Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Kecemasan
1. Pengertian Kecemasan
Kecemasan adalah suatu perasaan takut yang tidak menyenangkan dan
tidak dapat dibenarkan yang sering disertai dengan gejala fisiologis (Tomb,
2010). Stuart (2011) mengatakan kecemasan adalah keadaan emosi yang
tidak memiliki objek yang spesifik dan kondisi ini dialami secara subjektif.
Cemas berbeda dengan rasa takut. Takut merupakan penilaian intelektual
terhadap sesuatu yang berbahaya. Cemas adalah respon emosional terhadap
penilaian tersebut. Cemas merupakan suatu keadaan yang wajar, karena
seseorang pasti menginginkan segala sesuatu dalam kehidupannya dapat
berjalan dengan lancar dan terhindar dari segala marabahaya atau kegagalan
serta sesuai dengan harapannya. Banyak hal yang harus dicemaskan, salah
satunya adalah kesehatan, yaitu pada saat dirawat di rumah sakit. Misalnya
pada saat anak sakit dan harus dirawat di rumah sakit akan menimbulkan
dampak bagi orang tua maupun anak tersebut. Hal yang paling umum yang
dirasakan orang tua adalah kecemasan. Suatu hal yang normal, bahkan adaptif
untuk sedikit cemas mengenai aspek – aspek kehidupan tersebut. Kecemasan
merupakan suatu respons yang tepat terhadap ancaman, tetapi kecemasan
dapat menjadi abnormal bila tingkatannya tidak sesuai dengan proporsi
ancaman (Nevid, et al., 2010).
Berdasarkan uraian diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa
kecemasan merupakan suatu respon emosi yang timbul karena adanya sesuatu
yang berbahaya atau sesuatu yang tidak menyenangkan.
2. Tanda dan Gejala Kecemasan
Tanda dan gejala kecemasan yang ditunjukkan atau dikemukakan oleh
seseorang bervariasi, tergantung dari beratnya atau tingkatan yang dirasakan
oleh idividu tersebut (Hawari, 2014). Keluhan yang sering dikemukakan oleh

9
FIKes UIA 2020
10

seseorang saat mengalami kecemasan secara umum menurut Hawari (2014),


antara lain adalah sebagai berikut:
a. Gejala psikologis : pernyataan cemas/ khawatir, firasat buruk, takut akan
pikirannya sendiri, mudah terganggu, dan tidak tenang.
b. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.
c. Gangguan konsentrasi dan daya ingat.
d. Gejala somatic : rasa sakit pada otot dan tulang, berdebar-debar, sesak
nafas, gangguan pencernaan, sakit kepala, gangguan perkemihan, tangan
terasa dingin dan lembab, dan lain sebagainya.
Menurut Stuart (2011) pada orang yang cemas akan muncul beberapa
respon yang meliputi :
a. Respon fisiologis
1. Kardiovasklar : palpitasi, tekanan darah meningkat, tekanan darah
2. menurun, denyut nadi menurun.
3. Pernafasan : nafas cepat dan pendek, nafas dangkal dan terengah-
engah
4. Gastrointestinal : nafsu makan menurun, tidak nyaman pada perut,
mual
5. dan diare.
6. Neuromuskular : tremor, gugup, gelisah, insomnia dan pusing.
7. Traktus urinarius : sering berkemih.
8. Kulit : keringat dingin, gatal, wajah kemerahan.
b. Respon perilaku
Respon perilaku yang muncul adalah gelisah, tremor, ketegangan fisik,
reaksi terkejut, gugup, bicara cepat, menghindar, kurang kooordinasi,
menarik diri dari hubungan interpersonal dan melarikan diri dari
masalah.
c. Respon kognitif
Respon kognitif yang muncul adalah perhatian terganggu, pelupa, salah
dalam memberikan penilaian, hambatan berfikir, kesadaran diri
meningkat, tidak mampu berkonsentrasi, tidak mampu mengambil
keputusan, menurunnya lapangan persepsi dan kreatifitas, bingung, takut,

FIKes UIA 2020


11

kehilangan kontrol, takut pada gambaran visual dan takut cedera atau
kematian.
d. Respon afektif
Respon afektif yang sering muncul adalah mudah terganggu, tidak sabar,
gelisah, tegang, ketakutan, waspada, gugup, mati rasa, rasa bersalah dan
malu
3. Tingkat Kecemasan
Peplau (1963) dalam Stuart (2014), mengidentifikasi kecemasan
dalam empat tingkatan dan menggambarkan efek dari tiap tingkatan.
a. Cemas Ringan
Cemas ringan merupakan cemas yang normal yang berhubungan
dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan
seseorang menjadiwaspada dan meningkatkan lahan persepsinya, seperti
melihat, mendengar dangerakan menggenggam lebih kuat. Kecemasan
tingkat ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan
kreativitas.
b. Cemas Sedang
Cemas sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada
hal yang penting dan mengesampingkan hal yang lain, sehingga
seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan
sesuatu yang lebih terarah. Kecemasan ini mempersempit lapang presepsi
individu, seperti penglihatan, pendengaran, dan gerakan menggenggam
berkurang.
c. Cemas Berat
Cemas berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang.
Seseorang cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan
spesifik dan tidak dapat berpikir tentang hal lain. Semua perilaku
ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Individu tersebut memerlukan
banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain.
d. Panik
Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror.
Rincian terpecah dari proporsinya. Individu yang mengalami panik tidak

