Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kebisingan

1. Definisi Kebisingan

Kebisingan adalah bunyi yang tidak dikehendaki. Kebisingan

memberikan efek negatif bagi seseorang baik secara fisik (seperti

gangguan pendengaran) maupun secara psikologis (seperti frustasi dan

perasaan terganggu) (Soeripto, 2008).

2. Jenis Kebisingan

Jenis-jenis kebisingan berdasarkan sifat dan spektrum bunyi dapat

dibagi sebagai berikut : (Soeripto, 2008).

a. Bising yang kontinyu

Bising dimana fluktuasi dari intensitasnya tidak lebih dari 6 dB dan

tidak putus-putus. Bising kontinyu dibagi menjadi 2 (dua) yaitu :

1) Wide Spectrum adalah bising dengan spektrum frekuensi

yang luas. bising ini relatif tetap dalam batas kurang dari 5 dB

untuk periode 0.5 detik berturut-turut, seperti suara kipas

angin, suara mesin tenun.

2) Norrow Spectrum adalah bising ini juga relatif tetap, akan

tetapi hanya mempunyai frekuensi tertentu saja (frekuensi 500,

1000, 4000) misalnya gergaji sirkuler, katup gas.

b. Bising terputus-putus

Bising jenis ini sering disebut juga intermittent noise, yaitu bising

yang berlangsung secara tidak terus-menerus, melainkan ada

9
 
10 
 

periode relatif tenang, misalnya lalu lintas kendaraan, kapal

terbang, kereta api.

c. Bising impulsif

Bising jenis ini memiliki perubahan intensitas suara melebihi 40 dB

dalam waktu sangat cepat dan biasanya mengejutkan

pendengarnya seperti suara tembakan suara ledakan mercon,

meriam.

d. Bising impulsif berulang

Sama dengan bising impulsif, hanya bising ini terjadi berulang-

ulang, misalnya mesin tempa.

3. Berdasarkan Pengaruhnya Bising Terhadap Manusia

Bising dapat dibagi sebagai berikut : (Soeripto, 2008).

a. Bising yang mengganggu (Irritating noise).

Merupakan bising yang mempunyai intensitas tidak terlalu keras,

misalnya mendengkur.

b. Bising yang merusak (damaging/injurious noise)

Merupakan bunyi yang intensitasnya melampui Nilai Ambang

Batas. Bunyi jenis ini akan merusak atau menurunkan fungsi

pendengaran.

a. Bising yang menutupi (masking noise)

Merupakan bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas, secara

tidak langsung bunyi ini akan membahayakan kesehatan dan

keselamatan tenaga kerja, karena teriakan atau isyarat tanda

bahaya tenggelam dalam bising dari sumber lain.


11 
 

4. Faktor yang Mempengaruhi Kebisingan

Beberapa faktor terkait kebisingan yaitu : (Soeripto, 2008).

a. Frekuensi

Frekuensi adalah satuan getar yang dihasilkan dalam satuan

waktu (detik) dengan satuan Hz. Frekuensi yang dapat didengar

manusia 20-20.000 Hz. Frekuensi di bawah 20 Hz disebut infra

sound sedangkan frekuensi di atas 20.000 Hz disebut ultra sound.

Suara percakapan manusia mempunyai rentang frekuensi 250 –

4.000 Hz. Umumnya suara percakapan manusia punya frekuensi

sekitar 1.000 Hz.

b. Intensitas suara

Intensitas didefinisikan sebagai energi suara rata-rata yang

ditransmisikan melalui gelombang suara menuju arah perambatan

dalam media.

c. Amplitudo

Amplitudo adalah satuan kuantitas suara yang dihasilkan oleh

sumber suara pada arah tertentu.

d. Kecepatan suara

Kecepatan suara adalah suatu kecepatan perpindahan

perambatan udara per satuan waktu.

e. Panjang gelombang

Panjang gelombang adalah jarak yang ditempuh oleh perambatan

suara untuk satu siklus.


