FRAUD BPJS
Disusun Oleh:
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat
dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat ini. Referat ini disusun
untuk memenuhi salah satu komponen penilaian Kepaniteraan Klinik di Bagian
Ilmu Forensik RUMKIT Bhayangkara Tk. III Fakultas Kedokteran Universitas
Bengkulu.
Bengkulu, 07 Septemberi2020
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................5
2.5.1 Fungsi................................................................................................15
2.5.2 Tugas.................................................................................................15
2.5.3 Wewenang.........................................................................................16
3
2.13 Temuan Kecurangan (Fraud) Sistem JKN di Beberapa Pelayanan
Kesehatan di Indonesia.................................................................................28
2.13.1 Puskesmas.........................................................................................28
3.1 Kesimpulan...................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................37
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
kesehatan masyarakat. Namun, pada penyelenggaraan program JKN ditemukan
berbagai permasalahan termasuk potensi Kecurangan (Fraud) yang dapat
menimbulkan kerugian bagi dana jaminan social nasional. Menurut Peraturan
Menteri KesehatanRepublik Indonesia Nomor 36 Tahun 2015 Tentang
Pencegahan Kecurangan (Fraud), Fraud ialah tindakan yang dilakukanpeserta,
petugas BPJS Kesehatan, pemberi pelayanan kesehatan, serta penyedia obat dan
alat kesehatan secara sengaja oleh demi memperoleh keuntungan financial dari
program JKN melalui perbuatan curang yang tidak sesuai dengan ketentuan.4
Proyeksi fraud JKN yang tercatatat adalah sebanyak 5 – 10 % atau
sebanyak Rp. 1,8triliun – Rp. 3,6 triliun dari prediksi premi BPJS 2014. Menurut
ICW di tahun 2017, terdapat 26 puskesmas di 14 provinsi yang memiliki potensi
fraud.5 Bentuk-bentuk potensi fraud di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang
dapat terjadi seperti pemanfaatan dana kapitasi yang tidak sesuai, manipulasi
klaim pada pelayanan yang dibayar secara non kapitasi, menerima komisi, dan
sebagainya. Bentuk potensi fraud pada peserta seperti pemalsuan identitas, pasien
memaksa untuk dirujuk, dan sebagainya. Bentuk potensi fraud pada BPJS
Kesehatan seperti mengarahkan peserta atau pasien ke Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama tertentu, memindahkan peserta dari satu Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama ke yang lain tanpa sepengetahuan peserta, dans ebagainya. Potensifraud
yang terjadi menyebabkan program Jaminan Kesehatan Nasional dalam sistem
jaminan social nasional tidak dapat berjalan dengan efektif dan efisien.6,7
1.2. Tujuan
1.2.1. TujuanUmum
Mengetahui dan mampu menjelaskan hal-hal yang berhubungan tentang
kecurangan (Fraud) BPJS.
1.2.2. TujuanKhusus
1. Mengetahui dan mengerti mengenai Sistem Jaminan Sosial Nasional dan
Jaminan Kesehatan Nasional.
2. Mengetahui fungsi, tugas, dan wewenang BPJS serta mampu mengidentifikasi
bentuk potensi fraud pada BPJS Kesehatan.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