FIKes UIA 2020


12

mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan hal itu


dikarenakan individu tersebut mengalami kehilangan kendali, terjadi
peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk
berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan
kehilangan pemikiran yang rasional. Panik melibatkan disorganisasi
kepribadian. Individu yang mengalami panik juga tidak dapat
berkomunikasi secara efektif. Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan
kehidupan, dan jika berlangsung terus menerus dalam waktu yang lama,
dapat terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian.
4. Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan
Hawari (2011) mekanisme terjadinya cemas yaitu psiko-neuro-
imonologi atau psiko-neuro-endokrinolog. Akan tetapi tidak semua orang
yang mengalami stressor psikososial akan mengalami gangguan cemas, hal
ini tergantung pada strukstur perkembangan kepribadian diri seseorang
tersebut yaitu usia, pendidikan, pengalaman, jenis kelamin, dukungan sosial
dari keluarga, hari perawatan, yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Usia
Umur berkorelasi dengan pengalaman, pengalaman berkorelasi
dengan pengetahuan, pemahaman dan pandangan terhadap sesuatu
penyakit atau kejadian sehingga akan membentuk persepsi dan sikap.
Kematangan dalam proses berpikir pada individu yang berumur dewasa
lebih memungkinkannya untuk menggunakan mekanisme koping yang
baik dibandingkan kelompok umur anak-anak, ditemukan sebagian besar
kelompok umur anak yang mengalami insiden fraktur, cenderung lebih
mengalami respon cemas yang berat dibandingkan kelompok umur
dewasa.
b. Pengalaman
Pengalaman masa lalu terhadap penyakit baik yang positif maupun
negatif dapat mempengaruhi perkembangan ketrampilan menggunakan
koping. Keberhasilan seseorang dapat membantu individu untuk
mengembangkan kekuatan coping, sebaliknya kegagalan atau reaksi
emosional menyebabkan seseorang menggunakan coping yang

FIKes UIA 2020


13

maladaptif terhadap stressor tertentu.


c. Dukungan
Dukungan psikososial keluarga adalah mekanisme hubungan
interpersonal yang dapat melindungi seseorang dari efek stres yang
buruk. Pada umumnya jika seseorang memiliki sistem pendukung yang
kuat, kerentanan terhadap penyakit mental akan rendah.
d. Jenis Kelamin
Umumnya seorang laki-laki dewasa mempunyai mental yang kuat
terhadap sesuatu hal yang dianggap mengancam bagi dirinya
dibandingkan perempuan. Laki-laki lebih mempunyai tingkat
pengetahuan dan wawasan lebih luas dibandingkan perempuan, karena
laki-laki lebih banyak berinteraksi dengan lingkungan luar sedangkan
sebagian besar perempuan hanya tinggal dirumah dan menjalani
aktivitasnya sebagai ibu rumah tangga sehingga tingkat pengetahuan atau
transfer informasi yang didapatkan terbatas tentang pencegahan penyakit.
e. Pendidikan
Responden yang berpendidikan tinggi lebih mampu menggunakan
pemahaman mereka dalam merespon kejadian fraktur secara adaptif
dibandingkan kelompok responden yang berpendidikan rendah. Kondisi
ini menunjukkan respon cemas berat cenderung dapat kita temukan pada
responden yang berpendidikan rendah karena rendahnya pemahaman
mereka terhadap kejadian fraktur sehingga membentuk persepsi yang
menakutkan bagi mereka dalam merespon kejadian fraktur.
f. Hari Perawatan
Lama hari rawat dapat mempengaruhi seseorang yang sedang
dirawat juga keluarga dari klien tersebut. Kecemasan anak yang dirawat
di rumah sakit akan sangat terlihat pada hari pertama sampai kedua
bahkan sampai hari ketiga, dan biasanya memasuki hari keempat atau
kelima kecemasan yang dirasakan anak akan mulai kurang. Kecemasan
yang terjadi pada pasien dan orang tua juga bisa dipengaruhi oleh
lamanya seseorang dirawat. Kecemasan pada anak yang sedang dirawat
bisa berkurang. Kecemasan yang terjadi pada pasien dan orang tua