12 
 

f. Periode

Periode adalah waktu yang dibutuhkan untuk satu siklus amplitudo,

satuan periode adalah detik.

g. Oktave band

Oktave band adalah kelompok-kelompok frekuensi tertentu dari

suara yang dapat didengar dengan baik oleh manusia. Distribusi

frekuensi-frekuensi puncak suara meliputi Frekuensi : 31,5 Hz – 63

Hz – 125 Hz – 250 Hz – 500 Hz – 1000 Hz – 2 kHz – 4 kHz – 8

kHz – 16 kHz.

h. Frekuensi bandwidth

Frekuensi bandwidth dipergunakan untuk pengukuran suara di

Indonesia.

i. Pure tune

Pure tone adalah gelombang suara yang terdiri yang terdiri hanya

satu jenis amplitudo dan satu jenis frekuensi

j. Loudness

Loudness adalah persepsi pendengaran terhadap suara pada

amplitudo tertentu satuannya Phon. 1 Phon setara 40 dB pada

frekuensi 1000 Hz.

k. Kekuatan suara

Kekuatan suara satuan dari total energi yang dipancarkan oleh

suara per satuan waktu.

l. Tekanan suara

Tekanan suara adalah satuan daya tekanan suara per satuan.


13 
 

5. Metode Pengukuran Kebisingan

Setelah mengetahui pengertian kebisingan serta jenis dan

penyebab bising maka, untuk mengukur kebisingan di lingkungan kerja

dapat dilakukan dengan menggunakan alat sound level meter. Ada tiga

cara atau metode pengukuran kebisingan di lingkungan kerja (Soeripto,

2008).

a. Pengukuran dengan titik sampling

Pengukuran ini dilakukan bila kebisingan diduga melebihi ambang

batas hanya pada satu atau beberapa lokasi saja. Pengukuran ini

juga dapat dilakukan untuk mengevaluasi kebisingan yang

disebabkan oleh suatu peralatan sederhana, misalnya

Kompresor/generator. Jarak pengukuran dari sumber harus

dicantumkan, misal 3 meter dari ketinggian 1 meter. Selain itu juga

harus diperhatikan arah mikrofon alat pengukur yang digunakan.

b. Pengukuran dengan peta kontur

Pengukuran dengan membuat peta kontur sangat bermanfaat

dalam mengukur kebisingan, karena peta tersebut dapat

menentukan gambar tentang kondisi kebisingan dalam cakupan

area. Pengukuran ini dilakukan dengan membuat gambar isoplet

pada kertas berskala yang sesuai dengan pengukuran yang dibuat.

Biasanya dibuat kode pewarnaan untuk menggambarkan keadaan

kebisingan, warna hijau untuk kebisingan dengan intensitas

dibawah 85 dBA warna orange untuk tingkat kebisingan yang

tinggi di atas 90 dBA, warna kuning untuk kebisingan dengan

intensitas antara 85 – 90 dBA.


14 
 

c. Pengukuran dengan grid

Untuk mengukur dengan Grid adalah dengan membuat contoh

data kebisingan pada lokasi yang diinginkan. Titik–titik sampling

harus dibuat dengan jarak interval yang sama diseluruh lokasi.

Jadi dalam pengukuran lokasi dibagi menjadi beberapa kotak yang

berukuran dan jarak yang sama, misalnya : 10 x 10 m. kotak

tersebut ditandai dengan baris dan kolom untuk memudahkan

identitas.