kepada Presiden dan berfungsi menyelenggarakan program jaminan kecelakaan
kerja, jaminan hari tua, jaminan pension dan jaminan kematian (UU No. 24 Tahun
2011 tentang BPJS pasal 7 ayat (1) dan ayat (2), pasal 9 ayat (2)).8
8
Peran pemerintah daerah dalam program SJSN (Sistem Jaminan Sosial
Nasional) sangat diperlukan guna berjalannya program tersebut dengan baik,
peran pemerintah tersebut antara lain:10
1. Pengawasan program SJSN, agar sesuai dengan ketentuan
2. Menyediakan anggaran tambahan untuk iuran, baik untuk penerima
bantuan iuran ataupun masyarakat yang lain
3. Penentu peserta penerima bantuan iuran
4. Penyediaan/pengadaan dan pengelolaan sarana penunjang
5. Mengusulkan pemanfaatan/investasi dana SJSN di daerah terkait
6. Sarana/usul kebijakan penyelenggara SJSN.
9
pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan
program dan sebesar-besarnya untuk kepentingan Peserta.11
Sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional maka dibentuk Badan penyelenggara Jaminan
Sosial melalui Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial. Dengan Undang-Undang ini dibentuk 2 (dua)
BPJS yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan mulai
beroperasi menyelenggarakan Program Jaminan Kesehatan pada tanggal 1 Januari
2014 dan merupakan transformasi kelembagaan PT Askes (Persero).11
Landasan hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) antara
lain:9
1. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat (1), (2), (3) dan pasal 34
ayat (1),(2),(3)
Pasal 28H
(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal, dan memperoleh pelayanan kesehatan
(2) Setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan
khusus untuk memperoleh persamaan dan keadilan.
(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang
bermartabat
Pasal 34
(1) Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.
(2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat
dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu
sesuai dengan martabat kemanusiaan
(3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan
kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak
2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional yang dijelaskan dalam BAB III pasal 2 dan 3.
10
Pada pasal 2 UU No 40 tahun 2004 yang berbunyi:
“Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan
asas kemanusiaan, asasmanfaat, dan asas keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.”
Pasal 3 UU No 40 tahun 2004 yang berbunyi:
“Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk memberikan
jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap
peserta dan/atau anggota keluarganya.”
3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial pada BAB 1 Pasal 4 yang berbunyi:
BPJS menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasionalberdasarkan
prinsip:
a. Kegotong-royongan;
b. Nirlaba;
c. Keterbukaan;
d. Kehati-hatian;
e. Akuntabilitas;
f. Portabilitas;
g. Kepesertaan bersifat wajib;
h. Dana amanat; dan
i. Hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya
untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar
kepentingan Peserta.
11
Kepesertaan BPJS Kesehatan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu Peserta
Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan Peserta Bukan Penerima Bantuan Iuran (Non-
PBI).
A. Kepesertaan PBI
Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir
miskin dan orang tidak mampu yang iurannya dibayarkan oleh Pemerintah. Fakir
miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian
dan/atau mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak mempunyai
kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya
dan/atau keluarganya. Sedangkan orang tidak mampu adalah orang yang
mempunyai sumber mata pencaharian, gaji atau upah yang hanya mampu
memenuhi kebutuhan dasar yang layak namun tidak mampu membayar iuran
Jaminan Kesehatan bagi dirinya dan keluarganya.
Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan harus memenuhi syarat:
a. Warga negara Indonesia
b. Memiliki NIK yang terdaftar di Dukcapil
c. Terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial
12
d. Prajurit
e. Anggota Polri
f. Kepala desa dan perangkat desa
g. Pegawai swasta
h. Pekerja/ pegawai yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf
g yang menerima Gaji atau Upah
13
f) Janda, duda, atau anak yatim dan/atau piatu dari penerima pensiun
sebagaimana yang dimaksud pada huruf e yang mendapat hak
pensiun.
2. Kewajiban Peserta
14
a. Mendaftarkan dirinya sebagai peserta serta membayar iuran yang
besarannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku
b. Melaporkan perubahan data peserta, baik karena pernikahan,
perceraian, kematian, kelahiran, pindah alamat atau pindah fasilitas
kesehatan tingkat pertama
c. Menjaga Kartu Peserta agar tidak rusak, hilang atau dimanfaatkan
oleh orang yang tidak berhak
d. Mentaati semua ketentuan dan tata cara pelayanan kesehatan.
