Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan lahan

kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur dan fungsi

normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki

kerusakan yang terjadi .

Pemberian obat atau terapi untuk kaum lansia memang menghasilkan banyak masalah

karena beberapa obat sering beinteraksi. Kondisi patologi pada golongan usia lanjut,

cenderung membuat lansia mengkonsumsi lebih banyak obat dibandingkan dengan pasien

yang lebih muda sehingga memiliki risiko lebih besar untuk mengalami efek samping dan

interaksi obat yang merugikan.

Penyakit pada usia lanjut sering terjadi pada banyak organ sehingga pemberian obat

sering terjadi polifarmasi. Polifarmasi berarti pemakaian banyak obat sekaligus pada seorang

pasien, lebih dari yang dibutuhkan secara logis-rasional dihubungkan dengan diagnosis yang

diperkirakan. Diantara demikian banyak obat yang ditelan pasti terjadi interaksi obat yang

sebagian dapat bersifat serius dan sering menyebabkan hospitalisasi atau kematian. Kejadian

ini lebih sering terjadi pada pasien yang sudah berusia lanjut yang biasanya menderita lebih

dari satu penyakit.

Perlu penetapan terapi yang tepat bagi pasien dengan usia lanjut. Komplikasi yang

banyak terjadi pada pasien usia lanjut yang disertai dengan menurunnya kemampuan fungsi

organ inilah yang melatar belakangi penulis untuk mengetahui terapi pengobatan yang paling

tepat bagi pasien usia lanjut.


1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana pola peresepan terbaik dengan memperhatikan aspek farmakologi,

farmakokinetik dan farmakodinamik dari obat yang diberikan terhadap pasien lanjut usia.

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.

 Mengetahui konsep dasar pemakaian obat.

 Memahami prinsip dan aspek farmakologi pengobatan bagi pasien lanjut usia.

 Mengetahui farmakokinetik pengobatan bagi pasien lanjut usia beserta interaksinya.

 Mengetahui farmakokinetik pengobatan bagi pasien lanjut usia beserta interaksinya.

 Mengetahui bentuk sediaan obat terbaik yang bisa digunakan bagi pasien lanjut usia.

1.4 Manfaat

Menambah pengetahuan tentang pengobatan terbaik bagi pasien lanjut usia yang
memperhatikan berbagai aspeknya terkait dengan farmakoterapi.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Teori penuaan

Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan

jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga

tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (nugroho,

2000)

2.1.1 Batas-batas lanjut usia.

1. Batasan usia menurut who meliputi :

- usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45 sampai 59 tahun

- lanjut usia (elderly), antara 60 sampai 74 tahun

- lanjut usia tua (old), antara 75 sampai 90 tahun

- usia sangat tua (very old), diatas 90 tahun

2. Menurut uu no. 4 tahun 1965 pasal 1 dinyatakan sebagai berikut :

“seorang dapat dinyatakan sebagai seorang jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan

mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk

keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain”. Saat ini berlaku uu no.

13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia yang berbunyi sebagai berikut: lansia adalah

seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas.

2.2. Perubahan-perubahan fisik

1. Sel.

 Lebih sedikit jumlahnya.


 Lebih besar ukurannya.

 Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intraseluler.

 Menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati.

 Jumlah sel otak menurun.

 Terganggunya mekanisme perbaikan sel.

 Otak menjadi atrofis beratnya berkurang 5-10%.

2. Sistem persarafan.

 Berat otak menurun 10-20%. (setiap orang berkurang sel saraf otaknya dalam setiap

harinya).

 Cepatnya menurun hubungan persarafan.

 Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya dengan stres.

 Mengecilnya saraf panca indra.berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran,

mengecilnya saraf penciumdan perasa, lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan

rendahnya ketahanan terhadap dingin.

 Kurang sensitif terhadap sentuhan.

3. Sistem pendengaran.

 Presbiakusis ( gangguan dalam pendengaran ). Hilangnya kemampuan pendengaran

pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang

tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun.

 Otosklerosis akibat atrofi membran tympani .

