Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan
oleh Clostridium tetani, yang merupakan obligat anaerob, gram positif batang yang motil dan
mudah bentuk endospora, ditandai dengan spasme otot yang periodic dan berat (Richard,
2003). Tetanus ini biasanya akut dan menimbulkan paralitik spastic yang disebabkan
tetanospasmin. Tetanospasmin merupakan neurotoksin yang diproduksi oleh clostridium
tetani. Spora Clostridium tetani biasanya masuk kedalam tubuh melalui luka pada kulit oleh
karena terpotong, tertusuk ataupun luka bakar serta pada infeksi tali pusat (tetanus
neonatorum) (Kiking, 2004). Tetanus ibu dan bayi baru lahir di dunia merupakan penyebab
penting dari kematian ibu dan bayi, sekitar 180.000 kehidupan di seluruh dunia setiap tahun,
hamper secara eksklusif di Negara-negara berkembang. Meskipun sudah dicegah dengan
maternal immunization, dengan vaksin, dan aseptis obstetric, tetanus ibu dan bayi tetap
sebagai masalah kesehatan masyarakat di 48 negara, terutama di Asia dan Afrika
(Anariyusmi, 2010).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah berkomitmen untuk menghilangkan tetanus
neonatorum pada tahun 1995. Tiga tahun setelah itu (1998), infeksi itu menewaskan lebih
dari 400.000 bayi per tahun, bahkan meskipun vaksin telah tersedia. WHO memperkirakan
bahwa pada 2008, 59.000 bayi meninggal dari NT, pengurangan 92% dari situasi di akhir
1980-an (pada tahun 1988, WHO mencatat bahwa 787.000 bayi meninggal karena tetanus
neonatorum / NT atau sekitar 6,7 NT kematian per 1000 kelahiran hidup). Pada tahun yang
sama, 46 negara masih belum dihilangkan MNT di semua distrik. Meskipun kemajuan terus
dilakukan pada Desember 2010, 39 negara belum mencapai status eliminasi MNT (Richard,
2003).
Menurut The World Health Report 2008, angka kematian bayi di Indonesia mencapai
20/1000 kelahiran hidup (SDKI 2007/2008). Berarti setiap jam terdapat 10 bayi baru lahir
meninggal, setiap hari ada 246 bayi meninggal dan setiap tahun ada 89.770 bayi baru lahir
yang meninggal. Kematian bayi lahir sebesar 79% terjadi setiap minggu pertama kelahiran
terutama pada saat persalinan. Sebanyak 54% terjadi pada tingkatan keluarga yang sebagian
besar disebabkan tidak memperoleh layanan rujukan dan kurangnya pengetahuan keluarga
akan kegawatdaruratan pada bayi.
Tetanus atau Lockjaw merupakan penyakit akut yang menyerang susunan saraf pusat
yang disebabkan oleh racun tetanospasmin yang dihasilkan oleh Clostridium Tetani. Penyakit
ini timbul jika kuman tetanus masuk ke dalam tubuh melalui luka, gigitan serangga, infeksi
gigi, infeksi telinga, bekas suntikan dan pemotongan tali pusat. Dalam tubuh kuman ini akan
berkembang biak dan menghasilkan eksotoksin antara lain tetanospasmin yang secara umum
menyebabkan kekakuan, spasme dari otot bergaris. Adapun masalah ditemukan di Kelurahan
Sendang Mulyo KecamatanTembalang Kota Semarang, yaitu masih terdapat ibu yang
memandikan dan membersihkan tali pusat bayi hanya 1 kali dalam sehari. Ada juga ibu yang

