Anda di halaman 1dari 39

REFERAT

FRAUD BPJS

Disusun Oleh:

Fathiyyah Mulyawati Hara, S.Ked H1AP14018


Linggo Liandri, S.Ked H1AP14050
Siti Lingga Oktafiani, S.Ked H1AP15008
Indri Wahyuni, S.Ked H1AP15011
Pem
Jihadatul Kholilah, S.Ked H1AP15040
bim
Nadiaturrofiqoh, S.Ked H1AP15041
bing
Gita Juliani, S,Ked H1AP15051
:
dr. Marlis Tarmizi, Sp.FM

KEPANITERAAN KLINIK FORENSIK


RUMKIT BHAYANGKARA TK. III BENGKULU
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat
dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat ini. Referat ini disusun
untuk memenuhi salah satu komponen penilaian Kepaniteraan Klinik di Bagian
Ilmu Forensik RUMKIT Bhayangkara Tk. III Fakultas Kedokteran Universitas
Bengkulu.

Pada kesempatan ini, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih


kepada:

1. dr. Marlis Tarmizi, Sp.FM sebagai pembimbing yang telah


bersedia meluangkan waktu dan telah memberikan masukan-masukan,
petunjuk, serta bantuan dalam penyusunan referat ini.
2. Kedua orang tua yang senantiasa mendoakan serta memberikan
semangat kepada penulis dalam penyusunan referat ini.
3. Teman – teman yang telah memberikan bantuan baik material
maupun moral kepada penulis dalam menyusun referat ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam referat ini,


maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak. Penulis
sangat berharap agar referat ini dapat bermanfaat bagi semua.

Bengkulu, 07 Septemberi2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................2

DAFTAR ISI............................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................5

1.1 Latar Belakang................................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................7

2.1 Pengertian Sistem Jaminan Sosial dan Badan Penyelenggara Jaminan


Sosial (BPJS)..................................................................................................7

2.2 Peran Pemerintah dalam Pelaksanaan Kesehatan...........................................8

2.3 Landasan Hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)...................9

2.4 Peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)..................................11

2.4.1 Jenis Kepesertaan..............................................................................11

2.4.2 Hak dan Kewajiban Peserta..............................................................14

2.5 Fungsi, Tugas, dan Wewenang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial


(BPJS)...........................................................................................................15

2.5.1 Fungsi................................................................................................15

2.5.2 Tugas.................................................................................................15

2.5.3 Wewenang.........................................................................................16

2.6 Manfaat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)................................16

2.7 Pembiayaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)..........................17

2.8 Pembayaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).........................20

2.9 Definisi Fraud..............................................................................................23

2.10 Jenis-jenis Fraud...........................................................................................23

2.11 Tindakan Kecurangan JKN...........................................................................24

2.12 Angka Kecurangan (Fraud) Sistem JKN.....................................................28

3
2.13 Temuan Kecurangan (Fraud) Sistem JKN di Beberapa Pelayanan
Kesehatan di Indonesia.................................................................................28

2.13.1 Puskesmas.........................................................................................28

2.13.2 Rumah Sakit......................................................................................29

2.14 Landasan Hukum Fraud pada Sistem Jaminan Kesehatan Nasional...........31

BAB III KESIMPULAN........................................................................................36

3.1 Kesimpulan...................................................................................................36

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................37

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsure
kesejahteraan yang sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam Pasal 5 ayat 2 Undang – Undang No. 36
Tahun 2009 Tentang Kesehatan ditegaskan “bahwa setiap orang mempunyai hak
dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau.”
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, serta
kemampuan setiap orang agar bias berperilaku hidup sehat demi tercapainya
derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya. Pembangunan kesehatan pada
dasarnya harus diselenggarakan pada prinsip perlindungan.Pasal 2 Undang–
Undang No. 36 Tahun 2009 menjelaskan bahwa pembangunan kesehatan harus
dapat memberikan perlindungan dan kepastian hokum kepada pemberi dan
penerima pelayanan kesehatan.1 Pada tahun 2005 di Jenewa, untuk mewujudkan
komitmen global mengenai pembangunan kesehatan maka Negara anggota World
Health Organization (WHO) menyetujui sebuah resolusi agar Negara
mengembangkanUniversal Health Coverage (UHC) bagiseluruh penduduk.2
Universal Health Coverage (UHC) merupakan konsep reformasi
pelayanan kesehatan meliputi segenap masyarakat yang ditinjau dari beberapa
aspek yakni aksesibilitas, pelayanan kesehatan yang berkualitas dan
komprehensif, mencakup pelayanan preventif, promotif, kuratif hingga
rehabilitative serta mengurangi keterbatasan financial untuk memperoleh
pelayanan kesehatan bagi setiap penduduk.2 Salah satu strategi demi tercapainya
UHC di Indonesia maka pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan
kesehatan masyarakat melalui sistem jaminan social nasional (SJSN) yang
diwujudkan melalui program Jaminan KesehatanNasional(JKN).3
Dokter sebagai tenaga kerja kesehatan dituntut untuk bekerja secara loyal
dan professional (baik dari segi pengetahuan, keterampilan, perilaku, etika, moral
dan hukum) sehingga tercapai tujuan dari JKN, yaitu melindungi jaminan

5
kesehatan masyarakat. Namun, pada penyelenggaraan program JKN ditemukan
berbagai permasalahan termasuk potensi Kecurangan (Fraud) yang dapat
menimbulkan kerugian bagi dana jaminan social nasional. Menurut Peraturan
Menteri KesehatanRepublik Indonesia Nomor 36 Tahun 2015 Tentang
Pencegahan Kecurangan (Fraud), Fraud ialah tindakan yang dilakukanpeserta,
petugas BPJS Kesehatan, pemberi pelayanan kesehatan, serta penyedia obat dan
alat kesehatan secara sengaja oleh demi memperoleh keuntungan financial dari
program JKN melalui perbuatan curang yang tidak sesuai dengan ketentuan.4
Proyeksi fraud JKN yang tercatatat adalah sebanyak 5 – 10 % atau
sebanyak Rp. 1,8triliun – Rp. 3,6 triliun dari prediksi premi BPJS 2014. Menurut
ICW di tahun 2017, terdapat 26 puskesmas di 14 provinsi yang memiliki potensi
fraud.5 Bentuk-bentuk potensi fraud di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang
dapat terjadi seperti pemanfaatan dana kapitasi yang tidak sesuai, manipulasi
klaim pada pelayanan yang dibayar secara non kapitasi, menerima komisi, dan
sebagainya. Bentuk potensi fraud pada peserta seperti pemalsuan identitas, pasien
memaksa untuk dirujuk, dan sebagainya. Bentuk potensi fraud pada BPJS
Kesehatan seperti mengarahkan peserta atau pasien ke Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama tertentu, memindahkan peserta dari satu Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama ke yang lain tanpa sepengetahuan peserta, dans ebagainya. Potensifraud
yang terjadi menyebabkan program Jaminan Kesehatan Nasional dalam sistem
jaminan social nasional tidak dapat berjalan dengan efektif dan efisien.6,7

1.2. Tujuan
1.2.1. TujuanUmum
Mengetahui dan mampu menjelaskan hal-hal yang berhubungan tentang
kecurangan (Fraud) BPJS.
1.2.2. TujuanKhusus
1. Mengetahui dan mengerti mengenai Sistem Jaminan Sosial Nasional dan
Jaminan Kesehatan Nasional.
2. Mengetahui fungsi, tugas, dan wewenang BPJS serta mampu mengidentifikasi
bentuk potensi fraud pada BPJS Kesehatan.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Sistem Jaminan Sosial dan Badan Penyelenggara Jaminan