2.5.2. Tugas
Adapun menurut Undang-undang Repubik Indonesia Nomor 24 Tahun
2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial BPJS Kesehatan Pasal 10,
dalam melaksanakan fungsinya BPJS bertugas untuk:
- Melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta;
- Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja;
- Menerima bantuan iuran dari pemerintah;
- Mengelola dana jaminan sosial untuk kepentingan peserta;
- Mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial;
- Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai
dengan ketentuan program jaminan sosial; dan
15
- Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial
kepada peserta dan masyarakat.
2.5.3. Wewenang
Wewenang BPJS berdasarkan Undang-undang Repubik Indonesia Nomor
24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial BPJS Kesehatan
Pasal 11 dalam melaksanakan tugasnya, BPJS berwenang untuk:
- Menagih pembayaran iuran;
- Menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan
jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas,
kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai;
- Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan Peserta dan
Pemberi Kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional;
- Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar
pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang
ditetapkan oleh Pemerintah;
- Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan;
- Mengenakan sanksi administratif kepada Peserta atau Pemberi Kerja yang
tidak memenuhi kewajibannya;
- Melaporkan Pemberi Kerja kepada instansi yang berwenang mengenai
ketidakpatuhannya dalam membayar Iuran atau dalam memenuhi
kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- Melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan
program Jaminan Sosial.
16
menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan
perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan3.
Berdasarkan pasal 22 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40
tahun 2014 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Manfaat jaminan kesehatan
bersifat pelayanan perseorangan berupa pelayanan kesehatan yang mencakup
pelayanan promotif, reventif, kuratif dan rehabilitatif, termasuk obat dan bahan
medis habis pakai yang diperlukan. Untuk jenis pelayanan yang dapat
menimbulkan penyalahgunaan pelayanan, peserta dikenakan urun biaya3.
Manfaat jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 22
diberikan pada fasilitas kesehatan milik pemerintah atau swasta yang menjalin
kerjasama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Dalam keadaan darurat,
pelayanan sebagaimana dimaksud dapat diberikan pada fasilitas kesehatan yang
tidak menjalin kerjasama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Dalam hal
suatu daerah belum tersedia fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat guna
memenuhi kebutuhan medic sejumlah peserta, Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial wajib memberikan kompensasi. Dalam hal peserta membutuhkan rawat
inap di rumah sakit, maka kelas pelayanan di rumahsakit diberikan berdasarkan
kelas standar3.
Yang dimaksud pelayanan kesehatan dalam pasal 22 meliputi pelayanan
dan penyuluhan kesehatan, imunisasi, pelayanan Keluarga Berencana, rawat jalan,
rawatinap, pelayanan gawat darurat dan tindakan medislainnya, termasuk cuci
darah dan operasi jantung. Pelayanan tersebut diberikan sesuai dengan jenis
pelayanannya dalam rangka menjamin kesinambungan program dan kepuasan
peserta. Luasnya pelayanan kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan peserta yang
dapat berubah dan kemampuan keuangan Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial3.
17
perolehan asset BPJS Kesehatan dan DJS Kesehatan itusendiri. Sebagian besar
aset DJS Kesehatan bersumber dari iuran peserta yang kemudian disebut sebagai
asset peserta digunakan untuk mendanai penyelenggaraan manfaat jaminan
kesehatan bagi para peserta aset BPJS Kesehatan sebagian besar berasal dari aset
DJS Kesehatan yang digunakan untuk mendanai operasional BPJS Kesehatan dan
pembangunan kapasitas pelayanan. Menteri keuangan, setiap tahunnya
menetapkan proporsi iuran bagi BPJS Kesehatan yang boleh digunakan untuk
mendanai operasional organisasi14.
18
Program JKN ini didanai dari iuran yang dibayarkan masyarakat kepada
BPJS Kesehatan sebagai lembaga yang bertanggungjawab sebagai pengelola.