FIKes UIA 2020


14

dipengaruhi oleh lamanya seseorang dirawat. Kecemasan pada anak yang


sedang dirawat bisa berkurang karena adanya dukungan orang tua yang
selalu menemani anak selama dirawat, teman-teman anak yang datang
berkunjung ke rumah sakit atau anak sudah membina hubungan yang
baik dengan petugas kesehatan (perawat, dokter) sehingga dapat
menurunkan orang yang dicintai, dan lain sebagainya.
5. Kecemasaan Anak
Kecemasan pada anak merupakan sebuah fenomena yang seringkali
terjadi di rumah sakit. Peneliti melakukan observasi pada anak yang sedang
di rawat di rumah sakit ditemukan bahwa anak merasa takut, cemas,
menangis dan cenderung menolak dilakukan perawatan, sehingga hal ini
sangat berpengaruh pada proses penyembuhan anak. Permasalahan
kecemasan pada anak tersebut apabila tidak diatasi sejak awal dapat
mengurangi intensitas terapi dan perawatan selama masa penyembuhan di
rumah sakit. Terapi bermain yang diberikan dapat mengurangi trauma
psikologis maupun emosional anak sesuai usia dalam masa tumbuh
kembang. Balita merupakan individu yang berumur 0-5 tahun, dengan
tingkat plastisitas otak yang masih sangat tinggi sehingga akan lebih terbuka
untuk proses pembelajaran dan pengayaan (Muslihatan, 2010). Sedangkan
menurut Profil Kesehatan (2013), balita merupakan anak yang usianya
berumur antara satu hingga lima tahun. Saat usia balita kebutuhan akan
aktivitas hariannya masih tergantung penuh terhadap orang lain mulai dari
makan, buang air besar maupun air kecil dan kebersihan diri. Masa balita
merupakan masa yang sangat penting bagi proses kehidupan manusia. Pada
masa ini akan berpengaruh besar terhadap keberhasilan anak dalam proses
tumbuh kembang selanjutnya.
6. Akibat Kecemasan
Akibat kecemasan dapat menyebabkan beberapa faktor, menurut
Hawari (2011) ada 6 akibat kecemasan yaitu :
a. Gangguan pola tidur mimpi yang meneganggkan.
b. Gangguan konsentrasi dan daya ingat.
c. Firasat buruk takut akan pikiran sendiri, mudah tersinggung.

FIKes UIA 2020


15

d. Merasa tegang, tidak tenang gelisah, mudah terkejut.


e. Takut sendirian, takut pada keramaian, dan banyak orang.
f. Keluhan-keluhan somatic, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang,
pendengaran berdenging, berdebar-debar sesak nafas, gangguan
pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan lain sebagainya.
B. Pemasangan Infus
1. Definisi
Pemasangan infus atau terapi intravena adalah proses memasukkan
jarum abocath ke dalam pembuluh darah vena yang kemudian
disambungkan dengan selang infus dan di alirkan cairan infus (Rosyidi,
2013). Terapi intravena adalah terapi medis yang dilakukan secara invasif
dengan menggunakan metode yang efektif untuk mensuplai cairan,
elektrolit, nutrisi, dan obat melalui pembuluh darah (Potter & Perry, 2014).
Terapi intravena adalah menempatkan cairan steril melalui jarum,langsung
ke vena perifer. Biasanya cairan steril mengandung elektrolit (natrium,
kalsium, kalium), nutrien misalnya, glukosa, vitamin atau obat (Brunner &
Suddarth, 2012). Dapat disimpulkan pemasangan infus atau terapi
intravena adalah memasukkan cairan, elektrolit, nutrisi dan obat dengan
teknik penusukan kateter infus ke dalam pembuluh darah vena dengan
menggunakan alat infus set.
2. Tujuan Pemasangan Infus
Tujuan utama terapi intravena yaitu:
a) Memberikan atau menggantikan cairan tubuh yang mengandung air,
elektrolit, vitamin, protein, lemak, dan kalori yang tidak dapat
dipertahankan secara adekuat melalui oral.
b) Memperbaiki keseimbangan asam-basa.
c) Memperbaiki volume komponen darah.
d) Memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan ke dalam
tubuh.
e) Memonitor tekanan vena sentral (CVP).
f) Memberikan nutrisi pada saat sistem pencernaan mengalami
gangguan (Hidayat, 2014).