Sosial (BPJS)
Jaminan social adalah salah satu bentuk perlindungan social untuk
menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang
layak. Sistem jaminan sosial yang diberlakukan di Indonesia adalah Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang di dalamnya terdapat Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) diselenggarakan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan
sosial yang bersifat wajib atau mandatory. Menurut Undang – Undang Nomor 40
Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) yaitu sebuah jaminan yang berguna untuk menjamin peserta
mendapatkan manfaat pemeliharaan kesehatan serta perlindungan demi
terpenuhinya kebutuhan dasar kesehatan, yang diberikan kepada setiap orang yang
sudah membayar iuran ataupun iurannya dibayarkan oleh pihak Pemerintah.
Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan,
asas manfaat, dan asas keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.3
Pemerintah telah membentuk suatu perusahaan BUMN yang bergerak di
bidang asuransi jaminan kesehatan social bagi seluruh masyarakat, yaitu
Badan Penyelenggara JaminanSosial (BPJS).  BPJS dalam Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS merupakan badan hukum nirlaba yang
dibentuk dengan Undang – Undang untuk menyelenggarakan program jaminan
sosial.8
BPJS dibagi menjadi dua, yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan, berdasarkan Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang
BPJS. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) adalah
badan hukum publik yang bertanggungjawab kepada Presiden dan berfungsi
menyelenggarakan jaminan kesehatan melalui program Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) (UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS pasal 7 ayat (1) dan ayat
(2), pasal 9 ayat (1)). Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
(BPJS Ketenagakerjaan) adalah badan hukum publik yang bertanggungjawab

7
kepada Presiden dan berfungsi menyelenggarakan program jaminan kecelakaan
kerja, jaminan hari tua, jaminan pension dan jaminan kematian (UU No. 24 Tahun
2011 tentang BPJS pasal 7 ayat (1) dan ayat (2), pasal 9 ayat (2)).8

2.2 Peran Pemerintah dalam Pelaksanaan Kesehatan


Perhatian pemerintah terhadap kesehatan dan mutu kesehatan warga
negaranya dapat dilihat dalam UUD 1945 pasal 28 H ayat (1) yang berbunyi
“setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan
mendapatkan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan”. Selain disebutkan dalam UUD 1945, perhatian pemerintah dapat
dilihat pada visi dan misi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang
Kesehatan 2005-2025, yaitu masyarakat diharapkan memiliki kemampuan
menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu dan juga memperoleh jaminan
kesehatan, yaitu masyarakat mendapatkan perlindungan dalam memenuhi
kebutuhan dasar kesehatannya. Pelayanan kesehatan bermutu yang dimaksud
adalah pelayanan kesehatan dalam keadaan darurat dan bencana, pelayanan
kesehatan yang memenuhi kebutuhan masyarakat serta diselenggarakan sesuai
dengan standar dan etika profesi.9
Pemerintah berperan aktif dalam pelaksanaan kesehatan masyarakat
tertulis dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
yang berbunyi “Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan sumber daya di
bidang kesehatan yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat untuk
memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya”.9
Selanjutnya dalam Pasal 20 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 yang berbunyi:
(1) Pemerintah bertanggungjawab atas Pelaksanaan jaminan kesehatan
masyarakat melalui sistem jaminan sosial nasional bagi upaya kesehatan
perorangan.
(2) Pelaksanaan sistem jaminan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

8
Peran pemerintah daerah dalam program SJSN (Sistem Jaminan Sosial
Nasional) sangat diperlukan guna berjalannya program tersebut dengan baik,
peran pemerintah tersebut antara lain:10
1. Pengawasan program SJSN, agar sesuai dengan ketentuan
2. Menyediakan anggaran tambahan untuk iuran, baik untuk penerima
bantuan iuran ataupun masyarakat yang lain
3. Penentu peserta penerima bantuan iuran
4. Penyediaan/pengadaan dan pengelolaan sarana penunjang
5. Mengusulkan pemanfaatan/investasi dana SJSN di daerah terkait
6. Sarana/usul kebijakan penyelenggara SJSN.

Selain 6 (enam) peran di atas, pemerintah daerah juga memiliki peran


penting untuk mendukung program BPJS, yakni:
1. Mendukung proses kepersertaan dalam rangka menuju cakupan semesta
2019 melalui integrasi Jamkesda melalui APBD (Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah) dengan mengikuti skema JKN
2. Mendorong kepesertaan pekerja penerima upah yang ada di wilayahnya
(PNS, Pemda, Pekerja BUMD dan Swasta) dan mendorong kepersertaan
pekerja bukan penerima upah (kelompok masyarakat/individu)
3. Mendorong penyiapan fasilitas kesehatan milik pemerintah dan swasta
serta mendukung ketersedianya tenaga kesehatan terutama dokter umum
dipuskesmas dan spesialis di rumah sakit
4. Mengefektifkan pengelolaan dan pemanfaatan dana kapitasi di fasilitas
kesehatan tingkat pertama milik pemda.

2.3 Landasan Hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)


Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional, bangsa Indonesia telah memiliki sistem Jaminan
Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan tujuan sistem jaminan
sosial nasional dibentuk badan penyelenggara yang berbentuk badan hukum
publik berdasarkan prinsip kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan, kehatihatian,
akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanat, dan hasil

9
pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan
program dan sebesar-besarnya untuk kepentingan Peserta.11
Sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional maka dibentuk Badan penyelenggara Jaminan
Sosial melalui Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial. Dengan Undang-Undang ini dibentuk 2 (dua)
BPJS yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan mulai
beroperasi menyelenggarakan Program Jaminan Kesehatan pada tanggal 1 Januari
2014 dan merupakan transformasi kelembagaan PT Askes (Persero).11
Landasan hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) antara
lain:9
1. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat (1), (2), (3) dan pasal 34
ayat (1),(2),(3)
Pasal 28H
(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal, dan memperoleh pelayanan kesehatan
(2) Setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan
khusus untuk memperoleh persamaan dan keadilan.
(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang
bermartabat

Pasal 34
(1) Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.
(2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat
dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu
sesuai dengan martabat kemanusiaan
(3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan
kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak
2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional yang dijelaskan dalam BAB III pasal 2 dan 3.

10
 Pada pasal 2 UU No 40 tahun 2004 yang berbunyi:
“Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan
asas kemanusiaan, asasmanfaat, dan asas keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.”
 Pasal 3 UU No 40 tahun 2004 yang berbunyi:
“Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk memberikan
jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap
peserta dan/atau anggota keluarganya.”
3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial pada BAB 1 Pasal 4 yang berbunyi:
BPJS menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasionalberdasarkan
prinsip:
a. Kegotong-royongan;
b. Nirlaba;
c. Keterbukaan;
d. Kehati-hatian;
e. Akuntabilitas;
f. Portabilitas;
g. Kepesertaan bersifat wajib;
h. Dana amanat; dan
i. Hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya
untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar
kepentingan Peserta.

2.4 Peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial(BPJS)12,13


Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling
singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran Jaminan
Kesehatan

2.4.1. Jenis Kepesertaan

11
Kepesertaan BPJS Kesehatan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu Peserta
Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan Peserta Bukan Penerima Bantuan Iuran (Non-
PBI).