6. Perhitungan Kebisingan

Intensitas atau arus energi persatuan luas biasanya dinyatakan

dalam satu logaritmis yang disebut desibel (dB) dengan

membandikannya dengan kekuatan dasar 0,0002 dyne/cm2 yaitu

kekuatan dari bunyi dengan frekuensi 1.000 Hz yang tepat dapat

didengar oleh telinga normal. Dalam rumus :

dB = 2010 log

p = tegangan suara yang bersangkutan

po = tegangan suara standard (0,0002 dyne/cm2)

7. Klasifikasi Tingkat Keparahan Gangguan Pendengaran

Tingkat cacat ditentukan dengan mengukur nilai ambang dengar

(Hearing Threshold Level/HTL), yaitu angka rata-rata penurunan

ambang dengar dB pada frekuensi 500, 1000, 2000 Hz. Penurunan nilai

ambang dengar dilakukan pada kedua telinga. Penentuan perhitungan

cacat pendengaran monoaural nilai ambang batas dengar pada

frekuensi 500, 1000, 2000 Hz (Tambunan, 2005).


15 
 

Tabel 2.1
Klasifikasi Tingkat Keparahan Gangguan Pendengaran
Rentang batas atas kekuatan suara Klasifikasi tingkat keparahan gangguan
yang dapat didengar pendengaran
0 dB - 25 dB Rentang normal

26 dB – 40 dB Gangguan pendengaran ringan (mild


hearing loss)

- Mengalami sedikit gangguan


dalam membedakan beberapa
jenis konsonan
- Mengalami sedikit masalah saat
berbicara

41 dB – 55 dB Gangguan pendengaran sedang


(moderate hearing loss)

56 dB – 70 dB Gangguan pendengaran cukup serius


(moderately severe hearing loss)

71 dB – 90 dB Gangguan pendengaran serius (severe


hearing loss)

Lebih dari 90 dB Gangguan pendengaran sangat serius


(profound hearing loss)
Sumber : (Benjamin tambunan, 2005)

8. Nilai Ambang Batas dan Zona Kebisingan

a. Nilai ambang batas (NAB)

Nilai ambang Batas Kebisingan adalah angka 85 dB yang

dianggap aman untuk sebagian besar tenaga kerja bila bekerja 8

jam/hari atau 40 jam/minggu. Nilai Ambang Batas untuk

kebisingan di tempat kerja adalah intensitas tertinggi dan

merupakan rata-rata yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa

mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu

terus-menerus tidak lebih dari dari 8 jam sehari atau 40 jam

seminggunya. Waktu maksimum bekerja adalah sebagai berikut :


16 
 

Tabel 2.2
Nilai Ambang Batas Untuk Kebisingan
Tingkat intensitas
Lama waktu terpajan setiap hari yang
kebisingan dalam
diperkenankan
dB(A)
Jam 24 80
16 82
8 85
4 88
2 91
1 94

Menit 30 97
15 100
7,50 103
3,75 106
1,88 109
0,94 112

Detik 28,12 115


14,06 118
7,03 121
3,52 124
1,76 127
0,88 130
0,44 133
0,22 136
0,11 139
Sumber : (Soeripto, 2008)

b. Zona Kebisingan

Daerah dibagi sesuai dengan titik kebisingan yang diizinkan

Zona A : Intensitas 35 – 45 dB. Zona yang diperuntukkan bagi

tempat penelitian, RS, tempat perawatan kesehatan/sosial &

sejenisnya.

Zona B : Intensitas 45 – 55 dB. zona yang diperuntukkan bagi

perumahan, tempat Pendidikan dan rekreasi.

Zona C : Intensitas 50 – 60 dB. zona yang diperuntukkan bagi

perkantoran, Perdagangan dan pasar.

Zona D : Intensitas 60 – 70 dB. zona yang diperuntukkan bagi

industri, pabrik, stasiun KA, terminal bus dan sejenisnya.