FIKes UIA 2020


16

3. Indikasi Pemberian Terapi Intravena


Menurut Potter dan Perry (2015) indikasi pada pemberian terapi
intravena yaitu pada seseorang dengan penyakit berat, pemberian obat
melalui intravena langsung masuk ke dalam jalur peredaran darah,
misalnya pada kasus infeksi bakteri dalam peredaran darah (sepsis),
sehingga memberikan keuntungan lebih dibandingkan memberikan obat
oral. Pasien tidak dapat minum obat karena muntah, atau tidak dapat
menelan obat (ada sumbatan di saluran cerna atas). Pada keadaan seperti
ini, perlu dipertimbangkan pemberian melalui jalur lain seperti rektal
(anus), sublingual (di bawah lidah), subkutan (di bawah kulit), dan
intramuskular (disuntikkan di otot). Kesadaran menurun dan berisiko
terjadi aspirasi (tersedak obat masuk ke pernapasan), sehingga pemberian
melalui jalur lain dipertimbangkan. Kadar puncak obat dalam darah perlu
segera dicapai, sehingga diberikan melalui injeksi bolus (suntikan
langsung ke pembuluh balik/vena). Peningkatan cepat konsentrasi obat
dalam darah tercapai, misalnya pada orang yang mengalami hipoglikemia
berat dan mengancam nyawa.
4. Kontraindikasi Pemberian Terapi Intravena
a) Inflamasi dan infeksi di lokasi pemasangan infus.
b) Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan
digunakan untuk pemasangan fistula arteri-venapada tindakan
hemodialisis (Potter& Perry, 2015).
5. Lokasi Pemasangan Infus
Tempat atau lokasi vena perifer yang sering digunakan pada
pemasangan infus adalah vena supervisial atau perifer kutan terletak
di dalam fasia sub kutan dan merupakan akses paling mudah untuk
terapi intravena.Daerah tempat infus yang memungkinkan adalah
permukaan dorsal tangan (vena supervisial dorsalis, vena basilika,
vena sefalika), lengan bagian dalam (vena basalika, vena sefalika,
vena kubital median, vena median lengan bawah, vena radialis), dan
permukaan dorsal (vena safena magna, ramusdorsalis).Tempat
insersi/pungsi vena yang umum digunakan adalah tangan dan

FIKes UIA 2020


17

lengan.Namun vena-vena superfisial di kaki dapat digunakan jika


klien dalam kondisi tidak memungkinkan dipasang di daerah
tangan.Apabila memungkinkan, semua klien sebaiknya menggunakan
ekstremitas yang tidak dominan (Potter & Perry, 2010).
6. Prosedur Pemasangan Infus
a) Mempersiapkan peralatan.
b) Menjelaskan prosedur pemasangan infus dan tujuan kepada pasien.
c) Mencuci tangan.
d) Menyiapkan set infus.
e) Menutup klem.
f) Membiarkan ujung selang tertutup dengan plastik sampai infus
dipasang.
g) Melepaskan tutup pelindung dari botol cairan infus, masukkan
penusuk ke botol cairan infus.
h) Gantungkan botol cairan infus pada tiang infus dengan jarak 1 meter
dari atas kepala klien.
i) Mengisi sebagian bilik tetes dengan cairan infus.
j) Membuka tutup pelindung.
k) Melepaskan klem.
l) Biarkan cairan mengalir sampai gelembung dikeluarkan.
m) Mengklem selang
n) Pasang kembali tutup selang.
o) Memilih tempat pungsi vena: vena yang tampak lurus tidak
berkelok-kelok dan tidak pada persendian.
p) Pasang torniquet 15-20 cm di atas tempat pungsi.
q) Pakai sarung tangan bersih.
r) Membersihkan area pungsi dengan alkohol, lakukan gerakan
melingkar dari tengah ke luar.
s) Masukkan kateter dengan tangan nondominan meregangkan kulit
di area penusukan jarum.
t) Memasukkan kateter jarum dengan kemiringan pada sudut 15
sampai 30 derajat.

FIKes UIA 2020


18

u) Melepaskan torniquet.
v) Melepaskan tutup pelindung ujung distak selang.
w) Hubungkan selang infus ke kateter.
x) Memfiksasi kateter.
y) Memastikan ketepatan aliran infus sesuai dengan dosis yang di
berikan.
z) Berikan label meliputi tanggal.
aa) Menuliskan waktu pemasangan infus.
bb) Menuliskan inisial perawat yang memasang infus. (Kozier et al, 2010)

C. Balita
1. Pengertian Balita
Menurut Sutomo (2010), Balita adalah istilah umum bagi anak usia
1-3 tahun (balita) dan anak prasekolah (3-5 tahun). Saat usia balita, anak
masih tergantung penuh kepada orang tua untuk melakukan kegiatan
penting, seperti mandi, buang air dan makan. Perkembangan berbicara dan
berjalan sudah bertambah baik. Namun kemampuan lain masih terbatas.
Anak usia 1-3 tahun disebut dengan balita, sedangkan 3-5 tahun
disebut prasekolah. Keduanya merupakan istilah umum dari balita,
dibawah 1 tahun disebut bayi. Saat usia bayi maupun balita masih sangat
bergantung pada orang tuanya (Sutomo, 2010).
2. Karakteristik Balita
Septiari (2012) menyatakan karakteristik balita dibagi menjadi dua
yaitu:
a) Anak usia 1-3 tahun
Usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif artinya anak
menerima makanan yang disediakan orang tuanya. Laju pertumbuhan
usia balita lebih besar dari usia prasekolah, sehingga diperlukan
jumlah makanan yang relatif besar. Perut yang lebih kecil
menyebabkan jumlah makanan yang mampu diterimanya dalam sekali
makan lebih kecil bila dibandingkan dengan anak yang usianya lebih
besar oleh sebab itu, pola makan yang diberikan adalah porsi kecil
dengan frekuensi sering.