1
menjemur pakaian bayi di batu-batu atau di bambu. Pakaian bayi yang kurang bersih
beresiko infeksi bila bersentuhan langsung dengan tali pusat bayi, padahal teknik perawatan
tali pusat dalam Asuhan Persalinan Normal (APN) tidak lagi menggunakan kasa steril
melainkan hanya diikat dengan tali atau benang saja, sehingga kebersihan pakaian bayi pun
perlu diperhatikan.
Salah satu upaya atau cara untuk mengatasi masalah dan mengurangi angka kematian
bayi karena infeksi tali pusat dan tetanus neonatorum seperti yang disampaikan Menteri
Kesehatan RI, pemerintah menggunakan strategi yang pada dasarnya menekankan pada
penyediaan pelayanan maternal dan neonatal berkualitas yang Cost – Efective yang tertuang
dalam tiga pesan kunci, yaitu :
1. Setiap kehamilan diberikan Toksoid Tetanus yang sangat bermanfaat untuk mencegah
tetanus neonatorum.
2. Hendaknya sterilitas harus diperhatikan benar pada waktu pemotongan tali pusat
demikian pula perawatan tali pusat selanjutnya.
3. Penyuluhan mengenai perawatan tali pusat yang benar pada masyarakat.
Untuk menjamin keberhasilan pelaksanaan ketiga pesan kunci tersebut dan
pencapaiannya, target yang telah ditetapkan untuk Angka Kematian Bayi pada tahun 2010
adalah 16/1000 kelahiran hidup (DepKes RI,2009).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah yang dimaksud dengan tetanus?
2. Apa saja etiologi tetanus?
3. Apa saja manifestasi klinis pada tetanus?
4. Bagaimanakah patofisiologi dan WOC tetanus?
5. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan tetanus?
6.
1.3 Tujuan
Menjelaskan tentang konsep tetanus dan asuhan keperawatan pada klien dengan tetanus.

1.4 Manfaat
Mahasiswa dapat memahami tentang konsep tetanus dan asuhan keperawatan pada klien
dengan tetanus

BAB II
PEMBAHASAN

1
2.1. Definisi

Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan
oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang periodic dan berat.(Gilroy, )

Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan oleh kuman Clostridium tetani,
dimanifestasikan dengan kejang otot secara paroksimal dan diikuti kekakuan otot seluruh badan.
Kekakuan tonus otot ini tampak pada otot maseter dan otot-otot rangka.
(HendarwantocitSoeparman, 1987)

Tetanus merupakan sebuah penyakit yang berpotensi menjadi fatal yang disebabkan
oleh eksotoksin yang dikeluarkan oleh Clostridium tetani.Penyakit ini berkarakteristik hipertoni
akut, nyeri saat kontraksi otot dan spasme otot menyeluruh. Kekakuan otot tersebut biasanya
mengenai leher dan rahang kemuadian menyeluruh.(Atkinson, 2011)

Tetanus ini biasanya akut dan menimbulkan paralitik spastik yang disebabkan
tetanospasmin. Tetanospamin merupakan neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium tetani.
(Harrison, 1994)

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa tetanus adalah sebuah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh C. tetani dan
menimbulkan manifestasi berupa kekakuan otot yang mengenai leher dan rahang, kejang otot
menyeluruh serta nyeri otot.

2.2. Etiologi

Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif; Cloastridium tetani Bakteri ini
berspora, dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisa pada manusia dan juga pada
tanah yang terkontaminasi dengan tinja binatang tersebut. Sporainibisa tahan beberapa bulan
bahkan beberapa tahun, jika ia menginfeksi luka seseorang atau bersamaan dengan benda daging
atau bakteri lain, ia akan memasuk itu tubuh penderita tersebut, lalu mengeluarkan toksin yang
bernama tetanospasmin. (Adam dkk, 1997)

C.tetani merupakan bakteri batang gram-positif anaerob yang membentuk spora


dapat ditemukan di dalam tanah, debu di dalam rumah, di dalam usus hewan dan pada feses
manusia. (Johnston, 2011)

Pada negara belum berkembang, tetanus sering dijumpai pada neonatus, bakteri
masuk melalui tali pusat sewaktu persalinan yang tidak baik, tetanus ini dikenal dengan nama
tetanus neonatorum. (Lubis, 1989)

Colstridium tetani merupakan hasil berbentuk batang yang bersifat anaerob,


membentuk spora gram-positif yang mengeluarkan eksotoksin yang bersifat neurotoksin

1
(efeknya mengurangi aktivitas kendali SSP) pathogenesis bersimbiosis dengan mikroorganisme
piogenik.

Basil ini banyak ditemukan pada kotoran kuda, usus kuda dan tanah yang dipupuk
dengan kotoran kuda.Penyakit tetanus banyak terdapat pada luka dalam, luka tusuk, luka dengan
jaringan mati (corpus alienum) karena merupakan kondisi yang baik untuk proliferasi kuman
anaerob. Luka dengan infeksi piogenik dimana bakteri piogenik mengonsumsi eksogen pada luka
sehingga suasana menjadi anaerob yang penting untuk tumbuhnya basil tetani. (Batticaca, 2008).