 Terjadinya pengumpulan serumen dapat mengeras karena meningkatnya keratin.

 Pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan

jiwa/stres.

4. Sistem penglihatan.

 Timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar.


 Kornea lebih berbentuk sferis (bola).

 Kekeruhan pada lensa menyebabkan katarak.

 Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih

lambat dan susah melihat dalam cahaya gelap.

 Hilangnya daya akomodasi.

 Menurunnya lapangan pandang, berkurang luas pandangannya.

 Menurunnya daya membedakan warna biru atau hijau.

5. Sistem kardiovaskuler.

 Elastisitas dinding aorta menurun.

 Katup jantung menebal dan menjadi kaku.

 Kemampuan jantung memompa darah menurun, hal ini menyebabakan menurunnya

kontraksi dan volumenya.

 Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer

untuk oksigenisasi,. Perubahan posisi dari tidur ke duduk atau dari duduk ke berdiri bisa

menyebabkan tekanan darah menurun, mengakibatkan pusing mendadak.

 Tekanan darah meninggi akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.

6. Sistem pengaturan temperatur tubuh.

 Temperatur tubuh menurun ( hipotermia ) secara fisiologis akibat metabolisme yang

menurun.

 Keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat memproduksi panas akibatnya

aktivitas otot menurun.

7. Sistem respirasi

 Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku.

 Menurunnya aktivitas dari silia.


 Paru-paru kehilangan elastisitas, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan

maksimum menurun, dan kedalaman bernafas menurun.

 Alveoli ukuranya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang.

 Kemampuan untuk batuk berkurang.

 Kemampuan kekuatan otot pernafasan akan menurun seiring dengan pertambahan

usia.

8. Sistem gastrointestinal.

 Kehilangan gigi akibat periodontal disease, kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang

buruk.

 Indera pengecap menurun, hilangnya sensitivitas saraf pengecapm di lidah terhadap

rasa manis, asin, asam, dan pahit.

 Eosephagus melebar.

 Rasa lapar menurun, asam lambung menurun.

 Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.

 Daya absorbsi melemah.

9. Sistem reproduksi.

 Menciutnya ovari dan uterus.

 Atrofi payudara.

 Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa meskipun adanya

penurunan secara berangsur-angsur.

 Kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia asal kondisi kesehatan

baik.

 Selaput lendir vagina menurun.

10. Sistem perkemihan.

 Ginjal
 Merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh melalui urin, darah yang

masuk ke ginjal disaring di glomerulus (nefron). Nefron menjadi atrofi dan aliran darah ke

ginjal menurun sampai 50%.

 Otot-otot vesika urinaria menjadi lemah, frekuensi buang air kecil meningkat dan

terkadang menyebabkan retensi urin pada pria.

11. Sistem endokrin.

 Produksi semua hormon menurun.

 Menurunnya aktivitas tyroid, menurunnya bmr (basal metabolic rate), dan

menurunnya daya pertukaran zat.

 Menurunnya produksi aldosteron.

 Menurunya sekresi hormon kelamin misalnya, progesteron, estrogen, dan testosteron.

12. Sistem kulit ( sistem integumen )

 Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak.

 Permukaan kulit kasar dan bersisik karena kehilangan proses keratinisasi, serta

perubahan ukuran dan bentuk-bentuk sel epidermis.

 Kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu.

 Rambut dalam hidung dan telinga menebal.

 Berkurangnya elastisitas akibat dari menurunya cairan dan vaskularisasi

2.3. Penggunaan obat pada lansia

dipengaruhi oleh:

 kemampuan metabolisme hati

 fungsi ginjal

 protein plasma

 bb, lemak, dan cairan tubuh

 sensitivitas reseptor
 penurunan produksi asam lambung

 penurunan motilitas usus

 multidrug therapy

2.4. Dosis obat untuk penderita geriatrik

Pada umumnya kecepatan absorbsi obat lebih lambat pada lansia dari pada dewasa

muda karena faktor2 berikut:

1. Berkurangnya sekresi getah lambung sehingga kecepatan disolusi sediaan tablet &

kapsul menurun , juga kadar ionisasi obat.