FIKes UIA 2020


19

b) Anak usia prasekolah (3-5 tahun)


Usia 3-5 tahun anak menjadi konsumen aktif, anak sudah mulai
memilih makanan yang disukainya. Pada usia ini berat badan anak
cenderung mengalami penurunan, disebabkan karena anak beraktivitas
lebih banyak dan mulai memilih maupun menolak makanan yang
disediakan orangtuanya.
c) Tumbuh kembang
Soetjiningsih (2012) menjelaskan tumbuh kembang adalah suatu
proses yang berkelanjutan dari konsepsi sampai dewasa yang
dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Pertumbuhan paling
cepat terjadi pada masa janin, usia 0-1 tahun dan masa pubertas.
Sedangkan tumbuh kembang yang dapat dengan mudah diamati pada
masa balita. Pada saat tumbuh kembang setiap anak mempunyai pola
perkembangan yang sama, akan tetapi kecepatannya berbeda.
Pada masa balita termasuk kelompok umur paling rawan terhadap
kekurangan energi dan protein, asupan zat gizi yang baik sangat
diperlukan untuk proses pertumbuhan dan perkembangan. Zat gizi
yang baik adalah zat-zat gizi yang berkualitas tinggi dan jumlahnya
mencukupi kebutuhan. Apabila zat gizi tubuh tidak terpenuhi dapat
menyebabkan beberapa dampak yang serius, contohnya gagal dalam
pertumbuhan fisik serta perkembangan yang tidak optimal (Waryana,
2010).
d) pertumbuhan
1) Definisi
Pertumbuhan adalah perubahan fisik pada seseorang yang
ditandai dengan bertambahnya ukuran berbagai organ tubuh karena
bertambahnya sel-sel dalam tubuh. Pertumbuhan bisa diukur dengan
berat badan, tinggi badan, umur tulang dan keseimbangan
metabolisme (Marimbi, 2010).
2) Indikator pertumbuhan
Berat badan merupakan salah satu ukuran pada antropometri
yang paling penting dan paling sering digunakan (Supariasa, 2012).

FIKes UIA 2020


20

Aritonang (2013) menjelaskan bahwa berat badan merupakan


gambaran dari massa tubuh, massa tubuh sangat peka dalam waktu
yang singkat. Perubahan tersebut secara langsung tergantung oleh
adanya penyakit infeksi dan nafsu makan. Pada anak yang
mempunyai status kesehatan dan nafsu makannya baik, maka
pertambahan berat badan akan mengikuti sesuai dengan usianya.
Akan tetapi, apabila anak mempunyai status kesehatan yang tidak
baik makan pertumbuhan akan terhambat. Oleh karena itu, berat
badan mempunyai sifat labil dan digunakan sebagai salah satu
indikator status gizi yang menggambarkan keadaan saat ini.
Supariasa (2012) mengungkapkan bahwa, berat badan dapat di
gunakan untuk memantau pertumbuhan fisik dan menentukan status
gizi pada seseorang yang tidak memiliki kelainan klinis. Status gizi
ditentukan berdasarkan golongan usia. Selain berfungsi memantau
pertumbuhan, berat badan juga berfungsi untuk menentukan dosis
obat dan kebutuhan makanan pada individu.
Tinggi badan memberikan gambaran tentang pertumbuhan. Pada
keadaan tubuh yang normal, pertumbuhan tinggi badan bersamaan
dengan usia. Pertumbuhan tinggi badan berlangsung lambat, kurang
peka pada kekurangan zat gizi dalam waktu yang singkat. Dampak
pada tinggi badan akibat kekurangan zat gizi berlangsung sangat
lama, sehingga dapat menggambarkan keadaan gizi masa lalu.
Keadaan tinggi badan pada usia sekolahmenggambarkan status gizi
berdasarkan indeks TB/U saat balita. (Aritonang, 2013).
Menurut Soetjiningsih (2012), pertumbuhan tinggi badan
meningkat masa masa bayi, kemudian melambat, kemudian
meningkat kembali pada masa pubertas dan melambat lagi hingga
akhirnya berhenti pada usia 18-20 tahun.
D. Peran Orang Tua Terhadap Pemasangan Infus
1. Pengertian
Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seseorang pada
situasi sosial tertentu. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam

FIKes UIA 2020


21

maupun dari luar dan bersifat stabil (Mubarok, Chayatin, dan Santoso, 2010).
Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi
sosial yang diberikan atau posisi individu di dalam masyarakat. Setiap posisi
terdapat sejumlah peran yang masing-masing terdiri dari kesatuan perilaku
yang kurang lebih bersifat homogen dan didefinisikan menurut kultur
sebagaimana yang diharapkan dalam posisi atau status (Potter & Perry, 2010).
Orang tua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu,
dan merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan yang sah yang dapat
membentuk sebuah keluarga (Ridwan, 2010). Orang tua terdiri dari ayah dan
ibu yang masing-masing mempunyai peran dan fungsi. Ibuadalah seorang
wanita yang di sebagian besar keluarga mempunyai peran sebagai pemimpin
kesehatan dan pemberi asuhan. Ibu bertindak sebagai sumber utama dalam
memberikan kenyamanan dan bantuan selama sakit (Friedman, 2010).
Peran orang tua adalah suatu bentuk tingkah laku yang ditunjukkan
oleh orang tua untuk mengembangkan kepribadian anak. Peran tradisional
orang tua meliputi mengasuh dan mendidik anak, mengajarkan disiplin anak
mengelola rumah dan keuangan keluarga. Peran modern orang tua adalah
berpartisipasi aktif dalam perawatan anak yang bertujuan untuk pertumbuhan
yang optimal dan perkembangan anak (Constantin, 2012).
2. Fungsi dan Peran Serta Orang Tua
Soelaeman (2009) Mengatakan bahwa ada beberapa fungsi serta
peran orang tua antara lain :
a. Fungsi religius.
Orang tua mempunyai kewajiban memperkenalkan dan mengajak anak
dan anggota lainnya kepada kehidupan beragama untuk melaksanakan
fungsi dan peran ini, orang tua sebagai tokoh dalam keluarga itu harus
terlebih dahulu menciptakan iklim yang religius dalam keluarga itu, yang
dapat dihayati oleh seluruh anggotnya.
b. Fungsi eduktif.
Pelaksanaan fungsi eduktif keluarga merupakan salah satu tanggung
jawab yang dipikul oleh orang tua. Sebagai salah satu unsur pendidikan
keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama bagi anak.

FIKes UIA 2020


22

Orang tua harus mengetahui tentang pentingnya pertumbuhan,


perkembangan dan masa depan seorang anak secara keseluruhan.
Ditangan orang tua hanyalah masalah-masalah yang menyangkut anak,
apakah dia akan tumbuh menjadi orang yang suka merusak dan
menyeleweng atau ia akan tumbuh menjadi orang baik.
c. Fungsi protektif.
Gambaran pelaksanaan fungsi lingkungan yaitu dengan cara melarang
atau menghindarkan anak dari perbuatan- perbuatan yang tidak
diharapkan, mengawasi atau membatasi perbuatan anak dalam hal-hal
tertentu menganjurkan atau menyuruh mereka untuk melakukan
perbuatan-perbuatan yang diharapkan mengajak kerja sama dan saling
membantu, memberikan contoh dalam hal-hal yang diharapkan.
d. Fungsi sosialisasi.
Fungsi dan peran orang tua dalam mendidik anaknya tidak saja
mencangkup pengembangan pribadi, agar menjadi pribadi yang mantap
tetapi meliputi pula mempersiapkannya menjadi anggota masyarakat
yang baik. Sehubungan dengan itu perlu dilaksanakan fungsi sosialisasi
anak. Melaksanakan fungsi sosialisasi itu berarti orang tua memiliki
kedudukan sebagai penghubung anak dengan kehidupan sosial, norma-
norma sosial dan membutuhkan fasilitas yang memadai.
e. Fungsi ekonomis.
Meliputi pencarian nafkah, perencanaan serta pembelajarannya. Keadaan
ekonomi sekeluarga memepengaruhi pula harapan orang tua akan masa
depan anaknya, agar dapat memberikan penghargaan yang tepat terhadap
uang dan pencariannya, disertai pula pengertian kedudukan ekonomi
keluarga secara nyata bila tahap perkembangannya anak telah
memungkinkan.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi peran


Hidayat (2009) menjelaskan ada beberapa faktor yang mempengaruhi
peran antara lain :
a. Faktor kelas sosial
Kelas sosial ditentukan oleh unsur-unsur seperti pendidikan, pekerjaan dan