2.3. Patofisiologi

Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti luka tertusuk paku,
pecahan kaca, atau kaleng, luka tembak, luka bakar, luka yang kototr dan pada bayi dapat
melalui tali pusat. Organisme multipel membentuk 2 toksin yaitu tetanuspasmin yang merupakan
toksin kuat dan atau neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot, dan
mempngaruhi sistem saraf pusat. Eksotoksin yang dihasilkan akan mencapai pada sistem saraf
pusat dengan melewati akson neuron atau sistem vaskuler. Kuman ini menjadi terikat pada satu
saraf atau jaringan saraf dan tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Namun toksin
yang bebas dalam peredaran darah sangat mudah dinetralkan oleh aritititoksin. Hipotesa cara
absorbsi dan bekerjanya toksin adalah pertama toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan
melalui aksis silindrik dibawah ke korno anterior susunan saraf pusat. Kedua, toksin diabsorbsi
oleh susunan limfatik, masuk ke dalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk ke dalam susunan
saraf pusat. Toksin bereaksi pada myoneural junction yang menghasilkan otot-otot menjadi
kejang dan mudah sekali terangsang. Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan rata-rata 10 hari.

2.4 Manifestasi klinis

Masa inkubasi 5-14 hari, tetapi bisa lebih pendek (1 hari atau lebih lama 3 atau beberapa
minggu).Ada tiga bentuk tetanus yang dikenal secara klinis, yakni

1. Localited tetanus ( Tetanus Lokal )


2. Cephalic Tetanus
3. Generalized tetanus (Tctanus umum)
Selain itu ada lagi pembagian berupa neonatal tetanus

Kharekteristik dari tetanus

 Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5 -7 hari.
 Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekwensinya
 Setelah 2 minggu kejang mulai hilang.
 Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada rahang dari leher.
Kemudian timbul kesukaran membuka mulut ( trismus, lockjaw ) karena spasme Otot
masetter.

1
 Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk ( opistotonus , nuchal rigidity )
 Risus sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik keatas, sudut
mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat .
 Gambaran Umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus, tungkai dengan
 Eksistensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya kesadaran tetap baik.
 Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi urin,
bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis ( pada anak ).

Ad 1. tetanus lokal (lokalited Tetanus)

Pada lokal tetanus dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten, pada daerah tempat
dimana luka terjadi (agonis, antagonis, dan fixator). Hal inilah merupakan tanda dari tetanus
lokal. Kontraksi otot tersebut biasanya ringan, bisa bertahan dalam beberapa bulan tanpa
progressif dan biasanya menghilang secarabertahap. Lokal tetanus ini bisa berlanjut menjadi
generalized tetanus, tetapi dalambentuk yang ringan dan jarang menimbulkan kematian. Bisajuga
lokal tetanus ini dijumpai sebagai prodromal dari klasik tetanus atau dijumpai secara terpisah.
Hal ini

terutama dijumpai sesudah pemberian profilaksis antitoksin.

Ad.2. Cephalic tetanus

Cephalic tetanus adalah bentuk yang jarang dari tetanus. Masa inkubasi berkisar 1–2
hari, yang berasal dari otitis media kronik (seperti dilaporkan di India ), lu ka pada daerah muka
dan kepala, termasuk adanya benda asing dalam rongga hidung.

Ad.3 Generalized Tetanus

Bentuk ini yang paling banyak dikenal. Sering menyebabkan komplikasi yang tidak
dikenal beberapa tetanus lokal oleh karena gejala timbul secara diam-diam. Trismus merupakan
gejala utama yang sering dijumpai ( 50 %), yang disebabkan oleh kekakuan otot-otot masseter,
bersamaan dengan kekakuan otot leher yang menyebabkan terjadinya kaku kuduk dan kesulitan
menelan. Gejala lain berupa Risus Sardonicus (Sardonic grin) yakni spasme otot-otot muka,
opistotonus (kekakuan otot punggung), kejang dinding perut. Spasme dari laring dan otot-otot

pernafasan bisa menimbulkan sumbatan saluran nafas, sianose asfiksia. Bisa terjadi disuria dan
retensi urine,kompressi frak tur dan pendarahan didalam otot. Kenaikan temperatur biasanya
hanya sedikit, tetapi begitupun bisa mencapai 40 C. Bila dijumpai hipertermi ataupun hipotermi,
tekanan darah tidak stabil dan dijumpai takhikardia, penderita biasanya meninggal. Diagnosa
ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinis.