2. Perubahan mukosa g.i. dapat memperlambat transpor aktif obat

3. Perubahan kecepatan pengosongan lambung,motilitas usus , menurunnya aliran darah

ke mesenterik

2.5. Distribusi

Pada distribusi obat terdapat hubungan antara penyebaran obat dalam cairan tubuh dan

ikatannya dengan protein plasma (biasanya dengan albumin, tetapi pada beberapa obat

dengan protein lain seperti asam alfa 1 protein), dengan sel darah merah dan jaringan tubuh

termasuk organ target. Pada usia lanjut terdapat penurunan yang berarti pada massa tubuh

tanpa lemak dan cairan tubuh total, penambahan lemak tubuh dan penurunan albumin plasma.

Penurunan albumin sedikit sekali terjadi pada lansia yang sehat dapat lebih menjadi berarti

bila terjadi pada lansia yang sakit, bergizi buruk atau sangat lemah. Selain itu juga dapat

menyebabkan meningkatnya fraksi obat bebas dan aktif pada beberapa obat dan kadang-

kadang membuat efek obat lebih nyata tetapi eliminasi lebih cepat.
2.6. Metabolisme

Munculnya efek obat sangat ditentukan oleh kecapatan penyerapan dan cara

penyebarannya. Durasi (lama berlangsungnya efek) lebih banyak dipengaruhi oleh kecepatan

ekskresi obat terutama oleh penguraian di hati yang biasanya membuat obat menjadi lebih

larut dalam air dan menjadi metabolit yang kurang aktif atau dengan ekskresi metabolitnya

oleh ginjal. Sejumlah obat sangat mudah diekskresi oleh hati, antara lain melalui ambilan

(uptake) oleh reseptor di hati dan melalui metabolisme sehingga bersihannya tergantung pada

kecepatan pengiriman ke hati oleh darah. Pada usia lanjut, penurunan aliran darah ke hati dan

juga kemungkinan pengurangan ekskresi obat yang tinggi terjadi pada labetolol, lidokain, dan

propanolol.

Efek usia pada ginjal berpengaruh besar pada ekskresi beberapa obat. Umumnya obat

diekskresi melalui filtrasi glomerolus yang sederhana dan kecepatan ekskresinya berkaitan

dengan kecepatan filtrasi glomerolus (oleh karena itu berhubungan juga dengan bersihan

kreatinin). Misalnya, digoksin dan antibiotik golongan aminoglikosida. Pada usia lanjut,

fungsi ginjal berkurang, begitu juga dengan aliran darah ke ginjal sehingga kecepatan filtrasi

glomerolus berkurang sekitar 30 % dibandingkan pada orang yang lebih muda. Akan tetapi,

kisarannya cukup lebar dan banyak lansia yang fungsi glomerolusnya tetap normal. Fungsi

tubulus juga memburuk akibat bertambahnya usia dan obat semacam penicilin dan litium,

yang secara aktif disekresi oleh tubulus ginjal, mengalami penurunan faali glomerolus dan

tubulus .
2.7. Penyakit kronik degeratif yang kerap dialami para lanjut usia

a. Osteo Artritis (OA)

OA adalah peradangan sendi yang terjadi akibat peristiwa mekanik dan biologik yang

mengakibatkan penipisan rawan sendi, tidak stabilnya sendi, dan perkapuran. OA

merupakanpenyebab utama ketidakmandirian pada usia lanjut, yang dipertinggi risikonya

karena trauma, penggunaan sendi berulang dan obesitas.

 Terapi :

- Osteoartritis : analgesik/ AINS

- Artritis : AINS

- Rematik polimialgia : analgesik, AINS, kortikosteroid

- Gout : kolkisin , AINS, allupurinol, urikosurik

b. Osteoporosis

Osteoporosis merupakan salah satu bentuk gangguan tulang dimana masa atau kepadatan

tulang berkurang. Terdapat dua jenis osteoporosis, tipe I merujuk pada percepatan kehilangan

tulang selama dua dekade pertama setelah menopause, sedangkan tipe II adalah hilangnya

masa tulang pada usia lanjut karena terganggunya produksi vitamin D.