FIKes UIA 2020


23

penghasilan. Pendapatan seseorang dari segi finansial akan mempengaruhi


status ekonomi, dimana dengan pendapatan yang lebih besar
memungkinkan lebih bisa terpenuhinya kebutuhan, sehingga yang ada di
masyarakat bahwa semakin tinggi status ekonomi perorangan maka akan
semakin tinggi pula kelas sosialnya.
b. Faktor bentuk keluarga
Keluarga merupakan unsur penting dalam perawatan anak mengingat anak
adalah bagian dari keluarga. Kehidupan anak dapat ditentuka oleh
lingkungan keluarga, untuk itu perawatan anak harus mengenal keluarga
sebagai tempat tinggal atau sebagai konstanta tepat dalam kehidupan.
Anak merupakan individu yang unik dan mempunyai kebutuhan sesuai
dengan tahap perkembangan yang meliputi kebutuhan fisiologi sosial dan
spritual.
c. Faktor tahap perkembangan keluarga
Tahap perkembangan keluarga dimulai dari terjadinya pernikahan yang
menyatukan dua pribadi yang berbeda, dilanjutkan dengan tahap persiapan
menjadi orang tua. Tahap selanjutnya adalah menjadi orang tua dengan
anak usia bayi sampai tahap-tahap berikutnya yang berakhir dengan tahap
beduka kembali dimana dalam setiap tahap individu mempunyai peran
yang berbeda sesuai dengan keadaan.
d. Faktor model peran
Individu merupakan bagian dari masyarakat, informasi yang diterima
individu terkait dengan masalah sehari-hari dalam masyarakat akan
menyebabkan masalah peran dari individu tersebut sehingga akan terjadi
transisi peran dan konflik peran.
e. Faktor peristiwa situasional
khususnya masalah kesehatan atau sakit Kejadian kehidupan situasional
yang berhadapan dengan keluarga dengan pengaruh sehat sakit terhadap
peran keluarga, peran sentral ibu sebagai pembuat keputusan tentang
kesehatan utama, pendidik, konselor, dan pemberi asuhan dalam keluarga.
4. Peran Orang Tua
Peran orang tua menurut Mubarok, Chayatin, dan Santoso (2012) adalah:

FIKes UIA 2020


24

1) Pengasuh
Orang tua berperan mengasuh anak sesuai dengan perilaku kesehatan
yaitu mengajarkan anak pada perilaku hidup bersih dan sehat, gosok gigi,
cuci tangan sebelum dan sesudah makan serta memberikan petunjuk
makan makanan yang sehat
2) Pendidik
Orang tua sebagai pendidik mampu memberikan pendidikan yang salah
satunya adalah pendidikan kesehatan kepada keluarga agar keluarga
dapat mandiri dan bertanggung jawab terhadap masalah kesehatan.
Contohnya adalah suatu tindakan untuk menurunkan demam anak dan
pemeriksaan anak selama sakit.
3) Pendorong
Peran orang tua sebagai pendorong adalah memberikan motivasi, memuji
dan setuju menerima pendapat dari orang lain. Pendorong dapat
merangkul dan membuat seseorang merasa bahwa pemikiran dirinya
penting dan bernilai untuk didengar. Pendorong harus memberi
dukungan pada anak yang akan mendapat tindakan keperawatan selama
anak dirawat di rumah sakit.
4) Pengawas
Tugas pengawas yang dilakukan orang tua salah satunya adalah
mengawasi tingkah laku anak untuk mencegah terjadinya sakit. Orang
tua juga terlibat saat perawat melakukan home visit yang teratur untuk
mengidentifikasi atau melakukan pengkajian tentang kesehatan keluarga.
5) Konselor
Konselor bukan yang mengatur, mengkritik atau membuat keputusan.
Namun demikian konselor harus bersikap terbuka dan dapat dipercaya
dalam mengatasi masalah. Sikap terbuka yang dimaksud adalah
memberikan informasi tentang penyakit dan tindakan yang akan diterima
anak.
Orang tua dituntut dapat menjalankan fungsi dan perannya dalam
mendidik, mengasuh dan menjaga kesehatan anak. Peran orang tua dalam
keluarga menurut Broks (2011) adalah :

FIKes UIA 2020


25

a) Memberikan lingkungan yang protektif


Orang tua sangat berperan dalam memberikan lingkungan yang
membawa perubahan positif dalam fungsi intelektual dan sosial
emosional. Adapun lingkungan tersebut meliputi: 1) lingkungan yang
positif dalam keluarga, perasaan baik dalam diri ibu dan komentar positif
pada anak, 2) lingkungan yang mengajarkan anak untuk berpikir,
berefleksi serta membuat keputusan, 3) lingkungan yang membuat
perasaan anak merasa dihargai dan memiliki dukungan dari keluarga.
b) Memberikan pengalaman yang membawa pada pertumbuhan dan potensi
maksimal
Peran orang tua dalam memberikan pengalamam yang membawa
perumbuhan dan potensi maksimal adalah melalui pengasuhan yang baik.
Pola asuh yang baik akan merangsang perkembangan intelektual.
Perawatan atau asuhan orang tua yang baik dapat menekan temperamen
yang reaktif dan dapat memunculkan potensi baru bagi anak.
c) Orang tua sebagai penasihat
Orang tua yang memiliki anak dengan masalah kesehatan harus dapat
melakukan tindakan yang mampu merubah anak untuk dapat beradaptasi
dalam kondisinya saat itu. Orang tua memberikan arahan pada anak,
melatih anak, memberikan dukungan dan mendorong untuk melakukan
hal-hal yang terbaik.
d) Sosok pengasuh yang harus ada dalam kehidupan anak.
Orang tua memiliki pengaruh kuat dalam kehidupan anak. Anak akan
melihat sosok orang tua sebagai contoh untuk bertingkah laku sesuai
dengan yang dilihatnya.
5. Peran Orang tua Saat Anak Sakit
Saat anak dirawat di rumah sakit, orang tua adalah sosok yang paling
dikenal dan dekat dengan anak. Orang tua sangat diperlukan untuk
mendampingi anak selama mendapat perawatan di rumah sakit. Peran serta
orang tua dalam meminimalkan dampak hospitalisasi menurut Hockenberry
dan Marylin (2011) adalah :
a) Orang tua berperan aktif dalam perawatan anak dengan cara orang tua

