PENDAHULUAN
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur dan fungsi
normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki
Pemberian obat atau terapi untuk kaum lansia memang menghasilkan banyak masalah
karena beberapa obat sering beinteraksi. Kondisi patologi pada golongan usia lanjut,
cenderung membuat lansia mengkonsumsi lebih banyak obat dibandingkan dengan pasien
yang lebih muda sehingga memiliki risiko lebih besar untuk mengalami efek samping dan
Penyakit pada usia lanjut sering terjadi pada banyak organ sehingga pemberian obat
sering terjadi polifarmasi. Polifarmasi berarti pemakaian banyak obat sekaligus pada seorang
pasien, lebih dari yang dibutuhkan secara logis-rasional dihubungkan dengan diagnosis yang
diperkirakan. Diantara demikian banyak obat yang ditelan pasti terjadi interaksi obat yang
sebagian dapat bersifat serius dan sering menyebabkan hospitalisasi atau kematian. Kejadian
ini lebih sering terjadi pada pasien yang sudah berusia lanjut yang biasanya menderita lebih
Perlu penetapan terapi yang tepat bagi pasien dengan usia lanjut. Komplikasi yang
banyak terjadi pada pasien usia lanjut yang disertai dengan menurunnya kemampuan fungsi
organ inilah yang melatar belakangi penulis untuk mengetahui terapi pengobatan yang paling
farmakokinetik dan farmakodinamik dari obat yang diberikan terhadap pasien lanjut usia.
1.3 Tujuan
Memahami prinsip dan aspek farmakologi pengobatan bagi pasien lanjut usia.
Mengetahui bentuk sediaan obat terbaik yang bisa digunakan bagi pasien lanjut usia.
1.4 Manfaat
Menambah pengetahuan tentang pengobatan terbaik bagi pasien lanjut usia yang
memperhatikan berbagai aspeknya terkait dengan farmakoterapi.
BAB II
PEMBAHASAN
tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (nugroho,
2000)
“seorang dapat dinyatakan sebagai seorang jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan
mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk
keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain”. Saat ini berlaku uu no.
13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia yang berbunyi sebagai berikut: lansia adalah
1. Sel.
2. Sistem persarafan.
Berat otak menurun 10-20%. (setiap orang berkurang sel saraf otaknya dalam setiap
harinya).
Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya dengan stres.
mengecilnya saraf penciumdan perasa, lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan
3. Sistem pendengaran.
pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang
tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun.
jiwa/stres.
4. Sistem penglihatan.
5. Sistem kardiovaskuler.
untuk oksigenisasi,. Perubahan posisi dari tidur ke duduk atau dari duduk ke berdiri bisa
menurun.
7. Sistem respirasi
usia.
8. Sistem gastrointestinal.
Kehilangan gigi akibat periodontal disease, kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang
buruk.
Eosephagus melebar.
9. Sistem reproduksi.
Atrofi payudara.
Kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia asal kondisi kesehatan
baik.
Ginjal
Merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh melalui urin, darah yang
masuk ke ginjal disaring di glomerulus (nefron). Nefron menjadi atrofi dan aliran darah ke
Otot-otot vesika urinaria menjadi lemah, frekuensi buang air kecil meningkat dan
Permukaan kulit kasar dan bersisik karena kehilangan proses keratinisasi, serta
dipengaruhi oleh:
fungsi ginjal
protein plasma
sensitivitas reseptor
penurunan produksi asam lambung
multidrug therapy
Pada umumnya kecepatan absorbsi obat lebih lambat pada lansia dari pada dewasa
1. Berkurangnya sekresi getah lambung sehingga kecepatan disolusi sediaan tablet &
ke mesenterik
2.5. Distribusi
Pada distribusi obat terdapat hubungan antara penyebaran obat dalam cairan tubuh dan
ikatannya dengan protein plasma (biasanya dengan albumin, tetapi pada beberapa obat
dengan protein lain seperti asam alfa 1 protein), dengan sel darah merah dan jaringan tubuh
termasuk organ target. Pada usia lanjut terdapat penurunan yang berarti pada massa tubuh
tanpa lemak dan cairan tubuh total, penambahan lemak tubuh dan penurunan albumin plasma.