17 
 

Zona Kebisingan menurut IATA (international air transportation

association)

Zona A: intensitas > 150 dB → daerah berbahaya dan harus

dihindari

Zona B: intensitas 135-150 dB → individu yang terpapar perlu

memakai pelindung telinga (earmuff dan earplug)

Zona C: 115-135 dB → perlu memakai earmuff

Zona D: 100-115 dB → perlu memakai earplug

B. Dampak Kebisingan Terhadap Kesehatan

Bising merupakan suara atau bunyi yang mengganggu. Bising dapat

menyebabkan berbagai gangguan seperti gangguan fisiologis, gangguan

psikologis, gangguan komunikasi dan ketulian. Ada yang menggolongkan

gangguannya berupa gangguan auditory, misalnya gangguan terhadap

pendengaran dan gangguan non auditory seperti gangguan komunikasi,

ancaman bahaya keselamatan, menurunnya performan kerja, stres dan

kelelahan. Lebih rinci dampak kebisingan terhadap kesehatan pekerja

dijelaskan sebagai berikut : (Soeripto, 2008).

1. Gangguan Fisiologis

Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila

terputus-putus atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa

peningkatan tekanan darah (± 10 mmHg), peningkatan nadi, konstraksi

pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan kaki, serta dapat

menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.


18 
 

Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan pusing/sakit kepala.

Hal ini disebabkan bising dapat merangsang situasi reseptor vestibular

dalam telinga dalam yang akan menimbulkan efek pusing/vertigo.

Perasaan mual, susah tidur dan sesak nafas disebabkan oleh

rangsangan bising terhadap sistem saraf, keseimbangan organ, kelenjar

endokrin, tekanan darah, sistem pencernaan dan keseimbangan

elektrolit.

2. Gangguan Psikologis

Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang

konsentrasi, susah tidur, dan cepat marah. Bila kebisingan diterima

dalam waktu lama dapat menyebabkan penyakit psikosomatik berupa

gastritis, jantung, stres, kelelahan dan lain-lain.

3. Gangguan Komunikasi

Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi yang

menutupi pendengaran yang kurang jelas) atau gangguan kejelasan

suara. Komunikasi pembicaraan harus dilakukan dengan cara berteriak.

Gangguan ini menyebabkan terganggunya pekerjaan, sampai pada

kemungkinan terjadinya kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau

tanda bahaya. Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung

membahayakan keselamatan seseorang.

4. Gangguan Keseimbangan

Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang

angkasa atau melayang, yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis

berupa kepala pusing (vertigo) atau mual-mual.


19 
 

5. Efek Pada Pendengaran

Pengaruh utama dari bising pada kesehatan adalah kerusakan pada

indera pendengaran, yang menyebabkan tuli progresif dan efek ini telah

diketahui dan diterima secara umum dari zaman dulu. Mula-mula efek

bising pada pendengaran adalah sementara dan pemulihan terjadi

secara cepat sesudah pekerjaan di area bising dihentikan. Akan tetapi

apabila bekerja terus-menerus di area bising maka akan terjadi tuli

menetap dan tidak dapat normal kembali, biasanya dimulai pada

frekuensi 4000 Hz dan kemudian makin meluas ke frekuensi sekitarnya

dan akhirnya mengenai frekuensi yang biasanya digunakan untuk

percakapan.

C. Noise Induced Hearing Loss (NIHL)

1. Pengertian Noise Induced Hearing Loss (NIHL)

Noise Induced Hearing Loss (NIHL) dapat terjadi pada manusia

diakibatkan oleh bising yang umumnya mengacu pada tingkat

pendengaran dimana individu tersebut mengalami kesulitan untuk

melaksanakan kehidupan normal, biasanya dalam hal memahami

pembicaraan (Lubis dalam Lianasari, 2010).

2. Jenis Noise Induced Hearing Loss (NIHL) (Anizar, 2009).

1) Tuli Sementara (Temporaryt Treshold Shift =TTS)

Diakibatkan pemaparan terhadap bising dengan intensitas tinggi.

Seseorang akan mengalami penurunan daya dengar yang sifatnya

sementara dan biasanya waktu pemaparan terlalu singkat. Apabila

tenaga kerja diberikan waktu istirahat secara cukup, daya

dengarnya akan pulih kembali.