 Terapi :

- menopause untuk mencegah osteoporesis (estradiol 1-2mg/hari)

- Klimakterik : (estrogen + androgen)

c. Hipertensi

Hipertensi merupakan kondisi dimana tekanan darah sistolik sama atau lebih tinggi

dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih tinggi dari 90mmHg, yang terjadi karena

menurunnya elastisitas arteri pada proses menua. Bila tidak ditangani, hipertensi dapat
memicu terjadinya stroke, kerusakan pembuluh darah (arteriosclerosis), serangan/gagal

jantung, dan gagal ginjal

 Terapi :

- Tiazid

- Betabloker

- Prazosin

- Reserpin

- Nipedipin

- Tiazid + betabloker

d. Diabetes Mellitus

Sekitar 50% dari lansia memiliki gangguan intoleransi glukosa dimana gula darah

masih tetap normal meskipun dalam kondisi puasa. Kondisi ini dapat berkembang menjadi

diabetes melitus, dimana kadar gula darah sewaktu diatas atau sama dengan 200 mg/dl dan

kadar glukosa darah saat puasa di atas 126 mg/dl. Obesitas, pola makan yang buruk, kurang

olah raga dan usia lanjut mempertinggi risiko DM. Sebagai ilustrasi, sekitar 20% dari lansia

berusia 75 tahun menderita DM. Beberapa gejalanya adalah sering haus dan lapar, banyak

berkemih, mudah lelah, berat badan terus berkurang, gatal-gatal, mati rasa, dan luka yang

lambat sembuh.

 Terapi :

- Diabetes dengan diet, pengurangan BB

- Sulfonilurea jika diet gagal

- Insulin jika sulfoniurea gagal atau terjadi keton urea


e. Dimensia

Merupakan kumpulan gejala yang berkaitan dengan kehilangan fungsi intelektual dan

daya ingat secara perlahan-lahan, sehingga mempengaruhi aktivitas kehidupan sehari-hari.

Alzheimer merupakan jenis demensia yang paling sering terjadi pada usia lanjut. Adanya

riwayat keluarga,usia lanjut,penyakit vaskular/pembuluh darah (hipertensi,diabetes,

kolesterol tinggi), trauma kepala merupakan faktor risiko terjadinya demensia. Demensia juga

kerap terjadi pada wanita dan individu dengan pendidikan rendah.

f. Penyakit jantung koroner

Penyempitan pembuluh darah jantung sehingga aliran darah menuju jantung

terganggu. Gejala umum yang terjadi adalah nyeri dada, sesak napas, pingsan, hingga

kebingungan.

 Terapi :

- Terapi awal jantung kronis : tiazid lebih banyak digunakan

- Hipokalemia : preparat K/pisang/jeruk

g. Kanker

Kanker merupakan sebuah keadaan dimana struktur dan fungsi sebuah sel mengalami

perubahan bahkan sampai merusak sel-sel lainnya yang masih sehat. Sel yang berubah ini

mengalami mutasi karena suatu sebab sehingga ia tidak bisa lagi menjalankan fungsi

normalnya. Biasanya perubahan sel ini mengalami beberapa tahapan, mulai dari yang ringan

sampai berubah sama sekali dari keadaan awal (kanker). Kanker merupakan penyebab

kematian nomor dua setelah penyakit jantung. Faktor resiko yang paling utama adalah usia.

Dua pertiga kasus kanker terjadi di atas usia 65 tahun. Mulai usia 40 tahun resiko untuk

timbul kanker meningkat.