FIKes UIA 2020


26

tinggal bersama selama 24 jam (rooming in). Orang tua tidak


meninggalkan anak secara bersamaan sehingga minimal salah satu ayah
atau ibu secara bergantian dapat mendampingi anak.
b) Jika tidak memungkinkan rooming in, orang tua tetap bisa melihat anak
setiap saat dengan maksud mempertahankan kontak antar mereka. Orang
tua bisa tetap berada disekitar ruang rawat sehingga bisa dapat melihat
anak.
c) Orang tua mempersiapkan psikologis anak untuk tindakan prosedur yang
akan dilakukan dan memberikan dukungan psikologis anak, Selain itu
orang tua juga memberikan motivasi dan menguatkan anak serta
menjelaskan bahwa tindakan yang akan diterima untuk membantu
kesembuhan anak.
d) Orang tua hadir atau mendampingi pada saat anak dilakukan tindakan
atau prosedur yang menimbulkan rasa nyeri. Apabila mereka tidak dapat
menahan diri bahkan menangis bila melihatnya maka ditawarkan pada
orang tua untuk mempercayakan kepada perawat. Ketika anak akan
dirawat di rumah sakit, orang tua sebaiknya mampu mempersiapkan dan
memfasilitasi anak selama perawatan.
Menurut Moris (2010) bentuk persiapan yang dilakukan orang tua
adalah :
a) Orang tua mulai mempersiapkan anak untuk berangkat ke rumah sakit.
Pesiapan tersebut menyediakan kebutuhan anak selama dirawat meliputi
pakaian dan benda-benda kesayangan seperti mainan favorit, boneka atau
selimut.
b) Jika anak akan dirawat di rumah sakit untuk jangka waktu yang lama,
maka orang tua akan membantu untuk membawakan mainan baru.
Mainan tersebut memberikan sesuatu yang segar dan menarik untuk
meningkatkan semangat anak.
c) Membacakan buku-buku tentang rawat inap atau kunjungan dokter
dengan anak.
d) Orang tua bermain bersama anak sebagai dokter atau perawat dengan
menggunakan mainan alat medis yang dapat menyenangkan dan

FIKes UIA 2020


27

bermanfaat sehingga anak dapat mengenal dan mampu beradapatasi


dengan lingkungan rumah sakit.
6. Indikator Peran Orang Tua
Indikator peran orang tua yang dipaparkan oleh Chen (2005) bahwa
bentuk peran serta orang tua selama anak dirawat di rumah sakit adalah
sebagi berikut :
a) Menjalin kolaborasi antara orang tua dengan profesi kesehatan.
b) Kehadiran orang tua yang dapat memberikan rasa nyaman pada anak.
c) Keterlibatan orang tua dalam perawatan.
d) Memberikan support emosional kepada anak.
e) Ikut terlibat pada tindakan yang sederhana.
f) Menjelaskan kepada anak tentang kondisi anak.
g) Memenuhi kebutuhan anak selama dirawat.
Indikator peran orang tua ini akan dijadikan sebagai bahan untuk
penyusunan angket peran orang tua.

FIKes UIA 2020


28

E. Kerangka Teori
Bagan 2.1
Kerangka Teori Penelitian Hubungan Peran Orang Tua Dengan Tingkat
Kecemasan Anak Balita Pada Saat Pemasangan Infus
Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Peran :
Faktor kelas sosial
Faktor bentuk keluarga
Pemasangan Infus
Faktor tahap perkembangan
keluarga
Faktor model peran
Faktor peristiwa situasional
khususnya masalah kesehatan
atau sakit Faktor Yang
Respon anak menghadapi Mempengaruhi
pemasangan infus Kecemasan
Usia
Pengalaman
Peran orang tua Dukungan
Tingkat kecemasan
Jenis kelamin
Pendidikan
Indikator Peran orang tua Hari perawatan
Menjalin kolaborasi antara orang
tua dengan profesi kesehatan. 1. Respon
Kehadiran orang tua yang dapat fisiologis
memberikan rasa nyaman pada 2. Respon
anak. perilaku
Keterlibatan orang tua dalam 3. Respon kognitif
perawatan. 4. Respon afektif
Memberikan support
1.
emosional kepada anak.
Ikut terlibat pada tindakan yang
sederhana.
Menjelaskan kepada anak tentang Keterangan :
kondisi anak.
= Tidak diteliti
Memenuhikebutuhan anak selama
dirawat.
= Diteliti

= Mempengaruhi

= Hubungan
Sumber : Hidayat (2009), Hawari (2011), Stuart (2014)

FIKes UIA 2020


FIKes UIA 2020

Anda mungkin juga menyukai