Penurunan albumin sedikit sekali terjadi pada lansia yang sehat dapat lebih menjadi berarti
bila terjadi pada lansia yang sakit, bergizi buruk atau sangat lemah. Selain itu juga dapat
menyebabkan meningkatnya fraksi obat bebas dan aktif pada beberapa obat dan kadang-
kadang membuat efek obat lebih nyata tetapi eliminasi lebih cepat.
2.6. Metabolisme
Munculnya efek obat sangat ditentukan oleh kecapatan penyerapan dan cara
penyebarannya. Durasi (lama berlangsungnya efek) lebih banyak dipengaruhi oleh kecepatan
ekskresi obat terutama oleh penguraian di hati yang biasanya membuat obat menjadi lebih
larut dalam air dan menjadi metabolit yang kurang aktif atau dengan ekskresi metabolitnya
oleh ginjal. Sejumlah obat sangat mudah diekskresi oleh hati, antara lain melalui ambilan
(uptake) oleh reseptor di hati dan melalui metabolisme sehingga bersihannya tergantung pada
kecepatan pengiriman ke hati oleh darah. Pada usia lanjut, penurunan aliran darah ke hati dan
juga kemungkinan pengurangan ekskresi obat yang tinggi terjadi pada labetolol, lidokain, dan
propanolol.
Efek usia pada ginjal berpengaruh besar pada ekskresi beberapa obat. Umumnya obat
diekskresi melalui filtrasi glomerolus yang sederhana dan kecepatan ekskresinya berkaitan
dengan kecepatan filtrasi glomerolus (oleh karena itu berhubungan juga dengan bersihan
kreatinin). Misalnya, digoksin dan antibiotik golongan aminoglikosida. Pada usia lanjut,
fungsi ginjal berkurang, begitu juga dengan aliran darah ke ginjal sehingga kecepatan filtrasi
glomerolus berkurang sekitar 30 % dibandingkan pada orang yang lebih muda. Akan tetapi,
kisarannya cukup lebar dan banyak lansia yang fungsi glomerolusnya tetap normal. Fungsi
tubulus juga memburuk akibat bertambahnya usia dan obat semacam penicilin dan litium,
yang secara aktif disekresi oleh tubulus ginjal, mengalami penurunan faali glomerolus dan
tubulus .
2.7. Penyakit kronik degeratif yang kerap dialami para lanjut usia
OA adalah peradangan sendi yang terjadi akibat peristiwa mekanik dan biologik yang
Terapi :
- Artritis : AINS
b. Osteoporosis
Osteoporosis merupakan salah satu bentuk gangguan tulang dimana masa atau kepadatan
tulang berkurang. Terdapat dua jenis osteoporosis, tipe I merujuk pada percepatan kehilangan
tulang selama dua dekade pertama setelah menopause, sedangkan tipe II adalah hilangnya
Terapi :
c. Hipertensi
Hipertensi merupakan kondisi dimana tekanan darah sistolik sama atau lebih tinggi
dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih tinggi dari 90mmHg, yang terjadi karena
menurunnya elastisitas arteri pada proses menua. Bila tidak ditangani, hipertensi dapat
memicu terjadinya stroke, kerusakan pembuluh darah (arteriosclerosis), serangan/gagal
Terapi :
- Tiazid
- Betabloker
- Prazosin
- Reserpin
- Nipedipin
- Tiazid + betabloker
d. Diabetes Mellitus
Sekitar 50% dari lansia memiliki gangguan intoleransi glukosa dimana gula darah
masih tetap normal meskipun dalam kondisi puasa. Kondisi ini dapat berkembang menjadi
diabetes melitus, dimana kadar gula darah sewaktu diatas atau sama dengan 200 mg/dl dan
kadar glukosa darah saat puasa di atas 126 mg/dl. Obesitas, pola makan yang buruk, kurang
olah raga dan usia lanjut mempertinggi risiko DM. Sebagai ilustrasi, sekitar 20% dari lansia
berusia 75 tahun menderita DM. Beberapa gejalanya adalah sering haus dan lapar, banyak
berkemih, mudah lelah, berat badan terus berkurang, gatal-gatal, mati rasa, dan luka yang
lambat sembuh.