A. Kepesertaan PBI
Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir
miskin dan orang tidak mampu yang iurannya dibayarkan oleh Pemerintah. Fakir
miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian
dan/atau mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak mempunyai
kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya
dan/atau keluarganya. Sedangkan orang tidak mampu adalah orang yang
mempunyai sumber mata pencaharian, gaji atau upah yang hanya mampu
memenuhi kebutuhan dasar yang layak namun tidak mampu membayar iuran
Jaminan Kesehatan bagi dirinya dan keluarganya.
 Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan harus memenuhi syarat:
a.      Warga negara Indonesia
b.      Memiliki NIK yang terdaftar di Dukcapil
c.      Terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial

Peserta PBI jaminan Kesehatan ditetapkan oleh menteri yang


menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial. Kepesertaan PBI JK
berlaku terhitung sejak didaftarkan oleh Kementerian Kesehatan berdasarkan
Penetapan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang
Sosial kecuali untuk bayi yang dilahirkan dari ibu kandung dari keluarga yang
terdaftar sebagai PBI JK otomatis sebagai peserta.
B. Peserta Bukan Penerima Bantuan Iuran (Non-PBI )
Peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan merupakan peserta yang
tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu yang terdiri atas:

1) Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu:


a. Pejabat Negara
b. Pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
c. Pegawai Negeri Sipil

12
d. Prajurit
e. Anggota Polri
f. Kepala desa dan perangkat desa
g. Pegawai swasta
h. Pekerja/ pegawai yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf
g yang menerima Gaji atau Upah

2) Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu:


a. Pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri
b. Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Gaji
atau Upah

3) Bukan Pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas:


a. Investor
b. Pemberi kerja
c. Penerima pensiun
d. Veteran
e. Perintis kemerdekaan
f. Janda, duda, atau anak yatim dan/atau piatu dari Veteran atau
Perintis Kemerdekaan
g. Bukan pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f
yang mampu membayar iuran.

 Penerima Pensiun sebagaimana yang dimaksud terdiri atas:


a) Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun
b) Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun
c) Prajurit dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun
d) Janda, duda, atau anak yatim dan/ atau piatu dari penerima pensiun
sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c yang
mendapat hak pensiun.
e) Penerima pensiun selain huruf a, huruf b, dan huruf c

13
f) Janda, duda, atau anak yatim dan/atau piatu dari penerima pensiun
sebagaimana yang dimaksud pada huruf e yang mendapat hak
pensiun.

 Anggota keluarga sebagaimana dimaksud meliputi:


a) Istri atau suami yang sah, anak kandung, anak tiri dari perkawinan
yang sah, dan anak angkat yang sah, paling banyak 4 (empat)
orang.
b) Anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah, dan anak angkat
yang sah dari Peserta, dengan kriteria:
1. Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai
penghasilan sendiri
2. Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25
(dua puluh lima) tahun yag masih melanjutkan pendidikan
formal.

 Peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan dapat mengikut sertakan


anggota keluarga yang lain. Anggota keluarga yang lain dapat
meliputi anak ke-4 (empat) dan seterusnya, ayah, ibu, dan mertua.

2.4.2. Hak dan Kewajiban Peserta


1. Hak Peserta
a. Mendapatkan kartu peserta sebagai bukti sah untuk memperoleh
pelayanan kesehatan
b. Memperoleh manfaat dan informasi tentang hak dan kewajiban serta
prosedur pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
c. Mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
d. Menyampaikan keluhan/pengaduan, kritik dan saran secara lisan atau
tertulis ke Kantor BPJS Kesehatan.

2. Kewajiban Peserta

14
a. Mendaftarkan dirinya sebagai peserta serta membayar iuran yang
besarannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku
b. Melaporkan perubahan data peserta, baik karena pernikahan,
perceraian, kematian, kelahiran, pindah alamat atau pindah fasilitas
kesehatan tingkat pertama
c. Menjaga Kartu Peserta agar tidak rusak, hilang atau dimanfaatkan
oleh orang yang tidak berhak
d. Mentaati semua ketentuan dan tata cara pelayanan kesehatan.

2.5 Fungsi, Tugas, dan WewenangBadan Penyelenggara Jaminan Sosial


(BPJS)8
2.5.1. Fungsi
Menurut Undang-undang Repubik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011
Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial BPJS Kesehatan Pasal 9, BPJS
Kesehatan berfungsi sebagai badan yang menyelenggarakan program jaminan
kesehatan. Sedangkan untuk BPJS ketenagakerjaan berfungsi menyelenggarakan
program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan kematian, program jaminan
pensiun, dan jaminan hari tua.

2.5.2. Tugas
Adapun menurut Undang-undang Repubik Indonesia Nomor 24 Tahun
2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial BPJS Kesehatan Pasal 10,
dalam melaksanakan fungsinya BPJS bertugas untuk:
- Melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta;
- Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja;
- Menerima bantuan iuran dari pemerintah;
- Mengelola dana jaminan sosial untuk kepentingan peserta;
- Mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial;
- Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai
dengan ketentuan program jaminan sosial; dan

15
- Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial
kepada peserta dan masyarakat.

2.5.3. Wewenang
Wewenang BPJS berdasarkan Undang-undang Repubik Indonesia Nomor
24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial BPJS Kesehatan
Pasal 11 dalam melaksanakan tugasnya, BPJS berwenang untuk:
- Menagih pembayaran iuran;
- Menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan
jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas,
kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai;
- Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan Peserta dan
Pemberi Kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional;
- Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar
pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang
ditetapkan oleh Pemerintah;
- Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan;
- Mengenakan sanksi administratif kepada Peserta atau Pemberi Kerja yang
tidak memenuhi kewajibannya;
- Melaporkan Pemberi Kerja kepada instansi yang berwenang mengenai
ketidakpatuhannya dalam membayar Iuran atau dalam memenuhi
kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- Melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan
program Jaminan Sosial.

2.6 Manfaat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial(BPJS)10


Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk memberikanj aminan
terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau
anggota keluarganya. Jaminan Kesehatan diselenggarakan dengan tujuan

16
menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan
perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan3.
Berdasarkan pasal 22 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40
tahun 2014 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Manfaat jaminan kesehatan
bersifat pelayanan perseorangan berupa pelayanan kesehatan yang mencakup
pelayanan promotif, reventif, kuratif dan rehabilitatif, termasuk obat dan bahan
medis habis pakai yang diperlukan. Untuk jenis pelayanan yang dapat
menimbulkan penyalahgunaan pelayanan, peserta dikenakan urun biaya3.
Manfaat jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 22
diberikan pada fasilitas kesehatan milik pemerintah atau swasta yang menjalin
kerjasama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Dalam keadaan darurat,
pelayanan sebagaimana dimaksud dapat diberikan pada fasilitas kesehatan yang
tidak menjalin kerjasama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Dalam hal
suatu daerah belum tersedia fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat guna
memenuhi kebutuhan medic sejumlah peserta, Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial wajib memberikan kompensasi. Dalam hal peserta membutuhkan rawat
inap di rumah sakit, maka kelas pelayanan di rumahsakit diberikan berdasarkan
kelas standar3.
Yang dimaksud pelayanan kesehatan dalam pasal 22 meliputi pelayanan
dan penyuluhan kesehatan, imunisasi, pelayanan Keluarga Berencana, rawat jalan,
rawatinap, pelayanan gawat darurat dan tindakan medislainnya, termasuk cuci
darah dan operasi jantung. Pelayanan tersebut diberikan sesuai dengan jenis
pelayanannya dalam rangka menjamin kesinambungan program dan kepuasan
peserta. Luasnya pelayanan kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan peserta yang
dapat berubah dan kemampuan keuangan Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial3.

2.7 Pembiayaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)


BPJS Kesehatan bertanggungjawab atas pengelolaan asset badan (BPJS
Kesehatan) dan asset peserta (DJS Kesehatan) secara terpisah. Dengan kata lain,
aset DJS Kesehatan bukan bagian dari aset BPJS Kesehatan. Pada pasal 41 dalam
UU No.24 Tahun 2011 tentang BPJS8, dijelaskan lebih mandalam tentang

17
perolehan asset BPJS Kesehatan dan DJS Kesehatan itusendiri. Sebagian besar
aset DJS Kesehatan bersumber dari iuran peserta yang kemudian disebut sebagai
asset peserta digunakan untuk mendanai penyelenggaraan manfaat jaminan
kesehatan bagi para peserta aset BPJS Kesehatan sebagian besar berasal dari aset
DJS Kesehatan yang digunakan untuk mendanai operasional BPJS Kesehatan dan
pembangunan kapasitas pelayanan. Menteri keuangan, setiap tahunnya
menetapkan proporsi iuran bagi BPJS Kesehatan yang boleh digunakan untuk
mendanai operasional organisasi14.