2.8 Obat-obatan yang sering diresepkan pada lansia dan pertimbangan pemakaian

1. Obat-obat sistem saraf pusat         

 Sedativa-hipnotika                          

Mengingat sering diresepkannya obat-obat golongan sedativa-hipnotika pada pasien

usia lanjut, maka efek samping obat golongan ini yang diketahui maupun tidak diketahui oleh

pasien relatif lebih sering terjadi. Pasien merasa tidak enak badan setelah bangun tidur (dapat

terjadi sepanjang hari), sempoyongan, gelisah, kekakuan dalam bicara dan kebingungan

beberapa waktu sesudah minum obat. Sebagai contoh, waktu paruh beberapa obat golongan

benzodiazepin dan barbiturat meningkat sampai 1,5 kali. Namun lorazepam dan oksazepam

mungkin kurang begitu terpengaruh oleh perubahan ini. Efek samping yang perlu diamati

pada penggunaan obat sedativa-hipnotika antara lain adalah ataksia.Diazepam tablet,

nitrazepam, flurazepam menyebabkan depresi susunan syaraf meningkat.Fungsi tubulus juga

memburuk akibat bertambahnya usia dan obat semacam litium, yang secara aktif disekresi

oleh tubulus ginjal, mengalami penurunan faali glomerolus dan tubulus.

Anastetik       

·      opiod menimbulkan efek yang sangat nyata pada susunan syarat pusat

Antidepresan trisiklik

·         amitriptyline, amoxapine, imipramine, lofepramine, iprindole, protriptyline, dan

trimipramine menyebabkan dapat menimbulkan hipotensi ortostatik.

Obat saraf skizoprenia        

·         fenotiazin ( mis : Klorpromazin) menyebabkan Hipotensi postural, hipotermia

Relaksan otot polos, anti spasmodic

·         Atropin sulfat tablet menyebabkan efek samping yang terjadi kadang-kadang

kebingungan (biasanya pada usia lanjut)


Analgetika                             

            Dengan menurunnya fungsi respirasi karena bertambahnya umur, maka kepekaan

terhadap efek respirasi obat-obat golongan opioid (analgetika-narkotik) juga meningkat. Jika

tidak sangat terpaksa dan indikasi pemakaian tidak terpenuhi, maka pemberian analgetika-

narkotik pada usia lanjutnya hendaknya dihindari Antidepresansia:

            Obat-obat golongan antidepresan trisiklik yang cukup banyak diresepkan ternyata

sering menimbulkan efek samping pada usia lanjut, yang antara lain berupa mulut kering,

retensi urin, konstipasi, hipotensi postural, kekaburan pandangan, kebingungan, dan aritmia

jantung. Jika terpaksa diberikan, maka sebaiknya dimulai dari dosis terendah, misalnya

imipramin 10 mg pada malam hari. Selain itu diperlukan pula pemantauan yang terus

menerus untuk mencegah kemungkinan efek samping tersebut.

Analgesik golongan narkotika

- Petidin dapat memproduksi metabolit aktif, sehingga obat ini juga perlu diberi dalam

dosis lebih kecil pada lansia.

Analgesik antipretik

- Aspirin menambah intensitas perdarahan,waspadai penggunaan tramadol tablet pada

lansia

Analgesik antipiretik antiinflamasi  :

- Waspadai penggunaan asam mefenamat pada lansia

- Ibuprofen (lansia memerlukan dosis yang lebih rendah karena metabolisme tubuh

mereka tidak lagi bekerja cepat sehingga mereka cenderung mempertahankan obat

penghilang rasa sakit lebih lama dalam tubuh)


2. Obat-obat kardiovaskuler

 Antihipertensi                                  

            Pengobatan hipertensi pada usia lanjut sering menjadi masalah, tidak saja dalam hal

pemilihan obat, penentuan dosis dan lamanya pemberian, tetapi juga menyangkut keterlibatan

pasien secara terus menerus dalam proses terapi. Hal ini karena pengobatannya umumnya

jangka panjang. Jika terapi non-obat dirasa masih memungkinkan, pembatasan masukan

garam, latihan (exercise), dan penurunan berat badan, serta pencegahan terhadap faktor-

faktor risiko hipertensi (misalnya merokok dan hiperkholesterolemia) perlu dianjurkan bagi

pasien dengan hipertensi ringan. Namun jika yang dipilih adalah alternatif pengobatan, maka

hendaknya dipertimbangkan pula hal-hal berikut:

 • penyakit lain yang diderita (associated illness)

 • obat-obat yang diberikan bersamaan (concurrent therapy)

 • biaya obat (medication cost), dan

 • ketaatan pasien (patient compliance).