Terapi :
Merupakan kumpulan gejala yang berkaitan dengan kehilangan fungsi intelektual dan
Alzheimer merupakan jenis demensia yang paling sering terjadi pada usia lanjut. Adanya
kolesterol tinggi), trauma kepala merupakan faktor risiko terjadinya demensia. Demensia juga
terganggu. Gejala umum yang terjadi adalah nyeri dada, sesak napas, pingsan, hingga
kebingungan.
Terapi :
g. Kanker
Kanker merupakan sebuah keadaan dimana struktur dan fungsi sebuah sel mengalami
perubahan bahkan sampai merusak sel-sel lainnya yang masih sehat. Sel yang berubah ini
mengalami mutasi karena suatu sebab sehingga ia tidak bisa lagi menjalankan fungsi
normalnya. Biasanya perubahan sel ini mengalami beberapa tahapan, mulai dari yang ringan
sampai berubah sama sekali dari keadaan awal (kanker). Kanker merupakan penyebab
kematian nomor dua setelah penyakit jantung. Faktor resiko yang paling utama adalah usia.
Dua pertiga kasus kanker terjadi di atas usia 65 tahun. Mulai usia 40 tahun resiko untuk
Sedativa-hipnotika
usia lanjut, maka efek samping obat golongan ini yang diketahui maupun tidak diketahui oleh
pasien relatif lebih sering terjadi. Pasien merasa tidak enak badan setelah bangun tidur (dapat
terjadi sepanjang hari), sempoyongan, gelisah, kekakuan dalam bicara dan kebingungan
beberapa waktu sesudah minum obat. Sebagai contoh, waktu paruh beberapa obat golongan
benzodiazepin dan barbiturat meningkat sampai 1,5 kali. Namun lorazepam dan oksazepam
mungkin kurang begitu terpengaruh oleh perubahan ini. Efek samping yang perlu diamati
memburuk akibat bertambahnya usia dan obat semacam litium, yang secara aktif disekresi
Anastetik
Antidepresan trisiklik
terhadap efek respirasi obat-obat golongan opioid (analgetika-narkotik) juga meningkat. Jika
tidak sangat terpaksa dan indikasi pemakaian tidak terpenuhi, maka pemberian analgetika-
sering menimbulkan efek samping pada usia lanjut, yang antara lain berupa mulut kering,
retensi urin, konstipasi, hipotensi postural, kekaburan pandangan, kebingungan, dan aritmia
jantung. Jika terpaksa diberikan, maka sebaiknya dimulai dari dosis terendah, misalnya
imipramin 10 mg pada malam hari. Selain itu diperlukan pula pemantauan yang terus
- Petidin dapat memproduksi metabolit aktif, sehingga obat ini juga perlu diberi dalam
Analgesik antipretik
lansia
- Ibuprofen (lansia memerlukan dosis yang lebih rendah karena metabolisme tubuh
mereka tidak lagi bekerja cepat sehingga mereka cenderung mempertahankan obat
Antihipertensi
Pengobatan hipertensi pada usia lanjut sering menjadi masalah, tidak saja dalam hal
pemilihan obat, penentuan dosis dan lamanya pemberian, tetapi juga menyangkut keterlibatan
pasien secara terus menerus dalam proses terapi. Hal ini karena pengobatannya umumnya
jangka panjang. Jika terapi non-obat dirasa masih memungkinkan, pembatasan masukan
garam, latihan (exercise), dan penurunan berat badan, serta pencegahan terhadap faktor-
faktor risiko hipertensi (misalnya merokok dan hiperkholesterolemia) perlu dianjurkan bagi
pasien dengan hipertensi ringan. Namun jika yang dipilih adalah alternatif pengobatan, maka
Pada usia lanjut, penurunan aliran darah ke hati dan juga kemungkinan pengurangan
ekskresi obat yang tinggi terjadi pada labetolol, lidokain, dan propanolol. Anti hipertensi
(penghambat adrenergic). Pilihan pertama yang dianjurkan adalah diuretika dengan dosis
yang sekecil mungkin. Efek samping hipokalemia dapat diatasi dengan pemberian suplemen
diamati.Jika diuretika ternyata kurang efektif, pilihan selanjutnya adalah obat-obat antagonis
Untuk penderita angina atau aritmia, beta blocker cukup bermanfaat sebagai obat
tunggal, tetapi jangan diberikan pada pasien dengan kegagalan ginjal kongestif,
bagi pasien yang tidak mempunyai kontraindikasi terhadap pemakaian beta-blocker. Dosis
awal dan rumat hendaknya ditetapkan secara hati-hati atas dasar respons pasien secara
individual.