Iuran masyarakat ini kemudian disebut sebagai DJS Kesehatan karena iuran yang
diibayarkan masyarakat merupakan dana amanat masyarakat yang nantinya
digunakan untuk membayar biaya manfaat atas pelayanan kesehatan yang
diberikan oleh fasilitas kesehatan serta untuk membiayai operasional program
jaminan sosial3. Bila dilihat dari laporan keuangan DJS Kesehatan dari tahun
2014-2017 mengalami defisit. Atas kondisi ini pemerintah membat kebijakan
untuk memberikan suntikan dana berupa penyetoran modal kepada BPJS
Kesehatan ke DJS Kesehatan dan hal ini diharapkan dapat menekan deficit yang
terjadi pada DJS Kesehatan14.
Pendapatan iuran DJS Kesehatan bersumber dari penerima Bantuan Iuran
(PBI), Bukan Penerima Bantuan Iuran (Non PBI), Pekerja Bukan PenerimaUpah
(PBPU), dan BukanPekerja. Beban Jaminan Kesehatan pada tahun 2014 terdiri
atas rawat jalan tingkat pertama, rawat jalan tingkat lanjutan, pelayanan kesehatan
khusus, Jamkesmen, Jamkestama, pelayanan kesehatan penyakit khusus
katastropik dan promotif dan preventif14.
Menurut Jurnal ASET tahun 2019, pemicu deficit keuangan BPJS
Kesehatan disebabkan oleh penyakit katastropik. Seperti yang diketahui insiden
penyakit kronis masyarakat Indonesia cukup tinggi, penyakit katastropik
memerlukan pelayanan kesehatan yang cukup lama bahkan bias seumur hidup.
BPJS Kesehatan saat ini meng-cover setidaknya delapan penyakit katastropik
antara lain jantung, kanker, stroke, gagal ginjal, thalassemia, haemophilia, sirosis
hepatis dan leukemia. Dari delapan penyakit katastropik tersebut tiga diantaranya
paling memakan biaya BPJS Kesehatan adalah penyakitjantung, kanker dan
stroke. Selain itu, jumlah kasus yang ditangani setiap tahun terus meningkat14.
Dari hasil analisis pendapatan dan beban DJS Kesehatan, kenaikan
pendapatan DJS Kesehatan selalu dibarengi dengan kenaikan beban DJS
Kesehatan yang terus bertambah dari tahun ke tahun14.
Aset BPJS bersumber dari8:
19
a. Modal awal dari pemerintah, yang merupakan kekayaan negara yang
dipidahkan dan tidak terbagi atas saham
b. Hasil pengalihan aset BUMN yang menyelenggarakan program jaminan
social.
c. Hasil pengembangan aset BPJS
d. Dana operasional yang diambil dari Dana Jaminan Sosial; dan/atau
e. Sumber lain yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Aset BPJS dapat dignakan untuk8:
a. Biaya operasional penyelenggaraan program Jaminan social
b. Biaya pengadaan barang dan jasa yang digunakan untuk mendukung
operasional penyelenggaraan Jaminan sosial.
c. Biaya untuk peningkatan kapasitas pelayanan
d. Investasi dalam instrument investasi sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
20
2) Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25
(dua puluh lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal.
3. Pekerja Bukan Penerima Upah (pekerja di luar hubungan kerja atau
pekerja mandiri) dan Peserta Bukan Pekerja (investor, perusahaan,
penerima pensiun, veteran, perintis kemerdekaan, janda, duda, anak yatim
piatu dari veteran atau perintis kemerdekaan) dibayar oleh peserta yang
bersangkutan.
21
Pembayaran dengan Sistem Kapitasi
Tarif kapitasi adalah besaran pembayaran per-bulan yang dibayar dimuka
oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)
berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan
jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan. Komitmen pelayanan adalah
komitmen FKTP untuk meningkatkan mutu pelayanan melalui pencapaian
indikator pelayanan kesehatan perseorangan yang disepakati.Kapitasi berbasis
pemenuhan komitmen pelayanan adalah penyesuaian besaran tarif kapitasi
berdasarkan hasil penilaian pencapaian indikator pelayanan kesehatan
perseorangan yang disepakati berupa komitmen pelayanan FKTP dalam rangka
peningkatan mutu pelayanan.