Pada usia lanjut, penurunan aliran darah ke hati dan juga kemungkinan pengurangan

ekskresi obat yang tinggi terjadi pada labetolol, lidokain, dan propanolol. Anti hipertensi

(penghambat adrenergic). Pilihan pertama yang dianjurkan adalah diuretika dengan dosis

yang sekecil mungkin. Efek samping hipokalemia dapat diatasi dengan pemberian suplemen

kalium atau pemberian diuretika potassium-sparing seperti triamteren dan

amilorida.kemungkinan terjadinya hipotensi postural dan dehidrasi hendaknya selalu

diamati.Jika diuretika ternyata kurang efektif, pilihan selanjutnya adalah obat-obat antagonis

beta-adrenoseptor (beta bloker).

            Untuk penderita angina atau aritmia, beta blocker cukup bermanfaat sebagai obat

tunggal, tetapi jangan diberikan pada pasien dengan kegagalan ginjal kongestif,

bronkhospasmus, dan penyakit vaskuler perifer. Pengobatan dengan beta-1-selektif yang


mempunyai waktu paruh pendek seperti metoprolol 50 mg 1-2x sehari juga cukup efektif

bagi pasien yang tidak mempunyai kontraindikasi terhadap pemakaian beta-blocker. Dosis

awal dan rumat hendaknya ditetapkan secara hati-hati atas dasar respons pasien secara

individual.

            Vasodilator perifer seperti prazosin, hidralazin, verapamil dan nifedipin juga

ditoleransi dengan baik pada usia lanjut, meskipun pengamatan yang seksama terhadap

kemungkinan terjadinya hipotensi ortostatik perlu dilakukan. Meskipun beberapa peneliti

akhir-akhir ini menganjurkan kalsium antagonis, seperti verapamil dan diltiazem untuk usia

lanjut sebagai obat lini pertama. Tetapi mengingat harganya relatif mahal dengan frekuensi

pemberian yang lebih sering, maka dikhawatirkan akan menurunkan ketaatan pasien.

Prazosin, suatu α1 adrenergic blocker, dapat menimbulkan hipotensi ortostatik.

Obat-obat antiaritmia                     

Pengobatan antiaritmia pada usia lanjut akhir-akhir ini semakin sering dilakukan

mengingat makin tingginya angka kejadian penyakit jantung koroner pada kelompok ini.

Namun demikian obat-obat seperti disopiramida sangat tidak dianjurkan, mengingat efek

antikholinergiknya yang antara lain berupa takhikardi, mulut kering, retensi urin, konstipasi,

dan kebingungan. Pemberian kuinidin dan prokainamid hendaknya mempertimbangkan dosis

dan frekuensi pemberian, karena terjadinya penurunan klirens dan pemanjangan waktu paruh.

 Glikosida jantung                            

            Digoksin merupakan obat yang diberikan pada penderita usia lanjut dengan kegagalan

jantung atau aritmia jantung. Intoksikasi digoksin tidak jarang dijumpai pada penderita

dengan gangguan fungsi ginjal, khususnya jika kepadapasien yang bersangkutan juga diberi

diuretika. Gejala intoksikasi digoksin sangat beragam mulai anoreksia, kekaburan

penglihatan, dan psikosis hingga gangguan irama jantung yang serius. Meskipun digoksin
dapat memperbaiki kontraktilitas jantung dan memberi efek inotropik yang menguntungkan,

tetapi kemanfaatannya untuk kegagalan jantung kronis tanpa disertai fibrilasi atrial masih

diragukan. Oleh sebab itu, mengingat kemungkinan kecilnya manfaat klinik untuk usia lanjut

dan efek samping digoksin sangat sering terjadi, maka pilihan alternatif terapi lainnya perlu

dipetimbangkan lebih dahulu. Diuretika dan vasodilator perifer sebetulnya cukup efektif

sebagian besar penderita.