Ad.4. Neotal tetanus

1
Biasanya disebabkan infeksi C. tetani, yang masuk melalui tali pusat sewaktu proses
pertolongan persalinan. Spora yang masuk disebabkan oleh proses pertolongan persalinan yang
tidak steril, baik oleh penggunaan alat yang telah terkontaminasi spora C.tetani, maupun
penggunaan obat-obatan Wltuk tali pusat yang telah terkontaminasi. Kebiasaan menggunakan
alat pertolongan persalinan dan obat tradisional yang tidak steril,merupakan faktor yang utama
dalam terjadinya neonatal tetanus. Menurut penelitian E.Hamid.dkk, Bagian Ilmu Kesehatan
Anak RS Dr.Pringadi Medan, pada tahun 1981. ada 42 kasus dan tahun 1982 ada 40 kasus
tetanus. Biasanya ditolong melalui tenaga persalianan tradisional ( TBA =Traditional Birth
Attedence ) 56 kasus ( 68,29 % ), tenaga bidan 20 kasus ( 24,39 % ) ,dan selebihnya melalui
dokter 6 kasus ( 7, 32 %) ).

2.5. Klasifikasi

Derajat penyakit Tetanus Surabaya (PDT Ilmu Kesehatan Anak edisi III, 2008)

1.      Derajat I (tetanus ringan)

a.  trismus (lebar antara gigi sama atau lebih 2 cm)

b. kekakuan unum

c. tidak dijumpai kejang dan gangguan respirasi

2.      Derajat II (tetanus sedang)

a. Trismus (lebar kurang dari 1 cm)

b. Kekakuan umum makin jelas

c.  Dijumpai kejang rangsang, tidak ada kejang spontan

3.   Derajat IIIA (tetanus berat)

a.Trismus berat (kedua baris gigi rapat)

b.Otot sangat spastic, timbul kejang spontan

c.Takipnea, takikardia

d.Apneic spell (Spasme larynx)

4.      Derajat IIIB (tetanus dengan gangguan saraf otonom)

a.Gangguan otonom berat

b. Hipertensi berat dan takikardia, atau

c. Hipotensi dan bradikardia

1
d. Hipertensi berat datau hipotensi berat

Klasifikasi Tetanus berdasarkan Ablett (Bhatia, 2002; Poudel, 2009)

Grade Clinical features

I Mild Mild to moderate trismus, generalised spasticity, no respiratory


embarrassment, no spasms, little or no dysphagia.

II Moderate Moderate trismus, marked rigidity, mild to moderate but short


spasms, moderate respiratory embarrassment with an increased
respiratory rate (>30), mild dysphagia.

III Severe Severe trismus, generalised spasticity, refl ex prolonged spasms, RR


>40, apnoeic spells, severe dysphagia, tachycardia( heart rate >120)

IV Very Grade III and violent autonomic disturbances involving the


severe cardiovascular system. Severe hypertension and tachycardia
alternating with relative hypotension and bradycardia, either of which
may be persistent.

2.6. Komplikasi
Pada keadaan berat timbul komplikasi seperti:
- Respirasi: henti napas pada saat kejang-kejang terutama akibat rangsangan pada waktu
memasukkan pipa lambung, aspirasi sekret pada saat atau setelah kejang, yang dapat
menimbulkan aspirasi pneumoni, atelektase, atau abses baru.
- Cardioivaskuler:hipertensi, takhikardi dan aritmia oleh karena rangsangan syampatis
yang lama.
- Tulang/otot:fraktur atau kompresi tulang belakang, robekan otot perut dan quardriceps
femoris.
- Tulang/otot:fraktur atau kompresi tulang belakang, robekan otot perut dan quardriceps
femoris. Pernah juga dilaporkan terjadi myostis ossifican.
- Metabolisme : hiperpireksi.