BPJS Kesehatan melakukan pembayaran kepada FKTP secara praupaya
berdasarkan kapitasi atas jumlah peserta yang terdaftar di FKTP. Besaran tarif
kapitasi sebagaimana dimaksud yang dibayarkan kepada FKTP pada suatu
wilayah ditentukan berdasarkan kesepakatan BPJS Kesehatan dengan Asosiasi
Fasilitas Kesehatan di wilayah setempat dengan mengacu pada standar tarif
kapitasi yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
Standar tarif kapitasi ditetapkan sebagai berikut:
Puskesmas atau fasilitas kesehatan yang setara sebesar Rp.3.000,00 (tiga
ribu rupiah) sampai dengan Rp.6.000,00 (enam ribu rupiah);
Rumah sakit Kelas D Pratama, klinik pratama, praktik dokter, atau fasilitas
kesehatan yang setara sebesar Rp.8.000,00 (delapan ribu rupiah) sampai
dengan Rp.10.000,00 (sepuluh ribu rupiah); dan
Praktik perorangan dokter gigi sebesar Rp.2.000,00 (dua ribu rupiah).
22
keadaan gawat darurat, setelah keadaan gawat daruratnya teratasi dan pasien dapat
dipindahkan, maka fasilitas kesehatan tersebut wajib merujuk ke fasilitas
kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan akan
membayar kepada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerjasama setelah
memberikan pelayanan gawat darurat setara dengan tarif yang berlaku di wilayah
tersebut.
23
laporan keuangan untuk memperoleh keuntungan. Penggelapan aktiva
perusahaan yang mengakibatkan laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan
prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum serta memunculkan nilai laba
yang atraktif, sehingga dapat dianalogikan dengan istilah window dressing.
Manajemen berkeinginan untuk menampilkan performance yang baik untuk
berbagai kepentingan.
3. Korupsi (Corruption)
Jenis fraud ini paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama
dengan pihak lain seperti suap dan korupsi. Namun di dalam pengkajian yang
lebih mendalam, hal ini terjadi karena adanya kerjasama yang merugikan,
termasuk di dalamnya adalah penyalahgunaan wewenang/konflik kepentingan
(conflict of interest), penyuapan (bribery), penerimaan yang tidak sah (illegal
gratuities), dan pemerasan secara ekonomi (economic extortion).
24
d. Memanipulasi penghasilan agar tidak perlu membayar iuran terlalu
besar;
e. Melakukan kerjasama dengan pemberi pelayanan untuk mengajukan
Klaim palsu;
f. Memperoleh obat dan/atau alat kesehatan yang diresepkan untuk
dijual kembali; dan/atau
g. melakukan tindakan Kecurangan JKN lainnya selain huruf a sampai
dengan huruf f
2. Tindakan Kecurangan JKN yang dilakukan oleh petugas BPJS Kesehatan
meliputi
a. Melakukan kerjasama dengan peserta dan/atau fasilitas kesehatan
untuk mengajukan Klaim yang palsu
b. Memanipulasi manfaat yang seharusnya tidak dijamin agar dapat
dijamin
c. Menahan pembayaran ke fasilitas kesehatan/rekanan dengan tujuan
memperolehkeuntungan pribadi
d. Membayarkan dana kapitasi tidak sesuai dengan ketentuan; dan/atau
e. Melakukan tindakan Kecurangan JKN lainnya selain huruf a sampai
dengan huruf d
3. Tindakan Kecurangan JKN yang dilakukan oleh pemberi pelayanan
kesehatan
(1) Tindakan Kecurangan JKN yang dilakukan pemberi pelayanan
kesehatan di FKTP
a. Memanfaatkan dana kapitasi tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
b. Memanipulasi Klaim pada pelayanan yang dibayar secara
nonkapitasi
c. Menerima komisi atas rujukan ke FKRTL
d. Menarik biaya dari peserta yang seharusnya telah dijamin dalam
biaya kapitasi dan/atau nonkapitasi sesuai dengan standar tarif
yang ditetapkan
25
e. Melakukan rujukan pasien yang tidak sesuai dengan tujuan untuk
memperoleh keuntungan tertentu; dan/atau
f. Tindakan Kecurangan JKN lainnya selain huruf a sampai dengan
huruf e.