3. Antibiotika

Prinsip-prinsip dasar pemakaian antibiotika pada usia lanjut tidak berbeda dengan

kelompok usia lainnya. Yang perlu diwaspadai adalah pemakaian antibiotika golongan

aminoglikosida dan laktam, yang ekskresi utamanya melalui ginjal. Penurunan fungsi ginjal

karena usia lanjut akan mempengaruhi eliminasi antibiotika tersebut, di mana waktu paruh

obat menjadi lebih panjang (waktu paruh gentasimin, kanamisin, dan netilmisin dapat

meningkat sampai dua kali lipat) dan memberi efek toksik pada ginjal (nefrotoksik), maupun

organ lain (misalnya ototoksisitas).

- Kotrimoksazol dewasa tablet menyebabkan pasien berpotensi tinggi untuk

kekurangan folat(lanjut usia).

- Streptomisin menyebabkan ototoksisitas.

- Fungsi tubulus juga memburuk akibat bertambahnya usia dan obat semacam penicilin

yang secara aktif disekresi oleh tubulus ginjal, mengalami penurunan faali glomerolus dan

tubulus.

4. Obat-obat antiinflamasi

  Obat-obat golongan antiinflamasi relatif lebih banyak diresepkan pada usia lanjut,

terutama untuk keluhan-keluhan nyeri sendi (osteoaritris). Berbagai studi menunjukkan

bahwa obat-obat antiinflamasi non-steroid (AINS), seperti misalnya indometasin dan

fenilbutazon, akan mengalami perpanjangan waktu paruh jika diberikan pada usia lanjut,
karena menurunnya kemampuan metabolisme hepatal. Karena meningkatnya kemungkinan

terjadinya efek samping gastrointestinal seperti nausea, diare, nyeri abdominal dan

perdarahan lambung (20% pemakai AINS usia lanjut mengalami efek samping tersebut),

maka pemakaian obat-obat golongan ini hendaknya dengan pertimbangan yang seksama.

Efek samping dapat dicegah misalnya dengan memberikan antasida secara bersamaan, tetapi

perlu diingatbahwa antasida justru dapat mengurangi kemampuan absorpsi AINS. Anti

inflamasi non steroid juga perlu diwaspadai penggunaannnya pada lanjut usia adalah

Meloxicam, Natrium diklofenak, Piroxicam.

5. Laksansia

            Pada usia lanjut umumnya akan terjadi penurunan motilitas gastrointestinal, yang

biasanya dikeluhkan dalam bentuk konstipasi. Pemberian obat-obat laksansia jangka panjang

sangat tidak dianjurkan, karena di samping menimbulkan habituasi juga akan memperlemah

motilitas usus. Pemberian obat-obat ini hendaknya disertai anjuran agar melakukan diet tinggi

serat dan meningkatkan masukan cairan serta jika mungkin dengan latihan fisik (olah raga).

6. Antiviral agent

- Waspadai penggunaan acyclovir tablet pada lansia

7. Obat asam urat/ antipirai

- Allupurinol tablet (perhatikan penyesuaian dosis akibat penurunan fugsi hati, ginjal &

jantung)

8. Anti histamine

- Waspadai penggunaan cetrizine pada lansia

- Ctm menimbulkan efek yang sangat nyata terhadap susunan saraf pusat
9. Anti ulcer agent

- Cimetidine tablet (Pasien lansia (> 50 tahun) merupakan faktor risiko untuk

berkembangnya kondisi bingung (confusional) yang berulang / reversible)

10. Anti  konvulsan

- Fenobarbital tablet (Pasien usia lanjut seringkali mengalami excitement, bingung atau

depresi)

- Waspadai penggunaan fenotain pada lansia

11. Anti koagulan

- Warfarin menyebabkan pendarahan

12. Anti diare

- Loperamida menyebabkan tidak kentut

13. Obat TB

- Isoniazid menyebabkan hepatotoksisitas

14. Anti Parkinson

- Triheksifenidil menyebabkan kebingungan mental, halusinasi, konstipasi, retensi urin