20 
 

2) Tuli Menetap (Permanent Treshold Shift = PTS)

Diakibatkan waktu paparan yang lama (kronis), besarnya PTS di

pengaruhi faktor-faktor sebagai berikut :

1) Tingginya level suara

2) Lama paparan

3) Spektrum suara

4) Temporal pattern, bila kebisingan yang kontinyu maka

kemungkinan terjadi TTS akan lebih besar

5) Kepekaan individu

6) Pengaruh obat-obatan, beberapa obat-obatan dapat

memperberat (pengaruh synergistik) ketulian apabila diberikan

bersamaan dengan kontak suara, misalnya quinine, aspirin,

dan beberapa obat lainnya.

7) Keadaan Kesehatan

3) Trauma Akustik

Trauma akustik adalah setiap perlakuan yang merusak sebagian

atau seluruh alat pendengaran yang disebabkan oleh pengaruh

pajanan tunggal atau beberapa pajanan dari bising dengan

intensitas yang sangat tinggi, ledakan-ledakan atau suara yang

sangat keras, seperti suara ledakan meriam yang dapat

memecahkan gendang telinga, merusakkan tulang pendengaran

atau saraf sensoris pendengaran.


21 
 

4) Prebycusis

Penurunan daya dengar sebagai akibat pertambahan usia

merupakan gejala yang dialami semua orang dan dikenal dengan

prebycusis ( menurunnya daya dengar pada nada tinggi ). Gejala ini

harus diperhitungkan jika menilai penurunan daya dengar akibat

pajanan bising di tempat kerja.

5) Tinitus

Tinitus merupakan suatu tanda gejala awal terjadinya gangguan

pendengaran. Gejala yang ditimbulkan yaitu telinga berdenging.

Orang yang dapat merasakan tinitus dapat merasakan gejala

tersebut pada saat keadaan hening seperti saat tidur malam hari

atau saat berada di ruang pemeriksaan audiometri.

D. Pengendalian Intensitas Kebisingan

1. Pengendalian Secara Teknis (Soeripto, 2008).

a. Menggunakan atau memasang pembatas atau tameng atau perisai

yang dikombinasikan dengan akustik (peredam suara) yang

dipasang di langit-langit.

b. Menggunakan atau memasang “partial enclosure” sekeliling mesin

bunyi frekuensi tinggi lebih mudah dipantulkan.

c. Menggunakan “complete enclosure” yaitu kebisingan frekuensi

rendah merambat di sekitar sumber bunyi dan tempat terbuka.

d. Memisahkan operator dalam “sound proof room” dari mesin yang

bising dengan menggunakan remote control.


22 
 

e. Mengganti bahan-bahan logam (yang menimbulkan intensitas tinggi)

dengan “dynamic dampers”, karet atau “plastic bumbers”, “fiber

glass” dan lain sebagainya.

f. Memperbaiki pondasi mesin, menjaga agar baut dan sambungan

tidak ada yang goyang. Lapisan pondasi terpisah cara terbaik untuk

mengisolasi kebisingan.

g. Pemeliharaan dan servis secara teratur. Pada beberapa keadaan

bahaya kebisingan akan tercipta atau menjadi lebih buruk

disebabkan kurangnya pemeliharaan/perawatan.

2. Pengendalian Secara Administratif (Soeripto, 2008).

Cara ini digunakan untuk mengurangi waktu pemajanan tenaga

kerja dengan cara mengatur jam kerja, sehingga masih dalam batas

aman. Secara teoritis, konsep ini sangat baik yaitu dengan cara

mengurangi dosis, sehingga masih dalam batas aman. Dengan

demikian mencegah terjadinya ketulian. Dalam prakteknya, penerapan

cara ini akan mengalami kesulitan. Umumnya pengendalian secara

administratif dilaksanakan sebagai berikut :