(2) Tindakan Kecurangan JKN yang dilakukan pemberi pelayanan
kesehatan di FKRTL
a. Penulisan kode diagnosis yang berlebihan/upcoding
Merupakan pengubahan kode diagnosis dan/atau prosedur menjadi
kode yang memiliki tarif yang lebih tinggi dari yang seharusnya.
b. Penjiplakan klaim dari pasien lain/cloning
Klaim yang dibuat dengan cara menyalin dari Klaim pasien lain
yang sudah ada.
c. Klaim palsu/phantom billing
Klaim atas layanan yang tidak pernah diberikan
d. Penggelembungan tagihan obat dan alkes/inflated bills
Klaim atas biaya obat dan/atau alat kesehatan yang lebih besar dari
biaya yang sebenarnya.
e. Pemecahan episode pelayanan/services unbundling or
fragmentation
Klaim atas dua atau lebih diagnosis dan/atau prosedur yang
seharusnya menjadi satu paket pelayanan dalam Episode yang
sama atau menagihkan beberapa prosedur secara terpisah yang
seharusnya dapat ditagihkan bersama dalam bentuk paket
pelayanan, untuk mendapatkan nilai Klaim lebih besar pada satu
Episode perawatan pasien
f. Rujukan semu/selfs-referals
Klaim atas biaya pelayanan akibat rujukan ke dokter yang sama di
fasilitas kesehatan lain kecuali dengan alasan fasilitas.
g. Tagihan berulang/repeat billing
Klaim yang diulang pada kasus yang sama.
h. Tidak melakukan visitasi yang seharusnya/phantom visit
26
Klaim atas kunjungan pasien palsu.
i. Memperpanjang lama perawatan/prolonged length of stay
Klaim atas biaya pelayanan kesehatan yang lebih besar akibat
perubahan lama hari perawatan inap.
j. Memanipulasi kelas perawatan/type of room charge
Klaim atas biaya pelayanan kesehatan yang lebih besar dari biaya
kelas perawatan yang sebenarnya.
k. Membatalkan tindakan yang wajib dilakukan/cancelled services
Klaim atas diagnosis dan/atau tindakan yang tidak jadi
dilaksanakan
l. Melakukan tindakan yang tidak perlu/no medical value
Klaim atas tindakan yang tidak berdasarkan kebutuhan atau
indikasi medis
m. Penyimpangan terhadap standar pelayanan/standard of care
Klaim atas diagnosis dan/atau tindakan yang tidak sesuai dengan
standar pelayanan.
n. Melakukan tindakan pengobatan yang tidak
perlu/unnecessarytreatment
Klaim atas tindakan yang tidak diperlukan.
o. Menambah panjang waktu penggunaan ventilator
Klaim yang lebih besar akibat penambahan lama penggunaan
ventilator yang tidak sesuai dengan kebutuhan.
p. Tidak melakukan prosedur yang seharusnya/phantom procedures
Klaim atas tindakan yang tidak pernah dilakukan.
q. Admisi yang berulang/readmisi
Klaim atas diagnosis dan/atau tindakan dari satu Episode yang
dirawat atau diklaim lebih dari satu kali seolah-olah lebih dari satu
Episode
r. Melakukan rujukan pasien yang tidak sesuai dengan tujuan untuk
memperoleh keuntungan tertentu
27
s. Meminta cost sharing tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
t. Tindakan Kecurangan JKN lainnya selain huruf a sampai dengan
huruf s.