2.7. Pemeriksaan Diagnostik

Diagnosis tetanus berdasarkan atas pemeriksaan klinis, pemeriksaan darah dan cairan
cerebrospinal normal, basil tetanus ditemukan hanya pada sekitar 30% kultur anaerob dari luka
yang dicurigai.

1
1).   Pemeriksaan fisik : adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang

2).   Pemeriksaan darah leukosit 8.000-12.000 m/L, peninggian tekanan otak, deteksi kuman sulit

3).   Pemeriksaan ECG dapat terlihat gambaran aritmia ventrikuler

2.8. Penatalaksanaan

A. Penatalaksanaan medis:

1. Dalam waktu 72 jam setelaah luka tusukan, pasien tidak memeiliki riwayat imunisasi
tetanus pertama-tama membutuhkan tetanus immune globulin (TIG) atau antitiksin
tetanus untuk mendapatkan pelindungan sementara.
2. Imunisasi aktif dengna toksoid tetanus diutuhkan, jika pasien belum menerima imunisasi
dalam waktu 10 tahun maka memerlukan injeksi booster toksoid tetanus.
3. Debridement memastikan sumber toksin telah dibuang
4. Pemeliharaan jalan nafas
5. Relaksan otot misalnya diazepam untuk mengurangi rigiditas dan spasme otot.
6. Antibiotik dosis tinggi seperti penisilin IV atau lainnya

B. Penatalaksanaan keperawatan:

Bagi pasien yang memiliki luka tusukan

1. Bersihkan tempat luka dengan hydrogen peroksida 3% dan periksa riwayat imunisasi
pasien. Catat penyebab cedera. Jika disebabkan oleh gigitan anjing, laporkan kasus pada
bagian kesehatan public.
2. Sebelum pemberian antibiotik dan TIG, antitoksi atau toksoid, dapatkan riwayat akut
mengernai alergi terhadap imunisasi atau penisilin. Jika memiiki riwayat alergi, sediakan
selalu epinefrin 1:1.000 dan peralatan resusitasi.

Setelah tetanus berkembang

1. Pertahankan salauran IV untuk medikasi dan perawtan darurat.


2. Pantau EKG untuk melihat tanda aritmia.
3. Catat input dan output pasien.
4. Periksa TTV
5. Seringkali balikkan badan pasien untuk mencegah sakit akibat tekanan dan stasis
pulmoner.
6. Jaga agar kamar pasien selalu tenang karena stimulasi eksternal sekecil apapun bisa
memacu spasme otot.
7. Jika pasien mengalami retensi urin, pasang kateter.
8. Relaksan otot dan sedative.

1
9. Nutrisi yang diberikan harus adekuat. Pemberian secara nasogastric atau parenteral
menjadi pilihan

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Kasus

1
TN A usia 13 tahun pelajar dari smp 15 surabaya dilarikan ke rumah sakit soewandi dengan
Keluhan kesulitan bernapas . pasien terlihat keadaan kejang dan ototnya kaku dan mengeluh
nyeri. Kesulitan untuk berbicara dan menelan. Pasien kesulitan untuk makan. Pasien tidak bisa
beraktifitas dan hanya bisa terbaring karena spasme

Dalam pemeriksaan ditemukan pasien terlihat sesak dengan RR 33x/menit. Suhu badan 36.7 oC,
BB: 45 KG, TB: 150 cm, TD: 120/80 mmHg, HR: 80x/menit, Skala nyeri 7/10.

2 hari yang lalu telapak kaki tn A tertusuk paku berkarat saat bermain bola di lapangan tanpa alas
kaki dan dibiarkan saja. Pasien tidak pernah mengalami penyakit kronis. Keluarga pasien juga
mengatakan pasien tidak mempunyai epilepsi. Pasien tidak pernah mendapat Vaksin DPT.

Pemeriksaan diagnostik menunjukkan: culture anaerob ditemukan C tetani, leukosit 9500 m/L

Pasien mendapatkan tetanus immune globulin TIG, penisilin IV, toksoid tetanus dan Pz 500 cc.