Gambar 1. Model Bisnis BPJS Kesehatan3


BPJS kesehatan akan mengembalikan surplus dana pengelolaan badan
kepada DJS Kesehatan yang ditujukan untuk penguatan manfaat program-
program jaminan social. Pada saat pembubaran PT. Askes (Persero), BPJS
Kesehatan mendapatkan pengalihan asset milik organisasi sebelumnya yang
hanya didapatkan satu kali sejak dibentuknya BPJS Kesehatan. Aset yang
dialihkan tersebut dicatat dalam dua akun yaitu, akun aset DJS Kesehatan untuk
pengalihan dana peserta Askes dan akun aset BPJS Kesehatan untuk pengalihan
aset PT. Askes (Persero)14.

18
Program JKN ini didanai dari iuran yang dibayarkan masyarakat kepada
BPJS Kesehatan sebagai lembaga yang bertanggungjawab sebagai pengelola.
Iuran masyarakat ini kemudian disebut sebagai DJS Kesehatan karena iuran yang
diibayarkan masyarakat merupakan dana amanat masyarakat yang nantinya
digunakan untuk membayar biaya manfaat atas pelayanan kesehatan yang
diberikan oleh fasilitas kesehatan serta untuk membiayai operasional program
jaminan sosial3. Bila dilihat dari laporan keuangan DJS Kesehatan dari tahun
2014-2017 mengalami defisit. Atas kondisi ini pemerintah membat kebijakan
untuk memberikan suntikan dana berupa penyetoran modal kepada BPJS
Kesehatan ke DJS Kesehatan dan hal ini diharapkan dapat menekan deficit yang
terjadi pada DJS Kesehatan14.
Pendapatan iuran DJS Kesehatan bersumber dari penerima Bantuan Iuran
(PBI), Bukan Penerima Bantuan Iuran (Non PBI), Pekerja Bukan PenerimaUpah
(PBPU), dan BukanPekerja. Beban Jaminan Kesehatan pada tahun 2014 terdiri
atas rawat jalan tingkat pertama, rawat jalan tingkat lanjutan, pelayanan kesehatan
khusus, Jamkesmen, Jamkestama, pelayanan kesehatan penyakit khusus
katastropik dan promotif dan preventif14.
Menurut Jurnal ASET tahun 2019, pemicu deficit keuangan BPJS
Kesehatan disebabkan oleh penyakit katastropik. Seperti yang diketahui insiden
penyakit kronis masyarakat Indonesia cukup tinggi, penyakit katastropik
memerlukan pelayanan kesehatan yang cukup lama bahkan bias seumur hidup.
BPJS Kesehatan saat ini meng-cover setidaknya delapan penyakit katastropik
antara lain jantung, kanker, stroke, gagal ginjal, thalassemia, haemophilia, sirosis
hepatis dan leukemia. Dari delapan penyakit katastropik tersebut tiga diantaranya
paling memakan biaya BPJS Kesehatan adalah penyakitjantung, kanker dan
stroke. Selain itu, jumlah kasus yang ditangani setiap tahun terus meningkat14.
Dari hasil analisis pendapatan dan beban DJS Kesehatan, kenaikan
pendapatan DJS Kesehatan selalu dibarengi dengan kenaikan beban DJS
Kesehatan yang terus bertambah dari tahun ke tahun14.
Aset BPJS bersumber dari8:

19
a. Modal awal dari pemerintah, yang merupakan kekayaan negara yang
dipidahkan dan tidak terbagi atas saham
b. Hasil pengalihan aset BUMN yang menyelenggarakan program jaminan
social.
c. Hasil pengembangan aset BPJS
d. Dana operasional yang diambil dari Dana Jaminan Sosial; dan/atau
e. Sumber lain yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Aset BPJS dapat dignakan untuk8:
a. Biaya operasional penyelenggaraan program Jaminan social
b. Biaya pengadaan barang dan jasa yang digunakan untuk mendukung
operasional penyelenggaraan Jaminan sosial.
c. Biaya untuk peningkatan kapasitas pelayanan
d. Investasi dalam instrument investasi sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.

2.8 Pembayaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial(BPJS)


Sesuai Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 metode pembayaran
atau iuran dari program ini dibagi menjadi 3 jenis:8
1. Iuran Jaminan Kesehatan bagi penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah
Daerah dibayar oleh Pemerintah Daerah (orang miskin dan tidak mampu).
2. Iuran Jaminan Kesehatan bagi peserta Pekerja Penerima Upah (PNS,
Anggota TNI/POLRI, Pejabat Negara, Pegawai pemerintah non pegawai
negeri dan pegawai swasta) dibayar oleh Pemberi Kerja yang dipotong
langsung dari gaji bulanan yang diterimanya.Anggota keluarga bagi
pekerja penerima upah meliputi:
a. Istri atau suami yang sah dari peserta; dan
b. Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari peserta,
dengan kriteria:
1) Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai
penghasilan sendiri;

20
2) Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25
(dua puluh lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal.
3. Pekerja Bukan Penerima Upah (pekerja di luar hubungan kerja atau
pekerja mandiri) dan Peserta Bukan Pekerja (investor, perusahaan,
penerima pensiun, veteran, perintis kemerdekaan, janda, duda, anak yatim
piatu dari veteran atau perintis kemerdekaan) dibayar oleh peserta yang
bersangkutan.

Pada Tahun 2016 yang lalu terdapat beberapa perubahan kebijakan


pemerintah melalui Perpres No 19 Tahun 2016  terkait Jaminan BPJS Kesehatan,
antara lain sebagai berikut:
1. Besaran kenaikan iuran BPJS Kesehatan untuk kategori PBPU dan PB
adalah sebagai berikut :
a. Iuran BPJS Kelas 1 : Rp. 80.000,- naik Rp. 20.500,- dari tarif iuran
sebelumnya sebesar Rp. 59.500,- Peserta mendapatkan fasilitas
kesehatan rawat inap setara kelas 1 dengan jumlah pasien per kamar
2-4 orang.
b. Iuran BPJS Kelas 2 : Rp. 51.000,- naik Rp. 8.500,- dari tarif iuran
sebelumnya sebesar Rp. 42.500,- Peserta mendapatkan fasilitas
kesehatan rawat inap setara kelas 2 dengan jumlah pasien per kamar
3-5 orang.
c. Iuran BPJS Kelas 3 : Rp. 25.500,- tarif iurannya tetap, tidak berubah
dari tarif iuran sebelumnya. Peserta mendapatkan fasilitas kesehatan
rawat inap setara kelas 3 dengan jumlah pasien per kamar 4-6 orang.
2. Perubahan sistem pembayaran bagi peserta BPJS untuk kategori Pekerja
Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) atau Peserta
Mandiri (Perorangan) dengan sistem Virtual Account (VA)
Batas keterlambatan pembayaran iuran maksimal 1 bulan (batas waktu
pembayaran BPJS terhitung sejak tanggal 10 setiap bulannya), apabila lewat maka
status penjaminan dihentikan sementara waktu, dan denda keterlambatan naik
menjadi 2,5% (sebelumnya 2%). Jumlah tertunggak maksimum 12 bulan atau
paling tinggi maksimal Rp. 30.000.000,-

