mengancam atau
menantang ketika kebiasaan atau respon
otomatis tidak tersedia.
Strategi coping dikelompokkan menjadi dua yakni
problem focused coping dan emotion focused
coping.

•Problem focused coping (PFC) digunakan individu


secara aktif mencari penyelesaian dari masalah
untuk menghilangkan kondisi atau situasi yang
menimbulkan stress.
•Emotion focused coping (EFC) merupakan suatu
keadaan dimana individu melibatkan usaha-usaha
untuk mengatur emosinya dalam rangka
menyesuaikan diri dengan dampak yang akan
ditimbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang
penuh tekanan (Aldwin dan Reverson, 1987).
Problem focused coping dicirikan oleh beberapa
hal yakni ;

• Instrumental action, yaitu tindakan individu yang


ditujukan untuk menyelesaikan masalah secara
langsung.
• Cautiousness, yaitu individu memikirkan dan
mempertimbangkan secara matang beberapa
alternatif pemecahan masalah yang mungkin
dilakukan, bersikap hati-hati sebelum
memutuskan sesuatu, dan mencoba
mengevaluasi strategi yang pernah dilakukan.
• Negotiation yaitu langsung berhadapan dengan
orang lain yang terlibat dalam masalah tersebut .
Sedangkan emotion focused coping terdiri dari beberapa hal
yaitu

• Minimization, yaitu usaha individu yang dengan sadar


menolak untuk tetap berada dalam masalah dan
menganggap seolah-olah masalah tidak ada.
• Escapism, yaitu individu berusaha melarikan diri dan
menghindari masalah yang ada.
• Self blame yaitu strategi dimana individu cenderung
menyalahkan dan menghukum diri serta menyesali yang
sudah terjadi.
• Seeking meaning, yaitu berusaha menemukan arti dari
kegagalan yang dialaminya dan melihat pada segi-segi
yang lebih penting dalam hidupnya.
Sumber :

 Atkinson, R.L., Atkinson, R.C., Smith,


E.E., & Bem, D.J. 2000. Pengantar
Psikologi. Batam: Interaksara.
 Davison, G.C., Neale, J.M., & Kring,
A.M. 2006. Psikologi Abnormal.
Penterjemah: Noermalasari Fajar.
Jakarta: Raja Grasindo Persada.
 Niven, N. 2002. Psikologi Kesehatan.
Alih Bahasa: Agung Waluyo. Jakarta ;
EGC.

Anda mungkin juga menyukai