3.2 Pengkajian

1. Identitas
a. Nama: TN A
b. Umur: 13 tahun
c. Jenis kelamin: Pria
d. Diagnosa medis: tetanus
e. Keluhan Utama: Sesak napas
2. Riwayat kesehatan sekarang: 2 hari yang lalu tertusuk paku karat mengeluh sesak kejang
dan kaku.
3. Riwayat kesehatan masa lalu: tidak memiliki penyakit Kronis, Tidak pernah epilepsi,
tidak pernah mendapatkan Vaksin DPT
4. Pemeriksaan fisik
TTV: RR 33x/menit, Suhu badan 36.7oC, HR: 80x/menit, TD: 120/80 mmHg
B1: terlihat sesak, RR 33x/menit.
B2: HR: 80x/menit, TD: 120/80 mmHg
B3: Pasien mengeluh nyeri dengan skala 7/10 saat ototnya kaku
B4: Normal
B5: kesulitan menelan, kesultan makan
B6: kejang, ada spasme, ada luka bekas tusukan di telapak kaki kiri, ROM terbatas

3.3 WOC
Luka tusuk

1
Port de entry kuman

Bakteri C.tetani masuk

Bakteri bereplikasi

Menghasilkan neurotoxin
tetanospasmin Melalui sistem vaskuler

Toksisk di absorpsi oleh


susunan limfatik

Aktivasi tetanospasmin oleh


retrograde axonal transport ke Masuk sirkulasi darah
spinal cord and batang otak

merusak upper motor


neurons dan tidak dapat
mengontrol reflek
memblock menghasilkan kekakuan
responses ke afferent
neurotransmission dan spasme otot
sensory stimuli

MK. Resiko kejang


cedera
Kaku otot

Kaku otot intercostal,


Kaku otot Kaku otot Kaku Otot
otot diafragma Rangsangan
masseter leher ekstremitas
nosireseptor

Keterbatasan pergerakan
rongga dada 1
MK:
Ventilasi
pola nafas
terganggu
tidak
Takipnea
efektif Sulit menelan
Rentang Rangsangan
Trismus Kaku otot
gerak Mediator
menelan
menurun nyeri

Intake nutrisi
tidak adekuat MK. Hambatan
mobilitas fisik

MK: nutrisi kurang dari MK nyeri


kebutuhan tubuh

3.4 Analisis Data

DATA Etiologi Masalah


DO: RR 33x/menit C. tetani Pola napas tidak efektif
DS. Pasien mengeluh ↓
sesak dan sulit bernapas Neurotoxin tetanospamin

Block neurotransmitter

Gagguan upper motor
neuron

Kaku otot pernapasan
DO: Pasien kejang C. tetani Resiko Cedera
Ds:- ↓
Neurotoxin tetanospamin

Block neurotransmitter

Gagguan upper motor
neuron

Kejang
DS: Pasien mengeluh C. tetani Nyeri
nyeri saat ototnya spasme ↓
Skala nyeri 7/10 Neurotoxin tetanospamin
DO: pasien mengalami ↓
spasme Block neurotransmitter

1

Gagguan upper motor
neuron

Spasme ototekstremitas

Nosireseptor

Mediator nyeri

DO:BB 45 KG/ TB 150 C. tetani Nutrisi Kurang dari


DS: pasien mengeluh ↓ kebutuhan tubuh
sulit menelan dan makan Neurotoxin tetanospamin

Block neurotransmitter

Gagguan upper motor
neuron

Trismus dan Dysphagia
DO: pasien kaku, C. tetani Hambatan mobilitas fisik
trentang gerak terbatas ↓
Neurotoxin tetanospamin

Block neurotransmitter

Gagguan upper motor
neuron

Kaku eksteremitas

Penurunan ROM

1
3.5 Diagnosa dan Intervensi

1. Pola Napas tidak efektif b.d. Spasme Otot pernapasan

Tujuan: dalam 1 x 24 jam pola napas kembali normal

Kriteria hasil: RR:16-20x/menit, tidak ada sesak, tidak ada sianosis, tidak ada spasme otot pernapasan

No Intervensi Rasional
1 Naikkan posisi kepala 15-30o dan Memaksimalkan inspirasi dan
pastikan posisi pasien nyaman mengurangi beban upaya untuk
bernapas
2 Berikan Oksigen masker atau non Memberikan Oksigen yang
rebreathing dibutuhkan.Non rebreathing bila
pasien sangat kesulitan untuk
bernapas
3 Kolaborasi medikasi anti Menghilangkan spasme otot
spasmodik pernapasan
4 Monitor RR, adanya sianosis, Memperhatikan tanda tanda adanya
peningkatan HR, pergerakan distress respiratory
dinding dada