21
Pembayaran dengan Sistem Kapitasi
Tarif kapitasi adalah besaran pembayaran per-bulan yang dibayar dimuka
oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)
berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan
jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan. Komitmen pelayanan adalah
komitmen FKTP untuk meningkatkan mutu pelayanan melalui pencapaian
indikator pelayanan kesehatan perseorangan yang disepakati.Kapitasi berbasis
pemenuhan komitmen pelayanan adalah penyesuaian besaran tarif kapitasi
berdasarkan hasil penilaian pencapaian indikator pelayanan kesehatan
perseorangan yang disepakati berupa komitmen pelayanan FKTP dalam rangka
peningkatan mutu pelayanan.
BPJS Kesehatan melakukan pembayaran kepada FKTP secara praupaya
berdasarkan kapitasi atas jumlah peserta yang terdaftar di FKTP. Besaran tarif
kapitasi sebagaimana dimaksud yang dibayarkan kepada FKTP pada suatu
wilayah ditentukan berdasarkan kesepakatan BPJS Kesehatan dengan Asosiasi
Fasilitas Kesehatan di wilayah setempat dengan mengacu pada standar tarif
kapitasi yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
Standar tarif kapitasi ditetapkan sebagai berikut:
 Puskesmas atau fasilitas kesehatan yang setara sebesar Rp.3.000,00 (tiga
ribu rupiah) sampai dengan Rp.6.000,00 (enam ribu rupiah);
 Rumah sakit Kelas D Pratama, klinik pratama, praktik dokter, atau fasilitas
kesehatan yang setara sebesar Rp.8.000,00 (delapan ribu rupiah) sampai
dengan Rp.10.000,00 (sepuluh ribu rupiah); dan
 Praktik perorangan dokter gigi sebesar Rp.2.000,00 (dua ribu rupiah).

Pertimbangan kelengkapan sarana dan prasarana meliputi kelengkapan


sarana prasarana FKTP yang diperlukan dalam memberikan pelayanan dan waktu
pelayanan di FKTP.Pertimbangan lingkup pelayanan termasuk pelayanan rawat
jalan tingkat pertama sesuai peraturan perundang-undangan, pelayanan obat dan
pelayanan laboratorium tingkat pratama. Semua fasilitas kesehatan meskipun
tidak menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan wajib melayani pasien dalam

22
keadaan gawat darurat, setelah keadaan gawat daruratnya teratasi dan pasien dapat
dipindahkan, maka fasilitas kesehatan tersebut wajib merujuk ke fasilitas
kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan akan
membayar kepada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerjasama setelah
memberikan pelayanan gawat darurat setara dengan tarif yang berlaku di wilayah
tersebut.

2.9 Definisi Fraud


Fraud merupakan suatu tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk
mendapatkan keuntungan secara finansial dari program jaminan kesehatan dalam
Sistem Jaminan Sosial Nasional melalui perbuatan curang yang tidak sesuai
dengan ketentuan.4,6
Fraud dapat terjadi pada fasilitas kesehatan tingkat pertama ataupun pada
fasilitas kesehatan tingkat lanjut. Kejadian fraud pada fasilitas kesehatan tingkat
pertama dapat berasal dari beberapa pihak, yaitu peserta BPJS kesehatan, BPJS
kesehatan, fasilitas kesehatan tingkat pertama ataupun dari dinas kesehatan.
Kejadian fraud pada fasilitas kesehatan tingkat lanjut dapat berasal dari beberapa
pihak, yaitu peserta, BPJS kesehatan, fasilitas kesehatan tingkat lanjut serta
supplier farmasi dan alkes.4,6

2.10 Jenis-jenis Fraud


The ACFE (Association of Certified Fraud Examiners, 2000) membagi
Fraud (Kecurangan) dalam 3 tipologi berdasarkan perbuatan yaitu:
1. Penyimpangan atas aset (Asset Misappropriation);
Penyimpangan ini meliputi penyalahgunaan/pencurian aset atau harta
perusahaan dan hal ini merupakan bentuk fraud yang paling mudah dideteksi
karena sifatnya yang tangible atau dapat dihitung.
2. Pernyataan palsu atau salah pernyataan (Fraudulent
Statement);
Jenis ini meliputi tindakan yang dilakukan oleh pejabat suatu perusahaan
atau instansi pemerintah untuk menutupi kondisi keuangan yang sebenarnya,
dengan melakukan rekayasa keuanga (financial engineering) dalam penyajian

23
laporan keuangan untuk memperoleh keuntungan. Penggelapan aktiva
perusahaan yang mengakibatkan laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan
prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum serta memunculkan nilai laba
yang atraktif, sehingga dapat dianalogikan dengan istilah window dressing.
Manajemen berkeinginan untuk menampilkan performance yang baik untuk
berbagai kepentingan.
3. Korupsi (Corruption)
Jenis fraud ini paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama
dengan pihak lain seperti suap dan korupsi. Namun di dalam pengkajian yang
lebih mendalam, hal ini terjadi karena adanya kerjasama yang merugikan,
termasuk di dalamnya adalah penyalahgunaan wewenang/konflik kepentingan
(conflict of interest), penyuapan (bribery), penerimaan yang tidak sah (illegal
gratuities), dan pemerasan secara ekonomi (economic extortion).

2.11. Tindakan Kecurangan JKN4


Kecurangan JKN dapat dilakukan oleh:
a. Peserta
b. Petugas BPJS Kesehatan
c. Pemberi pelayanan kesehatan
d. Penyedia obat dan alat kesehatan
1. Tindakan Kecurangan JKN yang dilakukan oleh peserta meliputi:
a. Membuat pernyataan yang tidak benar dalam hal eligibilitas
(memalsukan status kepesertaan) untuk memperoleh pelayanan
kesehatan;
b. Memanfaatkan haknya untuk pelayanan yang tidak perlu
(unneccesary
services) dengan cara memalsukan kondisi kesehatan;
c. Memberikan gratifikasi kepada pemberi pelayanan agar bersedia
memberi pelayanan yang tidak sesuai/tidak ditanggung;

24
d. Memanipulasi penghasilan agar tidak perlu membayar iuran terlalu
besar;
e. Melakukan kerjasama dengan pemberi pelayanan untuk mengajukan
Klaim palsu;
f. Memperoleh obat dan/atau alat kesehatan yang diresepkan untuk
dijual kembali; dan/atau
g. melakukan tindakan Kecurangan JKN lainnya selain huruf a sampai
dengan huruf f
2. Tindakan Kecurangan JKN yang dilakukan oleh petugas BPJS Kesehatan
meliputi
a. Melakukan kerjasama dengan peserta dan/atau fasilitas kesehatan
untuk mengajukan Klaim yang palsu
b. Memanipulasi manfaat yang seharusnya tidak dijamin agar dapat
dijamin
c. Menahan pembayaran ke fasilitas kesehatan/rekanan dengan tujuan
memperolehkeuntungan pribadi
d. Membayarkan dana kapitasi tidak sesuai dengan ketentuan; dan/atau
e. Melakukan tindakan Kecurangan JKN lainnya selain huruf a sampai
dengan huruf d
3. Tindakan Kecurangan JKN yang dilakukan oleh pemberi pelayanan
kesehatan
(1) Tindakan Kecurangan JKN yang dilakukan pemberi pelayanan
kesehatan di FKTP
a. Memanfaatkan dana kapitasi tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
b. Memanipulasi Klaim pada pelayanan yang dibayar secara
nonkapitasi
c. Menerima komisi atas rujukan ke FKRTL
d. Menarik biaya dari peserta yang seharusnya telah dijamin dalam
biaya kapitasi dan/atau nonkapitasi sesuai dengan standar tarif
yang ditetapkan