a. Menggunakan tabel Nilai Ambang Batas

b. Apabila tenaga kerja dalam melaksanakan pekerjaannya harus

berpindah-pindah dan terpajan kepada tingkat intensitas bising

berbeda-beda, maka harus diperhitungkan efek kombinasinya

dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

1 2 3
…… 1 1
1 2 3
23 
 

3. Pengendalian Bersifat Medis (Soeripto, 2008).

Cara ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan secara

teratur, khususnya pemeriksaan audiometri yang bertujuan :

a. Mendeteksi secara dini adanya kelainan-kelainan

b. Memantau program pengendalian secara teknis efektif atau tidak

Pemeriksaan audiometri dilaksanakan pada :

a. Sebelum bekerja (pre employment), hasil audiometri merupakan

data dasar, dan dipakai sebagai pembanding terhadap hasil

audiometri pada pemeriksaan berkala, dengan demikian sangat

berguna untuk menilai adanya penurunan daya dengar atau

menentukan terjadinya ketulian akibat kerja serta untuk menghitung

besarnya kompensasi.

b. Secara berkala (periodik) setiap 1 Tahun atau 6 Bulan tergantung

tingkat intensitas kebisingan yang dihadapi. Pemeriksaan ini

bertujuan untuk mendeteksi secara dini apakah ada pengaruh

pekerjaan terhadap fungsi pendengaran tenaga kerja.

c. Secara khusus pada waktu tertentu, misalnya bila timbul keluhan

dari tenaga kerja atau untuk penelitian atau keperluan lainnya.

d. Pada akhir masa kerja, pemeriksaan ini untuk menentukan tingkat

kesehatan (pendengarannya) pada akhir masa kerjanya. Hal ini

berhubungan dengan masalah kompensasi.


24 
 

4. Pengguanaan Alat Pelindung Diri (APD) (Soeripto, 2008).

Cara terbaik untuk perlindungan pendengaran adalah dengan

penegendalian secara teknis “engineering control” pada sumber suara.

Kenyataannya, bahwa pengendalian secara teknis ini tidak selalu dapat

dilaksanakan. Sedangkan pengendalian secara administratif biasanya

akan mengalami kesulitan. Oleh karenanya pemakaian alat pelindung

merupakan cara terakhir yang harus dilakukan, apabila cara lain tidak

mungkin atau sulit dilaksanakan.

Ada 2 jenis alat pelindung telinga :

a. Ear plug

b. Ear muff

5. Pendidikan dan Penyuluhan Kesehatan (Soeripto, 2008).

Suatu program penyuluhan merupakan upaya dalam

pembentukan sikap selamat, sikap konstruktif dan menghilangkan

prasangka yang merugikan. Pendidikan dan penyuluhan kesehatan

sebaiknya diberikan kepada semua orang yang terlibat secara langsung

maupun tidak pada program pemeliharaan pendengaran. Program

penyuluhan sangat penting dan harus direncanakan untuk mencapai

sasaran sebagai berikut :

a. Mendidik manajemen dalam pendidikan khusus pemeliharaan

pendengaran

b. Menjelaskan tujuan program pemeliharaan pendengaran

c. Menerangkan kepada semua tenaga kerja tentang pentingnya

perlindungan telinga
25 
 

d. Melatih tenaga kerja tentang cara-cara pemakaian alat pelindung

telinga secara benar, cara merawat dan cara penyimpanan alat

tersebut

e. Menerangkan apa yang harus dilakukan apabila pendengaran

berkurang.

6. Tugas Beberapa Departemen Terkait (Soeripto, 2008).

Tugas departemen atau bagian-bagian yang terkait dengan

program pemeliharaan pendengaran adalah sebagai berikut :

a. Departemen teknis

a) Tenaga kerja bagian engineering harus mempertimbangkan

tentang kemungkinan adanya faktor bahaya kebisingan bila

ada alat baru atau fasilitas baru yang akan direncanakan

b) Memberitahukan bagian lain bila ada pemasangan alat baru

yang menimbulkan kebisingan (misalnya bagian hyperkes, K3

dan lain-lain)