4. Tindakan kecurangan JKN yang dilakukan penyedia obat dan alat kesehatan
meliputi:
a. tidak memenuhi kebutuhan obat dan/atau alat kesehatan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
b. melakukan kerjasama dengan pihak lain mengubah obat dan/atau
alat kesehatan yang tercantum dalam e-catalog dengan harga tidak
sesuai dengan e-catalog dan
c. melakukan tindakan kecurangan JKN lainnya selain huruf a dan
huruf b.
28
Ketika seseorang melakukan fraud terdapat 3 fator yang mendasari hal tersebut,
pertama adalah tekanan yang merupakan faktor utama yang memotivasi seseorang
melakukan tindakan criminal fraud, kemudian yang kedua ada kesempatan yaitu
situasi yang memungkinkan tindakan criminal dilakukan, terakhir adalah
rasionalisasi atau pembenaran atas tindakan criminal yang dilakukan.
Hal yang dapat dicegah dari luar dari ketiga faktor tersebut adalah
menghilangkan atau mengecilkan kemungkinan untuk melakukan kecurangan.
Oleh karena itu pada tahun 2015 telah diterbutkan peraturan menteri kesehatan no.
36 tahun 2015 tentang pencegahan kecurangan dalam program jaminan kesehatan
nasional (JKN) pada system jaminan sosial nasional (SJSN) sebagai dasar hukum
pengembangan system anti fraud layanan kesehatan di Indonesia.15
29
menimbulkan kerugian sebesar Rp, 5,8 miliar. KPK dalam operasi tangkap tangan
atau OTT menemukan kasus pegelolaan dana kapitasi di Jombang, Jawa Timur,
dimana kepala dinas kesehatan mengumpulkan dana kapitasi dari 34 puskesmas,
untuk menyuap bupati Jombang. Dana kapitasi yang terima FKTP dari tahun
ketahun semakin besar. tercatat dari tahun 2014 sebesar 8 triliun dan di tahun
2016 telah meningkat menjadi 13 triliun.
30
Kedua kecurangan diatas dapat mengakibatkan kerugian bagi RSUD
Menggala disebabkan klaim atas pelayanan yang telah dilakukan tidak dapat
dibayarkan.
b. Peserta JKN
Fraud yang dilakukan peserta JKN
1. Membuat pernyataan yang tidak benar dalam hal eligibilitas
(memalsukan status kepesertaan) untuk memperoleh pelayanan
kesehatan.
2. Memanfaatkan haknya untuk pelayanan yang tidak perlu (unnecessary
service) dengan cara memalsukan kondisi kesehatan.
c. RSUD Manggala
Fraud yang dilakukan oleh RSUD Manggala yaitu :
1. Penulisan kode diagnosis yang berlebihan/upcoding untuk mendapatkan
jasa yang lebih tinggi.
2. Pemecahan episode pelayanan/service unbundling or fragmentation.
3. Merubah tanggal perawatan pasen rawat inap.
31
3. Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2015 tentang Kementerian Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 59)
4. Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 165)
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 1508) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2018 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2018 Nomor 945)
32
Tabel 2. 1 Perbedaan Asuransi Sosial dan Asuransi Komersial
33
4. Fasilitas Kesehatan tingkat pertama yang selanjutnya disingkat FKTP
adalah fasilitas kesehatan yang melakukan pelayanan perorangan yang
bersifat nonspesialistik untuk keperluan observasi, diagnosis, perawatan,
pengobatan, dan /atau pelayanan kesehatan lainnya yang meliputi rawat
jalan tingkat pertama dan rawat inap tingkat pertama.
5. Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan yang selanjutnya disingkat
FKRTL adalah fasilitas kesehatan yang melakukan pelayanan perorangan
yang bersifat spesialistik atau subspesialistik yang meliputi rawat jalan
tingkat lanjutan, rawat inap tingkat lanjutan, dan rawat inap di ruang
perawatan khusus.
6. Episode adalah proses pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien
mulai dari pasien masuk sampai pasien keluar dari fasilitas kesehatan,
termasuk konsultasi dan pemeriksaan dokter, pemeriksaan penunjang
maupun pemeriksaan lainnya.
7. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintah negara Republik
Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan mentri sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
8. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintah Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintah yang
menjadi kewenangan daerah otonom.
9. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di
bidang Kesehatan.
34
1. Dalam rangka pengawasan, Menteri, Kepala Dinas KesehatanProvinsi,
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat memberikan sanksi
administrative bagi setiap orang atau korporasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 yang melakukan Kecurangan (fraud).
2. Sanksi administrative sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. Teguran lisan;
b. Teguran tertulis; dan/atau
c. Perintah pengembalian kerugian akibat tindakan Kecurangan
(fraud) kepada pihak yang dirugikan.
3. Dalam hal Kecurangan (fraud) dilakukan oleh petugas BPJS Kesehatan,
pemberi pelayanan kesehatan, dan penyedia obat dan alat kesehatan,
sanksi administrative sebagaimana dimaksud padaayat (2) dapat diikuti
dengan sanksi tambahan berupa denda.
4. Sanksi tambahan berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diberikan kepada pihak yang dirugikan.
5. Dalam hal Kecurangan (fraud) dilakukan oleh tenaga kesehatan,
penyelenggara pelayanan kesehatan, dan penyedia obat dan alat kesehatan,
sanksia dministratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diikuti
dengan pencabutan izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
6. Pengenaan sanksi tambahan berupa denda atau pencabutan izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) harus
mempertimbangkan keberlangsungan pelayanan kesehatan kepada Peserta.
7. Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghapus
sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
35
BAB III
KESIMPULAN
36
Daftar Pustaka
37
12. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2018 tentang
Jaminan Kesehatan. Diakses dari https://bpjs-
kesehatan.go.id/bpjs//unduh/index/1064 pada tanggal 4 September 2020.
13. Panduan Praktis tentang Kepesertaan dan Pelayanan Kesehatan yang
Diselenggarkan oleh BPJS Kesehatan Berdasarkan Regulasi yang sudah terbit.
2014. Diakses dari https://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/arsip/view/68 pada
tanggal 4 September 2020.
14. Firdaus, KK dan Wondabio LS. 2019. Analisis Iuran dan Beban Kesehatan
dalam Rangka Evaluasi Program Jaminan Kesehatan. Jakarta. Jurnal Aset
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia.
15. Djasri Hanevi et all 2016. Korupsi dalam Pelayanan Kesehatan di Era Jaminan
Kesehatan Nasional: Kajian Besarnya Potensi dan Sistem Pengendalian.
16. Rizka Zafirah et all, 2018. Analisis Pelaksanaan Program Pencegahan
Kecurangan (FRAUD) Jaminan Kesehatan Nasional di Puskesmas Kota
Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat.
17. Abdullah, Achmad Saleh. 2019. Analisis Faktor Penyebab Kejadian Fraud
Yang diakibatkan Oleh UPCODING Biaya Pelayanan Kesehatan Kepada
BPJS Kesehatan Ambon. Universitas Muslim Indonesia
18. Hartati, Tatik Sri. 2016. Pencegahan Kecurangan (Fraud) dalam Pelaksanaan
Program Jaminan Kesehatan pada Sistem Jaminan Sosial Kesehatan (SJSN) di
Rumah Skit Umum Daerah Menggala Tulang Bawang. Fiat Justisia Jurnal
Ilmu Hukum.
19. Menteri KesehatanRepublik Indonesia. 2019. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik IndonesiaNomor 16 Tahun 2019 tentang Pencegahan dan
Penanganan Kecurangan (fraud) serta Pengenaan Sanksi Administrasi
Terhadap Kecurangan (fraud) dalam Pelaksanaan Program Jaminan
Kesehatan. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta
20. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Buku Pegangan Sosialisasi:
Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Nasional. Jakarta:
DepKes; 2014.
38
21. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2015, Nomor 739. Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Jakarta.
39