25
e. Melakukan rujukan pasien yang tidak sesuai dengan tujuan untuk
memperoleh keuntungan tertentu; dan/atau
f. Tindakan Kecurangan JKN lainnya selain huruf a sampai dengan
huruf e.
(2) Tindakan Kecurangan JKN yang dilakukan pemberi pelayanan
kesehatan di FKRTL
a. Penulisan kode diagnosis yang berlebihan/upcoding
Merupakan pengubahan kode diagnosis dan/atau prosedur menjadi
kode yang memiliki tarif yang lebih tinggi dari yang seharusnya.
b. Penjiplakan klaim dari pasien lain/cloning
Klaim yang dibuat dengan cara menyalin dari Klaim pasien lain
yang sudah ada.
c. Klaim palsu/phantom billing
Klaim atas layanan yang tidak pernah diberikan
d. Penggelembungan tagihan obat dan alkes/inflated bills
Klaim atas biaya obat dan/atau alat kesehatan yang lebih besar dari
biaya yang sebenarnya.
e. Pemecahan episode pelayanan/services unbundling or
fragmentation
Klaim atas dua atau lebih diagnosis dan/atau prosedur yang
seharusnya menjadi satu paket pelayanan dalam Episode yang
sama atau menagihkan beberapa prosedur secara terpisah yang
seharusnya dapat ditagihkan bersama dalam bentuk paket
pelayanan, untuk mendapatkan nilai Klaim lebih besar pada satu
Episode perawatan pasien
f. Rujukan semu/selfs-referals
Klaim atas biaya pelayanan akibat rujukan ke dokter yang sama di
fasilitas kesehatan lain kecuali dengan alasan fasilitas.
g. Tagihan berulang/repeat billing
Klaim yang diulang pada kasus yang sama.
h. Tidak melakukan visitasi yang seharusnya/phantom visit

26
Klaim atas kunjungan pasien palsu.
i. Memperpanjang lama perawatan/prolonged length of stay
Klaim atas biaya pelayanan kesehatan yang lebih besar akibat
perubahan lama hari perawatan inap.
j. Memanipulasi kelas perawatan/type of room charge
Klaim atas biaya pelayanan kesehatan yang lebih besar dari biaya
kelas perawatan yang sebenarnya.
k. Membatalkan tindakan yang wajib dilakukan/cancelled services
Klaim atas diagnosis dan/atau tindakan yang tidak jadi
dilaksanakan
l. Melakukan tindakan yang tidak perlu/no medical value
Klaim atas tindakan yang tidak berdasarkan kebutuhan atau
indikasi medis
m. Penyimpangan terhadap standar pelayanan/standard of care
Klaim atas diagnosis dan/atau tindakan yang tidak sesuai dengan
standar pelayanan.
n. Melakukan tindakan pengobatan yang tidak
perlu/unnecessarytreatment
Klaim atas tindakan yang tidak diperlukan.
o. Menambah panjang waktu penggunaan ventilator
Klaim yang lebih besar akibat penambahan lama penggunaan
ventilator yang tidak sesuai dengan kebutuhan.
p. Tidak melakukan prosedur yang seharusnya/phantom procedures
Klaim atas tindakan yang tidak pernah dilakukan.
q. Admisi yang berulang/readmisi
Klaim atas diagnosis dan/atau tindakan dari satu Episode yang
dirawat atau diklaim lebih dari satu kali seolah-olah lebih dari satu
Episode
r. Melakukan rujukan pasien yang tidak sesuai dengan tujuan untuk
memperoleh keuntungan tertentu

27
s. Meminta cost sharing tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
t. Tindakan Kecurangan JKN lainnya selain huruf a sampai dengan
huruf s.
4. Tindakan kecurangan JKN yang dilakukan penyedia obat dan alat kesehatan
meliputi:
a. tidak memenuhi kebutuhan obat dan/atau alat kesehatan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
b. melakukan kerjasama dengan pihak lain mengubah obat dan/atau
alat kesehatan yang tercantum dalam e-catalog dengan harga tidak
sesuai dengan e-catalog dan
c. melakukan tindakan kecurangan JKN lainnya selain huruf a dan
huruf b.

2.12. Angka Kecurangan (Fraud) Sistem JKN15


Sejak diberlakukan program jaminan kesehatan nasional (JKN) pada awal
2014, komisi pemberantrasan korupsi (KPK) telah melakukan kajian terhadap
potensi korupsi dibidang tersebut. KPK mengkaji penyelenggaraan Sistem
Jaminan Kesehatan Nasional. Salah satu temuan pentingnya adalah tingginya
potensi kecurangan. Nilai total dana kelolaan asuransi kesehatan yang dikelola
BPJS Kesehatan pada 2014 sekitar Rp 40 triliun. Hasil kajian KPK mengungkap
potensi dana yang hilang akibat kecurangan bisa mencapai Rp 2 triliun.15
Diseluruh Indonesia, pada tahun 2015 menurut data yang dilansir oleh
KPK menunjukkn bahwa terdeteksi potensi fraud dari 175. 774 klaim Fasilitas
Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut dengaaan nilai Rp. 440 M. ini baru dari
kelompok klinisi, belum dari actor lain seperti staf BPJS kesehatan, pasien dan
supplier alat kesehatan dan obat. Pada Tahun 2017 awal Februari KPK
menerbitkan angka klaim kejadian fraud pada system JKN di fasilitas kessehatan
mencapaii lebih dari satu juta klaim. 15
Tingginya angka kecurangan pada system JKN ini menandakan masih
rendahnya pengawasan dan hukum yang mengatur mengenai system JKN ini.

28
Ketika seseorang melakukan fraud terdapat 3 fator yang mendasari hal tersebut,
pertama adalah tekanan yang merupakan faktor utama yang memotivasi seseorang
melakukan tindakan criminal fraud, kemudian yang kedua ada kesempatan yaitu
situasi yang memungkinkan tindakan criminal dilakukan, terakhir adalah
rasionalisasi atau pembenaran atas tindakan criminal yang dilakukan.
Hal yang dapat dicegah dari luar dari ketiga faktor tersebut adalah
menghilangkan atau mengecilkan kemungkinan untuk melakukan kecurangan.
Oleh karena itu pada tahun 2015 telah diterbutkan peraturan menteri kesehatan no.
36 tahun 2015 tentang pencegahan kecurangan dalam program jaminan kesehatan
nasional (JKN) pada system jaminan sosial nasional (SJSN) sebagai dasar hukum
pengembangan system anti fraud layanan kesehatan di Indonesia.15

2.13. Temuan Kecurangan (Fraud) Sistem JKN di Beberapa Pelayanan


Kesehatan di Indonesia
2.13.1. Puskesmas16
Puskesmas adalah salah satu dari penyedia fasilitas kesehatan tingkat
pertama (FKTP) yang ada di Indonesia. Per februari 2015 menurut catatan dari
KPK terdapat dugaan kecurangan atau fraud pada FKTP dengan nilai mencapai
hampir satu triliun. Proyeksi fraud JKN yang tercatat adalah 5-10 % atau dalam
perhitungan angka mencapai 1,8 triliun sampai 3, 6 triliun menurut prediksi BPJS
tahun 2014. menurut ICW tahun 2017, terdapat 26 puskesmas dari 14 provinsi
yang memiliki potensi fraud penggunaan dana kapitasinya. Puskesmas yang
system pendanaannya bersal dari system kapitasi rentan terhadap potensi fraud
sebagai contoh jumlah kapitasi yang diterima tidak sesuai dengan jumlah kapitasi
yang sebenarnya. kekurangan yang terjadi meliputi pemanfaatan dana kapitasi
yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemanipulasian bukti
pertanggungjawaban dan pencarian dana kapitasi, penatikan biaya peserta yang
seharusnya sudah dijamin dalam biaya kapitasi dan atau non kapitasi sesuai
dengan standar tarif yang telah diteteapkan.