c) Mengembangkan konsep dengan menggunakan prinsip yang

sudah ada untuk menurunkan tingkat intensitas kebisingan

pada sumbernya dan mencegah pemajanan yang seharusnya

tidak terjadi

b. Departemen hyperkes medis

a) Mengadakan pemeriksaan kesehatan (otoskopi, audiometri)

dan memberikan rekomendasi pada bagian personalia

(sumber daya manusia) mengenai penempatan pegawai baru

dan mutasi pegawai lama


26 
 

b) Bekerja sama dengan departemen lain mengenai

pengembangan cara-cara pencegahan ketulian pada tenaga

kerja

c) Melakukan pemeriksaan secara berkala pada tenaga kerja

yang terpajan kebisingan

d) Melaksanakan program pendidikan kesehatan.

c. Departemen hyperkes teknis (Soeripto, 2008).

a) Bertanggung jawab melakukan monitoring tempat kerja yang

bising

b) Memberikan rekomendasi mengenai pengendalian untuk

mengurangi pemajanan kepada tenaga kerja

c) Memberikan nasehat kepada manajemen mengenai bahaya

kebisingan yang mungkin timbul dari proses yang ada atau

yang akan diadakan (perluasan pabrik)

d) Membantu supervisor/foreman dalam mendidik tenaga kerja

menjalankan aturan yang diadakan mengenai program

e) Mengadakan peninjauan ulang mengenai praktek

pengendalian kebisingan yang sudah dilakukan atau akan

diusulkan apakah sudah memenuhi standar

f) Melakukan survey tentang tingkat intensitas kebisingan pada

semua alat baru sebelum diserahkan pada bagian operasi


27 
 

E. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Noise Induced Hearing Loss

(NIHL)

1. Intensitas Kebisingan

Intensitas kebisingan adalah besarnya tekanan (energi) yang

dipancarkan oleh suatu sumber bunyi. Sifat bunyi/suara ditentukan oleh

frekuensi dan intensitasnya.

Sebagaimana diketahui bahwa bunyi mengakibatkan perubahan

kerapatan dan tekanan udara. Perbedaan tekanan udara sebelum dan

sesudah dipengaruhi oleh bunyi disebut tekanan suara. Besarnya

tekanan suara (p), satuannya dinyatakan dalam pascal atau newton/m2

atau Joule/m2 atau dyne/m2 atau mikrobar. Intensitas suara sangat

bervariasi, mulai dari 0,0002 mikrobar sampai 200 mikrobar (Soeripto,

2008).

2. Masa Kerja

Menurut Winarsunu (2008) masa kerja adalah lamanya waktu

yang pernah dijalani pegawai atau karyawan dalam suatu kantor atau

perusahaan. Lamanya bekerja dilihat dari banyaknya tahun yaitu sejak

pertama kali seseorang diangkat menjadi pegawai atau karyawan. Lama

kerja akan memberikan pengaruh positif pada tenaga kerja bila dengan

lamanya seseorang bekerja maka dia akan semakin berpengalaman

dalam melakukan tugasnya, sebaliknya akan memberikan pengaruh

negatif apabila semakin lamanya seseorang bekerja maka akan

menimbulkan kebosanan.
28 
 

Menurut Winarsunu (2008) secara garis besar masa kerja dapat

dikategorikan menjadi 3 yaitu :

a. Masa kerja baru : < 6 Tahun

b. Masa kerja sedang : 6-10 Tahun

c. Masa kerja lama : > 10 Tahun

3. Umur

Menurut Suma’mur (1996) umur adalah lama hidup pekerja yang

dihitung dalam tahun sampai ulang tahun terakhir, umur dapat

dikategorikan sebagai berikut :

a. Masa awal dewasa adalah usia < 30 tahun

b. Dewasa madya adalah 30 sampai 39 tahun

c. Dewasa lanjut > 40 tahun

Menurut Lusianawaty (2002) umur adalah lamanya hidup dalam

tahun yang dihitung sejak dilahirkan. Terjadi peningkatan persentase

NIHL pada tenaga kerja dengan meningkatnya usia yaitu 14 % pada

umur <30 tahun, 41% pada umur 30-39 tahun dan 60% pada umur >40

tahun.

4. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

Alat pelindung diri sangat sederhana ialah alat pelindung yang

dikenakan (dipakai) oleh tenaga kerja secara langsung untuk tujuan

pencegahan kecelakaan yang disebabkan oleh aneka faktor yang ada

(timbul) di lingkungan tempat kerja.

Dengan pengertian seperti itu, maka alat-alat pelindung diri dapat

dikelompokkan ke dalam 2 (dua) kelompok besar, yaitu :


29 
 

a. Alat pelindung diri yang digunakan untuk pencegahan terhadap

kecelakaan kerja, kelompok ini disebut alat pelindung keselamatan

industri. Alat-alat pelindung diri yang termasuk di dalam kelompok

ini adalah alat-alat yang digunakan untuk perlindungan keseluruh

bagian tubuh.

b. Alat pelindung diri yang digunakan untuk pencegahan terhadap

gangguan kesehatan (timbulnya suatu penyakit, kelompok ini

disebut alat pelindung kesehatan industri) contohnya seperti ear

muff dan ear plug (Soeripto, 2008).

Menurut Permenaker No. 8 Tahun 2010 Tentang Alat Pelindung Diri :

a. Alat pelindung diri harus sesuai dengan jenis dan fungsinya.

b. Pekerja dan orang lain yang memasuki tempat kerja wajib memakai

atau menggunakan alat pelindung diri sesuai dengan potensi

bahaya dan risiko.

c. Pekerja/buruh berhak menyatakan keberatan untuk melakukan

pekerjaan apabila APD yang disediakan tidak memenuhi ketentuan

dan persyaratan.

d. APD harus sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) atau

standar yang berlaku.

e. Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan atau Ahli Keselamatan dan

Kesehatan Kerja dapat mewajibkan penggunaan APD di tempat

kerja.

f. Pengusaha atau Pengurus wajib mengumumkan secara tertulis dan

memasang rambu-rambu mengenai kewajiban penggunaan APD di

tempat kerja.
30 
 

F. Kerangka Teori

Menurut Anizar (2009) faktor-faktor yang mempengaruhi risiko noise induced

hearing loss (NIHL) berhubungan dengan terpaparnya kebisingan yaitu :

1. Intensitas kebisingan (tingkat tekanan suara)

2. Jenis kebisingan (wide band, narrow band, impulse)

3. Lamanya terpapar per hari

4. Jumlah lamanya terpapar (dalam tahun)

5. Usia yang terpapar

6. Lingkungan yang bising

7. Jarak pendengaran dengan sumber bising

Menurut Soeripto (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi risiko noise

induced hearing loss (NIHL) berhubungan dengan terpaparnya kebisingan

yaitu :

1. Kepekaan individu

2. Pengaruh obat-obatan tertentu

3. Keadaan kesehatan telinga

4. Penggunaan alat pelindung diri (APD)

5. Prilaku mendengarkan musik keras


31 
 

Faktor-faktor yang berhubungan dengan


Terjadinya noise induced hearing loss (NIHL)
akibat kebisingan pada pekerja

Karakterisitk individu : Sumber bising

1. Umur
2. Masa Kerja
3. Penggunaan APD ear plug Frekuensi Intensitas
kebisingan kebisingan
Jenis kelamin

Lama terpapar
bising

Prilaku
mendengarkan Noise Induced Hearing
musik keras Loss (NIHL)

Pengendalian kebisingan

Gambar 2.1 : Kerangka Teori Penelitian

Sumber : (Anizar, 2009 & Soeripto, 2008)

Keterangan :

Variabel
diteliti
Variabel tidak
diteliti

Anda mungkin juga menyukai