2. Resiko cedera B.d Kejang pada pasien

Tujuan: tidak terjadi cedera

Kriteria hasil: tidak ada cedera, pasien dan keluarga secara verbal paham cara menghindarkan
cedera

No Intervensi Rasional
1 Hindarkan barang barangPasien saat kejang sulit mengontrol
berbahaya di sekitar klien (Razor, gerakan, sehingga menjauhkan benda
gunting, benda tajam, gelas) benda berbahaya adalah upaya agar
benda benda tersebuttidak mengenai
pasien
2 Berikan pengaman di sekitar tempat Mencegah jatuh
tidur
3 Berikan tong spatel pada saat Menghindarkan lidah tergigit
kejang
4 Observasi tanda tanda kejang Upaya deteksi dini untuk
menghindarkan cedera
5 Lakukan restrain pada ekstremitas Mencegah ekstremitas menghantam

1
bila diperlukan area sekitar
6 Ajarkan keluarga cara melakukan Meningkatkn kemandirian keluarga
perlindungan pada pasien dalam upaya menghindari cedera pada
pasien

3. Nyeri bd aktifitas nosireceptor akibat spasme otot

Tujuan: dalam 1x24 jam nyeri berkurang

Kriteria hasil: skala nyeri berkurang, pasien mengatakan nyeri berkurang. RR 16-20x/menit,
TD=120/80 mmHg

No Intervensi Rasional
1 Kolaborasi pemberian Menghilangkan spasme pada otot
antispasmodik dan medikasi tetanus
2 Kolaborasi analgesik Mengurangi nyeri
3 Lakukan kompress hangat Kompress hangat akan melebarkan
pembuluh darah dan membuat
rileks otot
4 Tingkatkan kenyamanan pasien Membuat pasien rileks
(menggunakan aroma terapi,
musik)

4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d dysphagia dan trismus


Tujuan dalam 2x24 jam terjadi perbaikan nutrisi
Kriteria hasil: Nafsu makn meningkat: BB tidak turun

No Intervensi Rasinal
1 Pertimbangkan pemberian Menghindarkan aspirasi dan
makan parenteral memasukkan nutrisi tanpa melalui
mulut
2 Bila kekakuan berkurang dan Meringankan beban rahang untung
bisa mengunyah dan menelan mengunyah
berikan diet lunak
3 Pantau status nutrisi (bilirubin, Memantau tingkat kebutuhan dan
antropometri) kecukupan nutrisi klien
4 Berikan jenis makanan yang Meningkatkan nafsu makan pasien
disuki pasien

5. Hambatan Mobilitas fisik berhubungan penurunan rentang gerak dan kekakuan otot
Tujuan dalam 3x 24 jam peningkatan mobilitas fisik

1
Kriteria hasil: ROM bebas, tidak ada spasme otot

No Intervensi Rasional
1 Kolaborasi pemberian antispasmodik Menghilangkan penyebab
dan pengobatan tetanus kekakuan rom
2 lakuakan rom pada pasien sesuai Mencegah kekakuan lebih lanjut
kemampuan pasien
3 Motivasi klien untuk bergerak Meningkatkan aktifitas klien
4 Pantau rentang gerak pasien dan Menetukan tingkat
tingkat keparahan perkembangan mobilitas klien

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

1
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan
oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang periodik dan berat. Tetanus biasanya
akut dan menimbulkan paralitik spastic yang disebabkan tetanospasmin yang merupakan
neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium tetani. Ciri utama dari tetanus adalah kekakuan
otot (spasme), tanpa disertai gangguan kesadaran. Seorang penderita yang terkena tetanus tidak
imun terhadap serangan berikutnya, artinya dia mempunyai kesempatan yang sama untuk terkena
tetanus bila terjadi luka sama seperti orang lainnya yang tidak pernah di imunisasi. Pencegahan
terhadap tetanus dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi aktif, berupa DPT atau DT, yang
diberikan sejak anak berusia 2 bulan.