15. Anti diabetic

- Klorpropamid menyebabkan hipoglikemia

- Glibenklamid menyebabkan hipoglikemia

16. Kortikosteroid

- Prednisone menyebabkan kejenuhan metabolisme oleh hati

17. Glukortikoid

- Methylprednisolon menyebabkan kejenuhan metabolisme oleh hati

 Secara singkat, pemakaian/pemberian obat pada usia lanjut hendaknya mempertimbangkan

hal-hal berikut:
a. Riwayat pemakaian obat

•       informasi mengenai pemakaian obat sebelumnya perlu ditanyakan, mengingat sebelum

datang ke dokter umumnya penderita sudah melakukan upaya pengobatan sendiri.

•       informasi ini diperlukan juga untuk mengetahui apakah keluhan/penyakitnya ada kaitan

dengan pemakaian obat (efek samping), serta ada kaitannya dengan pemakaian obat yang

memberi interaksi.

b. Obat diberikan atas indikasi yang ketat, untuk diagnosis yang dibuat. Sebagai contoh,

sangat tidak dianjurkan memberikan simetidin pada kecurigaan diagnosis ke arah dispepsia.

c. Mulai dengan dosis terkecil. Penyesuaian dosis secara individual perlu dilakukan

untuk menghindari kemungkinan intoksikasi, karena penanganan terhadap akibat intoksikasi

obat akan jauh lebih sulit.

d. Hanya resepkan obat yang sekiranya menjamin ketaatan pasien, memberi resiko yang

terkecil, dan sejauh mungkin jangan diberikan lebih dari 2 jenis obat. Jika terpaksa

memberikan lebih dari 1 macam obat, pertimbangkan cara pemberian yang bisa dilakukan

pada saat yang bersamaan.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Terapi/penggunaan obat pada pasien lansia perlu diperhatikan karena terdapat

perubahan-perubahan fungsi, kemampuan organ menurun, dosis dalam darah meningkat

sehingga menjadi racun, serta laju darah dalam ginjal menurun.

Proses penuaan akan mengakibatkan terjadinya beberapa perubahan fisiologi, anatomi,

psikologi, dan sosiologi. Perubahan fisiologi yang terkait usia dapat menyebabkan perubahan

yang bermakna dalam penatalaksanaan obat. Farmasis sebaiknya perlu memiliki pengetahuan

menyeluruh tentang perubahan-perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik yang muncul.

Peresepan yang tidak tepat dan polifarmasi merupakan problem utama dalam terapi dengan

obat pada pasien lanjut usia. Keahlian klinis farmasis, termasuk evaluasi terhadap

pengobatan, dapat digunakan untuk memperbaiki pelayanan dalam bidang ini.

Tujuan terapi obat pada pasien lanjut usia harus ditetapkan dalam rangka mengoptimalkan

hasil terapi. Perbaikan kualitas hidup, titrasi dosis, pemilihan obat, dan bentuk sediaan obat

yang tepat serta pengobatan penyebab penyakit bukan sekedar gejalanya merupakan semua

tindakan yang sangat diperlukan.

Efek samping obat lebih sering terjadi pada populasi lanjut usia. Pasien lanjut usia tiga kali

lebih beresiko masuk rumah sakit akibat efek samping obat. Hal ini berpengaruh secara

bermakna terhadap segi finansial seperti halnya implikasi teraupetik.

Kepatuhan penggunaan obat sering kali mengalami penurunan karena beberapa gangguan

pada lanjut usia. Kesulitan dalam hal membaca, bahasa, mendengar dan ketangkasan,

semuanya dapat berperan dalam masalah ini.


DAFTAR PUSTAKA

Suhartin, P., 2010, Teori penuaan, perubahan pada sistem tubuh dan implikasinya pada

lansia,fakultas kedokteran universitas diponegoro.

Usia Lanjut., http://www.infokes.com/today/artikelview.html?item_ID=223&topik

=usialanjut

Suharko, K., Rina, K., Kusumaratna, 2006, Penatalaksanaan rasa nyeri pada lanjut

usia,Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Anda mungkin juga menyukai