Sedangkan menurut penegak hukum periode 2014-2018 ditemukan 8


kasus korupsi pengelolaan dana kapitasi puskesmas di 8 daerah, yang telah

29
menimbulkan kerugian sebesar Rp, 5,8 miliar. KPK dalam operasi tangkap tangan
atau OTT menemukan kasus pegelolaan dana kapitasi di Jombang, Jawa Timur,
dimana kepala dinas kesehatan mengumpulkan dana kapitasi dari 34 puskesmas,
untuk menyuap bupati Jombang. Dana kapitasi yang terima FKTP dari tahun
ketahun semakin besar. tercatat dari tahun 2014 sebesar 8 triliun dan di tahun
2016 telah meningkat menjadi 13 triliun.

Sumber: Rizka Zafirah et all, 2018. Analisis Pelaksanaan Program Pencegahan


Kecurangan (FRAUD) Jaminan Kesehatan Nasional di Puskesmas Kota
Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat.

2.13.2. Rumah Sakit17,18


Sistem pembayaran INA-CBG digunakan dalam pembayaran pelayanan
kesehatan berdasarkan paket pelayanan tau diagnosis penyakit pada rumah sakit
sebagai fasilitas kesehatan rujukan tingakat lanjut (FKRTL). Nilai pembayaran
dalam dalam system INA-CBG ini belum tentu sama dengan biaya
sesungguhnyayang dikeluarkan oleh rumah sakit dalam merawat pasien,
terkadang lenih tinggi sehingga tindakan kecurangan dalam upaya mendapatkan
keuntungan dapat saja terjadi. BPJS kesehatan cabang Ambon mencatat terjadi
fraud dalam hal kesalahan coding yang berpotensi menimbukan kerugian hingga
Rp. 113.947.900 pada kasus rawat jalan dan pada kasus rawat inap berpotensi
menyebabkan kerugian hingga Rp. 1.537.708.800. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan di RSUD Manggala, Bandar Lampung, didapatkan temuan kecurangan
fraud sebagai berikut :
a. Petugas BPJS
Fraud yang dilakukan oleh petugas BPJS Kesehatan di RSUD Menggala :
1. Tidak memberikan defenisi yang jelas tentang pelayanan satu episode.
2. Tidak memberikan bukti tertulis terhadap suatu penolakan diagnosis
atau jenis pelayanan.

30
Kedua kecurangan diatas dapat mengakibatkan kerugian bagi RSUD
Menggala disebabkan klaim atas pelayanan yang telah dilakukan tidak dapat
dibayarkan.
b. Peserta JKN
Fraud yang dilakukan peserta JKN
1. Membuat pernyataan yang tidak benar dalam hal eligibilitas
(memalsukan status kepesertaan) untuk memperoleh pelayanan
kesehatan.
2. Memanfaatkan haknya untuk pelayanan yang tidak perlu (unnecessary
service) dengan cara memalsukan kondisi kesehatan.
c. RSUD Manggala
Fraud yang dilakukan oleh RSUD Manggala yaitu :
1. Penulisan kode diagnosis yang berlebihan/upcoding untuk mendapatkan
jasa yang lebih tinggi.
2. Pemecahan episode pelayanan/service unbundling or fragmentation.
3. Merubah tanggal perawatan pasen rawat inap.

2.14 Landasan Hukum Fraud pada Sistem Jaminan Kesehatan Nasional

Landasan hukum Permenkes 16 tahun 2019 tentang Pencegahan dan


Penanganan Kecurangan (fraud) serta Pengenaan Sanksi Administrasi Terhadap
Kecurangan (fraud) dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan adalah:19

1. Undang-UndangNomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial


Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456)
2. Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan
Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara
dan Setiap Orang, Selain Pemberi Kerja, Pekerja, dan Penerima Bantuan
Iuran Dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial; (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 238, Tambahan Lembaran
NegaraRepublik Indonesia Nomor 5481)

31
3. Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2015 tentang Kementerian Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 59)
4. Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 165)
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 1508) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2018 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2018 Nomor 945)

Adapun pengertian yang patut diketahui terkait dengan asuransi tersebut


adalah:20
 Asuransi sosial merupakan mekanisme pengumpulan iuran yang bersifat
wajib peserta, guna memberikan perlindungan kepada peserta atas risiko
sosial ekonomi yang menimpa mereka dan atau anggota keluarganya
(UUSJSN NO.40 Tahun 2004).
 Sistem Jaminan Sosial nasional adalaha tata cara penyelenggaraan
program Jaminan Sosial oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Kesehatan dan BPJS ketenagakerjaan.
 Jaminan Sosial adalah bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh
rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.

Dengan demikian, JKN yang dikembangkan di Indonesia merupakan


bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). SJSN ini diselanggarakan
melalui mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib (mandatory)
berdasarkan Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang SJSN. Tujuannya adalah
agar semua penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga
mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak. di
bandingkan dengan asuransi komersial antara lain:20

32
Tabel 2. 1 Perbedaan Asuransi Sosial dan Asuransi Komersial

Asuransi Sosial Asuransi Komersial


Kepesertaan bersifat wajib (untuk Kepesertaan bersifat sukarela
semua penduduk)
Non Profit Profit
Manfaat komprehensif Manfaat sesuai dengan premi yang
dibayarkan

Setelah Sembilan bulan JKN berjalan, tentunya dalam proses implementasi


dilakukan perbaikan dan koreksi guna Program JKN bias diterima oleh penduduk
Indonesia dengan cita rasa kepuasan yang memuaskan sebagai salah satu indicator
mutu layanan yang diselenggrakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) bidang kesehatan. Potensi Fraud (kecurangan) yang mungkin dapat terjadi
sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara. Potensi Fraud bisa terjadi pada
tiga pihak yang berinteraksi dalam pelayanan tekendali dalam program JKN
yakni; Penyelenggara (BPJS), Provider (RS dan klinik/puskesmas), dan peserta
JKN. Adapun landasan hukum yang mengatur tentang pencegahan kecurangan
(fraud) dalam pelaksanaan program jaminan kesehatan pada SJSN yaitu Peraturan
Menteri Kesehatan RI No.36 tahun 2015. Dalam Peraturan Menteri disebutkan: 21
1. Kecurangan (fraud) dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan pada
SJSN yang selanjutnya disebut Kecurangan JKN adalah tindakan yang
dilakukan dengan sengaja oleh peserta, petugas BPJS Kesehatan, pemberi
pelayanan kesehatan, serta penyedia obat dan alat kesehatan untuk
mendapatkan keuntungan finansial dari program jaminan kesehatan dalam
Sistem Jaminan Sosial Nasional melalui perbuatan curang yang tidak sesuai
dengan ketentuan.
2. Klaim jaminan kesehatan yang selanjutnya disebut klaim adalah permintaan
pembayaran biaya pelayana keseharan oleh fasilitas kesehatan kepada BPJS.
3. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang selanjutnya disingkat
BPJS Kesehatan adalah badan hukm yang dibentuk untuk
menyelenggarakan program jaminan kesehatan.

33
4. Fasilitas Kesehatan tingkat pertama yang selanjutnya disingkat FKTP
adalah fasilitas kesehatan yang melakukan pelayanan perorangan yang
bersifat nonspesialistik untuk keperluan observasi, diagnosis, perawatan,
pengobatan, dan /atau pelayanan kesehatan lainnya yang meliputi rawat
jalan tingkat pertama dan rawat inap tingkat pertama.
5. Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan yang selanjutnya disingkat
FKRTL adalah fasilitas kesehatan yang melakukan pelayanan perorangan
yang bersifat spesialistik atau subspesialistik yang meliputi rawat jalan
tingkat lanjutan, rawat inap tingkat lanjutan, dan rawat inap di ruang
perawatan khusus.
6. Episode adalah proses pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien
mulai dari pasien masuk sampai pasien keluar dari fasilitas kesehatan,
termasuk konsultasi dan pemeriksaan dokter, pemeriksaan penunjang
maupun pemeriksaan lainnya.
7. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintah negara Republik
Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan mentri sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
8. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintah Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintah yang
menjadi kewenangan daerah otonom.
9. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di
bidang Kesehatan.