4.2 Saran
1. Menerapkan pola hidup bersih dan sehat.
2. Masyarakat sebaiknya selalu mengikuti program imunisasi yang telah diselenggarakan
pemerintah karena itu semua demi kepentingan masyarakat itu sendiri.
3. Pemerintah dan petugas kesehatan sebaiknya melakukan sosialisasi atau penyuluhan
tentang pentingnya imunisasi kepada masyarakat, sehingga masyarakat dapat tahu betapa
pentingnya imunisasi bagi kesehatan anak-anak mereka.

Daftar Pustaka
Adams. R.D,et al : Tetanus in :Principles of New'ology,McGraw-Hill,ed 1997, 1205-1207.

1
Atkinson W, Wolfe S, et al. Epidemiology and prevention of vaccine-preventable diseases.
Centers for Disease Control and Prevention [homepage on the Internet]. c2010. Available
from: http://www.cdc.gov/vaccines/pubs/pinkbook/downloads/tetanus.pdf.

Batticaca, Fransisca B. 2008. AsuhanKeperawatanpadaPasiendenganGangguanSistemPersarafan.


Jakarta: SalembaMedika

Brook, I., 2002. Pediatric Anaerobic Infections : Diagnosis and Management 3th edition,


Marcell-Dekker, Inc. : New York, p. 531-544

Chouinard, G., 2004. Issues in the Clinical Use of Benzodiazepines: Potency, Withdrawal, and
Rebound, J Clin Psychiatry 2004;[supl 5]:7-12

DOENGES, M.E., MOORHOUSE, M.F. & MURR, A.C., 2005. NURSING DIAGNOSIS
MANUAL:Planning, Individualizing,and Documenting Client Care. Philadelphia: F.A. DAVIS
COMPANY.

Richard F. Edlich, dkk. Management and Prevention of Tetanus. Jurnal (Online). 2003 :
Diambil dari : http://www.plasticosfoundation.org/articles/tetanus-article.pdf

Kiking Ritarwan. Tetanus. Jurnal (Online). 2004 : Diambil dari :


http://library.usu.ac.id/download/fk/penysaraf-kiking2.pdf

Gilroy, John MD, et al :Tetanus in : Basic Neurology, ed.1.982, 229-230

Harrison: Tetanus in :Principles of lnternal Medicine, volume 2, ed. 13 th, McGrawHill. Inc,New
York, 1994, .577-579.

Johnston. 2011. Tetanus, diphtheria and pertussis: ancient diseases in modern times. Professional
Nursing Today.Vol. 15. No. 2

Ehrenpreis, S., 2001. Clinician’s Handbook of Prescription Drugs, McGraw-Hill, p. 273.

Guilfoile, P., 2008. Deadly Diseases and Epidemics Tetanus, Chelsea House, An imprint of


Infobase Publishing : New York

1
Ismoedijanto, Nassiruddin, M., Prajitno, B.W., 2004. Diazepam in Severe Tetanus
Treatment. Case Report. Southeast Asian J Trop Med Public Health, Vol.35 No.1: p. 175-180.

Lubis, CP :TetanusNeonatorumdananak, Diktat KuliahIlmuKesehatanAnak, Peny. lnfeksi, bag


II, BalaiPenerbit FK USU, Medan, 1989, 21-40.

SKFT, 2008. Pedoman Diagnosa dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak edisi III, RSUD Dr. Soetomo
: Surabaya, hal 118-122, 152-154)

Ehrenpreis, S., 2001. Clinician’s Handbook of Prescription Drugs, McGraw-Hill, p. 273.

Sweetman, S.C., 2009. Martindale : The Complete Drug Reference 36thedition, Pharmaceutical


Press:London, p. 986 – 994.

Schramell, W., Zeidler, C., Dettmering, D., Spiteller, M., 1999. Compatibility of Various


DrugsUsed in Intensive Care Medicine in Polyethylene, PVC and Glass Infusion Containers.

Trissel, L.A., 2007. Pocket Guide to Injectable Drugs, American Society of Health-System


Pharmacists: Bethesda, MD, p 117-119, 283-285.

Winsnes, M., Jeppson, R., Sjorberg, B., 1981. Diazepam absorption to infusion sets and plastic
syringes, Acta Anaesthasiol Scand 25: 93-96

Wolters Kluwer Health. (2011). Nursing: Memahami Berbagai Macam Penyakit. Alih bahasa
oleh Paramita Jakarta: PT Indeks.

Anda mungkin juga menyukai