ditoleransi dengan baik pada usia lanjut, meskipun pengamatan yang seksama terhadap
akhir-akhir ini menganjurkan kalsium antagonis, seperti verapamil dan diltiazem untuk usia
lanjut sebagai obat lini pertama. Tetapi mengingat harganya relatif mahal dengan frekuensi
pemberian yang lebih sering, maka dikhawatirkan akan menurunkan ketaatan pasien.
Obat-obat antiaritmia
Pengobatan antiaritmia pada usia lanjut akhir-akhir ini semakin sering dilakukan
mengingat makin tingginya angka kejadian penyakit jantung koroner pada kelompok ini.
Namun demikian obat-obat seperti disopiramida sangat tidak dianjurkan, mengingat efek
antikholinergiknya yang antara lain berupa takhikardi, mulut kering, retensi urin, konstipasi,
dan frekuensi pemberian, karena terjadinya penurunan klirens dan pemanjangan waktu paruh.
Glikosida jantung
Digoksin merupakan obat yang diberikan pada penderita usia lanjut dengan kegagalan
jantung atau aritmia jantung. Intoksikasi digoksin tidak jarang dijumpai pada penderita
dengan gangguan fungsi ginjal, khususnya jika kepadapasien yang bersangkutan juga diberi
penglihatan, dan psikosis hingga gangguan irama jantung yang serius. Meskipun digoksin
dapat memperbaiki kontraktilitas jantung dan memberi efek inotropik yang menguntungkan,
tetapi kemanfaatannya untuk kegagalan jantung kronis tanpa disertai fibrilasi atrial masih
diragukan. Oleh sebab itu, mengingat kemungkinan kecilnya manfaat klinik untuk usia lanjut
dan efek samping digoksin sangat sering terjadi, maka pilihan alternatif terapi lainnya perlu
dipetimbangkan lebih dahulu. Diuretika dan vasodilator perifer sebetulnya cukup efektif
3. Antibiotika
Prinsip-prinsip dasar pemakaian antibiotika pada usia lanjut tidak berbeda dengan
kelompok usia lainnya. Yang perlu diwaspadai adalah pemakaian antibiotika golongan
aminoglikosida dan laktam, yang ekskresi utamanya melalui ginjal. Penurunan fungsi ginjal
karena usia lanjut akan mempengaruhi eliminasi antibiotika tersebut, di mana waktu paruh
obat menjadi lebih panjang (waktu paruh gentasimin, kanamisin, dan netilmisin dapat
meningkat sampai dua kali lipat) dan memberi efek toksik pada ginjal (nefrotoksik), maupun
- Fungsi tubulus juga memburuk akibat bertambahnya usia dan obat semacam penicilin
yang secara aktif disekresi oleh tubulus ginjal, mengalami penurunan faali glomerolus dan
tubulus.
4. Obat-obat antiinflamasi
Obat-obat golongan antiinflamasi relatif lebih banyak diresepkan pada usia lanjut,
fenilbutazon, akan mengalami perpanjangan waktu paruh jika diberikan pada usia lanjut,
karena menurunnya kemampuan metabolisme hepatal. Karena meningkatnya kemungkinan
terjadinya efek samping gastrointestinal seperti nausea, diare, nyeri abdominal dan
perdarahan lambung (20% pemakai AINS usia lanjut mengalami efek samping tersebut),
maka pemakaian obat-obat golongan ini hendaknya dengan pertimbangan yang seksama.