Pengenaan Sanksi Administrasi Terhadap Kecurangan (fraud) dalam


Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan dijelaskan dalam Permenkes 16 tahun
2019 tentang Pencegahan dan Penanganan Kecurangan (fraud) serta Pengenaan
Sanksi Administrasi Terhadap Kecurangan (fraud) dalam Pelaksanaan Program
Jaminan Kesehatan, BAB III tentang Pengenaan Sanksi administrasi Pasal 6
yang berbunyi :19

34
1. Dalam rangka pengawasan, Menteri, Kepala Dinas KesehatanProvinsi,
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat memberikan sanksi
administrative bagi setiap orang atau korporasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 yang melakukan Kecurangan (fraud).
2. Sanksi administrative sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. Teguran lisan;
b. Teguran tertulis; dan/atau
c. Perintah pengembalian kerugian akibat tindakan Kecurangan
(fraud) kepada pihak yang dirugikan.
3. Dalam hal Kecurangan (fraud) dilakukan oleh petugas BPJS Kesehatan,
pemberi pelayanan kesehatan, dan penyedia obat dan alat kesehatan,
sanksi administrative sebagaimana dimaksud padaayat (2) dapat diikuti
dengan sanksi tambahan berupa denda.
4. Sanksi tambahan berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diberikan kepada pihak yang dirugikan.
5. Dalam hal Kecurangan (fraud) dilakukan oleh tenaga kesehatan,
penyelenggara pelayanan kesehatan, dan penyedia obat dan alat kesehatan,
sanksia dministratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diikuti
dengan pencabutan izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
6. Pengenaan sanksi tambahan berupa denda atau pencabutan izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) harus
mempertimbangkan keberlangsungan pelayanan kesehatan kepada Peserta.
7. Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghapus
sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

35
BAB III
KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari referat ini adalah :


1. Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk
menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar
hidupnya yang layak.Jaminansosial yang ada di Indonesia disebut BPJS
dandiaturdalamUndang-Undang Nomor 24 Tahun 2011.
2. Pemerintah berperan aktif dalam pelaksanaan kesehatan masyarakat
tertulis dalam Pasal 16 Undang-UndangNomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan yang berbunyi “Pemerintah bertanggung jawab atas
ketersediaan sumber daya di bidang kesehatan yang adil dan merata
bagi seluruh masyarakat untuk memperoleh derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya” termasuk Peran pemerintah daerah dalam program
SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) sangat diperlukan guna
berjalannya program tersebut dengan baik,
3. Fraud merupakan suatu tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk
mendapatkan keuntungan secara finansial dari program jaminan
kesehatan dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional melalui perbuatan
curang yang tidak sesuai dengan ketentuan.
4. Jenis-jenis Fraud dalam pelaksanaan BPJS, yaitu Penyimpangan atas
aset (Asset Misappropriation), Pernyataan palsu atau salah pernyataan
(Fraudulent Statement), Korupsi (Corruption).
5. Kecurangan JKN dapat dilakukan oleh peserta, petugas BPJS
Kesehatan, pemberi pelayanan kesehatan, penyedia obat dan alat
kesehatan

36
Daftar Pustaka

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Lembaran Negara


RI Tahun 2009, Sekretariat Negara. Jakarta.
2. Hartati, Tatik S. Pencegahan Kecurangan Fraud dalam Pelaksanaan Program
Jaminan Kesehatan pada Sistem Jaminan Sosial Kesehatan (SJSN) Di Rumah
Sakit Umum Daerah Manggala Tulang Bawang. Bandar lampung, Lampung.
FIAT JUSTISIA, FakultasHukumUniversitas Lampung. 2016.
3. Undang-UndangNomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN). Lembaran Negara RI Tahun 2004, Sekretariat Negara.
Jakarta.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2015
Tentang Pencegahan Kecurangan (Fraud) Dalam Pelaksanaan Program
Jaminan Kesehatan Pada Sistem Jaminan Sosial Nasional. Sekretariat Kabinet
RI. Jakarta.
5. Trisnantoro, L. Tindak Kecurangan (Fraud) Merugikan Program JKN
(Negara). Info BPJS Kesehatan: Media Internal Resmi BPJS Kesehatan. 2017.
6. KOMISI VIII DPRD-RI. Pencegahan Fraud dalam Pelaksanaan Jaminan
Kesehatan Nasional. RAKERNAS.2015
7. KOMISI VIII DPRD-RI. Potensi Fraud di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
dan Rujukan Tingkat Lanjut (FKTP&FKTL). RAKERNAS. 2015
8. Undang-Undang No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial. Diakses dari https://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/arsip pada
tanggal 4 September 2020.
9. Widada T. Pramusinto A. Lazuardi L. Peran Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) Kesehatan dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Masyarakat.
Jurnal ketahanan. 2017;23(2):200
10. Sulastomo, Sistem Jaminan Sosial Nasional Sebuah Introduksi, Rajawali Pers,
Jakarta. 2007. Hal. 32-33
11. BPJS Kesehatan. Pedoman Umum Tata Kelola Yang Baik (Good Governance)
BPJS Kesehatan. Jakarta, 2014.

37
12. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2018 tentang
Jaminan Kesehatan. Diakses dari https://bpjs-
kesehatan.go.id/bpjs//unduh/index/1064 pada tanggal 4 September 2020.
13. Panduan Praktis tentang Kepesertaan dan Pelayanan Kesehatan yang
Diselenggarkan oleh BPJS Kesehatan Berdasarkan Regulasi yang sudah terbit.
2014. Diakses dari https://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/arsip/view/68 pada
tanggal 4 September 2020.
14. Firdaus, KK dan Wondabio LS. 2019. Analisis Iuran dan Beban Kesehatan
dalam Rangka Evaluasi Program Jaminan Kesehatan. Jakarta. Jurnal Aset
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia.
15. Djasri Hanevi et all 2016. Korupsi dalam Pelayanan Kesehatan di Era Jaminan
Kesehatan Nasional: Kajian Besarnya Potensi dan Sistem Pengendalian.
16. Rizka Zafirah et all, 2018. Analisis Pelaksanaan Program Pencegahan
Kecurangan (FRAUD) Jaminan Kesehatan Nasional di Puskesmas Kota
Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat.
17. Abdullah, Achmad Saleh. 2019. Analisis Faktor Penyebab Kejadian Fraud
Yang diakibatkan Oleh UPCODING Biaya Pelayanan Kesehatan Kepada
BPJS Kesehatan Ambon. Universitas Muslim Indonesia
18. Hartati, Tatik Sri. 2016. Pencegahan Kecurangan (Fraud) dalam Pelaksanaan
Program Jaminan Kesehatan pada Sistem Jaminan Sosial Kesehatan (SJSN) di
Rumah Skit Umum Daerah Menggala Tulang Bawang. Fiat Justisia Jurnal
Ilmu Hukum.
19. Menteri KesehatanRepublik Indonesia. 2019. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik IndonesiaNomor 16 Tahun 2019 tentang Pencegahan dan
Penanganan Kecurangan (fraud) serta Pengenaan Sanksi Administrasi
Terhadap Kecurangan (fraud) dalam Pelaksanaan Program Jaminan
Kesehatan. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta
20. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Buku Pegangan Sosialisasi:
Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Nasional. Jakarta:
DepKes; 2014.

38
21. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2015, Nomor 739. Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Jakarta.

39

Anda mungkin juga menyukai