Efek samping dapat dicegah misalnya dengan memberikan antasida secara bersamaan, tetapi
perlu diingatbahwa antasida justru dapat mengurangi kemampuan absorpsi AINS. Anti
inflamasi non steroid juga perlu diwaspadai penggunaannnya pada lanjut usia adalah
5. Laksansia
Pada usia lanjut umumnya akan terjadi penurunan motilitas gastrointestinal, yang
biasanya dikeluhkan dalam bentuk konstipasi. Pemberian obat-obat laksansia jangka panjang
sangat tidak dianjurkan, karena di samping menimbulkan habituasi juga akan memperlemah
motilitas usus. Pemberian obat-obat ini hendaknya disertai anjuran agar melakukan diet tinggi
serat dan meningkatkan masukan cairan serta jika mungkin dengan latihan fisik (olah raga).
6. Antiviral agent
- Allupurinol tablet (perhatikan penyesuaian dosis akibat penurunan fugsi hati, ginjal &
jantung)
8. Anti histamine
- Ctm menimbulkan efek yang sangat nyata terhadap susunan saraf pusat
9. Anti ulcer agent
- Cimetidine tablet (Pasien lansia (> 50 tahun) merupakan faktor risiko untuk
10. Anti konvulsan
- Fenobarbital tablet (Pasien usia lanjut seringkali mengalami excitement, bingung atau
depresi)
13. Obat TB
16. Kortikosteroid
17. Glukortikoid
hal-hal berikut:
a. Riwayat pemakaian obat
• informasi ini diperlukan juga untuk mengetahui apakah keluhan/penyakitnya ada kaitan
dengan pemakaian obat (efek samping), serta ada kaitannya dengan pemakaian obat yang
memberi interaksi.
b. Obat diberikan atas indikasi yang ketat, untuk diagnosis yang dibuat. Sebagai contoh,
sangat tidak dianjurkan memberikan simetidin pada kecurigaan diagnosis ke arah dispepsia.
c. Mulai dengan dosis terkecil. Penyesuaian dosis secara individual perlu dilakukan
d. Hanya resepkan obat yang sekiranya menjamin ketaatan pasien, memberi resiko yang
terkecil, dan sejauh mungkin jangan diberikan lebih dari 2 jenis obat. Jika terpaksa
memberikan lebih dari 1 macam obat, pertimbangkan cara pemberian yang bisa dilakukan
PENUTUP
A. Kesimpulan
psikologi, dan sosiologi. Perubahan fisiologi yang terkait usia dapat menyebabkan perubahan
yang bermakna dalam penatalaksanaan obat. Farmasis sebaiknya perlu memiliki pengetahuan
Peresepan yang tidak tepat dan polifarmasi merupakan problem utama dalam terapi dengan
obat pada pasien lanjut usia. Keahlian klinis farmasis, termasuk evaluasi terhadap
Tujuan terapi obat pada pasien lanjut usia harus ditetapkan dalam rangka mengoptimalkan
hasil terapi. Perbaikan kualitas hidup, titrasi dosis, pemilihan obat, dan bentuk sediaan obat
yang tepat serta pengobatan penyebab penyakit bukan sekedar gejalanya merupakan semua
Efek samping obat lebih sering terjadi pada populasi lanjut usia. Pasien lanjut usia tiga kali
lebih beresiko masuk rumah sakit akibat efek samping obat. Hal ini berpengaruh secara
Kepatuhan penggunaan obat sering kali mengalami penurunan karena beberapa gangguan
pada lanjut usia. Kesulitan dalam hal membaca, bahasa, mendengar dan ketangkasan,
Suhartin, P., 2010, Teori penuaan, perubahan pada sistem tubuh dan implikasinya pada
=usialanjut
Suharko, K., Rina, K., Kusumaratna, 2006, Penatalaksanaan rasa nyeri pada lanjut